Modul Psikologi Komunikasi [TM3]

advertisement
\
MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
KOMUNIKASI
KARAKTERISTIK MANUSIA
KOMUNIKAN
Fakultas
Program Studi
FIKOM
MARCOM &
ADVERTISING
Tatap Muka
03
Kode MK
Disusun Oleh
MELLY RIDARYANTHI S.S., M.Soc.Sc.
Abstract
Kompetensi
Modul ini berisi materi tentang
karakteristik manusia komunikan yang
meliputi pembahasan tentang
Psikoanalisis, Kognitif, Behaviorisme
dan Humanistik.
Setelah mempelajari modul ini,
mahasiswa diharapkan dapat
memahami konsepsi psikologi tentang
manusia komunikan.
KARAKTERISTIK MANUSIA
KOMUNIKAN
PENGENALAN
Seperti yang dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat (2011: 18) dalam bukunya Psikologi
Komunikasi, terdapat banyak teori dalam ilmu komunikasi, banyak teori terbentuk yang
dilatarbelakangi konsepsi psikologi tentang manusia. Teori-teori persuasi menggunakan
konsepsi psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh
keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Kemudian ada teori hypodermic needle
yang dilandasi oleh konsepsi behaviorisme yang memandang manusia sebagai makhluk
yang digerakkan semaunya oleh lingkungan (Homo Mechanicus). Selain itu, terdapat teori
tentang pengolahan informasi yang dibentuk dari konsepsi psikologi kognitif yang melihat
manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimulus yang
diterimanya (Homo Sapiens). Terakhir sekali adalah teori-teori komunikasi interpersonal
yang banyak dipengaruhi oleh konsepsi psikologi humanistis yang menggambarkan
manusia sebagai pelaku aktif
dalam merumuskan strategi transaksional dengan
lingkungannya (Homo Ludens).
Berikut ini tabel yang menjelaskan empat teori psikologi yang menjelaskan mengenai
manusia, seperti berikut:
Tabel 1
Empat Teori Psikologi
‘13
TEORI
KONSEPSI TENTANG MANUSIA
TOKOH
PSIKOANALISIS
Homo Volens
(Manusia berkeinginan)
Freud, Jung, Adler,
Abraham
KOGNITIF
Homo Sapiens
(Manusia berpikir)
Lewin, Heider,
Festinger, Piaget,
Kohiberg
BEHAVIORISME
Homo Mechanicus
(Manusia mesin)
Hull, Miler & Dollard,
Rotter, Sklinner,
Bandura
2
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Homo Ludens
(Manusia bermain)
HUMANISME
Rogers, Combs &
Snygg, Peris
Sumber: Jalaluddin Rakhmat (2011: 19)
KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOANALISIS
Dalam ilmu psikologi, Psikoanalisis memusatkan perhatian pada struktur jiw manusia.
Sugmund Freud, sebagai sarjana yang menggagas konsepsi ini merupakan orang pertama
yang merumuskan tentang psikologi manusia. Pusat perhatiannya adalah pada totalitas
kepribadian manusia secara utuh.
Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara tiga sibsistem
yang ada dalam kepribadian manusia; Id, Ego dan Superego. Berikut ini adalah penjelasan
mengenai subsistem dalam konsepsi psikoanalisis:
-
Id
Id merupakan kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia,
hawa nafsu atau pusat instink yang terdiri dari dua instink dominan yaitu:
1. Libido: instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatankegiatan manusia yang konstruktif. Instink ini disebut juga instink kehidupan/eros
yang berupa dorongan seksual, segala hal yang mendatangkan kenikmatan
termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan dan cinta diri/narcism.
2. Thanatos: instink destruktif dan agresif. Instink ini disebut juga instink kematian
Id bergerak atas dasar prinsip kesenangan yang mana motif yang terbentuk pada
subsistem ini merupakan gabungan antara eros dan thanatos yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Id adalah tabiat hewani manusia. Walaupun Id
mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskan keinginannya itu.
-
Ego
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego
merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan
realistis.
‘13
3
Ego
merupakan
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
subsistem
yang
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menyebabkan
manusia
mampu
menundukkan hasrat hewaninya dan dapat hidup sebagai wujud yang rasional
karena Ego ini bergerak berdasarkan prinsip realitas. Ketika Id mendesak Anda
supaya kembali melawan atas amarah yang dilemparkan kepada Anda, Ego
memperingatkan bahwa lawan Anda adalah orangtua yang tidak boleh dilawan
dengan keras. Kemudian Anda pun sadar sebagai anak hendaklah tidak melawan
kepada kedua orangtua.
-
Superego
Superego disebut sebagai polisi kepribadian yang mewakili ideal. Superego adalah
hati nurani yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural
masyarakatnya. Ia memaksa Ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tak berlainan ke
alam bawah sadar. Baik Id maupun Superego berada dalam bawah sadar manusia,
sementara Ego berada di tengah antara memenuhi desakan Id dan peraturan yang
diusung oleh Superego.
Secara singkat, dalam Psikoanalisis, perilaku manusia merupakan interaksi antara
komponen biologis (Id), komponen psikologis (Ego) dan komponen sosial (Superego); atau
unsur animal, rasional dan moral.
Coba Anda analisis ilustrasi di bawah ini. Jelaskan dengan menggunakan konsepsi
psikoanalisis:
X kelaparan, tapi tidak punya uang untuk membeli makanan. Satu sisi dia terpikir untuk
mengambil saja makanan yang ada di depannya tanpa perlu meminta izin kepada yang
punya karena sudah sangat kelaparan. Di sisi lain ada pertimbangan bahwa mengambil
tanpa izin itu adalah suatu kesalahan besar, artinya mencuri. Dorongan rasa lapar ini sudah
tidak tertahankan lagi.
KONSEPSI MANUSIA DALAM BEHAVIORISME
Behavioralisme merupakan reaksi terhadap introspeksionisme yang menganalisis jiwa
manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif dan psikoanalisis yang membahas alam
bawah sadar yang tidak tampak. Behavioralisme hanya menyoroti perilaku yang nampak
saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan dapat diramalkan. Teori kaum behavioralisme
kemudian lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka para penggagas
konsepsi ini, seluruh perilaku manusia, kecuali instink, adalah hasil belajar yang dapat
‘13
4
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dipengaruhi oleh lingkungan. Konsepsi behavioralisme ini tidak mempersoalkan apakah
manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; kaum behavioralis hanya ingin
mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh lingkungan. Kemudian muncul konsep
“manusia mesin” (Homo Mechanicus”).
Pemikiran behaviorisme
sebenarnya
sudah dikenal
sejak
Aristoteles
yang
berpendapat bahwa, pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa sma seperti meja
lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman. Kemudian John Locke meminjam
konsep ini, yang dikenal sebagai kaum empirisme. Menurut mereka, pada waktu lahir,
manusia tidak mempunyai warna mental karena warna ini hanya dapat diperoleh dari
pengalaman. Pengalaman adalah jalan satu-satunya ke arah penguasaan pengetahuan.
Secara psikologis, ini berarti bahwa seluruh perilaku manusia, kepribadian dan temperamen
ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku
manusia, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.
Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika
orang membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, salah
satu paham filsafat etika memandang manusia sebagai mahluk yang bergerak untuk
memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan.
Utilitarianisme mencoba mengkaji seluruh perilaku manusia pada prinsip ganjaran dan
hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme, maka akan kita
temukan behaviorisme.
Kaum behaviorisme berpendapat bahwa organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial
atau psikologis, perilaku adalah hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi
oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan. Pelaziman
klasik akan menjelaskan bahwa setiap kali anak membaca, orang tuanya mengambil
bukunya degnan paksa, maka anak akan benci pada buku. Bila kedatangan Anda selalu
bersamaan dengan datangnya malapetaka, maka kehadiran Anda akan membuat orang
berdebar-debar.
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Seorang ahli,
Bandura, menambahkan konsep belajar sosial. Ia mengemukakan permasalahan peranan
ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Dia mengatakan bahwa, banyak perilaku
manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau peneguhan.
Misalnya, mengapa anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya.
Kaum behavioris tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
‘13
5
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
maknanya, dipasangkan dengan lambang atau objek yang mempunyai makna. Menurut
Bandura, belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respon orang lain, misalnya
meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar. Ganjaran dan
hukuman bukan faktor yang utama dalam belajar, tetapi merupakan faktor penting dalam
melakukan suatu tindakan. Misalnya bila anak selalu diganjar/dihargai karena melakukan
sesuatu hal atau dalam mengungkapkan perasaannya, maka ia akan serign melakukannya.
Tetapi jika ia dihukum, maka ia akan menahan diri untuk melakukan sesuatu, meskipun ia
mampu untuk melakukannya. Jadi, melakukan suatu perilaku ditentukan oleh peneguhan,
sedangkan kemampuan potensial untuk berbuat ditentukan oleh peniruan.
Sumbangan
Bandura
tidak
menyebabkan
behaviorisme
dapat
menjelaskan
semuanya. Behaviorisme tidak bisa menjawab ketika melihat perilaku manusia yang tidak
bisa dipengaruhi oleh ganjaran, hukuman, atau peniruan. Behaviorisme tidak bisa
menjelaskan tentang motivasi yang terjadi dalam diri individu karena kaum behaviorisme
hanya melihat pada peristiwa-peristiwa yang “kasat mata” dalam arti yang dapat diamati
atau bersifat eksternal. Perasaan dan pikiran tidak menarik perhatian kaum behaviorisme.
Seiring perkembangan bidang keilmuan, kemudian ilmu psikologi kembali memasuki proses
kejiwaan internal. Paradigma baru ini kemudian terkenal sebagai psikologi kognitif.
Konsepsi behavioralisme dipengaruhi oleh beberapa paham berikut ini:
1. Paham empirisme (John Locke, 1632-1704);
pemikirannya adalah bahwa pada
waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”, warnanya diperoleh dari
pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian dan
temparamen ditentukan oleh pengalaman indrawi (sensory experience).
2. Paham hedonisme, yang memandang manusia sebagaim mahluk yang bergerak
untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri, mencari kesenangan dan mengurangi
penderitaan.
3. Paham utilitarianisme, yang memandang seluruh perilaku manusia tunduk pada
prinsip ganjaran dan hukuman.
‘13
6
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
KONSEPSI MANUSIA DALAM PSIKOLOGI KOGNITIF
Pada awal tahun 1970-an, psikologi sosial bergerak ke arah paradigma baru di mana
manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif terhadap
lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang senantiasa berusaha memahami lingkungannya
dan makhluk yang selalu berpikir (Homo Sapiens). Psikologi kognitif didasari oleh
rasionalisme Immanuel Kant, Rene Descartes dan Plato. Descrates dan Kant menyimpulkan
bahwa jiwalah yang menjadi alat utama terbentuknya ilmu pengetahuan, dan bukan indera.
Jiwa mampu menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif, mencipta, mengorganisasikan,
mendistorsi dan memberikan makna atas pengalaman tersebut setelah sebelumnya banyak
kaum
rasionalis
yang
mempertanyakan
apakah
penginderaan
manusia
sanggup
memberikan kebenaran mengingat tidak jarang alat indera gagal menyajikan informasi yang
akurat.
Sementara Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia harus dilihat berdasarkan
konteksnya, karena perilaku tersebut bukanlah sekedar merupakan respon pada stimuli
namun produk dari berbagai gaya yang memengaruhinya secara spontan. Lewin
menyebutkan bahwa gaya psikologis yang memengaruhi manusia disebut sebagai ruang
hayat yang terdiri dari tujuan dan kebutuhan individu, semua faktor yang disadarinya dan
kesadaran diri individu tersebut.
Secara singkat, perkembangan psikologi kognitif dapat dilihat dari psikologi social,
antara lain dikembangkan oleh Heider dan Festinger yang terkenal dengan teori disonansi
kognitifnya. Disonansi artinya ketidakcocokan antara dua pengetahuan. Dalam keadaan
disonan orang berusaha mengurangi disonansi dengan berbagai cara. Disonansi membuat
orang resah. Pengetahuan bahwa “Saya tahu saya senang merokok” disonan dengan “saya
tahu rokok merusak kesehatan”. Dihadapkan dalam situasi disonan seperti itu, maka saya
akan :
-
Mengubah perilaku, berhenti merokok, atau memutuskan “saya merokok sedikit saja”
-
Mengubah kognisi tentang lingkungan, misalnya dengan mengatakan bahwa hanya
perokok berat yang berbahaya.
Memperkuat salah satu kognisi yang disonan, misalnya dengan “”Ah, kawan-kawan
-
saya juga banyak yang merokok”
-
Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting,
misalnya “Tidak jadi soal merokok merusak kesehatan, Toh saya ingin hidup cepat
dan mati muda”
‘13
7
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam teori komunikasi, teori disonansi menyatakan bahwa orang akan mencari
informasi yang mengurangi disonansi, dan menghindari inforamsi yang menambah
disonansi. Bila kita terpaksa juga dikenai informasi yang disonan dengan keyakinan kita,
maka kita akan menolak informasi itu, meragukan sumberny, mencari informasi yang
konsonan, atau mengubah sikap sama sekali. Walaupun psikologi kognitif sering dikritik
karena konsep-konsepnya sukar diuji, namun konsepsi ini telah memasukkan kembali ’jiwa’
manusia yang pada menurut paham behaviorisme tidak diakui keberadaannya. Manusia kini
hidup dan mulai berpikir. Tetapi manusia bukan sekedar mahluk yang berpikir, ia juga
berusaha menemukan identitas dirinya dan mencapai apa yang menjadi harapannya.
Kritik terhadap teori psikologi kognitif datang dari pemahaman bahwa manusia
adalah pengolah informasi. Dalam konsepsi ini, manusia bergeseer dari orang yang suka
mencari justifikasi atau membela diri menjadi orang yang secara sadar memecahkan
persoalan. Perilaku manusia dipandang seabgai produk strategi pengolah informasi yang
rasional, yang mengarahkan penyandian, penyimpnan, dan pemanggilan informasi.
MANUSIA DALAM KONSEPSI PSIKOLOGI HUMANISTIK
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama
dan kedua adalah psikoanalisis dan behavioralisme. Dalam pandngan behavirisme manusia
menjadi robot tanpa jiwa, dan tanpa nilai. Psikologi humanistik mengambil banyak dari
psikoanalasis Neo-Freudian seperti Adler dan Jung, serta banyak mengambil pemikiran dari
fenomenologi dan eksistensialisme.
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi
dan diinterpretasi secara subjektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri.
Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orng lain. Menurut Alfred
Schultz, tokoh fenomenologi, pengalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh faktor sosial
dalam proses intersubjektivitas. Intersubjektivitas diungkapkan pad eksistensialisme dalam
tema dialog, petemuan, hubungan diri dengan orang lain. Eksistensialisme menekankan
pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia. Yang paling penting bukan apa yang
didapat dari kehidupan, tetapi apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan. Hidup kita baru
bermakna hanya apabila meliabtkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara sosial.
Dapat disimpulkan bahwa psikologi humanisme adalah terletak pada keunikan manusia,
pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya.
‘13
8
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Carl Rogers (dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 32) menggarisbesarkan pandangan
humanisme sebagai berikut:
1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di mana dia
(Sang Aku, Ku, atau Diriku / I. Me, atau Myself ) menjadi pusat. Perilaku manusia
berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang
bersifat fleksibel dan brubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal;
2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikan
diri;
3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya.
Dengan perkataan lain, ia bereaksi pada “realitas’ seperti yang dipersepsikan
olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya;
4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri, berupa
penyempitan dan pengkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan
mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi;
5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam
kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan
menuju pengembangan dan aktualisasi diri.
‘13
9
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Aw, S. (2010). Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi. Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Fudyartanta, K. (2011). Psikologi Umum 1&2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Haryanto, D., & Nugrohadi, E. (2011). Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher
Pearce, B. W. (1989). Communication and the Human Condition. Illinois: Southern Illinois
University Press.
Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Vivian, J. (2007). The Mass of Media Communication. Boston: Allyn and Bacon
‘13
10
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Melly Ridaryanthi S.S., M.Soc.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download