Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil, artikel 7

advertisement
Mendeteksi Munculnya Ayam Kerdil
Oleh : Drh. Tarmudji MS
Kekerdilan atau Sindroma Kekerdilan (SK) pada ayam sangat merugikan.
Kerena, ayam yang kerdil sulit dijula, konversi pakan yang tinggi dan dapat
mengakibatkan kematian. Walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi. Bagaimana
ciri-cirinya?
Akhir-akhir ini, SK muncul lagi pada beberapa peternakan ayam pedaging
komersial dan pada Broiler breeding farm. Adanya kasus semacam ini menimbulkan
kerugian peternak, karena jumlah ayam kerdil bisa mencapai 10-50 persen dari populasi.
Sebenarnya SK ini sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dan
mendapat perhatian dari pihak pemerintah maupun pelaku bisnis perunggasan.
Merebaknya kembali kasus ini setelah wabah Avian Influenza (AI), menimbulkan tanda
tanya. Beberapa kalangan peternak menghubung-hubungkan kasus ini dengan wabah AI.
Karena SK pada ayam kali ini terjadi setelah Indonesia terserang wabah AI.
Penyakit kekerdilan ini pertama kali dilaporkan di Eropa, yaitu di Belanda pada
tahun 1970. Kemudian menyebar ke Inggris (1981), Australia (1980), Amerika Serikat
(1981) dan Asia (1985). Di Indonesia, penyakit kekerdilan, pertama kali dilaporkan oleh
Dharma pada tahun 1985. Penyakit yang ditandai dengan gejala ayam menjadi kerdil
(lambat tumbuh) dan bulu sayap terbalik ini dilaporkan terjadi di Bali dan Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 1998-1999, peneliti Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)
melaporkan kejadian kekerdilan pada peternakan ayam di daerah Jawa Barat, Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa,
ayam yang berumur 12 - 31 hari hanya memiliki bobot badan sekitar 125-373 gram.
Penyakit Helikopter
Sindroma Kekerdilan merupakan suatu penyakit, di mana ayam tidak tumbuh dan
berkembang seperti layaknya ayam normal. SK adalah Sindroma pada ayam muda,
terutama ayam pedaging yang ditandai adanya derajat gangguan pertumbuhan (ringan
sampai berat). Sebagai agen spesifik penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Namun
dari hasil penelitian menyebutkan bahwa, virus merupakan agen yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya penyakit menular ini. Diduga banyak penyebabnya, antara lain, Reo
virus, Rota virus, Parvo virus, Entero virus dan Corona virus.
Reovirus, dapat diisolasi dari jaringan ayam sehat pada umur satu sampai dua
minggu. Manifestasi penyakit setelah infeksi dengan reovirus tergantung pada umur
ayam, strain virus dan rule infeksi. Penularan penyakit dapat terjadi secara horizontal
maupun vertikal. Reovirus dapat diekskresikan dari saluran pencernaan dan pernafasan.
Feses merupakan sumber utama penularan secara horizontal. Anak ayam umur satu hari
lebih peka terhadap reovirus yang ditularkan melalui saluran pernafasan dibanding
penularan secara oral.
Banyak nama yang diberikan pada penyakit ini. Yaitu, Infectious Stunting
Syndrome, Helicopter disease, Malabsorption Syndrome, Pale bird Syndrome atau
Brittle bone Syndrome.
Penyakit ini menyerang ayam dan kalkun, baik yang jantan maupun betina.
Dilaporkan hewan yang muda lebih sensitif daripada yang dewasa dan semua jenis ayam
dapat terse rang penyakit ini. Anak ayam yang terserang virus ini memperlihatkan
penurunan laju pertumbuhan yang nyata pada umur 5-7 hari. Dan anak ayam yang
lambat tumbuh alias kerdil ini akan terlihat jelas pada umur dua minggu.
Pertumbuhan bulu yang terhambat, sampai umur 30 hari bulu di bagian bawah
kepala masih berwarna kuning, sehingga disebut dengan “Kepala kuning". Anak ayam
ini juga memperlihatkan abdomen yang menggantung dan nafsu makannya yang sangat
tinggi.
Tangkai bulu sayap primernya nampak patah-patah dan bulunya seperti balingbaling rotor. Oleh karena itu disebut juga penyakit helikopter (Helicopter Disease).
Menjelang umur 5 minggu, anak ayam yang sakit bisa mencapai 25%, dengan bobot
badan berkisar 250 gram. Dan ukurannya kurang dari separuh ukuran normal dari kawan
sekandangnya. Kotorannya berwarna kuning dan lembek dan menunjukkan adanya
partikel biji-bijian yang tidak dicerna. Ayam yang sakit terlihat malas berjalan karena
adanya sindroma yang mirip rakhitis.
Ayam Kerdil Segera Diatkir
Para ahli melaporkan bahwa, target organ dari SK adalah usus sehingga
menyebabkan gangguan pencernaan berbentuk diare dan lesi pada usus. Anak ayam
biasanya mengalami gangguan proses digesti dan absorbsi berbagai nutrien penting
dalam pakan, yang mendukung berbagai manifestasi penyakit tersebut.
Pada bedah bangkai ayam penderita SK, dijumpai adanya peradangan pada
proventrikulus (proventrikulitis) dan usus (enteritis), atropi/pengecilan dari organ
pankreas, thymus dan bursa fabricius. Juga terlihat adanya kelainan pada tulang,
terutama defect pada tulang paha (femur) sehingga tulang menjadi mudah patah (brittle/
os teoporosis).
Secara mikroskopik terlihat pembesaran (hipertropi) dan perbanyakan
(hiperplasia) dari epitel mukosa proventrikulus. Pada usus terjadi enteritis kataralis
berupa pelebaran/dilatasi krypta usus dan atropi villi usus. Pada pankreas terlihat
infiltrasi set-set radang, degenerasi, atropi dan fibroplasi dari jaringan eksokrin.
Diagnosis didasarkan pada sejarah induk-induk muda yang menghasilkan anak
ayam yang sakit dengan gejala klinis khas, yang muncul pada kisaran umur 7-35 hari.
Dan biasanya lebih tepat jika diagnosis dibuat setelah anak ayam berumur lebih dari 14
hari. Pada saat dijumpai adanya sejumlah anak ayam kecil yang mempunyai nafsu
makan yang besar, sangat aktif dan menunjukkan pertumbuhan bulu yang abnormal.
Secara primer, SK ini disebabkan oleh virus, namun ada beberapa jenis bakteri dan
berbagai faktor manajemen yang ikut mendukung terjadinya sindroma tersebut.
Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit kerdil. Anak-anak ayam yang
sakit/kerdil hendaknya segera diafkir / dikeluarkan sejak umur 14-28 hari. Pemisahan
ayam-ayam yang sakit ini mungkin dapat mengurangi peluang penularan virus secara
lateral. Vaksinasi dilaporkan tidak bisa efektif mengontrol penyakit ini. Peningkatan
sanitasi, pemberian desinfektan yang tepat dan memperhatikan kepadatan kandang
diharapkan dapat mengurangi jumlah ayam yang diafkir. Memperketat kontrol pakan dan
menghindari DOC dari bibit yang muda, dilaporkan dapat mengurangi kasus penyakit
ini.
Drh. Tarmudji MS
Penulis adalah Peneliti pada Balitvet Bogor
Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 7 Juli 2004
Download