Buku desain Gardu Induk Calculation Enjiniring

advertisement
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
LOMBA DESAIN GI 150 KV
BAB 1. PERHITUNGAN DESAIN ENJINIRING
1.1.
UMUM
Pada bagian ini akan dibahas tentang perhitungan design enjiniring untuk
mendisain suatu gardu induk 150 kV. Bagian utama yang akan diuraikan pada
bab ini adalah perhitungan arus hubungsingkat tiga phasa, koordinasi isolasi dan
penentuan rasio trafo arus (CT) untuk peralatan ukur dan proteksi.
1.2.
PERHITUNGAN ARUS HUBUNG SINGKAT
Menentukan breaking capacity suatu peralatan sistem tenaga listrik seperti
trafo, pemutus tenaga (PMT), trafo Arus (CT), trafo tegangan (PT) dan lainlainnya merupakan bagian penting dalam menentukan design suatu gardu induk.
1.2.1.
Arus Hubung Singkat 3-Phasa Sisi Tegangan 150 kV
Besar arus hubungsingkat suatu gardu induk akan sangat tergantung
dari pembangkitan pada sistem itu dan bagaimana pola operasi gardu
induk tersebut dipasok.
Gardu Induk yang akan didisain adalah Gardu Induk 150 kV . yang
mendapat pasokan dari 1 (satu) sumber yaitu IBT 500/150 kV (2x500
MVA) melalui 2 (dua) circuit penghantar ACSR 2xZebra dengan asumsi
pasokannya adalah radial.
Breaking Capacity Circuit Breaker sisi 150 kV
Agar desain tersebut dapat memenuhi pengoperasian dalam jangka
panjang (37 tahun) maka diasumsikan GI 500 kV adalah infinite bus.
Dengan asumsi impedansi Interbus Transformer (IBT) 500/150 kV
adalah 12,5 % maka arus hubung singkat maksimum pada bus 150 kV
adalah 2 x 8 x In (arus nominal) IBT atau :
Ihs150
kV
= (2x8x500.000) / (150xV3) = 2x8x1,96 kA = 31,4 kA
Untuk antisipasi bahwa suatu saat GI tersebut dioperasikan secara loop
(interkoneksi) dari dua sumber maka dipilih breaking capacity Circuit
Breaker yang dipilih adalah 40 kA.
Pertimbangan lain dari pemilihan kapasitas circuit breaker ini adalah
mudah diperoleh tanpa special order. (Berdasarkan standard
VDE/IEC57-1 maka breaking capacity pada level tegangan 150 kV yang
dipilih adalah 40 kA).
1/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
1.2.2.
LOMBA DESAIN GI 150 KV
Kemampuan Hantar Arus Circuit Breaker Sisi 150 kV
Kemampuan hantar arus CB untuk penghantar tergantung pada
kapasitas konduktor yang akan dipasang. Dalam desain ini dipilih
adalah ACSR 2xZebra dengan kapssitas hantar arus 2x800 A maka
dipilih arus nominal CB minimum = 2000 A.
Kemampuan hantar arus CB untuk Trafo sisi 150 kV dipilih sesuai
kapasitas trafo (60 MVA), yaitu 230 A. Maka untuk kapasitas hantar
arus CB trafo sisi 150 dipilih minimum 300 A.
1.2.3.
Arus Hubung Singkat 3-Phasa Sisi Tegangan 20 kV
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Gardu Induk
yang akan didisain mempunyai 3 (tiga) bay trafo 150/20 kV, 60 MVA
dengan pola operasi di 20 kV radial dan dengan asumsi reaktansi trafo
12.5%, sehingga terdapat 3 (tiga) rel busbar 20 kV.
Dengan asumsi arus hubungsingkat terbesar disisi tegangan 150 kV
adalah 31.2 kA dan reaktansi trafo sebesar 12,5% maka arus
hubungsingkat 3 phasa di rel 20 kV adalah :
I3f20


E
 x ib20
 
Zs1

jXt1


I3f20 = 13,08 kA
Dimana :
Zs1 =
impedansi sumber
Xt1 =
impedansi trafo
Ib20 =
arus base di 20 kV
E
tegangan base
=
Jika diambil faktor koreksi (fk) sebesar 1,2 maka breaking capacity
pada level 20 kV yang dipilih adalah :
Breaking capacitity
=
fk x Ihs3ph
=
1,2 x 13,08 = 15,7 kA
Berdasarkan standard VDE/IEC57-1 maka breaking capacity pada level
tegangan 20 kV yang dipilih adalah 20 kA.
1.2.4.
Kemampuan Hantar Arus Circuit Breaker Sisi 20 kV
Kemampuan hantar arus CB incoming dipilih sesuai kapasitas trafo (60
MVA) yaitu sebesar 1700 A. Maka untuk kapasitas hantar arus CB trafo
sisi 20 kV dipilih 2000 A.
1.3.
Koordinasi Isolasi
Berdasarkan standard level isolasi pada range tegangan 1 kV < Um < 245 kV)
bedasarkan standard 60076-3(c) IEC:2000 dan VDE 0111 Part 1, maka untuk
level tegangan 150 kV standard lightning impulse withstand voltage kV peak
value, adalah :
2/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
Highest voltage for
equipment
Um,
kV
rms value
170
LOMBA DESAIN GI 150 KV
Standard short-time
power frequency
withstand voltage
kV
rms value
275
Standard short-time
lightning impulse
withstand voltage
kV
rms value
650
325
750
Untuk level tegangan 150 kV maka dapat dipilih standard short-time lightning
impulse withstand voltage atau basic insulation level (BIL) trafo pada tegangan
550 kV atau 650 kV.
Pertimbangan pemilihan BIL selain dari faktor harga adalah dari statistik
kerusakan atau pengalaman operasional serta lokasi gardu induk tersebut akan
dibangun dimana hal ini berhubungan dengan isokronik level (IKL).
Berdasarkan performance/unjuk kinerja operasi trafo 150/20 kV pada sistem
Jawa-Bali dengan total kurang lebih 505 buah dengan BIL 650 kV dan rata-rata
umur operasi kurang lebih 15-20 tahun, menunjukkan hanya 1 (satu) kali
kerusakan trafo akibat sambaran petir pada GI. Cibinong.
Jika dilihat lokasi pemasangan trafo berdasarkan peta isocronic level pada
gambar 2.2 berikut, terlihat bahwa lokasi GI berada disekitar IKL yang tidak
tinggi (50).
Gambar 1.2-1. Peta Isocronic Level di Indonesia
Dari pengalaman operasi, pertimbangan lokasi GI yang akan dibangun serta
pertimbangan harga maka disain BIL trafo sebesar 650 kV masih layak dan baik
digunakan.
Tingkat isolasi selanjutnya adalah Lightning Arrester. Arrester berfungsi
melindungi trafo terhadap tegangan lebih akibat surja petir, sehingga tegangan
pelepasan arrester harus lebih rendah dari BIL trafo dengan safety factor (SF)
1.15.
Tegangan pelepasan trafo
=
BIL Trafo/SF
3/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
LOMBA DESAIN GI 150 KV
=
565 kV
Sehingga dipilih tegangan pelepasan arrester adalah 525 kV.
Tingkat isolasi selanjutnya adalah Lightning Arrester (LA) sisi penghantar. LA ini
berfungsi menurunkan level tegangan lebih akibat surja petir sebelum mencapai
LA trafo, sehingga tegangan pelepasan LA penghantar ini harus lebih tinggi dari
tegangan pelepasan LA trafo dengan shielding factor (SF) 1.15.
Tegangan pelepasan LA penghantar
=
Tegangan discharge LA trfx SF
=
650 kV
Sehingga dipilih tegangan pelepasan LA penghantar adalah 650 kV.
Selanjutnya adalah penentuan jarak minimum arcing horn (spark gap) isolator
pada saluran trasmisi. Adapun besarnya tegangan pelepasan arcing horn harus
lebih besar dari tegangan pelepasan LA penghantar, dipilih 1.15 kali tegangan
pelepasan LA penghantar, atau 1.15 x 650 kV = 750 kV (+/-1500 mm).
Dengan asumsi bahwa arus petir terbesar 100 kA dan tahanan kaki tower
maksimum 10 ohm, maka tegangan tower pada saat terkena sambaran petir
adalah sekitar 1000 kV, maka pemilihan arching horn 750 kV sudah baik.
Dengan demikian Lightning Impulse withstand voltage untuk isolator pada
penghantar dipilih BIL1200 KV. Untuk hal tersebut diperlukan 12 bh disc
insulators degan kemampuan Lightning Impulse withstand voltage 100 kV/bh
(IEC 305).
4/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
LOMBA DESAIN GI 150 KV
kV
BIL
1200
650
650
Arching Horn
LA Penghantar
LA Trafo
Transformator
525
Isolator
750
Teg Tower saat sambaran langsung
1000
(jarak) m
Gambar 1.2-2. Kurva Koordinasi Isolasi Gardu Induk
5/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
1.4.
LOMBA DESAIN GI 150 KV
Tegangan Pengenal Lightning Arrester
Tegangan pengenal LA harus dapat menahan temporary overvoltages yang
terjadi di penghantar. Menurut Grid Code (sebagai akibat pengaturan operasi
jaringan) temporary overvoltage yang diperbolehkan adalah 1.05 Vn. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka dipilih safety factor 1.1, sehingga
tegangan pengenal Lighning Arrester minimum = 165 kV.
1.5.
Peletakan Lightning Arrester
Adapun peletakan maksimum arrester dari trafo adalah :
(Et - Ea ).v
x=
2 
dimana : x = Jarak dari arrester ke alat yang dilindungi (m)
Et = Tegangan terminal dari alat yang dilindungi (kV)
Ea = Tegangan pelepasan arrester (kV)
 = Kecuraman muka gelombang kV/s
v = Kecepatan rambat gelombang (m/  s)
Contoh: Et = BIL = 650 kV
Ea = 550 kV
 = 300 kV/s
v = 300 m/s
(650 - 550 ) kV * 300 m/s
x=
= 50 m
2 * 300 kV/s
Berdasarkan perhitungan diatas maka arrester dapat melindungi trafo jika
diletakkan maksimum adalah 50m, akan tetapi lebih dekat akan lebih baik.
1.6.
Kebutuhan Trafo Arus
Pemilihan besar arus primer pada trafo arus (CT) guna kebutuhan pengukuran
alat ukur maupun untuk kebutuhaan sistem proteksi harus berdasarkan minimal
arus nominal peralatan yang diukur atau dilindungi, sehingga tidak terjadi
overload di CT jika perlatan tersebut ingin dioperasikan sebesar maksimum dari
kemampuan peralatannya. Setiap bay peralatan pada suatu gardu induk
membutuhkan CT, dimana dalam hal ini sesuai asumsi dengan disain GI maka
akan dijelaskan pemilihan CT untuk 4 (empat) bay line saluran transmisi, 1
(satu) bay kopel, 3 bay trafo distribusi, serta 6 (enam) bay penyulang 20 kV.
1.6.1.
CT Untuk Bay Saluran Transmisi
Berdasarkan asumsi transmisi yang akan digunakan adalah 2xACSR
Zebra dengan kapasitas hantar arus sebesar 1580 A, maka rasio CT
6/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
LOMBA DESAIN GI 150 KV
yang dipilih adalah dengan jenis multiple core tegangan tinggi dan
multiple core tegangan rendah dengan ukuran :
CTpenghantar = 1600-2000/1-1-1-1-1.
Penggunaan core 2000 A masih diperlukan guna sistem proteksi pada
busbar yang harus dilingkupi hingga CT saluran transmisi. Sedangkan
pemilihan 5 core pada sisi sekunder berdasarkan kebutuhan untuk
metering (1 core), proteksi utama (1 core), proteksi cadangan (1 core)
dan busbar proteksi (2 core).
1.6.2.
CT Untuk Bay Trafo Distribusi
Dengan kapasitas trafo distribusi yang dipilih sebesar 60 MVA, maka
nominal trafo disisi primer adalah 231 A dan sisi sekunder sebesar 1732
A, maka rasio CT yang dipilih adalah dengan jenis multiple core
tegangan tinggi dan multiple core tegangan rendah dengan ukuran :
CTtrafo sisi 150 kV = 150-300-2000/1-1-1-1-1.
CTtrafo sisi 20 kV = 1000-2000/1-1-1
Sama dengan CT pada saluran transmisi maka penggunaan core 2000 A
pada CTtrafo sisi 150 kV masih diperlukan untuk sistem proteksi pada busbar
yang harus dilingkupi hingga CT trafo distribusi. Sedangkan core 150 A
diperlukan untuk ketelitian alat ukur pada saat trafo distribusi masih
dibebani rendah. Adapun pemilihan 5 core pada sisi sekunder
berdasarkan kebutuhan untuk metering (1 core), proteksi utama (1
core), proteksi cadangan (1 core) dan busbar proteksi (2 core)
Pemilihan core 1000 A pada CTtrafo sisi 20 kV juga diperlukan untuk
ketelitian alat ukur pada saat trafo distribusi masih dibebani rendah.
Pemilihan 3 core pada sisi sekunder berdasarkan kebutuhan untuk
metering (1 core), proteksi utama (1 core), dan proteksi cadangan (1
core).
1.6.3.
CT Untuk Bay KopeL
Berdasarkan asumsi transmisi yang akan digunakan adalah 2xAAAC
800mm2 dengan kapasitas hantar arus sebesar 2 x 1075 A, maka rasio
CT yang dipilih adalah dengan jenis single core tegangan tinggi dan
multiple core tegangan rendah dengan ukuran :
CTkopel = 2000/1-1-1-1
Penggunaan core 2000 A masih diperlukan guna sistem proteksi pada
busbar yang harus dilingkupi hingga CT kopel. Sedangkan pemilihan 3
core pada sisi sekunder berdasarkan kebutuhan untuk metering (1
core), proteksi (1 core), dan busbar proteksi (2 core)
1.6.4.
CT Untuk Bay Penyulang
Pertimbangan perhitungan arus nominal sisi primer CT untuk
penyulang 20 kV selain dari kemampuan kapasitas hantar arus kabel 20
kV juga berdasarkan arus maksimum hubungsingkat yang terjadi pada
7/Bab 1
Agustus 2005
PT. PLN (PERSERO)
PENYALURAN DAN PUSAT PENGATUR BEBAN
JAWA BALI
LOMBA DESAIN GI 150 KV
rel 20 kV akibat kapasitas dari trafo distribusi. Perimbangan ini diambil
berdasarkan pengalaman PLN P3B akibat penggantian kapasitas trafo
distribusi yang tidak diikuti dengan perubahan rasio CT sisi penyulang
20 kV. Hal tersebut mengakibatkan seringnya terjadi kegagalan sistem
proteksi penyulang 20 kV jika terjadi gangguan hubungsingkat phasaphasa yang terjadi di dekat rel 20 kV karena kejenuhan CT penyulang
20 kV.
Berdasarkan arus hubungsingkat 3phasa maksimum seperti yang telah
dijelaskan pada subbab 2.2.2 maka diperoleh Ihs3phasa sebesar 13,08
kA.
Relai pengaman penyulang umumnya digunakan overcurrent relay.
Wiring overcurent relai menggunakan perhitungan phasa-phasa, maka
besarnya arus hubugsingkat maksimum phasa-phasa yang dirasakan
relai adalah :
Ihsphasa-phasa
=
=
=
0.867 x Ihs 3phasa
0.867 x 13,08
11,34 kA
Kelas CT untuk overcurrent relai yang digunakan adalah 5P20, sehingga
arus sisi primer CTpenyulang adalah :
 I hsphasaphasa  11.340
 
In primer CT  
 567 A
20
20


dipilih
CTpenyulang=
600/1-1
Pemilihan 2 core pada sisi sekunder berdasarkan kebutuhan untuk 1
core untuk metering dan 1 core untuk proteksi.
8/Bab 1
Agustus 2005
Download