gangguan sistem vestibular

advertisement
Handbook of Vestibular Rehabilitation 3rd Edition,
Susan J. Herdman, 2007
Oleh : Dina Imelda
Pembimbing : dr. Suratno, Sp. S (K)
1
GANGGUAN SISTEM
VESTIBULAR
 Disfungsi vestibular perifer, yang melibatkan organ akhir
vestibular dan atau saraf vestibular, dapat menghasilkan
berbagai tanda dan gejala.
 Evaluasi
menyeluruh oleh dokter diperlukan untuk
mengidentifikasikan penyebab spesifik dari keluhan pasien
berupa vertigo atau ketidakseimbangan.
 Riwayat pasien adalah kunci utama untuk diagnosis, didukung
dengan pemeriksaan otoneurologis yang teliti.
 Menentukan apakah rehabilitasi vestibular sudah tepat dan jika
iya, pendekatan manakah yang seharusnya
berdasarkan bagian dari diagnosis pasien.
digunakan
 Bab ini menjelaskan gambaran klinis dari gangguan vestibular
perifer yang lebih umum.
 Hasil tes diagnostik dan manajemen medis, bedah dan
rehabilitatif dari tiap gangguan ini disajikan hanya sebagai
ikhtisar saja, karena bahan ini akan secara rinci dalam bab-bab
lain.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
 Penyebab paling umum dari vertigo.
 Pasien dengan BPPV mengeluh episode singkat dari vertigo
dipicu oleh perubahan yang cepat dari posisi kepala.
 Paling sering posisi kepala ini meliputi ekstensi tiba-tiba leher,
sering dengan saat kepala berpaling kesatu sisi (seperti ketika
menengadah ke rak yang tinggi atau menengok ke belakang
saat mengeluarkan mobil dari garasi) atau kepala miring ke
samping ke arah telinga yang sakit.
 Gejala ini juga sering muncul ketika pasien berguling dari sisi
satu ke sisi lain di tempat tidur.
 Pasien dapat mengidentifikasikan posisi kepala yang tidak
diinginkan, yang biasanya mereka hindari.
 Banyak mengeluhkan ketidakseimbangan postural ringan
diantara serangan.
 Vertigo berlangsung 30 detik sampai 2 menit (biasanya < 1
menit) dan bahkan
dipertahankan.
menghilang
jika
posisi
pemicu
 Gangguan pendengaran, rasa penuh di telinga, dan tinnitus
tidak tampak pada kondisi ini,
 Wanita lebih sering terkena daripada pria.
 Keterlibatan keduanya dapat ditemukan 10% dari kasus
spontan dan 20% dari kasus trauma.
 Biasanya terjadi remisi spontan, tetapi kekambuhan dapat
terjadi, dan kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah
sebentar-sebentar secara berkesinambungan selama bertahuntahun.
 Evaluasi harus mencakup pemeriksaan otoneurologis yang
teliti, bagian terpenting menjadi riwayat penyakit.
 Kunci manuver diagnostik utama adalah tes posisi Dix-
Hallpike sementara pemeriksa mengamati mata pasien dengan
sepasang lensa Frenzel atau kombinasi dengan pemantauan
electronystagmography.
 Reaksi khas disebabkan perubahan posisi yang cepat dari
duduk ke posisi kepala menggantung ke kiri atau kanan.
 Vertigo dan nistagmus dimulai dengan suatu latensi dari 1 detik
atau lebih setelah kepala dimiringkan ke arah telinga yang sakit
dan meningkat keparahannya dalam waktu 10 detik sampai
maksimalnya diikuti dengan sensasi tidak nyaman dan
ketakutan yang terkadang menyebabkan pasien menangis dan
berusaha untuk duduk.
 Gejala berkurang secara bertahap setelah 10-40 detik dan
akhirnya mereda,
dipertahankan.
bahkan jika posisi
kepala
pencetus
 Nistagmus berupa gabungan antara upbeat dan torsional
dengan komponen horisontal ringan: arahnya berhubungan
sangat erat dengan bidang yang bersinggungan dengan kanalis
semisirkularis, sangat mirip rangsangan percobaan dari aferen
posterior kanalis semisirkularis dari telinga yang tergantung.
 Nistagmus berubah dengan arah dari tatapan, menjadi lebih
torsional ketika pasien melihat ke arah telinga yang tergantung
dan menjadi lebih vertikal ketika pasien melihat ke arah telinga
yang lebih tinggi.
 Pengulangan prosedur ini beberapa kali mengurangi gejala.
Adaptasi dari respon ini adalah nilai diagnostik, karena
gambaran klinis yang mirip dengan BPPV dapat disebabkan
oleh tumor cerebelum.
 Pada yang kedua, tidak ada adaptasi sebagai respon dari
pengulangan tes.
 Kriteria diagnostik lebih lanjut menunjukkan suatu nistagmus
posisional sentral, yaitu sebagai berikut:
1. kondisi tidak mereda dengan dengan mempertahankan posisi
kepala pada posisi pemicu
2. nistagmus dapat berubah arah ketika posisi kepala yang berbeda
dilakukan dan
3. nistagmus dapat terjadi sebagai downbeat nistagmus hanya pada
posisi kepala menggantung
 BPPV harus dibedakan dengan nistagmus posisional dari penyakit
Meniere’s, Fistula perilimfatik dan intoksikasi alkohol.
 Beberapa pasien tidak menunjukkan nistagmus upbeat torsional
yang khas, tetapi sebagai contoh menunjukkan nistagmus
horisontal yang kuat, yang tetap mengikuti pola serupa dari
peningkatan dan penurunan tetapi sering pada periode yang
lebih lama.
 Nistagmus horisontal mungkin menunjukkan varian kanalis
lateral dari BPPV.
 Penjelasan
klasik dari patofisiologi yang mendasari
(cupulolithiasis) pertama kali dijelaskan oleh Schuknecth pada
tahun 1969.
 Teori cupulolithiasis menunjukkan bahwa sisa serpihan melekat ke
cupula, membuatnya lebih padat daripada endolymph sekitarnya
sehingga rentan terhadap tarikan gravitasi.
 Menyiratkan bahwa posisi manuver akan menghasilkan peningkatan
respon posisi dengan nistagmus pada awalnya mengarah ke arah
rangsangan ampullopetal.
 Nistagmus terjadi segera setelah manuver posisi dan seharusnya
berubah arah ketika gravitasi menarik cupula ke bawah.
 Nistagmus,
tidak mereda selama posisi kepala menunduk
dipertahankan; yang diharapkan adalah nistagmus perubahan posisi
dibandingkan nistagmus mempertahankan posisi.
 Brandt dan Steddin menekankan teori kedua, canalithiasis,
yang lebih menjelaskan gambaran khas dari BPPV.
 Menunjukkan bahwa sisa serpihan dari kepadatan yang lebih
dari endolymph bebas mengambang di lengan panjang dari
kanalis.
 Ketika kepala digerakkan dalam bidang kanal, serpihan sisa
mengendap ke titik terendah dari kanal, menyebabkan
endolymph bergerak dan membelokkan cupula dengan hisapan
atau tekanan (seperti pompa), tergantung pada arahnya
bergerak.
 Teori
ini sesuai dengan arah
memungkinkan untuk suatu latensi.
nistagmus
dan
juga
 Jika gejala menetap lebih lama dari yang diharapkan,
penyelidikan lebih lanjut dapat dilakukan, seperti magnetic
resonance imaging (MRI) seharusnya dilakukan untuk menilai
penyebab vertigo posisional yang tidak biasa seperti neuroma
akustik dan tumor ventrikel 4.
 BPPV biasanya adalah gangguan yang sembuh dengan
sendirinya dan umumnya sembuh secara spontan dalam waktu
6-12 bulan.
 Latihan vestibular ringan atau manuver yang bertujuan untuk
menyebar sisa serpihan otolith dari cupula dapat mempercepat
penyembuhan; dimana obat anti vertigo tidak banyak
membantu.
 Salah
satu pendekatan adalah menginstruksikan pasien
memperkirakan posisi yang berulangkali membuat gejala.
 Periode pemulihan bervariasi dari segera setelah satu posisi
manuver (pergeseran fisik) sampai biasanya 6 minggu sampai 6
bulan.
 Untuk gejala yang lebih berat yang tidak respon terhadap
latihan, tiga pilihan bedah tersedia untuk membantu.
(1) irisan transmeatal saraf ampula posterior (dikenal sebagai
neurektomi tunggal).
(2,3) Kedua pilihan lainnya adalah penyekatan labirin
menggunakan teknik laser dan pengisian non ampula dari
kanalis semisirkularis posterior.
 Pengisian non ampula tampaknya menjadi alternatif yang aman
dan efektif dibandingkan neurektomi tunggal pada kelompok
kecil pasien dengan BPPV yang tidak terselesaikan dengan
latihan fisik.
BPPV
ETIOLOGI
Terjadi saat otokonia terperangkap dalam endolimf labirin
vestibular, dan masuk dalam salah satu kanalis semisirkularis.
1. Idiopatik
Sekitar 50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya
2. Simptomatik
Pasca trauma, pasca-labirintis virus, insufisiensi
vertebrobasilaris, Meniere, pasca-operasi, ototoksisitas dan
mastoiditis kronik
PATOFISIOLOGI
Terdapat hipotesa yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu
(gambar 4)
1. Hipotesis kupulolitiasis
2. Hipotesis kanalitiasis
1.Hipotesis Kupulolitiasis
Debris berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia
terlepas dari macula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada
permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang letaknya
paling bawah.
Penyebab terlepasnya debris dari macula belum diketahui secara
pasti diduga terjadi karena pasca trauma atau infeksi.
Penderita BPPV usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya
osteopenia dan osteoporosis sehingga debris mudah terlepas
sehingga menimbulkan serangan BPPV berulang.
Jika pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan
kepala tergantung, seperti tes Dix Hallpike,kanalis posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara sentrifugal,
dan menimbulkan nistagmus dan keluhan vertigo.
Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu,
hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo.
Gerakan posisi kepala yang berulang menyebabkan
otokonia terlepas dan masuk ke dalam endolimf, menyebabkan
timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya atau menghilangnya
nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi
sentral.
Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada
bidang kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di
bawah, dengan arah komponen cepat ke atas.
2. Hipotesis Kanalitiasis
Kristal kalsium karbonat bergerak di dalam kanalis
semisirkularis (kanalitiasis) menyebabkan endolimf bergerak
dan akan menstimulasi ampula dalam kanal, sehingga
menyebabkan vertigo.
Nistagmus dibangkitkan oleh saraf ampularis yang tereksitasi
di dalam kanal yang berhubungan langsung dengan muskulus
ekstra okuler. Setiap kanal yang dipengaruhi oleh kanalitiasis
mempunyai karakteristik nistagmus.
Neuritis Vestibular
 Vestibulopati akut unilateral (idiopatik), juga dikenal sebagai
neuritis vestibular, adalah penyebab paling umum kedua dari
vertigo.
 Onset sering didahului dengan adanya infeksi virus dari saluran
nafas bagian atas atau saluran cerna.
 Gejala utama adalah onset akut yang berkepanjangan dari
vertigo rotasi berat yang diperburuk oleh gerakan kepala,
terkait dengan gerakan nistagmus spontan berputar-horisontal
menuju ke arah telinga sehat, ketidak seimbangan posisi tubuh,
dan mual.
 Gangguan pendengaran biasanya tidak ada, tetapi ketika ada,
gondongan, campak, dan infeksi mononukleasis, infeksinya
antara lain, telah terlibat.
 Adanya gangguan pendengaran bersamaan dengan vertigo
rotasional onset akut seharusnya dokter waspada untuk
mempertimbangkan diagnosis lainnya (misalnya iskemia arteri
labirin, penyakit Meniere’s, neuroma akustik, herpes zoster,
penyakit Lyme, neurosipilis).
 Terutama pada usia antara 30-60 tahun, dengan puncak bagi
perempuan pada dekade keempat dan laki-laki pada dekade
keenam.
 Pasien mungkin mengalami nistagmus iritasi dari peradangan
fase akut.
 Tes kalori selalu menunjukkan hiporespon ipsilateral atau non
respon (paresis kanalis horizontal).
 Pasien dengan kondisi ini paling sering menunjukkan
keterlibatan parsial hanya pada bagian saraf vestibular superior
(meliputi kanalis semisirkularis lateral dan anterior, utrikulus,
dan bagian kecil dari sakulus), dimana bagian kiri dari sakulus
dan aferen kanalis semisirkularis posterior intak.
 Gejala mereda setelah periode 48-72 jam, dan berangsur
kembali ke keseimbangan normal sekitar 6 minggu.
 Gerakan kepala cepat terhadap sisi lesi, masih dapat
menyebabkan oscillopsia ringan dari penglihatan dan gangguan
keseimbangan sesaat.
 Pemulihan dihasilkan oleh kombinasi dari kompensasi sentral
dari ketidakseimbangan vestibular, yang dibantu dengan latihan
fisik, dan pemulihan fungsi labirin.
 Otoscopy yang cermat dilakukan untuk menyingkirkan adanya
potensi proses infeksi otologi sebagai sumber dari labirintitis
serosa toksik.
 Demam
pada penyakit telinga kronis dan
menunjukkan adanya supurasi dan meningitis.
labirintitis
 Suatu labirintitis toksik adalah hasil dari peristiwa yang
tergambar dengan baik dari kejadian seperti pembedahan atau
trauma.
 Pengobatan awal dari dicapai dengan penggunaan dari penekan
vestibular,
seperti
antihistamin
antikolinergik scopolamin.
dimenhidrinat,
atau
 Tirah baring sangat membantu pada awal perjalanan penyakit.
 Mempercepat
proses penyembuhan, latihan vestibular
merangsang mekanisme kompensasi dari sistem saraf pusat,
merangsang adaptasi.
 Latihan dirancang untuk meningkatkan baik itu keseimbangan
pandangan dan posisi tubuh.
 Hewan
percobaan menunjukkan: alkohol, fenobarbital,
clorpromazine, diazepam, dan adreno-corticotropic hormon
(ACTH) antagonis menghambat kompensasi; kafein,
amfetamin, dan ACTH mempercepat kompensasi.
 Pada 141 pasien dengan neuritis vestibular, Strupp dan rekan
melakukan percobaan prospektif secara acak terhadap
metilprednisolon, valacyclovir, dan kombinasi keduanya dalam
waktu 3 hari setelah timbulnya gejala.
 Peneliti
menunjukkan bahwa metilprednisolon secara
signifikan meningkatkan pemulihan fungsi vestibular perifer
(dari 39% pada grup plasebo menjadi 62% pada grup
metilprednisolon), sedangkan valacyclovir tidak.
 Studi ini menunjukkan bahwa steroid secara signifikan
meningkatkan pemulihan fungsi vestibular perifer pada
manusia dengan neuritis vestibular.
NEURITIS VESTIBULAR
ETIOLOGI
-Diduga infeksi virus
-Didukung hipotesis terjadinya bersifat endemik pada bulan
tertentu yang berhubungan dengan infeksi virus.
PATOFISIOLOGI
-Perubahan gerakan dan posisi kepala mengaktifkan salah satu
labirin (meningkatkan input) dan menghambat (menurunkan
input) sisi lainnya. Aktifitas neuronal asimetri pada nukleus
vestibularis menghasilkan gerakan mata kompensasi dan
pengaturan postur, sehingga kepala terasa berputar.
-Pada neuritis vestibular terjadi kerusakan selektif pada bagian
superior nervus vestibularis yang mensarafi kanalis
semisirkularis horisontal dan anterior, termasuk utrikulus dan
sebagian sakulus.
GAMBARAN KLINIS
-Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat, onset dalam beberapa jam,
menetap lebih dari 24 jam
-Nistagmus horisontal rotatorik spontan dengan arah ke non lesional, dengan
ilusi gerakan sekitarnya (oskilopsia)
-Gangguan keseimbangan saat berdiri atau berjalan
-Defisit fungsi kanalis horisontal unilateral, dapat dideteksi dengan tes VOR
dan irigasi kalorik
-Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal
-Tak didaptkan defisit neurologis
DIAGNOSIS
-Berdasar diagnosis klinis
-Pemeriksaan penunjang untuk menunjukkan gangguan fungsi
vestibular
unilateral
dan
monitor
perbaikan
adalah
Elektronistagmografi dan tes kalori.
TERAPI
Simptomatik
-Fase akut 1-3 hari pertama, tablet dimenhidrinat 100mg atau obat anti vertigo
lainnya untuk menekan mual muntah
Kausal
-Kortikosteroid (meliputi metilprednisolon), 3 hari pertama onset gejala dan
berlanjut hingga 3 minggu (awalnya 100 mg/hari selanjutnya diturunkan 20 mg
tiap 3 hari), preparat lain Prednison tab 2x20 mg 10-14 hari. Antiviral
(valacyclovir) tidak memberikan perbedaan bermakna baik diberikan sendiri
atau kombinasi dengan kortikosteroid.
Latihan Vestibular
Untuk meningkatkan kompensasi vestibular sentral dilakukan
program latihan fisik dipandu petugas.
Awalnya stabilisasi statis, selanjutnya latihan dinamis untuk
mengontrol keseimbangan dan stabilisasi gerak mata selama
gerakan mata-kepala-badan.
Penyakit Meniere Dan Hidrops Endolimfatik
 Penyakit Meniere adalah gangguan fungsi telinga bagian dalam
yang dapat menyebabkan kerusakan pendengaran dan gejala
vestibular.
 Serangan khas yang dialami adalah sensasi awal dari rasa
penuh ditelinga, penurunan pendengaran, dan tinitus, diikuti
dengan vertigo rotasional, ketidakseimbangan posisi tubuh,
nistagmus, mual, dan muntah setelah beberapa menit.
 Ketidakseimbangan yang parah ini (vertigo) menetap sekitar 30
menit sampai 24 jam.
 Secara bertahap, gejala yang parah mereda, dan pasien umumnya
rawat jalan dalam waktu 72 jam.
 Beberapa sensasi dari ketidakseimbangan posisi tubuh berlangsung
selama beberapa hari atau minggu, dan lalu keseimbangan normal
kembali.
 Selama
waktu
penyembuhan,
pendengaran
berangsur-angsur
kembali.
 Pendengaran mungkin dapat kembali ke pra serangan atau mungkin
ada sisa gangguan pendengaran sensorineural permanen
 Paling sering pada frekuensi yang lebih rendah.
 Perbaikan sementara yang langka dari pendengaran selama
serangan dikenal sebagai Lermoyez phenomenon.
 Tinitus biasanya berkurang dan pendengaran kembali.
 Beberapa
pasien dapat secara tiba-tiba jatuh tanpa
pemberitahuan; kejadian ini mungkin terjadi pada tahap akhir
penyakit, yang disebut Tumarkin’s otolithic crisis dan
seharusnya dibedakan dari bentuk lain drop attack.
 Gambaran khas penyakit Meniere terkadang tidak lengkap.
 Pada penyakit vestibular Meniere, hanya gejala vestibular dan
rasa penuh yang hadir, dan penyakit koklea Meniere, hanya
gejala koklea dan rasa penuh koklea saja yang ditemui.
 Terdistribusi merata antara jenis kelamin dan biasanya
memiliki onset pada dekade keempat dan keenam dari
kehidupan.
 Sekitar 15% dari pasien memiliki keluarga sedarah dengan
penyakit yang sama, menunjukkan faktor genetik. Kejadian
dari keterlibatan bilateral berkisar antara 33%-50%.
 Fenomena yang mendasar untuk pengembangan dari penyakit
Meniere adalah hidrops endolimfatik.
 Apakah hidrops endolimfatik itu sendiri adalah penyebab dari
karakteristik gejala penyakit Meniere atau perubahan patologis
yang terlihat pada penyakit masih belum jelas.
 Perkembangan
hidrops umumnya adalah suatu fungsi
malabsorbsi dari endolymph pada saluran dan kantung
endolimfatikus.
 Malabsorpsi itu sendiri mungkin hasil dari terganggunya fungsi
komponen saluran dan kantung endolimfatikus, obstruksi
mekanik dari struktur ini, atau perubahan anatomi dari tulang
temporal.
 Endolymph diproduksi terutama oleh stria vascularis dan
mengalir baik secara longitudinal (sepanjang sumbu saluran
endolimfatikus menuju kantung endolimfatikus) dan radial
(melintasi membran dari ruang endolimfatikus ke dalam sistem
perilymph).
 Penyakit Meniere umumnya merupakan akibat dari perubahan
aliran longitudinal, biasanya berkembang selama bertahuntahun.
 Berdasarkan percobaan obstruksi saluran endolimfatik secara
rutin menghasilkan hidrops endolimfatik di banyak hewan
percobaan.
 Lesi
pada tulang temporal dapat dikaitkan dengan
perkembangan dari hidrops termasuk patahnya tulang temporal,
fibrosis perisaccular, atrofi dari kantung, penyempitan lumen
saluan endolimfatikus, otitis media, fokus otosklerotik yang
membungkus akuaduktus vestibular, kurangnya vaskularisasi
sekitar kantung endolimfatik, osteitis sifilis dari kapsul otic,
dan infiltrasi leukemia, ini hanya beberapa.
 Secara
anatomi, telinga penderita Penyakit Meniere
menunjukkan penurunan perkembangan dari saluran dan
kantung endolimfatik, sel periakuaduktal, dan sel udara
mastoid.
 Oleh karena itu, dapat didalilkan suatu hubungan sebab akibat
antara anatomi yang terbatas dalam tulang temporal dan
malabsorpsi dari endolymph.
 Gejala klinis penyakit Meniere seharusnya menjelaskan untuk
semua gejala, termasuk serangan cepat atau memanjang dari
vertigo, ketidak seimbangan, vertigo posisional selama dan
antara serangan, kehilangan pendengaran sensorineural
fluktuatif secara progresif, tinitus, aura, ketidakmampuan untuk
mentoleransi kebisingan, dan displakusis.
 Tes diagnostik yang berguna untuk penyakit Meniere meliputi
audiogram dan ENG.
 Audiogram
menampilkan
kehilangan
pendengaran
sensorineural ipsilateral melibatkan frekuensi yang rendah.
 ENG menunjukkan kelemahan vestibular unilateral pada tes
kalori, sekali lagi melibatkan gejala simptomatik telinga berupa
tekanan, penurunan pendengaran, dan tititus.
 Electrocochleography berguna pada kasus-kasus yang tidak
jelas. Temuan potensi summating yang bertambah pada telinga
yang dicurigai adalah diagnostik dari hidrops endolimfatik.
 Brainstem-evoked acoustic response (BEAR) harus dilakukan
pada pasien dengan temuan penyakit retrokoklear pada
audiometri rutin, mencari kelainan patologis dari saraf koklear
dan batang otak.
 Jika BEAR positif, MRI dengan pemakaian intravena
gadolinium harus dilakukan untuk menilai kelainan patologi
sistem saraf pusat atau schwannoma saraf kedelapan.
 Pengobatan pada fase remisi bertujuan mengurangi frekuensi
serangan dan melindungi pendengaran tanpa mengganggu
tinitus.
 Derivat histamin betahistin telah dianjurkan sebagai obat
pilihan pertama.
 Selain terapi farmakologis, banyak pasien dengan penyakit
Meniere memerlukan dukungan psikologis untuk membantu
mereka mengatasi rasa frustrasi dan perubahan yang
ditimbulkan oleh kondisi kesehatan mereka.
 Karena tingkat keparahan atau frekuensi serangan menjadi
lebih tinggi meskipun telah diberikan terapi medis maksimal,
akan menjadi kandidat untuk dilakukan intervensi bedah.
 Hanya sekitar 1%-3% dari pasien akhirnya memerlukan
pembedahan,
 Sacculotomy telah diusulkan oleh berbagai pihak berwenang
sebagai metode menghilangkan tekanan penumpukan di ruang
endolimfatik.
 Keuntungannya adalah kemudahan kinerja, kegunaan pada
pasien dewasa tua sebagai prosedur pertama dilakukan dengan
anestesi lokal, dan sedikit resiko selain gangguan pendengaran.
 Pengobatan intratimpani dengan antibiotik ototoksik seperti
gentamicin sulfat, ditanamkan melalui tabung plastik,
disisipkan di belakang annulus secara transmeatal, jelas mampu
membuat kerusakan selektif di epitelium sekretorik (dan
dengan demikian meningkatkan hidrops endolimfatik) sebelum
secara signifikan mempengaruhi fungsi vestibular dan koklea.
 Pengobatan paling sukses adalah irisan saraf vestibular.
 Prosedur ditujukan untuk individu yang pendengarannya
berfungsi baik tetapi pada pemberian maksimal terapi medis
telah gagal mengendalikan vertigo.
 Tingkat keberhasilan berkisar antara 90%-95%
 Teknik terbaru USG memiliki keuntungan lebih dibandingkan
operasi terbuka, pada ablasi parsial dari fungsi vestibular
(dengan pengawasan pendengaran) dapat dilakukan tanpa
mengenai labirin.
 Pada pasien dengan gangguan pendengaran, prosedur
destruktif juga mungkin dilakukan, seperti transmeatal,
transmastoid, atau translabirin labirintektomi.
 Tingkat keberhasilan 95%.
 Latihan vestibular tidak tepat pada pasien Meniere kecuali
mereka memiliki kehilangan permanen fungsi vestibular.
 Latihan
vestibular dirancang untuk menginduksi
perubahan jangka panjang dalam sistem yang masih
tersisa atau untuk mendorong substitusi dari strategi lain
untuk mengkompensasi hilangnya fungsi vestibular.
 Pada penyakit Meniere, disfungsi vestibular bersifat episodik
dan diantara episode, sistem akan kembali ke fungsi normal.
 Beberapa pasien mengalami kehilangan fungsi vestibular pada
tahap akhir penyakit, dan untuk pasien ini rehabilitasi
vestibular mungkin tepat.
 Latihan vestibular juga bermanfaat pada pasien dengan
destruksi bedah telinga dalam.
MENIERE
 Adalah suatu gangguan kronis telinga dalam, tidak fatal namun
mengganggu kualitas hidup.
 Guidelines of The American Academy of Otolaryngology-Head &
Neck Surgery (AAO-HNS), ditandai 4 gejala:
1. Vertigo: rasa berputar, episodik, derajad ringan sampai berat,
rotasional, dengan durasi minimal 20 menit setiap episode serangan,
tidak pernah lebih dari 24 jam
2. Pendengaran menurun: berfluktuasi, tuli sensoris frek. Rendah
yang memberat saat serangan, dan semakin lama semakin memberat
3. Tinitus: khas seperti dering bernada rendah atau roaring noise di
telinga
4. Rasa penuh di dalam telinga
ETIOLOGI
-Penyebab pasti belum jelas
-Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit:
1. Familial : 5-20% mempunyai keluarga dengan gejala yang sama
2. Faktor geografis/etnis : banyak terdapat di Eropa utara dan
Amerika utara
3. Anomali dan malformasi fisik
4. Genetik, akibat mutasi gen COCH
5. Autoimun
6. Otosklerosis
7. Gangguan vaskularisasi telinga dalam, terutama stria vaskularis
8. Gangguan regulasi otonom sistem endolymph
9. Alergi lokal telinga dalam, menyebabkan edema dan gangguan
kontrol otonom
10. Manifestasi lokal labirin akibat penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid atau metabolisme glukosa
11. Infeksi virus: ditemukan IgE spesifik untuk virus herpes simplex
tipe I, II, Epstein Bar, Citomegalovirus
12. Trauma kapitis
13. Faktor piskologis
PATOFISIOLOGI
1. Infeksi virus pada telinga dalam
2. Endolymphatic hydrops
3. Peningkatan tekanan telinga
4. Fluktuasi tekanan endolymph
5. Peningkatan tekanan endolymph
6. Disfungsi produksi dan absorbsi endolymph
FAKTOR PENCETUS
GAMBARAN KLINIS
1. Otitis media
 Vertigo episodik
2. Alergi
 Pendengaran nada frek. rendah
3. ISPA
menurun, fluktuatif dan
progresif
 Tinitus
 Rasa penuh dan tertekan di
telinga
4. Kehamilan
5. Kelelahan
6. Alkohol
7. Menstruasi
8. Perubahan tekanan barometer
9. Stimulus visual yang bisa
menimbulkan nistagmus
10. Trauma
DIAGNOSIS
 PROBABLE
TERAPI
1. Satu episode vertigo definitif
2. Audiometri: tuli sensoris minimal satu kali
3. Tinitus atau rasa penuh di telinga yang sakit
4. Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan
 FARMAKOLOGI
-Antivertigo: Betahistin 48 mg/hr
-Diuretik : HCT/Acetazolamide 50 mg/hr
-Steroid : prednison 80 mg/hr selama 7 hr, turun bertahap
-KCl
-Antihistamin
 DEFINITE

1. Minimal 2 episode vertigo definitif
durasi min 20 menit
2. Audiometri: tuli sensoris minimal satu kali
3. Tinitus atau rasa penuh ditelinga
4.Penyebab vertigo lain dapat disingkirkan
 CERTAIN
Memenuhi kriteria definite ditambah
dengan konfirmasi histopatologi
postmortem
DIET
-Rendah garam (1.5-2 gr sehari)
-Tinggi kalium, tinggi protein
-Hidrasi
-Hindari faktor pencetus
 INTERVENSI NON DEKSTRUKTIF
-Injeksi steroid intratimpanik
-Endolymphatic sac-mastoid decompression and/or shunt
 INTERVENSI DESTRUKTIF
-Injeksi gentamisin intratimpanik (Chemical
labirinthectomy)

REHABILITASI/ADAPTASI
Fistula Perilimfatik
 Menyebabkan episode vertigo dan gangguan pendengaran
sensorineural karena elastisitas patologis dari tulang labirin.
 Fistula terjadi pada jendela oval dan bulat di telinga tengah.
 Penyebab klasik, riwayat (sering ringan) trauma kepala,
barotrauma, pembedahan mastoid atau stapes, cedera penetrasi
pada membran timpani, atau mengejan kuat memicu timbulnya
vertigo mendadak, gangguan pendengaran, dan tinitus yang
keras.
 Pasien sering melaporkan bunyi ‘pop’ di telinga selama
timbulnya kejadian.
 Kemudian,
sering mengeluh ketidakseimbangan, vertigo
posisional, dan nistagmus serta gangguan pendengaran.
phenomenon
–
gejala
vestibular
meliputi
vertigo,oscillopsia, nistagmus, reaksi memiringkan okular, dan
ketidakseimbangan posisi tubuh yang diinduksi oleh
rangsangan pendengaran – biasanya karena fistula perilimfatik,
banyak kasus karena dehisensi kanalis superior, tetapi
subluksasi dari lempeng dasar stapes dan penyakit telinga
lainnya mungkin bertanggung jawab.
 Tullio
 Gejala sering mereda saat pasien sedang beristirahat, hanya saat
melanjutkan aktifitas.
 Bersin, mengejan, hembusan hidung, dan manuver lainnya dapat
menimbulkan gejala setelah kejadian awal.
 Fistula perimfatik mungkin memiliki andil besar pada pasien dengan
vertigo yang tidak diketahui penyebabnya.
 Mendiagnosis fistula perilimfatik adalah sulit karena banyak variasi
tanda dan gejala dan kurangnya tes patognomonik.
 Pada fase akut, terapi medis secara umum disarankan, karena fistula
biasanya sembuh secara spontan dan hasil intervensi bedah tidak
menggembirakan.
 Pemeriksaan fisik, terutama otoscopy, adalah penting.
 Pada kasus trauma kepala dan barotrauma, hemotympanum
sering dianggap sebagai temuan awal.
 Tes klinis yang berguna terdiri dari penerapan tekanan manual
diatas tragus, atau ke membran timpani dengan otoskop
pneumatik; respon positif ditunjukkan dengan timbulnya atau
eksaserbasi vertigo (Hennebert’s sign) atau timbulnya
nistagmus.
 Audiometri
menunjukkan suatu gangguan pendengaran
sensorineural atau campuran, tergantung dari mekanisme
cedera.
 Gangguan ini mungkin cukup parah dan biasanya mencakup
frekuensi tinggi dibandingkan nada rendah.
 ENG dengan tes kalori mungkin normal atau mungkin
menunjukkan kelemahan unilateral pada telinga yang terkena.
 Spesifisitas dari tes fistula klinis dapat ditambah dengan
merekam gerakan bola mata atau mengukur goyangan tubuh
ketika tekanan pada membran timpani meningkat.
 Tes ini tetap tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi semua
fistula
 Diagnosis tetap berdasarkan riwayat, dan pada pasien dengan
riwayat dan gejala mendukung, pengobatan diindikasikan.
 Diagnosis pasti dibuat pada saat eksplorasi bedah melalui
timpanoskopi saat pasien melakukan manuver valsava.
 Terapi medis terdiri dari tirah baring dengan kepala dinaikkan
selama 5-10 hari. Sedasi minimal dengan penenang;
menghindari mengejan, bersin, batuk atau posisi kepala
menggantung; dan penggunaan pelunak feses diperlukan untuk
mengurangi lebih jauh tekanan eksplosif dan implosif yang
dapat mengakibatkan kebocoran perilimfe.
 Ketika gejala berlangsung lebih dari 4 minggu, atau gangguan
pendengaran memburuk, eksplorasi timpanotomi diindikasikan.
 Manajemen operasi terdiri dari eksplorasi telinga tengah dan
membungkus area jendela oval dan bulat dengan lemak, spons
gelatin mudah diserap (Gelfoam), dan areolar dan atau jaringan
fibrosa.
 Tingkat
keberhasilan untuk
bervariasi antara 50%-70%
pengobatan
ini
dilaporkan
 Penyakit ini sehubungan dengan dehisensi dari kanalis
semisirkularis superior. Mungkin ini bentuk paling umum dari
fistula dan yang paling sering diabaikan.
 Ciri dari vertigo yang tiba-tiba diinduksi oleh peningkatan
tekanan seperti kejadian batuk, bersin, atau suara bising (Tullio
phenomenon).
 Gerakan mata vertikal-torsional pada bidang cacat kanalis
semisirkularis superior dapat diamati saat kondisi tercetus.
 Dilebih dari setengah kasus, gejala dimulai setelah bahkan
trauma kepala ringan atau barotrauma.
 Diagnosis dapat dibuat dengan resolusi tinggi computed
tomography (CT) dari tulang temporal, yang menunjukkan
dehisensi dari bagian apikal kanalis semisirkularis superior.
FISTULA PERILIMFATIK
 Suatu kondisi dimana terjadinya kebocoran cairan pada
bagian telinga dalam yang menuju ke telinga bagian
tengah.
 Kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma, infeksi kronis,
perubahan tekanan telinga, atau operasi telinga.
Vestibular Paroxysmia (Disabling
Positional Vertigo)
 Menggambarkan kumpulan keragaman tanda dan gejala daripada di
diagnosis handal entitas suatu penyakit.
 Brandt dan Dieterich mengusulkan kriteria berikut:
1. serangan pendek dan sering bersifat rotasional atau vertigo
berlagsung selama detik sampai menit
2. frekuensi serangan tergantung pada posisi kepala tertentu dan
modifikasi dari durasi serangan dengan perubahan posisi kepala
3. hypacusis dan atau tinitus permanen atau selama serangan
4. pengukuran defisit pendengaran dan vestibular dengan metode
neurofisiologi dan
5. respon positif pada obat anti epilepsi (carbamazepine)
 Seperti neuralgia trigeminal, obat antiepilepsi adalah pilihan
pertama pengobatan kondisi medis,
mikrovaskuler dekompresi dipikirkan.
sebelum
bedah
VESTIBULAR PAROXYSMIA
ETIOLOGI
Disebabkan oleh kompresi neurovaskular pada N. VIII, sebagaimana halnya
dengan trigeminal neuralgia dan hemifacial spasm
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan 6 kriteria berikut:
1. Serangan singkat berupa vertigo yang sifatnya berputar, berakhir dalam
beberapa detik hingga beberapa menit
2. Serangan dicetuskan oleh perubahan posisi kepala atau hiperventilasi
3. Hiperakusis unilateral atau tinitus pada saat serangan
4.Pada saat serangan ditemukan gangguan pada n. vestibular atau n.
kohlearis yang dinilai dengan pemeriksaan neurofisiologi
5. Serangan membaik dengan pemberian karbamazepin
6. Tidak ditemukan kelainan sentral yang dinilai secara klinis, neurofisiologi
dan radiologi
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren basiler
2. Iskemia vertebrobasilar
3. Meniere’s disease
4. Paroxysmia vestibular sentral ec multiple sclerosis
5. Epilepsi vestibular
6. BPPV
7. Vestibulopati bilateral
8. Fistula perilimfatik
TERAPI
OBAT
-Karbamazepin 200-600 mg/hari atau Oxkarbamazepin
Dosis rendah saat onset, bila alergi dapat diberikan gabapentin,
as. Valproat, fenitoin
OPERATIF
-Dekompresi mikrovaskular, mempunyai resiko tinggi karena
tindakan operasi melalui area batang otak.
-Merupakan tindakan alternatif terakhir apabila terapi dengan
obat tidak memberikan perbaikan klinis.
Gangguan Vestibular Bilateral
 Vestibulopati bilateral dapat terjadi sebagai akibat sekunder
dari meningitis, infeksi labirin, otosklerosis, penyakit Paget’s,
polineuropati, tumor bilateral (neuroma akustik pada
neurofibromatosis), hidrops endolimfatik, neuritis vestibular
bilateral, hemosiderosis serebri, obat ototoksik, penyakit
autoimun telinga dalam, atau malformasi kongenital.
 Kondisi autoimun yang mempengaruhi telinga dalam jarang
tetapi merupakan entitas klinis, dengan karakteristik progresif,
gangguan pendengaran sensorineural bilateral sering disertai
dengan kehilangan fungsi vestibular bilateral.
 Penyakit autoimun lainnya sering muncul pada pasien
penderita; contoh rheumatoid arthritis, psoriasis, colitis
ulcerative, dan sindrom Cogan’s (iritis diikuti oleh vertigo dan
gangguan pendengaran sensorineural).
 Riwayat penyakit adalah alat diagnostik yang paling berguna.
 Dukungan untuk diagnosis dapat diperoleh melalui hitung
darah lengkap, laju sedimentasi eritrosit, faktor rheumatoid,
dan antibodi antinuklear.
 Studi
presipitasi western blot untuk mencari antibodi
antikoklear yang dapat dilakukan dibeberapa pusat penelitian
dan mungkin di masa depan merupakan pilihan tes definitif
pada kasus ini.
 Sedikit yang diketahui tentang gangguan autoimun yang
menyebabkan gejala otologis.
 Seperti kondisi autoimun lainnya, gejala otologis dapat terjadi
sebagai akibat serangan langsung dari sistem imun dalam
bentuk kekebalan humoral dan seluler yang diarahkan ke
telinga dalam.
 Mekanisme cedera lainnya mungkin berhubungan dengan
pengendapan kompleks antigen-antibodi pada kapiler atau
dasar membran dari struktur telinga dalam.
 Studi imunologi lebih lanjut dari tulang temporal diambil dari
mendiang pasien yang memiliki bukti klinis keterlibatan
autoimun telinga tengah dapat memiliki titik terang pada proses
yang mendasarinya.
 Vestibulopati autoimun biasanya mempengaruhi kedua telinga,
terapi hampir pasti secara medis
 Penekan
vestibular paling berguna dalam mengkontrol
eksaserbasi yang lebih parah pada vertigo.
 Penggunaan kortikosteroid dan agen ototoksik (cytoxan,
methotrexate) telah terbukti membantu beberapa pasien.
 Ada beberapa bukti terbaru menunjukkan bahwa serum
plasmapheresis mungkin memainkan peranan penting dalam
mengendalikan penyakit ini di masa depan.
 Penyebab beracun yang paling umum dari vertigo akut adalah
etil alkohol.
 Perubahan posisi memperburuk rasa mabuk dari vertigo. Karena
alkohol berdifusi ke dalam kupula dan endolymph dengan laju yang
berbeda dan membuat gradien kerapatan, membuat kupula lebih
sensitif terhadap gravitasi
 Agen lain yang mungkin membuat vertigo adalah senyawa organik
dari logam berat dan aminoglikosida.
 Pemantauan fungsi vestibular mungkin diperlukan selama terapi
dengan agen tersebut.
 Sindrom Alport (mewarisi tuli sensorineural terkait dengan nefritis
interstitial), sindrom Usher (mewarisi tuli sensorineural terkait
dengan retinitis pigmentosa), dan sindrom Waardenburg (mewarisi
tuli terkait dengan dysplasia wajah) biasanya menyebabkan
defisiensi labirin bilateral saat mempengaruhi sistem vestibular.
 Gangguan vestibular bawaan adalah gangguan sekunder akibat
abnormalitas genetik atau faktor intrauterin, termasuk infeksi
(pada umumnya rubella dan cytomegalovirus), intoksikasi
(thalidomide), dan anoksia.
 Latihan fisik yang diawasi dapat memperbaiki kondisi pasien
dengan vestibulopati bilateral permanen dengan melibatkan
muatan sensorik non vestibular seperti reflex cervico-ocular,
proprioseptif dan kontrol visual terhadap sikap dan gaya
berjalan.
VESTIBULOPATI BILATERAL
ETIOLOGI
-Biasanya oleh karena ototoksik yang disebabkan adanya
pemakaian amino glycosides (streptomycin), antineoplastik
(cisplatin), Salisilat,Klorokuin
GEJALA
-Gait ataxia
-Oscillopsia
-Ketidak stabilan postur kepala
PENATALAKSANAAN
1. Menghindari situasi yang dapat mengurangi sensor pengganti
pemberi informasi selama kepala atau tubuh dalam keadaan
bergerak contoh: seperti berjalan dalam kegelapan atau
membaca koran sambil berjalan, berdiri dalam bis
2. Menambah kesadaran penggunaan pandangan atau sensor
pemberi informasi dengan (a) mengkonsetrasikan pandangan
dalam jarak dan cahaya yang stabil (b) menggunakan
pemandu pada malam hari (c) mencoba menghindari gerakangerakan sehari-hari pada bagian kepala dan tubuh (d) senam
vestibular
3. Meredam terjadinya oscillopsia pada saat berjalan
(menggunakan sepatu karet atau berjalan pelan-pelan)
Ringkasan
 Bab ini menjelaskan gambaran klinis dari gangguan vestibular
perifer yang lebih umum dan diagnosis bandingnya dari pusat
asal vertigo.
 Evaluasi menyeluruh harus selalu diikut sertakan, selain
pemeriksaan otoneurologis tertentu, detil riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik umum.
Download