Terapi testosteron meningkatkan risiko gangguan sel darah merah untuk pria dengan HIV Oleh: Michael Carter, 28 Oktober 2011 Terapi penggantian testosteron dikaitkan dengan peningkatan risiko kelebihan produksi sel darah merah (polisitemia) pada laki-laki HIV-positif, peneliti AS melaporkan dalam edisi online AIDS. Tak satu pun dari pasien mereka mengalami masalah kesehatan karena kondisi ini. Namun, polisitemia dapat menyebabkan pembekuan darah dan kejadian kardiovaskular. Para peneliti menekankan bahwa pasien yang memakai terapi penggantian testosteron harus secara teratur dipantau untuk polisitemia, dan jika perlu harus menyesuaikan dosis testosteron mereka. Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah yang beredar dalam darah. Kondisi ini juga diketahui dapat disebabkan oleh terapu pengganti testosteron, namun hanya ada sedikit informasi mengenai faktor risiko pada pasien dengan HIV. Risiko penggumpalan darah akibat polisitemia adalah terbesar pada orang dengan risiko lain untuk penyakit pembuluh darah seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Pada pasien lain, mungkin hanya gejala sakit kepala, pandangan kabur atau kebingungan. Dokter di New York melakukan studi kasus terkontrol yang melibatkan pasien yang menerima perawatan HIV antara 1988 dan 2008. Pasien didiagnosis memiliki polisitemia jika mereka mengalami peningkatan berkelanjutan (delapan minggu atau lebih) dalam hemoglobin mereka. Tingkat hemoglobin untuk laki-laki adalah di atas 18,5 g/dl, dan tingkat bagi perempuan adalah 16,5 g/dl. Setiap pasien dengan polisitemia dipasangankan dengan dua pasien pada usia dan jenis kelamin yang sama yang menerima perawatan HIV di klinik pada waktu yang sama dan untuk durasi yang sama. Para peneliti berhipotesis bahwa pada populasi umum, terapi penggantian testosteron akan menjadi faktor risiko untuk polisitemia pada pasien HIV-positif. Total populasi klinik terdiri dari 6005 pasien, dan 25 orang (21 laki-laki dari empat perempuan) memenuhi kriteria untuk polisitemia. Oleh karena itu, para peneliti menghitung prevalensi keseluruhan untuk kondisi ini adalah 0,42%. Hemoglobin rata-rata pada saat diagnosis dengan polisitemia adalah 18,9 g/dl untuk laki-laki dan 17 g/dl untuk perempuan. Karena hanya empat perempuan yang memenuhi kriteria untuk polisitemia dan hipotesis utama adalah bahwa terapi pengganti testosteron menyebabkan kondisi ini, para peneliti memfokuskan analisis mereka pada 21 pasien laki-laki. Para laki-laki ini memiliki usia rata-rata 46 tahun pada saat diagnosis dengan polisitemia. Semua kasus muncul antara tahun 2002 dan 2007. Jumlah sel CD4 dan viral load adalah serupa di antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Testosteron digunakan dalam waktu dua bulan setelah diagnosis polisitemia oleh 67% pasien dan oleh 21% dari kontrol (p = 0,004). Pemberian terapi penggantian testosteron melalui suntikan intramuskular (p = 0,15) lebih sangat terkait dengan polisitemia dari penggunaan testosteron plester (p = 0,09). Setelah mengendalikan faktor pembaur, penggunaan testosteron terbukti secara signifikan meningkatkan risiko polisitemia (OR = 7,65; 95% CI, 1,99-29,4, p = 0,003). “Penggunaan testosteron adalah penjelasan utama untuk peningkatan hemoglobin pada pasien kami,” komentar para peneliti. Sekitar seperempat pasien dengan polisitemia tidak menggunakan testosteron. Ada penjelasan lain untuk kondisi untuk tiga orang. Ini termasuk hipertensi paru, penyakit paru obstruktif kronik, dan kontraksi plasma volume. Namun, untuk dua pasien tidak ada penyebab terdokumentasi untuk peningkatan dalam Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Terapi testosteron meningkatkan risiko gangguan sel darah merah untuk pria dengan HIV hemoglobin yang dapat ditemukan. Tidak ada pasien yang mengalami komplikasi kardiovaskular atau masalah darah, kemungkinan konsekuensi polisitemia. “Kami tidak mengamati peristiwa klinis yang merugikan yang timbul dari polisitemia,” tulis para penulis. Namun, mereka menambahkan “kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa polisitemia secara klinis adalah penting mengingat ukuran sampel kami yang kecil, durasi yang terbatas dari masa tindak lanjut, dan predisposisi dari pasien terinfeksi HIV terhadap penyakit aterosklerosis dan trombotik.” Oleh karena itu mereka merekomendasikan bahwa pasien terinfeksi HIV yang memakai terapi penggantian testosteron harus melakukan tes rutin untuk memantau jumlah sel darah merah mereka dengan “menyesuaiakn dosis testosteron atau menghentikan terapi...pasien dengan polisitemia harus ditanya tentang menggunakan testosteron resep atau non-resep.” Ringkasan: Testosterone therapy increases risk of red blood cell disorder for men with HIV Sumber: Vorkas CK et al. Testosterone replacement therapy and polycythemia in HIV-infected patients. AIDS 25, online edition, doi: 10.1097/QAD.0b013e32834db446, 2011. –2–