BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Selama kurun waktu 30 tahun terakhir, pemerintah hanya menyediakan dana sekitar 820 juta Dolar Amerika Serikat (AS) untuk sector sanitasi, ini berarti bahwa setiap penduduk Indonesia hanya mendapatkan 200 rupiah pertahunnya. Jumlah ini sangat sedikit mengingat kebutuhan dana yang sebenarnya adalah 47 ribu rupiah per orang pertahun. (ISSDP & AMPL, 2006) Sanitasi sebagai suatu upaya pengendalian terhadap seluruh faktor-faktor fisik, kimia dan biologi yang menimbulkan suatu kerusakan atau terganggunya perkembangan dan kesehatan manusia baik fisik, mental maupun sosial serta kelangsungan kehidupan manusia dalam lingkungan. Upaya pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui pembangunan dan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi seperti penyediaan air minum, penyaluran dan pengolahan air limbah, pengelolaan persampahan dan drainase lingkungan. Kurangnya akses masyarakat terhadap sarana sanitasi menyebabkan lebih dari 25% masyarakat Indonesia masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai, tempat terbuka dan sebagainya, yang sangat potensial mencemari lingkungan. Salah satu kontribusi terbesar pada terbentuknya daerah kumuh di perkotaan adalah urbanisasi yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan ke perkotaan. Masyarakat ini pada umumnya memiliki pendapatan yang rendah karena tidak memiliki ketrampilan yang memadai untuk bekerja di sector informal. Sebagai implikasi dari penghasilan yang rendah maka masyarakat urban ini lebih banyak menempati lahan kota yang illegal seperti daerah pinggir sungai dan lahan kota terbuka lainnya yang sering disebut dengan lahan kumuh. Lahan kumuh pada umumnya adalah kawasan yang memiliki sanitasi buruk. Kawasan ini tidak memiliki sarana sanitasi yang memadai baik penyediaan air bersih, penyaluran air limbah, pengelolaan pesampahan maupun drainase lingkungan yang memadai. Bagi Kabupaten Asmat lahan kumuh dapat terlihat pada kawasan pemukiman penduduk yang umumnya terletak pada ibu kota kabupaten asmat di kota Agats, dimana kepadatan penduduknya cukup tinggi dan akses berbagai sarana sanitasi sangat minim sehingga masyarakat setempat cenderung untuk melakukan aktifitas sanitasi langsung ke sungai yang ada disekitarnya atau kerawa mangrove, kalaupun memilki sarana jamban, keluaran dari jamban tidak dilakukan pengolahan namun langsung dibuang ke Sungai Aswet - Agats. Laju perkembangan kawasan perkotaan dengan berbagai fungsi yang semakin kompleks tidak sejalan dengan pembangunan sarana sanitasi. Keterbatasan dana dan prioritas pelaksanaan berbagai sektor pembangunan yang tidak proporsional juga menyebabkan pembangunan sarana sanitasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sarana sanitasi. Kondisi ini merupakan suatu tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mencapai sasaran dari MDGs. Di Kabupaten Asmat telah dibentuk kelompok kerja sanitasi guna menyusun konsep dan strategi pengembangan sanitasi di wilayah perkotaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat perkotaan. Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi bertugas untuk menyiapkan strategi pengembangan sanitasi di Kabupaten Asmat. Agar diperoleh strategi yang tepat, dibutuhkan suatu proses pemetaan kondisi sanitasi yang tepat pula. Hasil pemetaan kondisi fisik sanitasi dan perilaku masyarakat kota, dituangkan dalam Buku Putih (White Book). Buku Putih Sanitasi inilah yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan strategi sanitasi skala kota (City-wide Sanitation Strategy). Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 1 1.2 LANDASAN GERAK 1.2.1. Definisi dan Ruang Lingkup Sanitasi Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kemiskinan. Pembangunan sektor sanitasi di beberapa daerah di Indonesia, seringkali kurang menjadi prioritas dibanding sektor lainnya. Tidak memadainya pembangunan sektor sanitasi akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan pada umumnya. Sanitasi di Indonesia mencakup 4 (lima) sub sektor yaitu: pengelolaan air limbah, persampahan, drainase, dan PHBS. Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan (TTPS, 2010).Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), secara umum sanitasi didefinisikan sebagai usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.Sedangkan pengertian yang lebih teknis dari sanitasi adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003). Ruang lingkup kajian sanitasi meliputi 4 (lima) subsektor, yaitu: 1) Air Limbah; 2) Persampahan; 3) Drainase;4) dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). 1. Air limbah (sewerage) merupakan air dan cairan yang merupakan sisa dari kegiatan manusia di rumah tangga/limbah domestik dan commercial buildy (kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan) atau industri. Pengolahan air limbah dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu : a. Black water adalah air limbah rumah tangga yang bersumber dari toilet atau kakus; b. Grey water adalah air limbah rumah tangga non kakus yang berupa buangan yang berasal dari kamar mandi, dapur (sisa makanan) dan tempat cuci. 2. Pengolahan persampahan adalah pengolahan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang meliputi kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang berupa pengurangan dan penanganan sampah (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir) yang ditampung melalui TPS atau transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 3. Pengolahan drainase adalah optimalisasi prasarana drainase yang berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air yaitu sumber air permukaan tanah yang berupa sungai, danau, laut dan dibawah permukaan tanah berupa air tanah di dalam tanah atau bangunan. 4. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membukajalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkanpengetahuan, sikap dan perilaku, melalui Pendampingan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. 1.2.2 Wilayah kajian Wilayah Kajian penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupten Asmat saat ini baru mencakup 1 (satu) distrik yaitu distrik Agats dari 8 (Delapan) distrik dan 175 Kampung di Kabupten Asmat. dengan sample 400 responden yang menggambarkan data dasar mengenai kondisi obyektif sanitasi dan air minum di Kabupten Asmat, termasuk permasalahan serta kebutuhan sanitasi dasar dan air minum, sehingga dokumen ini nantinya dapat diposisikan sebagai acuan yang bersifat strategis dalam perencanaan pembangunan sanitasi di Kabupten Asmat. Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 2 1.2.3 Visi Misi Kabupaten Asmat Sebagaimana diketahui bahwa Visi dan Misi RPJMD Kabupten Asmat Tahun 2011-2015 adalah: Visi “ Kabupaten Asmat yang Maju Berbasis Budaya Asmat, yang Unggul di Bidang Kelautan dan Perikanan, Pariwisata serta Pertanian” Secara umum penjelasan visi sebagai berikut: Kabupaten Asmat yang maju bermakna : 1. Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan harus mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, tingkat perekonomian masyarakat, dan ketersediaan infrastruktur dasar bagi masyarakat Kabupaten Asmat. 2. Wujud dari kemampuan nyata pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengatur dan mengurus kepentingan daerah/rumah tangganya sendiri menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya yang berbasis budaya lokal, termasuk di dalamnya upaya yang sungguhsungguh agar secara setahap demi setahap bisa mengurangi ketergantungan terhadap pihakpihak lain (luar) tanpa menghilangkan prinsip-prinsip adanya kerjasama dengan daerah-daerah lain yang saling menguntungkan. Berbasis Budaya Asmat mengandung makna bahwa semua kegiatan masyarakat Asmat haruslah berkorelasi dengan budaya Asmat ditandai dengan semakin meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat Asmat yang layak dan bermartabat. Adanya perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar pokok manusia, seperti pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja, yang didukung oleh infrastruktur fisik, sosial budaya ekonomi yang memadai. Namun peningkatan kualitas kehidupan di atas tidak lepas dari tradisi budaya Asmat. Fokus pengentasan masyarakat miskin Asmat dapat dilakukan secara simultan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta adanya iklim berusaha dan berkegiatan ekonomi yang sehat untuk kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Perlu ditekankan di sini bahwa kemajuan-kemajuan yang ingin diraih tidak hanya sekedar kemajuan di bidang fisik dan ekonomi saja. Kemajuankemajuan itu juga berkaitan dengan dimensi mental – spiritual, keagamaan, kebudayaan dan non fisik, agar kehidupan masyarakat benar-benar sejahtera lahir dan batin serta berakhlakul mulia. Yang Unggul di Bidang Kelautan dan Perikanan maknanya adalah Asmat yang mendasarkan bentuk aktivitasnya pada pengembangan ekonomi yang lebih menitikberatkan pada bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan karakteristik masyarakat Kabupaten Asmat, yang didalamnya melekat penyelenggaraan fungsi jasa di bidang kelautan dan perikanan yang menjadi tulang punggung pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan tidak meninggalkan potensi lainnya. Pengembangan Asmat sebagai Kabupaten yang unggul dalam bidang kelautan dan perikanan diarahkan pada upaya untuk lebih meningkatkan produktifitas, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Asmat secara keseluruhan. Yang Unggul di Bidang Pariwisata maknanya adalah Peningkatan perekonomian daerah melalui peningkatan investasi terutama di bidang pariwisata yang bertumpu pada kemampuan daya dukung kawasan dan potensi sejarah yang telah Asmat sebagai Kota Ukiran yang unik dan sudah ada sejak jaman dulu kala. Kegiatan investasi disektor pariwisata tersebut akan mendorong kegiatan di sektorsektor lainnya. merupakan peluang bagi Kabupaten Asmat apabila potensi pariwisata Asmat dikembangkan sebagai sebagai sentra yang lebih besar yang dikemas dan dikembangkan menjadi industri wisata yang syarat teknologi informatika agar dunia luar mengetahui keberadaan budaya asli Asmat. Yang Unggul di Bidang Pertanian maknanya membangun ekonomi kerakyatan berbasis pertanian dengan harapan nantinya dapat dilanjutkan pengembangan dan penataan ke pola pertanian yang lebih maju dengan membangun, memelihara dan meningkatkan infrastruktur untuk mendukung Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 3 pengembangan bidang pertanian dengan harapat meningkatkan produksi, kualitas, dan daya saing serta promosi produk pertanian dan produk perdesaan lainnya. Misi: Guna mencapai Visi, maka misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupten Asmat Tahun 2011– 2015 adalah sebagai berikut: 1. 2. Membangun dasar pelestarian dan pengembangan Kebudayaan Asmat; Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat; 3. Mengembangkan perekonomian daerah yang berbasis pada keuanggulan potensi daerah di sektor perikanan dan kelautan, pertanian serta pariwisata dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup; 4. Membangun aparatur pemerintah daerah yang berkarakter melayani masyarakat dalam kerangka tata kepemerintahan yang baik (good governance); 5. Mengembangkan sarana dan prarana infrastruktur daerah. Tujuan penataan ruang Kabupaten Asmat tahun 2012 - 2032 adalah untuk mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan sebagai pusat pengembangan kebudayaan masyarakat zona ekologi lahan basah dataran rendah berbasis sektor pariwisata budaya dan alam sebagai sektor ekonomi unggulan, didukung oleh sektor kehutanan, perikanan dan kelautan. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN Buku Putih Sanitasi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas dan faktual mengenai kondisi sanitasi dan perilaku masyarakat yang berkaitan dengan sanitasi di Kabupaten Asmat pada saat ini. Pemetaan kondisi dan profil sanitasi (sanitation mapping) dilakukan untuk menetapkan zona sanitasi prioritas yang penetapannya berdasarkan urutan potensi resiko kesehatan lingkungan (priority setting). Dalam Buku Putih ini, priority setting dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang tersedia, hasil studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment) atau EHRA, dan persepsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Asmat yang menangani secara langsung pembangunan sektor sanitasi di Kota Agats. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses penyusunan Buku Putih ini adalah pembangunan kapasitas (capacity building) Pemerintah Kota beserta masyarakat pemangku kepentingan untuk mampu mengidentifikasi, memetakan, menyusun rencana tindak dan menetapkan strategi pengembangan sanitasi kota. Di samping itu, pembentukan Pokja Sanitasi diharapkan dapat menjadi cikal bakal suatu badan permanen yang akan menangani dan mengelola program pembangunan dan pengembangan sanitasi di tingkat Kabupaten. 1.3.1. Maksud Adapun maksud dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat ini dimaksudkan agar Pemerintah Daerah mempunyai kerangka berpikir dan kerangka tindak secara strategis dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sanitasi secara komprehensif dan berkelanjutan. 1.3.2. Tujuan Sedangkan tujuan dari penyusunan dokumen Buku Putih Sanitasi ini adalah: 1. Melakukan analisis dari kondisi dan potensi yang ada di Kabupten Asmatsertamelakukan identifikasi strategi dan langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor sanitasi. 2. Menghasilkan kebijakan daerah terkait sanitasi yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan Pemerintah Daerah berdasarkan kesepakatan seluruh lintas pelaku(stakeholder) Kabupten Asmat. Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 4 3. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan pengorganisasian pelaksanaanpembangunan sanitasi secara efektif, efisien, sistematis, terpadu dan berkelanjutan. 4. Menjadi pedoman bagi para stakeholders non-pemerintah untuk berkontribusi dalam pembangunan pelayanan di bidang sanitas. 1.4 METODOLOGI Untuk lebih memahami proses dan kegiatan penyusunan Buku Putih secara menyeluruh, akan disajikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan aspek metodologi yang digunakan dalam penulisan ini. 1. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data Data yang diperlukan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi ini secara umum meliputi data primer dan data sekunder. a. Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya.Pada kegiatan ini data primer pada dasarnya dikumpulkan untuk mendukung data sekunder dengan melakukan beberapa survey terkait dengan pengelolaan sanitasi seperti: Enviromental Health Risk Assesment (EHRA), Survey peran media dalam perencanaan sanitasi, survey kelembagaan, survey keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sanitasi, survay keuangan, survay priority setting area beresiko serta survey peran serta masyarakat dan gender. Pengumpulan data primer dilakukan melalui: Teknik wawancara dengan narasumber yang terdiri dari beragam posisi yang berkaitan dengan tugas dinas/ kantor terkait untuk klarifikasi data-data, pihak swasta, masyarakat sipil, dan tokoh masyarakat. Teknik angket dengan alat kuesioner Observasi, dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap obyek yang diteliti. b. Data Sekunder, adalah data data yang diperoleh dari instansi terkait dalamkegiatan.Teknik pengumpulan data sekunder dengan studi dokumenter yaitu mempelajari arsip dan dokumen yang berkaitan dengan aktivitas program masing-masing dinas/ kantor terkait, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya yang berupa data statistik, proposal, laporan, foto dan peta. 2. Pengumpulan Data Proses seleksi dan kompilasi data sekunder berada dalam tahap ini. Teknik kajian dokumen dipergunakan tim untuk mengkaji data. Banyak dokumen kegiatan program yang mampu memberikan informasi mengenai apa yang terjadi di masa lampau yang erat kaitannya dengan kondisi yang terjadi pada masa kini. 1.5 DASAR HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAIN 1.5.1. Dasar Hukum Buku Putih merupakan gambaran secara umum kondisi Sanitasi kota yang ada dan upaya penanganan sanitasi yang sedang berjalan serta dijadikan sumber data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi, dan kebutuhan sanitasi Kabupten Asmat. Buku Putih akan diposisikan sebagai acuan perencanaan strategis sanitasi tingkat kota. Rencana pembangunan sanitasi kota dikembangkan atas dasar permasalahan dan program program yang telah dilakukan dan dipaparkan dalam Buku Putih. Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 5 Didalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat berpijak pada beberapa peraturan perundangundangan yang berlaku di tingkat nasional atau pusat, propinsi maupun daerah. Program Pengembangan Sanitasi Indonesia di Kabupten Asmat didasarkan pada aturan-aturan dan produk hukum yang meliputi: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air; 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah; 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah; 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025; 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; 10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persisten Organic Pollutants. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air; 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air; 13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai; 14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Thn 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. 17. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panang Menengah Nasional (RPJM) Tahun 2004-2009; 18. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan; 19. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air; 20. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2002 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2001 Tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air; 21. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 62 Tahun 2000 Tentang Koordinasi Penataan Ruang. 22. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 Tentang Program Kali Bersih; 23. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi degan AMDAL; Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 6 24. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. 25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan atau Kegiatan yang Tidak Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup; 26. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tentang Pedoman Pelaksanaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup; 27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 Tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA). 28. Peraturan Daerah Kabupten Asmat Nomor 06 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Asmat Tahun 2012 – 2032. 1.5.2 Hubungan dengan Dokumen Perencanaan Lainnya Dokumen Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Asmat ini memiliki keterkaitan integratif dengan dokumen perencanaan lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini disebabkan adanya konsekwensi dari penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang dalam konteks otonomi daerah yang mengenal urusan wajib dan urusan pilihan, serta penyelenggaraan tugastugas yang bersifat otonom dan tugas-tugas pembantuan. Buku Putih Sanitasi Kabupten Asmat Hal 7