analisis penggunaan bahan tambahan makanan

advertisement
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Bahan Tambahan Makanan
ANALISIS PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)
DI KANTIN NUTRISIA JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES
MAKASSAR
1
1
1
2
Sukmawati , Suriani Rauf , Nadimin , Nur Khalifah
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
2
Alumni Diploma III Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
1
Abstract
Background : People's desire to get quality food is never satisfied because it is limited
by a variety of food products preserved. Effect of Food Additives on health generally can
be felt and seen, the manufacturers often do not realize that the use of food additives that
are not in accordance with Department of Health regulations will cause health related
problems.
Objective : This study aims to determine the kinds of food additives in the cafeteria
Nutrisia Nutrition Department Ministry of Health polytechnic Macassar.
Methods : This research is descriptive. Samples are food and sauces in the cafeteria
Nutrisia Nutrition Department Ministry of Health polytechnic Macassar MOH selected
purposively sampling the food produced by the merchants and suspected use of food
additives. food additives analysis method is a qualitative examination of the identification
of dye and borax.
Results : The results showed that the food sold in the canteen Nutrisia Nutrition
Department of the Ministry of Health polytechnic Macassar is not contains borax ie
noodles meatballs, noodles, dumplings, meatballs and tofu, while for the dye found in
sauce that uses Sunset Yellow, namely textile dyes.
Conclusion : The conclusion of this study is the use of a dye to the positive samples
contained a sauce using the synthetic dyes sunset yellow and None meals using borax
from the results of the study sample
Suggestion : It is recommended to analyze other food additives such as formaldehyde
and the canteen does not use food additives.
Keywords : food additives, dyes, Borax
PENDAHULUAN
Salah satu kebutuhan dasar manusia
yang penting adalah pangan disamping papan,
sandang, pendidikan dan kesehatan. Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia dalam
mempertahankan
hidupnya.
Kebutuhan
tersebut terkait dari segi jumlah, keamanan,
mutu, gizi dan harga atau daya beli.
Pembangunan pangan merupakan upaya
pembangunan yang bersifat lintas sektor yang
saling berikatan, mulai dari kegiatan produksi,
pengolahan, distribusi,
pemasaran dan
konsumsi di rumah tangga, serta keterlibatan
perilaku ekonomi dalam hal ini pemerintah,
produsen dan konsumen (Fadillah, 2006).
Keinginan
masyarakat
untuk
mendapatkan makanan yang berkualitas tidak
pernah terpuaskan karena dibatasi oleh
berbagai
produk
pangan
awetan.
Meningkatnya kemajuan teknologi, maka
perkembangan
diberbagai
bidang
juga
mengalami kemajuan pesat seperti bidang
industri pengolahan bahan makanan, tidak
dapat dipungkiri bahwa penggunaan bahan
tambahan makanan ini sangat beragam darii
pengawet,
pemanis
dan
pewarna.
Penggunaan bahan tambahan makanan itu
73
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
sendiri bagi produsen mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda, namun bagi
konsumen sendiri, penambahan bahan
makanan tersebut tidak semua diperlukan,
bahkan
ada bahan yang membahayakan
konsumen. Masalah penggunaan bahan
tambahan makanan dalam proses produksi
perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen
maupun
konsumen,
mengingat
penggunaannya dapat
berakibat
positif
maupun negatif bagi masyarakat (Buyung,
2013).
Pemilihan jenis BTM yang akan
diaplikasikan pada pasaran faktor yang
pertama yang perlu diperhatikan adalah jenis
produk apa yang akan dihasilkan dan
bagaimana bahan tambahan makanan akan
mempengaruhi mutu produk tersebut. Bahan
tambahan makanan yang dipilih adalah bahan
tambahan makanan yang mempunyai fungsi
yang
diharapkan.
Pengetahuan
teknis
mengenai bahan tambahan makanan sangat
diperlukan. Tidak kalah pentingnya, yang
harus dilihat peraturan pemerintah dalam hal
ini peraturan menteri kesehatan mengenai
bahan tambahan makanan karena selain untuk
menjamin keamanan produk, yang hal ini
merupakan suatu persyaratan yang harus
dipenuhi pada waktu mendaftarkan produk ke
Departemen Kesehatan untuk mendapatkan
nomor MD. Faktor-faktor harga juga perlu
menjadi perhatian, terutama karena harga
bahan
tambahan
makanan
ini
bisa
menentukan harga produk yang akan
dihasilkan. Dari beberapa pilihan bahan
tambahan makanan yang ada, ditunjang oleh
pengetahuan teknis dan adanya peraturan
pemerintah, maka dibuat beberapa formulasi
produk. Dari serangkaian eksperimen yang
dilakukan dilaboratorium yang meliputi uji
organoleptik dan uji penyimpanan, akan
didapat satu formula yang optimal yang
selanjutnya
bisa
diproduksi
dengan
sedemikian dan bisa ditetapkan jenis bahan
tambahan makanan yang akan dipakai
diproduk.
Pemakaian
bahan
tambahan
makanan umumnya diatur oleh lembagalembaga
seperti
Direktorat
Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM)
di Indonesian, Food and Drug Administration di
USA. Peraturan mengenai pemakaian bahan
tambahan makanan berbeda-beda disatu
Negara dan lainnya. Di Indonesia peraturan
tentang BTM dikeluarkan oleh departemen
Kesehatan dan Pengawasannya dilakukan
oleh Ditjen POM (Anggraini, 2008).
Penggunaan bahan tambahan yang
sering digunakan adalah: Pewarna berbahaya
74
Bahan Tambahan Makanan
(rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth)
yang ditemukan terutama pada produk sirop,
limun, kerupuk, roti, agar-agar/jeli, kue-kue
basah, makanan jajanan (pisang goreng, tahu,
ayam goreng dan cendol). Sejumlah contoh
yang diperiksa di BPOM ditemukan 19,02%
menggunakan pewarna terlarang, pemanis
buatan khusus untuk diet (siklamat dan
sakarin) yang digunakan untuk makanan
jajanan, sebanyak 61.28% dari contoh
makanan
jajanan
yang
diperiksa
menggunakan pemanis buatan, Formalin
untuk mengawetkan tahu dan mie basah, dan
boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso,
empek-empek dan lontong (Saifuddin, 2008).
Di
Indonesia
penyalahgunaan
pemakaian BTM yang terkandung di dalam
makanan terdapat 72.08% yang positif
memakai BTM yang tidak diizinkan dari survei
oleh BPOM dilakukan di 6 ibukota yaitu DKI
Jakarta,
Serang,
Bandung,
Semarang,
Yogyakarta dan Surabaya, pada tahun 20082010 menunjukkan bahwa 17.26-25.15%
kasus ini terjadi di Indonesia dengan
meningkatnya penggunaan BTM yang tidak
diizinkan. Sejumlah 34 sampel makanan dan
15 sampel minuman yang diuji di laboratorium
institut pertanian bogor (IPB) ternyata 58.8 %
makanan dan 71.3 % minuman yang
mengandung bakteri E.coli, zat pewarna, zat
pengawet dan pemanis buatan sakarin
(Sumantri, 2007).
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan
oleh BPOM pada tahun 2005 terhadap 1456
sampel produk pangan yang beredar di
pasaran, sebanyak 5.6 % dari sampel tersebut
tidak memenuhi mutu dan keamanan. Produk
tersebut terdiri dari 195 jenis makanan yang
mengandung pewarna bukan untuk makanan
dan 94 jenis menggunakan boraks.
BPOM, menguji makanan jajanan di
beberapa provinsi diantaranya Jakarta,
Surabaya, Semarang, Bandar Lampung,
Denpasar dan Padang, jumlah makanan 861
contoh, hasil uji menunjukkan 39.95 % (344
sampel) tidak memenuhi syarat keamanan
pangan. Maka total sampel itu, 10.45 %
mengandung pewarna yang dilarang, yakni
rhodamin B dan methanil yellow, sebagian
sampel mengandung boraks dan siklamat
(BPOM, 2011).
Pengaruh BTM terhadap kesehatan
umumnya tidak langsung dapat dirasakan dan
dilihat, maka produsen seringkali tidak
menyadari bahwa penggunaan BTM yang
tidak
sesuai
dengan
peraturan
akan
menyebabkan gangguan pada kesehatan
(Madlitus, 2003).
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Masalah keamanan pangan, menurut
Kepala BPOM Sampurno, menjadi strategis
saat ini yaitu “Industri rumah tangga di bidang
pangan (IRTP) berjumlah lebih dari 500 ribu
unit yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun, pada saat yang sama IRTP juga
mempunyai potensi kerawanan keamanan
pangan terutama dalam kebersihan sarana,
pemilihan bahan, proses pengolahan, dan
monitoring mutu produk di peredaran.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium
BPOM sebagian besar kasus keracunan
makanan akibat makanan telah terkontaminasi
mikroba patogen Staphyllococcus areus. Hal
ini mengindentifikasikan adanya masalah
kebersihan dan proses memasak makanan
yang tidak higienis. Sedangkan dari uji
sampling jajanan kantin di Indonesia
ditemukan makanan mengandung formalin
dan boraks pada bakso dan mi untuk
pengenyal serta Rhodamin B pada sirup atau
pewarna merah pada es dan pemanis pada
minuman ringan (Saparinto, 2006).
Berdasarkan uraian diatas bahwa
penggunaan BTM masih tinggi, maka penulis
tertarik dan mengganggap penting untuk
melakukan penelitian mengenai Analisis
Penggunaan Bahan Tambahan Makanan di
kantin Nutrisia Jurusan Gizi Poltekkkes
Kemenkes Makassar.
METODE PENLITIAN
Penelitian
ini
adalah
penelitian
laboratorium dengan pendekatan deskriptif
dengan mengetahui jenis bahan tambahan
makanan di kantin Nutrisia Jurusan Gizi
Poltekkes Kemenkes Makassar. Waktu
penelitian pada bulan Desember 2013 sampai
bulan Juli 2014.
Sampel adalah sebagian makanan
yang dicurigai menggunakan BTM di Kantin
Nutrisia Poltekkes Kemenkes Jurusan Gizi
Makassar dengan sampel saos, mie pangsit,
mie bakso, bakso dan tahu. Dengan kriteria:
Makanan yang dicurigai menggunakan BTM,
seperti warna makanan yang mencolok,
makanan yang kenyal, makanan yang tahan
lama, makanan tersebut dijual di Kantin
Nutrisia Poltekkes Kemenkes Jurusan Gizi
Makassar.
Teknik yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah Purpossive Sampling
yaitu salah satu teknik pengumpulan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan kriteria sampel yang telah
ditentukan oleh peneliti.
Prosedur penelitian sampel adalah
Pencatatan awal semua jenis Makanan di
Bahan Tambahan Makanan
Kantin Nutrisia Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Makassar, Pengambilan sampel
berupa makanan yang memenuhi kriteria
sampel, wadah diberi label yang antara lain
mencantumkan nama sampel dan nomor
identifikasi (kode sampel), pemeriksaan
sampel pada laboratorium. Data terkumpul
peneliti melakukan pengolahan data antara
lain Data yang diperoleh diolah secara manual
dan hasil dari pengolahan data disajikan dalam
bentuk tabel dan pemaparan dalam bentuk
narasi.
HASIL PENELITIAN
Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
(BTM), boraks dan pewarna
Tabel 02
Distribusi sampel berdasarkan penggunaan
BTM boraks dan pewarna
Pada makanan jajanan di kantin Nutrisia
Jenis
Makanan
Saos
Bakso
Mie pangsit
Mie bakso
Tahu
Jenis BTM
Sunset Yellow
Boraks
Boraks
Boraks
Boraks
Hasil
pengamatan
+
-
Berdasarkan tabel 02 bahwa dari
beberapa sampel makanan jajanan yang
dicurigai menggunakan bahan tambahan
makanan terlarang setelah dianalisis 4 jenis
jajanan yaitu mie pangsit, mie bakso, dan
tahutidak menggunakan BTM boraks, 1
sampel
lainnya
yaitu
saos
positif
menggunakan zat pewarna Sunset Yellow
yang dimana zat pewarna sintetis ini termasuk
golongan yang dilarang sehingga tidak aman
untuk dikonsumsi.
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
analisis
di
laboratorium mengenai penggunaan zat
pewarna pada saos yang digunakan oleh
penjual di kantin Nutrisia positif menggunakan
zat pewarna yaitu sunset yellow. Zat pewarna
tersebut merupakan pewarna untuk tekstil
sehingga tidak aman untuk dikonsumsi
menurut BPOM. Hasil dari wawancara dengan
pedagang yang menjual saos diketahui bahwa
dia menjual saos itu dikarenakan harganya
jauh lebih murah, dan tidak mengetahui
bahaya zat pewarna dalam saos yang
digunakan.
75
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Saat ini zat warna sintetis untuk
makanan semakin banyak diproduksi, dijual
dan digunakan dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena keunggulan zat warna
sintetis dibandingkan zat pewarna alami. Akan
tetapi, ternyata tidak semua zat pewarna
sintetis untuk makanan yang dijual dipasaran
benar-benar merupakan zat warna sintetis
yang ditujukan untuk penggunaan dalam
makanan.
Pewarna yang terbukti mengganggu
kesehatan, misalnya mempunyai efek racun,
berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi
memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di
Indonesia tugas ini diemban BPOM. Baik zat
pewarna sintetis maupun alami yang
digunakan dalam industri makanan harus
memenuhi standar nasional dan internasional.
Penyalahgunaan zat pewarna melebihi batas
ambang batas maksimum atau penggunaan
secara ilegal zat pewarna yang dilarang
digunakan dapat mempengaruhi kesehatan
konsumen, seperti timbulnya keracunan akut
dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan
kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh
seperti kerusakan syaraf, gangguan organ
tubuh dan kanker.
Pada penelitian analisis boraks pada
sampel makanan saya menggunakan sampel
berupa bakso, tahu, mie pangsit dan mie
bakso dari kantin Nutrisia yang dicurigai
menggunakan
boraks,
tetapi
setelah
dilakukannya analisis dilaboratorium tidak
terdapat atau negatif menggunakan zat
pengawet atau boraks sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Pada uji boraks, sampel bakso dan
siomay juga dinyatakan positif karena melalui
identifikasi boraks dengan cara memberikan
larutan etanol pada sampel kemudian dibakar,
sampel tersebut menimbulkan nyala api yang
berwarna
kehijauan.
Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
sampel
tersebut
mengandung boraks. Penelitian Aryani (2009)
menunjukkan bahwa uji nyala adalah salah
satu metode untuk mengetahui apakah dalam
makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut
uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar uapnya, kemudian warna nyala
dibandingkan dengan warna nyala boraks asli.
Penggunaan boraks pada produk
pangan sebenarnya sangat tidak dianjurkan
karena dapat berakibat fatal pada kesehatan
tubuh yang mengkonsumsinya. Meskipun
boraks dilarang
penggunaannya tetapi
dikalangan industri kecil maupun besar tidak
memperdulikan hal tersebut.
76
Bahan Tambahan Makanan
KESIMPULAN
1. Hasil analisis penggunaan zat pewarna
terhadap sampel positif terdapat yang
menggunakan zat pewarna sintetis yaitu
sunset yellow.
2. Tidak ada satupun makanan yang
menggunakan boraks dari hasil sampel
penelitian
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai
bahan tambahan makanan lain misalnya
formalin yang digunakan dalam mie, bakso,
tahu dan bahan pangan lainnya
2. Penjual tidak menggunakan lagi saos yang
positif mengandung sunset yellow.
3. Pengelola kantin memberikan pembinaan
penggunaan
tentang
makanan
dan
minuman yang aman di konsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani k.(2006). Tinjauan Boraks Pada
Pedagang Kaki Lima di Sekitar
Makassar. Makassar. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Anggraini, Sri. (2008). Keamanan Pangan
Kaitannya dengan Penggunaan Bahan
Tambahan dan Kontaminan. (diakses,
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732
_pp0906016.pdf pada tanggal 24 Mei
2013).
Anonim.(2010). Boraks Pada Makanan.
www.google.com.
(diakses,
pada
tanggal 12 mei 2010).
BPOM.(2011). Bahan Tambahan Pangan.
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan
Keamanan Pangan. DeputiIII. Jakarta
2011.
Balipost.(2010).
Bahan
Pangan
Pada
Makanan
dan
Minuman.
http://www.balipost.com/beritabali post
online. (diakses, 07 September 2010)
Buyung.(2013). Penggunaan Bahan Pengawet
Makanan. Harian Cakrawala. Pikiran
Rakyat. Februari 2013.
Cahyadi wisnu. (2006). Bahan Tambahan
Pangan. Jakarta; Pt. BumiAksara.
Effendi supli. (2003). Penggunaan Bahan
Tambahan
Makanan.
Harian
Cakrawala, Pikiran Rakyat, Maret
2004.
Fadillah.(2006). Identifikasi Kandungan Bahan
Tambahan Makanan Jajanan Anak
SDN
Kompleks
Kota
Palopo.
Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Makassar Jurusan Gizi Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Khomsan, Ali. (2004). Pangan Dan Gizi Untuk
Kesehatan.Jakarta; Pt. Raja Grafindo
Persada.
Kelompok Studi Lingkungan Indonesia.(2005).
Jurnal Kimia Lingkungan. Himpunan
Alumni Fateta.
Laetitia.(2006). Bahan Tambahan Pengawet
Boraks Pada Makanan Yang Dijual
Oleh Pedagang Kaki Lima. Bogor.
Skripsi.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Madlitus.(2003). Pengaruh Bahan Tambahan
Makanan
Terhadap
Kesehatan.
Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Saifuddin.(2008). Food Adiitives. Malang;
Angkasa Putra.
Bahan Tambahan Makanan
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. (2006).
Bahan
Tambahan
Pangan.
Yogyakarta; Kanisius.
Sumantrirohmah
abdul.(2007).
Analisis
Makanan. Gadjahmada; University
Press.
Siva Nur. (2013). Makanan Dan Minuman
Sintesis.http://www.wordpress
mata
Kristal.com/makanan
dan
minuman
sintesis.html (diakses, 24 Mei 2013)
Syah, et.al.(2005).Bahan Tambahan Makanan
(BTM) dalam pedagang kaki lima.
http://kagakuliasyah.blogspot.com/201
1/03/bahan-tambahan-makanan. html
(diakses,pada tanggal 15 Mei 2011).
Vepriati.(2007). Makanan Dan Minuman
Mengandung
Bahan
Pengawet.
http://www.vepriati.blogspot.co.id/2008
/6/2/link.html (diakses, pada tanggal
21 Februari 2008).
Winarno f,g.(2004). Kimia Pangan Dan Gizi.
Jakarta; Pt. Gramedia Pustaka Utama.
77
Download