PARTIKEL DALAM BOX • Elektron dalam atom dan

advertisement
1
Bab II/Partikel Dlm Box/
PARTIKEL DALAM BOX
 Elektron dalam atom dan molekul dapat
dibayangkan mirip partikel dalam box.
 daerah di dalam box tempat partikel tersebut
bergerak berpotensial nol, sedang daerah diluar
box berpotensial tertentu atau tak terhingga,
 box dibayangkan sebagai ruangan dengan
dindingnya adalah energi potensial..
Bentuk umum persamaan orde dua
adalah:
aY" + b Y' + cY = 0
2
Bab II/Partikel Dlm Box/
atau
d2
d
a 2Y +b Y +cY=0
dx
dx
(2-1)
atau
2
aD Y + bDy + cY = 0
atau
(aD2 + bD + c)y = 0
(2-2)
dan
2
aD + bD + c = 0  persamaan
karakteristik (2-3)
Akar-akar penyelesaiannya adalah
3
Bab II/Partikel Dlm Box/
x1, 2
 b  (b 2  4ac)

2a
Penyelesaian
umum
persamaan
differensial orde dua (2-1) tersebut
adalah:
Y=
A . eD1 x + B . eD 2 x
A dan B adalah sembarang konstanta,
sedang D1 dan D2 adalah akar-akar
persamaan karakteristik (2-3)
4
Bab II/Partikel Dlm Box/
Contoh:
Tentukan bentuk umum penyelesaian
2Y" + 3Y' + 4Y = 0
Jawab:
Persamaan karakteristiknya : 2D2 + 3D + 4 = 0,
a = 2; b = 3; c = 4
Akar-akarnya:
 b  (b 2  4ac)
x1, 2 
2a
D1 . 2 =  3   23 = 3/4
4
+ 5 3/4 i
Jadi Penyelesaiannya adalah:
Y = A . e /  5 / i x + B . e /  5 / i x
3
3
4
3
4
3
4
4
5
Bab II/Partikel Dlm Box/
2.2 Partikel Dalam Box Satu Dimensi
 Bayangkan sebuah partikel yang bergerak dalam
box satu dimensi.
 box satu dimensi adalah penggal garis yang
panjangnya a yang terletak pada sumbu x.
 Sepanjang sumbu x fungsi energi potensialnya
tak terhingga kecuali pada penggalan sepanjang
a yang potensialnya 0.
 Jika partikel berada di dalam box, maka energi
potensialnya adalah nol (V(0<x<a) = 0) sedang jika
berada di luar box, energi potensialnya tak
terhingga.
6
Bab II/Partikel Dlm Box/
Gambar 2.1: Fungsi energi Potensial Partikel dalam
Box satu Dimensi
Dari gambar 2.1 tampak bahwa sumbu x terbagi atas
tiga area, yaitu area I ( x < 0), area II (0 < x < a) dan
area III ( x > a).
Bagaimana fungsi gelombang partikelnya dan energi
partikel pada masing-masing daerah tersebut?
7
Bab II/Partikel Dlm Box/
Lihat persamaan Schrodinger bebas waktu atau
persamaan (5-1 Bab I)
d 2 ( x ) 2m
+ 2 (E  V(x) ) ( x)  0
2
dx

(2-4)
Partikel di luar box (area I dan III), Vx =  ,
sehingga (EV) =  
dan persamaan (2-4) dapat ditulis:
d 2 x
 x
2
dx
(2-5)
Jadi:
x =
1 d 2 x
 dx 2
atau x = 0 (2-6)
8
Bab II/Partikel Dlm Box/
Kesimpulan:
Jika berada di luar box, partikel tidak bergerak
Bagaimanakah jika partikel berada dalam box yaitu
area II ?
Jika berada dalam box, Vx = 0 sehingga (2-4) dapat
ditulis:
d 2 ( x ) 2m
+ 2 (E  V(x) ) ( x)  0
2
dx

d 2 x 2mE
+ 2 x = 0
2
dx

aD2Y  cY  0
(2-7)
9
Bab II/Partikel Dlm Box/
Persamaan (2-7) di atas
differensial
orde
dua
karakteristiknya adalah:
2mE
2
D + 2 =0

Ingat!
2mE
2
D + 2 =0

a = 1; b = 0; c = 2mE
2
x1, 2

 b  (b 2  4ac)

2a
Sehingga akar-akarnya adalah:
adalah
yang
persamaan
persamaan
10
Bab II/Partikel Dlm Box/
 0 2  4.1.
D1.2 =
2mE
2
2.1
2mE
2  2

=
2
2mE
=  1  2

=  i 1  2mE

i
=   2mE

Bentuk umum penyelesaian persamaan Schrodinger
satu dimensi:
 = A. e
i
( 2 mE )1 / 2 x

+ B .e
 i ( 2 mE )1/ 2 x
(2-8)
11
Bab II/Partikel Dlm Box/
1/2
Agar bentuknya sederhana (2mE)
sehingga (2-8) ditulis:
i
-i 
(x) = A. e  e
(2-9)
x /  ditulis 
Menurut persamaan Euler :
ei= cos  + i sin 
dan
-i
e = cos   i sin 
sehingga (2-9) dapat ditulis:
(x) = A( cos  + i sin  ) + B. (cos   i sin 
= A cos  + A i sin  + B. cos   i sin 
= A cos  + B. cos  A i sin   i sin 
12
Bab II/Partikel Dlm Box/
= (A + B) cos  (A i  i ) sin 
(x) = P cos Q sin  (2-10)
dengan P dan Q adalah tetapan sembarang yang baru.
Dengan mengembalikan harga (2mE)
(2-10) dapat ditulis:
1/2
x/  maka
(x) = P cos{(2mE)1/2x/  } + Q sin(2mE)1/2x/  }
(2-11)
 Untuk menentukan P dan Q kita gunakan kondisi
khusus tertentu.
 dipostulatkan bahwa  adalah kontinum, artinya
tidak ada lompatan nilai  jika x kontinum.
13
Bab II/Partikel Dlm Box/
  di luar box nyambung dengan di dalam box
ketika  melalui dinding box (pada x = 0 atau x =
a).
 karena di luar box = 0 dimanapun termasuk di
dinding box, maka  di dalam box pun harus
bernilai nol ketika melalui dinding.
 Jadi, di dinding box ketika x = 0, maka  pada (211) adalah nol, (x=0  dan (x=a  
 jadi:
(x)=Pcos{(2mE)1/2.0/  }+Q sin{(2mE)1/2.0 /  }= 0
Jadi:
(x) = P cos 0 + Q sin 0 = 0
14
Bab II/Partikel Dlm Box/
P + 0 = 0, jadi P = 0
Kalau P = 0, maka Q tidak mungkin 0 karena sin 0
sudah pasti 0 dan (2-11) menjadi:
1/2
(x) = Q sin (2mE) x /  (2-12)
Untuk menentukan harga Q, kita gunakan x = a 

Pada kondisi ini  juga harus = 0.
Jadi
1/2
Q sin (2mE) a /  = 0
 Q sin x = 0
Karena Q pasti tidak nol, maka
1/2
sin (2mE) a /  = 0  sin x = 0
15
Bab II/Partikel Dlm Box/
sehingga
1/2
(2mE) a /  = + n 
(2-13)
Jika kedua ruas dikuadratkan, maka
[(2mE)1/2 a /  ]2 = (n
2mE a2 /  2 = n22
Dari sini kita peroleh
E =
E =
E =
2 2


n2
2m a 2
2
h
n2
8m a 2
n2h2
8m a 2
n = 1, 2, .... (2-14)
16
Bab II/Partikel Dlm Box/
Q: Mengapa harga n tidak dimulai dari nol ?
A: Jika n = 0 diijinkan berarti pada keadaan itu E = 0.
E = 0 tidak mungkin, karena dengan demikian hanya
terjadi jika partikel tidak bergerak. Untuk partikel
yang bergerak E = 0 tidak diijinkan, jadi n = 0 juga
tidak diijinkan.
Jika E pada (2-14) kita masukkan pada (2-12), kita
peroleh:
1/2
(x) = Q sin (2mE) x / 
n
 = Q sin x
(2-15)
a

 = Q sin
2
2
n
( x)
a
17
Bab II/Partikel Dlm Box/
Untuk memperoleh Q, kita gunakan sifat fungsi
ternormalisasi, yaitu bahwa untuk fungsi normal,
harga total peluangnya = 1, jadi:
l
P( 0 < x < a ) =
  dx
2
= 1, jadi:
0
2
Q
a
2
sin

0
n
x dx =
a
1
Jadi
1/ 2
Q=
 2
 
a
Dengan demikian fungsi gelombang partikel dalam
box satu dimensi diperoleh, yaitu
(x) =
n
 2
x
  sin
a
a
1/ 2
(2-16)
18
Bab II/Partikel Dlm Box/
Grafik Fungsi tersebut adalah

n=1
n=2
n=3
Gambar 2.2. Grafik fungsi gelombang  Partikel
Dalam Box Satu Dimensi

n=1
n=2
n=3
Gambar 2.3. Grafik  2 Partikel Dalam Box
19
Bab II/Partikel Dlm Box/
2.3 Partikel Bebas Satu Dimensi
 Bagaimana energi partikel bebas.
 Partikel bebas adalah partikel yang tidak
mendapat gaya sama sekali.
 Karena gaya adalah turunan energi potensial
terhadap koordinat x, berarti energi potensial
pada partikel tersebut bukan fungsi x tetapi hanya
konstanta saja, artinya berapapun harga x maka
energi potensial partikel tidak berubah.
 Besarnya energi potensial untuk partikel bebas
disebut zero level energi yang dengan bebas
dapat kita tentukan.
20
Bab II/Partikel Dlm Box/
 Seandainya kita pilih energi potensial V = 0,
(Awas zero level energi belum tentu nol joule)
maka persamaan (1-28 Bab I) menjadi:
d 2 x 2m
+ 2 Ex = 0
2
dx

Persamaan di atas sama dengan persamaan (2-7), jadi
penyelesaiannya:
(x) = A. e
i ( 2 mE )1 / 2 x / 
+ B .e
i ( 2 mE )1/ 2 x / 
(2-17)
Selanjutnya kondisi batas yang bagaimana yang
dapat kita gunakan untuk menentukan energi?
 harus mempunyai harga tertentu (tidak takterhingga) berapapun harga x yang kita pilih,
21
Bab II/Partikel Dlm Box/
atau
untuk   < x <  harga  adalah terhingga.
 maka energi partikel bebas paling kecil adalah nol
dan tidak mungkin berharga negatif
 sebab jika E negatif maka :
i(2mE )1/ 2 
i(2m E )1/ 2
= i  1(2m E )1/ 2
=  (2m E )1/ 2
akibatnya suku pertama persamaan (2-17) di atas
akan menjadi  jika pada x =   .
22
Bab II/Partikel Dlm Box/
Hal ini melanggar ketentuan bahwa berapapun harga
x yang kita pilih, harga  harus tidak tak-terhingga
(= terhingga, tertentu, ada nilainya).
Jadi untuk partikel bebas:
E0
(2-18)
Berbeda dengan partikel tak-bebas yang energinya
terkuantisasi (= diskrit = hanya mempunyai harga
tertentu saja), maka partikel bebas dapat mempunyai
sembarang harga (kontinum) asal tidak negatif.
Hal penting lain adalah bahwa fungsi gelombang
partikel bebas tidak dapat dinormalisasikan karena
23
Bab II/Partikel Dlm Box/

  *  dx tidak mungkin


= 1, padahal syarat
ternormalisasi adalah   *  dx = 1.

24
Bab II/Partikel Dlm Box/
2.4 Partikel Dalam box satu Dimensi (Lanjutan)
Perhatikan gambar 2.4 di bawah:
Energi potensial partikel adalah
V = V0 untuk x < 0 (daerah I);
V = 0 untuk 0 < x < a (daerah II) dan
V = V0 untuk x > a (daerah III).
Persamaan Schrodinger untuk daerah I dan III adalah:
d 2 ( x) 2m
+ 2 (E  V0 ) ( x)  0
2
dx

sehingga penyelesaiannya adalah:
(x) = A. e2m(V E ) x /  + B . e 2m(V  E )
1/ 2
0
1/ 2
0
x/
25
Bab II/Partikel Dlm Box/
Untuk membedakan antara penyelesaian I dan
penyelesaian III maka untuk penyelesaian I kita tulis:
(x) = C. e2m(V  E ) x /  + D . e 2m(V E ) x /  (2-19)
1/ 2
1/ 2
0
0
sedang penyelesaian III, kita tulis:
(x) = F. e2m(V  E ) x /  + G . e 2m( E V )
1/ 2
1/ 2
0
I
II
0
x/
(2-20)
III
Vx
x=0
x=a
(a)
Gambar 2.4:
(b
)
(c)
(a) Energi Potensial Untuk partikel dalam one dimension
rectangular well
(b) Fungsi gelombang keadaan dasar (ground state) pada
potensial tersebut
(c) Fungsi gelombang keadaan eksitasi pertama (first
excited state) pada potensial tersebut
26
Bab II/Partikel Dlm Box/
Bagaimana penyelesaian  untuk daerah II ?
Karena V= 0 untuk daerah II maka penyelesaian
persamaan Schrodingernya adalah sama persis
dengan yang sudah kita bicarakan pada pasal 2.2.
Jadi persamaan (2-11) juga merupakan bentuk umum
penyelesaian untuk daerah II.
Untuk daerah II
(x) = P cos{(2mE)1/2x/  } + Q sin(2mE)1/2x/  }
(2-21)
Penuntasan (2-19) dan (2-20), sangat ditentukan oleh
besar E dibandingkan V0.
27
Bab II/Partikel Dlm Box/
Penuntasan untuk E < V0 sangat berbeda dengan
penuntasan untuk E > V0 (Inilah bedanya dengan
mekanika klasik. Secara klasik, E selalu lebih besar
dari pada V sebab E = V + T dengan T = energi
kinetik yang selalu positif).
Bagaimana jika E < Vo ?
Untuk E < V0 maka (V0E)1/2 adalah bilangan real,
positif. Dengan demikian untuk daerah I nilai  = 
jika x =   . Padahal  harus terhingga untuk
sembarang harga x. Untuk menghindari hal ini maka
D harus nol. Jika D = 0, maka untuk x =  harga 
= 0 dan ini diijinkan.
28
(x) = C. e
Bab II/Partikel Dlm Box/
2 m (V0  E )1/ 2 x / 
+ D .e
2 m (V0  E )1/ 2 x / 
(2-19)
Analog dengan itu, pada Y daerah III, F juga harus
nol, sehingga persamaan (2-19) dan (2-20) berturutturut menjadi:
(x) = C. e2m(V  E ) x / 
(2-21)
(x) = G . e 2m( E V ) x / 
(2-22)
1/ 2
0
1/ 2
0
Untuk memperoleh harga C, maka kita terapkan
kondisi batas, bahwa di x = 0, nilai  daerah I = 
daerah II, sedang untuk mencari G kita terapkan
bahwa di x = a nilai  daerah II = dengan  daerah
III.
Jadi
29
I =  II
II = III
Bab II/Partikel Dlm Box/
( x = 0)
(x =a)
(2-23)
(2-24)
Ada 4 konstanta yang harus ditentukan yaitu C untuk
I, G untuk III serta P dan Q untuk II.
Jadi hanya dengan (2-23) dan (2-24) saja, tidak
mungkin kita menentukan 4 tetapan.
Untuk itu kita gunakan:
dI/dx = dII/dx
( x = 0)
dII/dx = dIII/dx (x =a)
(2-25)
(2-26)
30
Bab II/Partikel Dlm Box/
Dari (2-23) kita peroleh C = P. Dari (2-25) kita
peroleh
 V0  E 

 .P .
 E 
1/ 2
Q=
Dari (2-24) kita peroleh G yang dinyatakan dalam P.
Selanjutnya P dihitung dengan normalisasi.
Jika P, Q, C dan G sudah diperoleh maka  untuk
masing-masing daerah dapat ditentukan dan baik di
dalam kotak maupun di luar kotak harga   0. Itu
artinya betapapun kecilnya ada kemungkinan
menjumpai partikel di luar kotak jika dinding kotak
berpotensial tidak tak terhingga.
31
Bab II/Partikel Dlm Box/
Bagaimana Jika E > V0
Untuk membahas ini marilah kita tulis kembali (2-19)
dan (2-20):
(x) = C. e2m(V  E ) x /  + D . e 2m(V  E ) x /  (2-19)
(x) = F. e2m(V  E ) x /  + G . e 2m( E V ) x / 
(2-20)
1/ 2
0
1/ 2
0
1/ 2
0
1/ 2
0
Jika E > V0 maka (V0E) negatif sehingga (V0E)1/2
imajiner, akibatnya:
2mV0  E 1/ 2  = i2m V0  E 1/ 2 
(x) = C. ei2m (V  E )  x /  + D . ei2m (V  E )  x /  (2-27)
(x) = F. ei2m (V  E )  x /  + G . e i2m (V  E )  x /  (2-28)
1/ 2
0
1/ 2
0
1/ 2
0
1/ 2
0
32
Bab II/Partikel Dlm Box/
Ternyata bentuk persamaan (2-27) dan (2-28) ini
identik dengan persamaan (2-17) yaitu fungsi
gelombang partikel bebas.
(x) = A. e
i (2 mE )1/2 x /
+ B .e
i ( 2 mE )1/ 2 x / 
(2-17)
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk energi potensial
V0 yang terhingga dan E > V0 ternyata partikel dalam
keadaan bebas dan kondisi ini disebut unbound state.
Dengan logika sebaliknya maka untuk E < V0
kondisinya disebut bound state.
33
Bab II/Partikel Dlm Box/
Studi yang detail menunjukkan bahwa banyaknya
bound state energi level (N) dinyatakan dengan
persamaan:
1/ 2

8mVo  . a
N 
h
dengan m adalah massa partikel, Vo adalah energi
potensial, a adalah panjang box dan h adalah tetapan
Planck
34
Bab II/Partikel Dlm Box/
2.5 Efek Terobosan (Tunnel Effect)
Untuk partikel dalam rectangular well (pasal 2.4),
gambar 2-5 dan persamaan untuk I dan III yaitu
persamaan (2-21) dan (2-22) menunjukkan bahwa
pada kondisi bound state (yaitu jika energi partikel
lebih kecil dari pada energi potensialnya yaitu V0
yang tidak tak terhingga) peluang mendapatkan
partikel di daerah I dan III adalah tidak nol.
Sifat seperti ini ditolak oleh logika klasik karena
kondisi E < V ini sangat mustahil mengingat menurut
logika klasik E = T + V dengan T adalah energi
kinetik yang selalu positif.
35
Bab II/Partikel Dlm Box/
Perhatikan partikel yang berada dalam box satu
dimensi dengan tinggi dan ketebalan dinding tertentu.
(Gambar 2.5). Secara klasik, partikel tidak mungkin
dapat menerobos dinding box manakala energi
partikel itu tidak melebihi energi potensial dinding
yang besarnya V0 itu.
Namun mekanika kuantum menunjukkan bahwa ada
peluang yang besarnya tertentu bagi sebuah partikel
yang eneginya < V0 yang dijumpai berada di luar
box.
36
Bab II/Partikel Dlm Box/
Pengertian terobosan (tunelling) merupakan penetrasi
partikel terhadap daerah yang secara klasik
merupakan daerah terlarang (forbidden region), atau
lewatnya partikel
melalui penghalang energi
potensial yang besarnya lebih dari energinya.
Karena tunneling adalah efek mekanika kuantum,
maka kejadiannya adalah pada partikel-partikel kecil.
Makin kecil massa partikel, makin mudah ia
melakukan terobosan. Terobosan elektron adalah
yang paling besar kemungkinannya. Terobosan
hidrogen lebih mungkin dari pada atom-atom lain.
37
Bab II/Partikel Dlm Box/
Emisi partikel dari inti radioaktif merupakan efek
tunneling yang dimiliki oleh partikel alfa menembus
potensial penghalang yang ditimbulkan oleh gaya
akibat interaksi antar partikel inti.
Mengapa molekul NH3 berbentuk piramid dan tidak
planar sedang BF3 berbentuk planar ? Pertanyaan itu
dapat dijelaskan melalui pemahaman terhadap efek
ini.
Ada sejumlah energi potensial yang menghalangi
konversi dari bentuk planar ke piramidal. Atom Hnya amoniak (karena massanya kecil dapat
menembus potensial penghalang itu sehingga H tidak
38
Bab II/Partikel Dlm Box/
berada sebidang dengan N, sementara itu atom F
yang ukurannya besar tidak mampu menembus
potensial penghalang.
Efek terobosan elektron memberi sumbangan yang
signifikan untuk menjelaskan terjadinya reaksi
oksidasi reduksi pada proses elektroda. Efek ini juga
memberikan sumbangan pada penentuan laju reaksi
kimia yang melibatkan hidrogen. (R.P.Bell, 1990)
39
Bab II/Partikel Dlm Box/
V0
x
Gambar 2.5: Energi Potensial partikel dalam box satu
dimensi dengan ketinggian dan ketebalan
tertentu.
Mikroskop jenis tertentu (disebut The scanning
tunneling microscope yang ditemukan pada 1981)
memanfaatkan sifat terobosan elektron melalui ruang
antara kumparan kawat logam dengan permukaan
padatan yang dapat menghantarkan arus listrik untuk
40
Bab II/Partikel Dlm Box/
menghasilkan image atau gambaran masing-masing
atom pada permukaan logam.
41
Bab II/Partikel Dlm Box/
Soal-Soal Bab 2
1. Selesaikan Persamaan y'' + y'  2y = 0 dengan
kondisi batas untuk x = 0, y = 0 dan untuk x = 0,
y' = 1
2. Sebuah obyek makroskopik massanya 1 gram
melintas dengan kecepatan 1 cm/s dalam kotak
satu dimensi yang panjangnya 1 cm. Tentukan
bilangan kuantum n.
3. Elektron dalam atom atau molekul dapat secara
ekstrim dipandang sebagai partikel dalam box
satu dimensi yang panjang boxnya mempunyai
order ukuran atom atau molekul.
42
Bab II/Partikel Dlm Box/
a) Untuk elektron yang berada dalam box yang
panjangnya 1 Ao hitunglah selisih dua energi
level terendah
b) Hitunglah panjang gelombang foton yang
setara dengan transisi kedua level energi
tersebut.
4. Ketika sebuah partikel yang massanya 9,1 x 1028
gram berada dalam box satu dimensi mengalami
transisi dari n = 5 ke n = 2, ia mengemisi foton
14
1
dengan frekuensi 6,0 x 10 s . Tentukan
panjang box.
5. Ketika sebuah elektron yang berada pada energi
level tertentu mengalami transisi ke level dasar
dalam sebuah box satu dimensi yang panjangnya
43
Bab II/Partikel Dlm Box/
o
2A , ia mengemisi foton yang panjang
9
gelombangnya 8,79 x 10 m. Tentukan dari
energi level ke berapa elektron tersebut berasal ?
6. Elektron pi dalam molekul terkonjugasi, misal
1,3 butadiena, dapat dipandang sebagai elektron
yang bergerak dalam kotak satu dimensi yang
panjang sama dengan panjang molekulnya.
Dengan menggunakan aturan Pauli yang
mengijinkan satu energi level dihuni oleh
sepasang elektron yang spinnya berlawanan,
tentukan panjang gelombang foton yang diserap
jika elektron pi yang berada pada energi level
tertinggi berpindah ke energi level terendah yang
kosong. (Panjang molekul = 10 Angstrom)
44
Bab II/Partikel Dlm Box/
7. Tulis fungsi gelombang partikel bebas satu
dimensi bergantung waktu.
8. Buatlah sket  untuk n = 3, 4 dan 5
9. Sebuah elektron yang berada pada box satu
dimensi dengan energi potensial 15 eV. Jika
panjang box 2 Angstrom, berapakah banyaknya
bound state yang diijinkan ?
10. Jawablah betul atau salah pernyataan-pernyataan
berikut:
a) Partikel yang berada dalam box satu dimensi
dengan energi level dasar (Ground State)
Energy Level, mempunyai bilangan
kuantum n = 0
45
Bab II/Partikel Dlm Box/
b) Fungsi gelombang stasioner dari sebuah
partikel dalam kotak adalah diskontinus
pada titik tertentu.
c) Turunan pertama dari fungsi gelombang
stasioner dari sebuah partikel dalam kotak
adalah diskontinus pada titik tertentu.
d) Probabilitas maksimum setiap partikel dalam
box selalu terletak di pertengahan
panjangnya box.
e) Untuk partikel dalam box dengan n = 2,
probabilitas pada posisi kuarter kiri =
probabilitas di kuarter kanan.
Download