BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Pengeringan Pengeringan adalah sebuah proses dimana kelembaban dari sebuah produk makanan dikurangi agar rasa dan bentuk tetap terjaga dengan meningkatnya kemampuan untuk disimpan lebih lama dan juga kemudahan pengangkutannya. Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang. Perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang signifikan antara dua permukaan, perbedaan temperatur ini ditimbulkan oleh adanya aliran udara panas di atas permukaan benda yang akan dikeringkan yang mempunyai temperatur lebih dingin. Aliran udara panas merupakan fluida kerja bagi sistem pengering ini. Komponen aliran udara yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kecepatan, temperatur, tekanan, dan kelembaban relative, proses pengeringan sebuah produk makanan membutuhkan waktu untuk mendapatkan produk kering yang diinginkan, bila berat sebuah produk diperhitungkan sebagai fungsi waktu maka akan diperoleh bentuk grafik sebagai berikut : 1 2 3 Gambar 2.1 Grafik proses pengeringan Program Studi Teknik Konversi Energi 5 Dari gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa proses 1 ke 2 memperlihatkan pada proses awal aliran udara panas dapat menguapkan sejumlah air dalam produk makanan berbanding lurus dengan bertambahnya waktu pemanasan. Sedangkan proses 2 ke 3 dengan bertambahnya waktu, kapasitas proses penguapan air malah berkurang disebabkan oleh telah menurunnya temperatur aliran udara panas dan naiknya kelembaban relative udara sehingga udara panas menjadi jenuh dan tidak mampu lagi menguapkan air. Grafik pada gambar 2.1 dapat dimodifikasi sehingga akan diperoleh suatu grafik yang dapat menjelaskan jenis kondisi pengeringan sehingga akan mempermudah membuat model persamaannya. Laju kandungan air yang diuapkan dimodifikasi menjadi laju pengeringan terhadap waktu sehingga diperoleh grafik sebagai berikut : 1 2 3 Gambar 2.2 Grafik laju pengeringan terhadap waktu Titik 1 sampai titik 2 pada gambar diatas disebut sebagai constant-rate period, sedangkan titik 2 sampai titik 3 disebut dengan falling-rate period. Titik 2 disebut sebagai critical moisture content. Constant-rate periode disebut juga sebagai kondisi pengeringan konstan yang dianggap mampu menjelaskan persamaan proses pengeringan pada sistem pengeringan ini. Selama kondisi ini berlangsung, kandungan air selalu mengumpul di permukaan produk yang akan dikeringkan disebabkan laju difusi ke permukaan benda lebih cepat dari pada laju penguapannya serta sifat produk tidak mempengaruhi laju pengeringan. Program Studi Teknik Konversi Energi 6 2.2 Mekanisme Pengeringan Ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada proses yang berlangsung secara simultan, yaitu perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat dipermukaan benda padat dan perpindahan massa air yang terdapat didalam benda ke permukaan. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara. Namun ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air. Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung dengan cara diffusi dan capillary flow. 2.2.1 Perpindahan Energi dari Lingkungan untuk Menguapkan Air yang Terdapat di Permukaan Benda Padat Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara. 2.2.2 Perpindahan Massa Air yang Terdapat di Dalam Benda ke Permukaan Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air. Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung : 2.2.2.1 Diffusi Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah titik jenuh Program Studi Teknik Konversi Energi 7 atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat mutually soluble. tepung, produk, kayu, tekstil dan sebagainya. Contoh: pengeringan 2.2.2.2 Capillary flow Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh atmosferik. Contoh: pada pengeringan tanah, pasir, dll. 2.2.3 Proses Penguapan Uap air yang terjadi dipindahkan dari tempat pengeringan melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi bebas maupun konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi tanpa bantuan luar, yaitu pengaliran udara hanya bergantung pada perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan densitas udara, sedangkan pada konveksi secara paksa digunakan kipas untuk memaksa gerakan udara. Untuk menghitung air yang menguap atau air yang hilang digunakan persamaan berikut: Kadar Air (%) = ( ) ( ( ) ) x 100 % ………………………..(2.1) Pada saat penguapan molekul-molekul zat cair melepaskan diri dari permukaan. Makin tinggi temperatur makin banyak molekul-molekul yang lepas dari permukaan zat cair. Air cenderung menguap karena memiliki struktur molekul gas. Proses penguapan pada alat pengering matahari disebabkan oleh energi matahari yang dirubah menjadi energi termal. Pada saat kejenuhan terjadi, jumlah molekul-molekul uap sudah tentu tidak dapat ditambah lagi yang berarti tekanan uapnya mencapai maksimum. Tekanan uap jenuh pada suhu tertentu sama dengan tekanan tertinggi yang dapat dicapai oleh uap pada suhu tertentu. Untuk menghitung uap atau kadar air yang hilang maka diperlukan data seperti perbedaan tekanan, tekanan uap parsial, kelembaban relative, suhu dll. 2.3 Tinjauan Termodinamika Proses penguapan juga tidak lepas dari aspek termodinamika udara. Udara merupakan campuran gas-gas, termasuk di antaranya udara kering dan uap air, yang berada di zona atmosfer bumi. Terdapat delapan sifat termodinamika untuk mengidentifikasi udara. (Zain Program Studi Teknik Konversi Energi 8 dkk., 2005). 1.3.1 Suhu bola kering Suhu bola kering atau dry bulb temperature (Tdb) merupakan suhu campuran udara kering dan uap air yang diukur melalui skala termometer raksa secara langsung (http://www.taftan.com, 1998). Suhu udara bola kering tidak dipengaruhi oleh jumlah uap air yang terkandung dalam udara. Menurut Zain dkk. (2005), dalam proses kesetimbangan kalor, suhu bola kering memengaruhi intensitas kalor yang diproduksi melalui penguapan (respirasi/evaporasi) maupun melalui konveksi, salah satunya dari sistem ventilasi. 1.3.2 Suhu titik embun Suhu bola kering atau dry bulb temperature (Tdb) merupakan suhu campuran udara kering dan uap air yang diukur melalui skala termometer raksa secara langsung (http://www.taftan.com, 1998). Suhu udara bola kering tidak dipengaruhi oleh jumlah uap air yang terkandung dalam udara. Menurut Zain dkk. (2005), dalam proses kesetimbangan kalor, suhu bola kering memengaruhi intensitas kalor yang diproduksi melalui penguapan (respirasi/evaporasi) maupun melalui konveksi, salah satunya dari sistem ventilasi. 1.3.3 Suhu bola basah Suhu bola basah atau wet bulb temperature (Twb) merupakan suhu dimana kesetimbangan terjadi antara campuran udara dengan uap air. Suhu bola basah akan dicapai, jika udara secara adiabatis telah jenuh oleh penguapan uap air (Zain dkk., 2005). Menurut http://www.taftan.com (1998), pengukuran suhu bola basah dapat dilakukan melalui termometer raksa yang terbalut kain basah pada ujung sensornya, dengan tujuan untuk mengurangi efek radiasi di dalam udara. 1.3.4 Tekanan uap parsial Tekanan uap parsial (Pv) dihasilkan oleh molekul uap air yang terkandung di dalam udara lembab, pada suhu yang sama. Apabila udara mencapai kondisi jenuh, maka tekanan uap tersebut disebut tekanan uap jenuh (Pvs) (Zain dkk., 2005). 1.3.5 Entalpi Entalpi (h) merupakan sifat termal dari campuran udara dan uap air yang menunjukkan intensitas kalor total, yang terdiri dari kalor sensibel dan kalor laten dalam udara lembab per satuan massa udara kering, di atas suhu acuan (kJ/kgudara kering). 1.3.6 Volume spesifik Volume spesifik (v) merupakan volume udara di dalam ruangan yang diisi oleh 1 kg Program Studi Teknik Konversi Energi 9 (m3/kgudara kering). udara kering 1.3.7 Kelembaban relatif Menurut Zain dkk. (2005), kelembaban relatif atau relative humidity (RH) merupakan salah satu sifat termodinamika udara yang menyatakan perbandingan tekanan uap parsial (Pv) terhadap tekanan uap jenuh (Pvs), pada suhu konstan. Kelembaban relatif merupakan hasil antara massa aktual uap air dari campuran udara terhadap massa uap air yang perbandingan menjadi jenuh pada suhu yang sama, yang dinyatakan dalam satuan %. Kelembaban relatif dapat didekati dengan persamaan : RH = Pv Pvs ..............................................................................................................(2.2) Keterangan : RH = kelembaban relatif (%) Pv = tekanan uap parsial (kPa) Pvs = tekanan uap jenuh (kPa) Kelembaban relatif dapat dicari dengan menggunakan diagram psikrometrik dengan mengeplotkan wet bulb dan dry bulb yang telah didapat pada diagram. Gambar 2.3 Diagram psikometrik Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 36. Program Studi Teknik Konversi Energi 10 2.4 Panas Panas adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah panas dinyatakan dalam notasi British Thermal Unit (BTU). Air digunakan sebagai standar untuk menghitung jumlah panas karena untuk menaikkan temperature 1o F untuk tiap 1 lb air diperlukan panas 1 BTU. 2.4.1 Panas Laten Panas laten pencairan/peleburan (latent heat of fusion) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan kepada zat (padat) pada titik leburnya sampai wujudnya berubah menjadi cair suhu yang sama. Panas laten pembekuan (latent heat of solidification) adalah jumlah panas semuanya pada yang harus dibuang/dikeluarkan oleh zat (cair) pada titik bekunya untuk mengubah wujudnya dari cair menjadi padat pada suhu yang sama. 2.4.2 Panas Sensibel Panas sensibel adalah panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan temperatur, tetapi phasa (wujud) tidak berubah. Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah fasa (wujud) benda, tetapi temperaturnya tetap. Panas laten penguapan (latent heat of vaporization) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan kepada zat (cair) pada titik didihnya sampai wujudnya berubah menjadi uap seluruhnya pada suhu yang sama. Panas laten pengembunan (latent heat of condensation) adalah jumlah panas yang harus dibuang/dikeluarkan oleh zat (gas/uap) pada titik embunnya, untuk mengubah wujud zat dari gas menjadi cair pada suhu yang sama. Pada penelitian ini, panas sensibel dibutuhkan untuk mengetahui berapa besar panas yang ditangkap oleh alat pengering yang digunakan, sehingga efisiensi dari alat dapat dihitung dengan membandingkan panas laten yang dibutuhkan. 2.5 Prinsip Perpindahan Panas Mekanisme perpindahan panas dalam alat pengering kerupuk melibatkan tiga macam proses perpindahan kalor yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.5.1 Konduksi Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah pada suatu benda medium yang bersinggungan secara langsung. Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier : Program Studi Teknik Konversi Energi 11 dimana : ( )( ) ……………………………………………………………..... (2.3) k = konduktivitas termal (W/m.K) A penampang yang tegak lurus aliran kalor (m2) = luas dT/dx = gradien temperatur dalam arah aliran panas (K/m) 2.5.2 Konveksi Aliran U T U q Dinding Gambar 2.4 Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat Pada gambar 2.4 diatas Tw adalah suatu plat T adalah suhu fluida. Apabila kecepatan di atas plat adalah nol, maka kalor hanya dapat perpindahan dengan cara konduksi. Akan tetapi apabila fluida diatas plat bergerak dengan kecepatan tertentu, maka kalor berpindah dengan cara konveksi, yang mana gradient suhu bergantung dari fluida membawa kalor. Sedangkan laju perpindahan kalor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan kalor (A) dan beda suhu menyeluruh antara permukaan bidang dengan fluida yang dapat dirumuskan sebagai berikut : ( )( ) ……………………………………………………………….. (2.4) dimana : h = koefisien perpindahan panas secara konveksi (W/m2.K) A = luas permukaan yang kontak dengan fluida (m2) Tw = suhu permukaan yang kontak dengan fluida (K) T = suhu fluida (K) Program Studi Teknik Konversi Energi 12 panas konveksi tergantung pada vikositas fluida, disamping ketergantungannya Perpindahan terhadap sifat – sifat termal fluida, seperti : konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding. Ada dua sistim konveksi, yaitu : 1. Perpindahan panas secara konveksi alami ( natural convection ) Fenomena ini terjadi karena fluida yang terjadi karena pemanasan. Berubah densitasnya sehingga fluidanya bergerak. 2. Perpindahan panas secara konveksi paksa ( forced convection ) Fenomena ini terjadi apabila sistim dimana fluida didorong oleh permukaan perpindahan kalor, atau melaluinya, fluida bergerak adanya faktor pemaksa. 2.5.2.1 Konveksi Alami Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida gas maupun cair, terjadi karena gaya apung yang alami apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apumg ini tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gaya gravitasi, walaupun gravitasi bukan satu – satunya gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas. 2.5.2.2 Konveksi Paksa Konveksi paksa disebabkan karena adanya gaya pemaksa yang menyebabkan fluida bergerak dan mempunyai kecepatan. Pada umumnya peralatan untuk memindahkan panas pada industri maupun otomotif menggunakan sistim konveksi paksa. Sebagai gambaran adalah fenomena perpindahan panas aliran didalam pipa yang dinyatakan sebagai : dq = m . cp . dTb Program Studi Teknik Konversi Energi 13 Gambar 2.5 Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan beda suhu limbak Angka Nusselt untuk aliran turbulen sepenuhnya adalah : Nud = 0,023 Red0.8Prn ……………………………………………………… (2.5) Dimana : n = nilai eksponen = 0.4 untuk pemanasan = 0.3 untuk pendinginan Angka Nusselt untuk aliran laminar sepenuhnya adalah : Nud = 3,66 + ( ) ( ) ……………………………………………………. (2.6) Dimana : d = diameter pipa = panjang pipa Koefisien perpindahan panas konveksi dibantu oleh : hd = ………………………………………………………………………….. (2.7) 2.5.3 Radiasi Surya 2.5.3.1 Potensi Energi Matahari Matahari memancarkan radiasi cahaya dengan berbagai panjang gelombang, mulai dari ultraviolet, cahaya tampak, sampai infrared dari spektrum elektromagnetik. Radiasi ini timbul sebagai akibat dari permukaan matahari yang mempunyai temperatur sekitar 5800 K Program Studi Teknik Konversi Energi 14 sehingga spektrum yang dipancarkan matahari sama dengan spektrum dari (~5500 oC) blackbody pada temperatur yang sama. Blackbody ini didefinisikan sebagai objek yang menyerap secara sempurna semua radiasi elektromagnetik, dan juga mampu memancarkan radiasi dengan distribusi energi bergantung kepada temperaturnya. Gambar 2.6 Perbandingan spectra energi radiasi matahari Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 65. Gambar 2.6 menunjukan besar energi radiasi yang diterima dari matahari per satuan area per satuan waktu sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada permukaan matahari energi radiasi yang dipancarkan yaitu sebesar 62 MW/m2, dan diatas atmosfer bumi radiasinya berkurang menjadi total sebesar 1353 W/m2. Untuk radiasi blackbody, semakin tinggi temperatur obyek blackbody tersebut maka semakin besar juga energi radiasinya. Blackbody pada temperatur rata - rata bumi yaitu 300 K, paling kuat memancarkan pada gelombang infrared dan radiasinya tidak dapat terlihat oleh mata. Untuk matahari, dengan temperatur sekitar 5800 K, radiasinya paling kuat berada pada gelombang cahaya tampak (visible) dengan panjang gelombang sekitar 300 – 800 nanometer (nm), seperti terlihat pada gambar diatas. Program Studi Teknik Konversi Energi 15 Gambar 2.7 Energi radiasi matahari yang diterima diberbagai belahan bumi Sumber : http://teknologisurya.wordpress.com/2011/10/03/pengenalan-energi-surya/ diakses pukul 11.23 WIB tanggal 6/18/2012 Energi radiasi matahari yang diterima diberbagai belahan bumi dalam satuan kWh/m2/hari untuk kondisi langit cerah dan cahaya matahari tepat horizontal diatas permukaan bumi. Intensitas radiasi matahari di Indonesia mencapai 4,8 kWh/m2/hari. 2.5.3.2 Struktur Fisik Matahari Matahari adalah sebuah bola gas yang amat panas dengan garis tengah 1,39 juta kilometer dan berjarak rata-rata 150 juta kilometer dari bumi. Massa matahari sangat besar, yaitu 2 x 1030 kg, tetapi massa jenis rata-ratanya hanya 1400 kg/m3. Matahari berputar pada porosnya kira-kira sekali pada empat minggu. Namun matahari bukanlah suatu benda padat, sehingga kecepatan rotasi matahari tidak sama pada tiap bagiannya. Pada daerah ekuator, periode rotasinya 27 hari, dan bagian kutub kira-kira 30 hari. Program Studi Teknik Konversi Energi 16 Gambar 2.8 Struktur matahari Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 4. Matahari memiliki temperatur benda hitam efektif pada 5777 K. Temperatur di dalam daerah sentral matahari yaitu 0 - 0,23 R (R adalah radius matahari) bervariasi antara 8 juta sampai 40 juta Kelvin. Pada daerah pusat ini, yang mengandung 40% massa matahari, diperkirakan menghasilkan 90% energinya. Pada jarak 0,7 R dari pusat, mulai terjadi proses konveksi, dan temperatur turun sampai kira-kira 130.000 K, disertai juga dengan penurunan densitas sampai 70 kg/m3. Suatu daerah yang berada pada 0,7 - 1,0 R adalah zona konvektif. Dalam daerah ini penurunan temperatur berlanjut sampai kira-kira 5000 K dengan densitas sebesar 10-5 kg/m3. Bagian luar dari zona konvektif adalah photosphere yang merupakan sumber radiasi surya terbanyak. Bagian yang lebih luar lagi yaitu lapisan tertinggi 10.000 km yang disebut kromosfer. Bagian paling luas dari matahari adalah korona, suatu daerah dengan kepadatan yang sangat rendah tetapi temperaturnya sangat tinggi yaitu satu juta Kelvin. Program Studi Teknik Konversi Energi 17 2.5.3.3 Konstanta Matahari Ada suatu harga yang disebut sebagai satu satuan astronomi yang menyatakan jarak rata-rata matahari dan bumi yaitu 1,495 x 1011 m. Hubungan geometri matahari – bumi diperlihatkan pada gambar 2.9. Dalam kaitannya dengan hubungan ruang diatas, radiasi yang dipancarkan matahari menghasilkan intensitas radiasi di luar atmosfir yang mendekati konstan. Konstanta matahari, Gsc adalah energi yang dipancarkan matahari tiap satuan waktu yang diterima oleh suatu luasan permukaan yang tegak lurus arah perambatan radiasi pada satu satuan astronomi di luar atmosfir. Gambar 2.9 Hubungan ruang matahari-bumi Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 5. Berbagai pengukuran radiasi matahari dilakukan dengan bermacam alat ukur, diantaranya oleh Frohlich (1977) yang merekomendasikan harga Gsc sebesar 1373 W/m3 dengan kemungkinan kesalahan 1 – 2%. Worl Radiation Center (WRC) mengambil harga sebesar 1367 W/m3 dengan ketelitian 1%. 2.5.3.4 Radiasi Surya pada Permukaan Bumi Radiasi surya yang sampai pada permukaan bumi telah mengalami perubahan intensitas akibat penghamburan antara lain oleh molekul-molekul udara, nitrogen dan oksigen, aerosol, uap air dan debu dan partikel-partikel lain. Penghamburan radiasi ini menyebabkan langit tampak berwarna biru pada hari cerah. Beberapa radiasi yang sudah mengalami penghamburan ini mencapai permukaan Program Studi Teknik Konversi Energi 18 bumi dikenal dengan radiasi difusi. Radiasi difusi biasanya juga disebut radiasi langit. Apabila radiasi surya tidak mengalami penghamburan oleh atmosfir, maka radiasi sampai ke permukaan sebagai radiasi langsung (beam radiation). Pelemahan radiasi juga disebabkan oleh penyerapan atmosfir oleh molekul-molekul ozon, air dan karbondioksida. Penyerapan radiasi oleh molekul ozon di luar atmosfir terjadi panjang gelombang ultra violet dan panjang gelombang radiasi di bawah 0,29 pada daerah μm. Uap air memegang peranan penting dalam penyerapan spektrum radiasi inframerah. Banyaknya pelemahan radiasi ditentukan oleh panjang lintasan atmosfir yang dilalui sinar dan komposisi atmosfir. Panjang lintasan atmosfir dinyatakan dalam massa udara (air mass) yaitu rasio massa atmosfir dalam lintasan bumi – matahari yang sesungguhnya terhadap massa yang berada dalam lintasan dimana matahari tepat di atas permukaan laut. Rasio massa udara dirumuskan : (2.8) Jadi pada permukaan laut apabila matahari berada tepat pada zenith nilai m = 1. Secara umum radiasi termal dapat dibedakan menurut daerah panjang gelombangnya yaitu radiasi surya atau radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang. Radiasi gelombang pendek berasal atau dipancarkan dari matahari dan berada pada daerah panjang gelombang 0,3 - 3,0 μm. Radiasi gelombang panjang berasal dari suatu sumber pada temperatur mendekati temperatur ambien dengan daerah panjang gelombang lebih dari 3 μm. Radiasi gelombang panjang bisa dipancarkan oleh atmosfir, kolektor atau benda lain pada temperatur normal. Apabila radiasi dipancarkan dari bumi maka disebut radiasi terrestrial. Gambar 2.10 Sifat radiasi yang penting dalam proses termal surya Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 47. Program Studi Teknik Konversi Energi 19 2.5.3.5 Konsep Dasar Radiasi Radiasi termal adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda pada temperatur tertentu. Tidak seperti halnya pada perpindahan panas konduksi dan konveksi yang memerlukan medium untuk perpindahan energinya, pada radiasi termal energi dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa kehadiran suatu bentuk materi apapun sebagai medium pemindahnya. Pada kenyataannya, perpindahan energi radiasi paling efisien terjadi dalam vakum. Radiasi termal dapat dipancarkan oleh segala benda yang ada disekitar kita. Mekanisme pancaran atau emisi ini yaitu energi yang dilepaskan oleh gerakan bolak-balik atau transisi sejumlah atom-atom, molekul-molekul, elektron-elektron pembentuk materi. Gerakan ini didukung oleh energi dalam yang dibangkitkan pada suatu keadaan yang tereksitansi secara termal. Dilihat dari sifat pemindahannya, radiasi dapat dipandang sebagai perambatan dari kumpulan partikel – partikel yang disebut sebagai perambatan gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu, radiasi dapat dipandang sebagai perambatan gelombang elektromagnetik. Maka, radiasi yang dipancarkan dapat didistribusikan berdasarkan daerah panjang gelombang. Gambar 2.11 menunjukkan spektrum radiasi elektromagnetik yang dibagi dalam kumpulan panjang gelombang. Gambar 2.11 Spektrum radiasi elektromagnetik Sumber : J.A. Duffie & W.A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Process, John Willey & Sons, inc., New York, 1991, hal 148. Program Studi Teknik Konversi Energi 20 Dalam energi surya, daerah panjang gelombang yang paling penting yaitu dari spektrum ultraungu hingga inframerah dekat, dari 0,3 - 25 μm. Radiasi surya diluar atmosfir memuat energi paling banyak pada daerah 0,3 - 3 μm. Radiasi merambat dalam vakum dengan kecepatan cahaya, diformulasikan oleh : (2.9) Dimana Co adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan n adalah indeks bias medium, λ adalah panjang gelombang dan v frekuensi. 2.6 Efek Rumah Kaca Efek rumah kaca yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat. Gambar 2.12 Proses terjadinya efek rumah kaca Program Studi Teknik Konversi Energi 21 2.6.1 Penyebab Efek Rumah Kaca Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar 22nergy22 lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan – tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang masuk ke Bumi: a) 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer b) 25% diserap awan c) 45% diserap permukaan bumi d) 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda. Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa 22nergy22 seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca. 2.6.2 Akibat Efek Rumah Kaca Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung – gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan 22nergy kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata Program Studi Teknik Konversi Energi 22 bumi 1 – 5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 – 4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. 2.7 Emisivitas Emisivitas adalah rasio energi yang diradiasikan oleh material tertentu dengan energi yang dirasikan oleh benda hitam pada temperatur yang sama. Ini adalah ukuran dari kemampuan suatu benda untuk meradiasikan energi yang diserapnya. Benda hitam sempurna memiliki emisivitas sama dengan 1 (ε=1) sementara objek sesungguhnya memiliki emisivitas kurang dari satu. Emisivitas bergantung pada faktor diantaranya temperatur, sudut emisi, dan panjang gelombang radiasi. Sering diasumsikan dalam dunia teknik bahwa emisivitas tidak bergantung pada panjang gelombang, sehingga emisivitas konstan. Hal ini dikenal dengan istilah “asumsi benda abu-abu”. Ketika menyinggung tentang permukaan benda yang tidak hitam, deviasi dari ciri khas benda hitam ditentukan oleh struktur geometri dan komposisi kimia dan mengikuti hukum Kirchoff tentang radiasi termal. Gambar 2.13 Panjang gelombang terhadap intensitas cahaya matahari Sumber : Contemporary college physics, 1993 Program Studi Teknik Konversi Energi 23 Grafik tersebut memperlihatkan bahwa antara antara panjang gelombang yang diradiasikan dengan suhu benda memiliki hubungan yang sangat rumit. Nilai emisivitas pada benda berbeda – beda nilainya. Dibawah ini beberapa nilai emisivitas benda sebagian dari keseluruhan yang ada pada sumber tertulisnya. Tabel 2.1 Emisivitas total normal berbagai permukaan No Permukaan Emissivitas ε Logam 1 Aluminium Plat mengkilap 98,3% murni Plat lembaran Plat teroksidasi 2 0,039 – 0,057 0,09 0,2 – 0,31 Kuningan Plat pudar Krom 3 Plat Tembaga dipanaskan 4 Baja lunak 5 Perak murni 6 Seng 0,22 0,08 – 0,36 0,78 0,2 – 0,32 0,02 – 0,032 0,23 Bahan-tahan api, bahan bangunan, cat dan logam 1 Bata merah 0,93 2 Karbon plat kasar 0,77 3 Aluminium cat hitam 0,52 4 Seng cat hitam 0,98 5 Karet 0,94 6 Air 9,95 – 0,963 Sumber: J.P Holman, 1994 Program Studi Teknik Konversi Energi 24 2.8 Rumus-Rumus yang Digunakan dalam Perhitungan Efisiensi Pengeringan 2.8.1 Laju Penguapan Laju penguapan adalah laju pengurangan air yang terkandung dalam bahan basah. Secara matematis ditulis sebagai berikut : ( m uap air = ( ) ) ………………………………………………………..………(2.10) Keterangan : m uap air = laju massa air yang menguap (kg/jam) mb = massa bahan basah (kg) mk = massa bahan kering (kg) t = waktu pengeringan (jam) 2.8.2 Jumlah Panas yang Diterima oleh Alat Pengering (Qin) Jumlah panas yang diterima oleh alat pengering dapat diketahui dengan menghitung jumlah intensitas radiasi matahari yang diterima oleh alat pengering. Secara matematis perhitungan Qin ditulis sebagai berikut : Panas yang diterima oleh alat pengering Qin = G x A …........................................................................................................ (2.11) Keterangan : G = 25nergy yang diserap (W/m2) A = luas pengumpul surya (m2) 2.8.3 Jumlah Panas yang Digunakan untuk Penguapan Air pada Bahan (Q p) Jumlah panas teoritis yang digunakan dalam penguapan air. Secara matematis perhitungan Qp ditulis sebagai berikut : Panas laten penguapan air (hfg) Program Studi Teknik Konversi Energi 25 Qp = m uap air x hfg …...............................................................................................(2.12) Keterangan : hfg = panas laten (kJ/kg) m = laju aliran massa (kg/jam) Qp = panas untuk penguapan air (kJ) 2.8.4 Efisiensi Pengering Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara jumlah panas yang digunakan secara teoritis untuk penguapan air pada bahan (Qp) dengan jumlah panas sumber yang diterima oleh alat pengering (Qin). Secara matematis perhitungan efisiensi pengering ditulis sebagai berikut : ɳ pengeringan = …………………………………………………… ……………… (2.13) Neraca energi sistem pengeringan dibuat sebagai berikut : m uap Q uap m bahan basah Sistem pengering m bahan kering Qp Q bahan Q in Gambar 2.14 Neraca energi sistem pengeringan Program Studi Teknik Konversi Energi 26 2.9 Alat Ukur dan Teknik Pengukuran Mengukur adalah membandingkan parameter pada obyek yang diukur terhadap besaran yang telah distandarkan, sedangkan pengukuran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi deskriptif-kuantitatif dari variabel-variabel fisika dan kimia suatu zat atau benda yang diukur, misalnya panjang 1m atau massa 1 kg dan sebagainya. Pekerjaan pengukuran, memerlukan alat ukur yang baik. Alat ukur yang baik setidak tidaknya mengandung informasi besaran - besaran yang diukur yang sesuai dengan kondisi senyatanya. Akan tetapi di dalam proses pengukuran terdapat kekeliruan - kekeliruan. Ada 2 kelompok kekeliruan, yaitu kekeliruan sistematik (berkaitan dengan alat ukur, metode pengukuran, dan faktor manusia) dan kekeliruan acak (berkaitan dengan faktor non teknis/sistematik). Pada prinsipnya memilih alat ukur adalah upaya untuk mendapatkan alat ukur yang sesuai dengan besaran - besaran yang hendak diketahui nilai besarannya. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk menentukan nilai kuantitas besaran yang hendak diketahui. 2.9.1 Termometer Termometer berfungsi untuk mengetahui suhu atau temperatur suatu benda yang akan diukur, prinsip kerja termometer digital memanfaatkan karakteristik hubungan antara tegangan (volt) dengan temperatur. Setiap jenis logam, pada temperatur tertentu memiliki tegangan tertentu pula. Pada temperatur yang sama, logam A memiliki tegangan yang berbeda dengan logam B, terjadilah beda tegangan ( miliVolt) yang dapat dideteksi. Jadi dari input temperatur lingkungan setelah melalui termokopel terdeteksi sebagai perbedaan tegangan (volt). Beda tegangan ini kemudian dikonversikan kembali nilai arusnya melalui pengkomparasian dengan nilai acuan dan nilai offset di bagian komparator, fungsinya untuk menerjemahkan setiap satuan amper ke dalam satuan volt kemudian dijadikan besaran temperatur yang ditampilkan melalui layar/monitor berupa seven segmen yang menunjukkan temperatur yang dideteksi oleh termokopel. Pembacaan pengukuran termometer ini dilakukan langsung dari nilai display dengan memperhatikan garis segmen yang ada. Program Studi Teknik Konversi Energi 27 Gambar 2.15 Termometer 2.9.2 Piranometer Piranometer juga disebut solarmeter digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh 2 radiasi cahaya pada permukaan bidang dengan satuan W/m . Kinerja alat ini dengan dipasang pada suatu permukaan bidang kemudian dengan adanya hantaman cahaya tepat pada sensor cahaya yang akan diteruskan pada tampilan komputer dalam bentuk simpangan besarnya fluks yang diberikan cahaya tersebut. Nilai maksimum yang memberikan fluks terbesar jika cahaya menghantam sensor sejajar dengan bidang vertikal dan nilai terkecil fluks cahaya saat cahaya jatuh sejajar bidang horizontal, sehingga besarnya simpangan fluks bergantung pada sudut cosines terhadap sumbu vertikal selain dari besarnya muatan elektron yang menghantam sensor dari radiasi cahaya. Dengan adanya muatan elektron tersebut dapat diukur dengan rumus medan listrik sehingga simpangan fluks magnet berbanding lurus dengan peningkatan arus akibat penumpukan elektron. Pada saat kalibrasi digunakan saat diletakkan piranometer di dalam ruangan gelap yang tidak ada cahaya dan pengaruh medan listrik maupun medan magnet sebagai keadaan ideal saat keadaan normal atau keadaan nol. Gambar 2.16 Piranometer Program Studi Teknik Konversi Energi 28 2.9.3 Hygrometer Hygrometer digunakan untuk mengukur kelembaban udara relative (RH). Hygrometer terdapat dua skala, yang satu menunjukkan kelembaban yang satu menunjukkan temperatur. Cara penggunaannya dengan meletakkan di tempat yang akan diukur kelembabannya, kemudian tunggu lalu baca skalanya. Gambar 2.17 Hygrometer 2.9.4 Anemometer Anemometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur arah dan kecepatan angin. Prinsip kerjanya pada saat tertiup angin, baling - baling/mangkok yang terdapat pada anemometer akan bergerak sesuai arah angin. Makin besar kecepatan angin meniup mangkok - mangkok tersebut, makin cepat pula kecepatan berputarnya piringan mangkok mangkok. Dari jumlah putaran dalam satu detik maka dapat diketahui kecepatan anginnya. Di dalam anemometer terdapat alat pencacah yang akan menghitung kecepatan angin. Hasil yang diperoleh alat pencacah dicatat, kemudian dicocokkan dengan skala Beaufort. Gambar 2.18 Anemometer Program Studi Teknik Konversi Energi 29 Anemometer sendiri terdapat dua tipe secara umum. Tipe tersebut adalah sebagai berikut: 2.9.4.1 Anemometer dengan Tiga atau Empat Mangkok Sensornya terdiri dari tiga atau empat buah mangkok yang dipasang pada jari-jari yang berpusat pada suatu sumbu vertikal atau semua mangkok tersebut terpasang pada poros vertikal. Seluruh mangkok menghadap ke satu arah melingkar sehingga bila angin bertiup maka rotor berputar pada arah tetap. Kecepatan putar dari rotor tergantung kepada kecepatan tiupan angin. Melalui suatu sistem mekanik roda gigi, perputaran rotor mengatur sistem akumulasi angka penunjuk jarak tiupan angin. Anemometer tipe “cup counter” hanya dapat mengukur rata-rata kecepatan angin selama suatu periode pengamatan. 2.9.4.2 Anemometer Termal Anemometer ini merupakan satu sensor yang digunakan untuk mengukur kecepatan fluida (angin) sesaat. Cara kerja dari sensor ini berdasarkan pada jumlah panas yang hilang secara konvektif dari sensor ke lingkungan sekeliling sensor. Besarnya panas yang dipindahkan dari sensor secara langsung berhubungan dengan kecepatan fluida yang melewati sensor. Jika hanya kecepatan fluida yang berubah, maka panas yang hilang bisa diinterpretasikan sebagai kecepatan fluida tersebut. Kerja anemometer ini mengikuti prinsip tabung pitot, yaitu dihitung dari tekanan statis dan tekanan kecepatan. Program Studi Teknik Konversi Energi 30