BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksio sesarea merupakan tindakan melahirkan janin yang sudah mampu hidup beserta plasenta dan selaput ketuban secara transabdominal melalui insisi uterus. Seksio sesarea dilakukan jika persalinan pervaginam mengandung risiko yang lebih besar bagi ibu maupun janin. Indikasi operasi seksio sesarea dapat bersifat mutlak maupun relatif (Benson & Pernoll, 2010). Indikasi seksio sesarea diantaranya berupa riwayat seksio sesarea karena ketakutan akan adanya kemungkinan ruptur uterus, distosia persalinan seperti: distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin serta kelainan pada jalan lahir, distres janin dan presentasi bokong seperi: letak janin memanjang, bagian terendahnya bokong, kaki atau kombinasi keduanya (Gant & Cunningham, 2010). Angka kejadian seksio sesarea meningkat setiap tahunya. Angka kejadian seksio sesarea di Cina, Mexico dan Brazil sebesar 35% pada tahun 2000. Cina bagian selatan bahkan mencapai 56% pada tahun 2006. Peningkatan yang signifikan juga terjadi di Amerika dari 24% pada tahun 2000 menjadi 31% pada tahun 2006. Sedangkan di indonesia berdasarkan data yang diperoleh dari Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan angka persalinan seksio sesarea secara nasional sebesar 4% (Gant & Cunningham, 2010; BPS, 2008). Angka insidensi seksio sesarea 15 tahun yang lalu sebanyak 3% - 4% dan terus meningkat menjadi 10% - 15% sekarang ini (Hakimi, 2010). Tindakan pembedahan pada dasarnya akan membangkitkan reaksi kecemasan. Menurut Dadang (2009), pasien pre operasi akan mengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ferlina (2010) yang menyatakan bahwa sekitar 80% dari pasien pre operasi mengalami kecemasan. Hal 1 2 serupa juga dibuktikan oleh penelitian Heryanti & Dara (2009) yang mengatakan bahwa persalinan dengan metode seksio saesarea memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan ibu yang bersalin normal. Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Solechan, 2011). Kecemasan pasien pre operasi SC merupakan kecemasan yang spesifik yakni terhadap kekhawatiran terhadap prosedur operasi, prosedur anatesi, defisit informasi atau kesalahpahaman konsep, kekhawatiran tentang masalah finansial keluarga, kekhawatiran terhadap diri dan bayi yang akan dilahirkannya (Potter & Perry 2005; Smeltzer & Bare 2002; Gant & Cunningham, 2010). Penyebab kecemasan pasien pre operasi ialah takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, takut keganasan, takut menghadapi ruang operasi, takut mati, takut dibius dan takut operasi gagal. Keadaan ini terjadi karena kurangnya informasi dan penjelasan prosedur tentang tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Informasi yang seharusnya dijelaskan ialah mulai dari alasan mengapa harus dilakukan tindakan ini, berapa lama dan bagaimana prosedurnya (Dadang, 2010). Berdasarkan penelitian ade sutriatmo (2012) mengatakan bahwa salah satu penyebab kecemasan pasien adalah ketika menjalani tahap pre operasi khususnya operasi seksio saesarea,pasien pre operasi baik terprogram (operasi elektif) atau pasien tidak terprogram (cyto), menunggu jam operasi diruang tunggu operasi dalam waktu yang bersamaan. Ketika pasien pre operasi melihat pasien post operasi yang akan masuk ke ruang recovery room, hal ini dapa menimbulkan gambaran yang menakutkan bagi pasien yang belum pernah di operasi dan dapat memicu kecemasan pasien. Prosedur perawatan operasi seksio sesarea dinamakan manajemen peripartum. Ibu yang sudah diputuskan menjalani operasi seksio sesarea dimasukkan ke rumah sakit 3 sehari sebelum operasi dan dievaluasi oleh ahli obstetri dan ahli anestesi. Perawatan pre operasi pasien meliputi pemeriksaan lengkap dan persiapan fisik maupun mental (Gant & Cunningham, 2010). Penjelasan prosedur yang bisa dijelaskan dalam persiapan fisik pre operasi seperti: pemasangan infus, kateter, pencukuran daerah operasi, pembiusan dan penyuntikan (Tahsinul, 2009). Kecemasan yang dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologi tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan fisik seperti: peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan, telapak tangan yang lembab, gelisah, keringat dingin, menanyakan pertanyaan yan sama berulang kali dan dapat mempengaruhi proses jalanya operasi tersebut. Kecemasan yang muncul dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan penyulit terutama dalam menghentikan perdarahan dan bahkan setelah operasi akan mengganggu proses penyembuhan pasca operasi (Sugiyatik, 2009). Kecemasan pre operasi SC harus diintervensi. Menurut Kiecolt-Glaser, McGuire, Robles, & Glaser (2009) ditelaah dari ilmu psikoneuroimunologi, kecemasan dapat meningkatkan denyut jantung dan penurunan imunitas. Kecemasan menyebabkan migrasi trombosit ke daerah perifer sehingga pembekuan darah memendek dan terjadi juga peningkatan perfusi yang akan membahayakan saat operasi yakni meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Tomb (2012) menyatakan bahwa kecemasan juga dapat merangsang sistem saraf simpati dan modula kelenjar andrenal. Rangsangan sistem saraf dan modula adrenal akan meningkatkan sekresi hormon adrenalin dan hormon kortisol yang menimbulkan stres. Melihat dari dampak yang akan ditimbulkan kecemasan apabila tidak diatasi, maka kecemasan pre operasi seksio sesarea harus segera di intervensi. Peran perawat dalam mengintervensi membantu mengurangi kecemasan pre operasi diantaranya memberikan penjelasan prosedur persiapan fisik pre operasi, mempersiapkan mental pasien dengan memberikan informasi dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan, menghadirkan keluarga dan mendampingi pasien selama 4 perawatan, memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi (Majid, 2011). Beberapa penelitian mengemukakan bahwa ketidaktenangan, rasa khawatir, cemas yang diukur pada pasien tersebut karena tidak sempurnanya informasi yang diterima. Di United Kingdom dan Eropa dilaporkan bahwa kebutuhan akan informasi dan dukungan pada pasien pra operasi cukup tinggi, akan tetapi dari laporan yang didapat kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak diberikan dengan baik oleh tim medis dan perawat di Rumah Sakit tersebut Chalmers (2008) dalam Dale (2011) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Neila (2010), di RS Adven Purbolonggo mencatat bahwa pasien seksio sesarea sebanyak 95 kasus atau 18 % dari pasien lain yang mengalami kecemasan. Tingkat kecemasan yang terparah pada saat pasien berada di meja operasi. Untuk mengantisipasi perawat di RS Adven melakukan komunikasi terapeutik dan penkes untuk mengalihkan kecemasan pasien dan hal ini sangat efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio saesarea di RS Adven Purbolinggo (Neila, 2010). Berdasarkan data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2013 menunjukkan bahwa ibu primigravida yang melahirkan dengan metode seksio sesarea sebanyak 349 orang. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dari 5 pasien terdapat 3 pasien mengalami kecemasan sedang dilihat dari pasien terlihat murung, keringat dingin, telapak tangan basah dan pasien mengatakan tidak dapat tidur semalam. Sedangkan 2 pasien mengalami kecemasan ringan dilihat dari pasien terlihat gelisah dan muka pasien terlihat pucat. Ada banyak penyebab mereka mengalami kecemasan. Mereka mengatakan takut merasa sakit yang hebat setelah operasi, ada juga yang mengatakan khawatir akan keselamatan bayinya dan ada juga yang mengatakan bahwa ibu tidak mengerti tentang prosedur yang akan 5 mereka jalani dan mengapa harus dilakukan tindakan tersebut karena perawat tidak menjelaskan secara detail tentang semua prosedur operasi. Berdasarkan dari masalah yang ada maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh penjelasan prosedur tindakan keperawatan terhadap penurunan cemas pada pasien pre operasi seksio sesarea di RSU Sari Mutiara Tahun 2014. B. Rumusan masalah Penulis ingin mengetahui apakah ada “pengaruh penjelasan prosedur tindakan keperawatan terhadap penurunan cemas pada pasien pre operasi sectio di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penjelasan prosedur tindakan keperawatan terhadap penurunan cemas pada pasien preoperasi seksio sesarea di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengukur penurunan kecemasan pada pasien pre operasi seksio sesarea sebelum dilakukan penjelasan prosedur tindakan keperawatan. b. Untuk mengukur penurunan cemas pada pasien pre operasi seksio sesarea sesudah dilakukan penjelasan prosedur tindakan keperawatan. D. Manfaat 1. Bagi Pasien Penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien dalam mengurangi dan menghilangkan cemas pada pasien pre operasi seksio sesarea. 2. Bagi Perawat 6 Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perawat untuk mampu mengintervensi dan mencegah apabila terjadi kecemasan pada pasien pre operasi seksio sesarea. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengetahuan juga berharga bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai pengaruh penjelasan prosedur tindakan keperawatan terhadap penurunan cemas pada pasienpre operasi seksio sesarea.