1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, farmasis lebih

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Saat ini, farmasis lebih dituntut untuk menunjukkan pengetahuan dalam
bidang biofarmasetika, biokimia, kimia, farmakologi, fisiologi, serta pemahaman
mengenai sifat fisika, kimia, biofarmasetis obat. Kimia medisinal adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari penemuan, pengembangan, identifikasi dan
interpretasi cara kerja senyawa biologis aktif (obat) pada tingkat molekul. Kimia
medisinal juga melibatkan studi kimiawi senyawa aktif dalam tumbuhan yang
secara empirik telah digunakan untuk pengobatan (Patrick, 2006).
Salah satu tumbuhan yang terus dikembangkan untuk penemuan obat baru
adalah ganja. Ganja (Cannabis sativa L.) merupakan tumbuhan yang muncul
pertama kali di Asia, dengan tinggi dapat mencapai 2 meter, berdaun menjari
dengan bunga jantan dan betina ada ditanaman berbeda (berumah dua), bunganya
kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Cannabinoids adalah istilah yang
digunakan untuk kelompok khas senyawa C21 dan termasuk analog yang hadir
dalam Cannabis sativa (Rao and Alexandros, 1987). Tanaman yang termasuk
dalam family (cannabaceae) yang hanya memiliki satu genus (cannabis) dengan
hanya satu spesies (sativa) telah digunakan selama berabad-abad sebagai obat
rekreasi serta berbagai efek farmakologisnya.
Efek farmakologis dari cannabinoid dimediasi melalui setidaknya dari dua
G-protein coupled, reseptor transmembran. Reseptor CB1, salah satu reseptor
yang ditemukan pada otak manusia dengan kepadatan tertinggi dibagian sistem
saraf seperti hipokampus, hipotalamus, cereblum, basal ganglia, batang otak,
tulang belakang, dan amygdala (Pavlopoulos et al., 2006). Reseptor CB2, awalnya
diidentifikasi dari makrofag hadir dalam limpa, dan dinyatakan terutama di
peripheral (John, 2005). CB1 berperan dalam peningkatan daya ingat, stimulant
nafsu makan, neuroproteksi, analgesik, antiemetik, antidiarrheals, antipasmodik,
antiproliferatif, tumor, antigloukoma, dan sebagai terapi untuk pengobatan
penyakit terkait dengan ingatan yang buruk seperti gangguan stress paska trauma
dan fobia. CB2 berperan dalam memodifikasi fungsi kekebalan tubuh atau
1
inflamasi, seperti multiple sclerosis, serta asma atau gangguan autoimun
(Mahmoud, 2007).
Otak manusia memproduksi zat yang berfungsi sama persis dengan Δ9tetrahydrocannabinol (1, Δ9-THC) (Gambar 1), strukur konstituen aktif utama
cannabinoids yang disintesis lengkap oleh Gaoni dan Mechoulam pada tahun
1964. Molekul hasil produksi otak diberi nama endocannabinoid, dan ternyata
berperan dalam hampir semua proses fisiologis manusia (Christian, 2001).
Berdasarkan senyawa aktif utama derivatif Δ9-Tetrahydrocannabinol,
beberapa kelompok penelitian mengembangkan dan mensintesis senyawa yang
poten terhadap Cannabinoid receptor CB1 dan CB2. Pada Protein Data Bank
(www.pdb.org), struktur Cannabinoid receptor 1 diperoleh dengan (PDB ID :
2KOE) dan Cannabinoid receptor 2 (PDB ID : 2KI9) yang di identifikasi dengan
metode difraksi NMR dengan resolusi tertentu..
Gambar 1.1 Struktur dari Δ9-THC, CP-55940, Pravadoline, dan WIN-55,212-2
(Huffman, 2005)
Cannabinoids non-tradisional yang sangat poten dikembangkan oleh Pfizer
pada tahun 80an yaitu CP-55940 (2, DMH=1,1 –dimethylheptyl) (Gambar 1).
Beberapa tahun kemudian dalam pengembangan obat anti-inflamasi non steroid,
Sterling-Winthrop melaporkan 3, Pravadoline (Gambar 1) dan senyawa yang
terkait juga menghambat adenilat siklase, adalah antinosiseptif dan berinteraksi
2
dengan G-Protein coupled di otak. Aminoalkylindoles yang dikembangkan oleh
Sterling-Winthrop menunjukkan farmakologi khas dari cannabinoid secara in vivo
dan memiliki afinitas tinggi untuk kedua CB1 cannabinoid dan reseptor CB2 yaitu
4, WIN-55,212-2 (Gambar 1) (Huffman, 2005).
Dalam upaya untuk meningkatkan ligan berbasis-indole, meliputi observasi
bahwa gugus yang lebih besar dari metil pada C-2 dari inti indol sangat
melemahkan potensi senyawa tersebut dan gugus aroil bisiklik, biasanya diganti
dengan 1-naphthoyl atau gugus 1-naphthoyl, di C-3 untuk meningkatkan potensi
tersebut. Gugus aminoalkyl, biasanya diganti aminoetil, yang melekat pada indol
nitrogen yang sangat penting untuk aktivitas cannabinoid.
Tabel 1.1 Binding affinitas senyawa derivatif Δ9-Tetrahydrocannabinol terhadap
cannabinoid reseptor CB1 dan CB2 (Huffman, 2005)
Senyawa
CB1
CB2
CP 55,940
0.5 ± 5.0
0.69 ± 2.8
WIN 55,212-2
1.9 ± 0.1
0.28 ± 0.16
HU 210
0.06 ± 0.73
0.17 ± 0.52
JWH-072
1050 ± 55
170 ± 54
JWH-015
164 ± 22
13.8 ± 4.6
JWH-018
9±5
2.9 ± 2.6
JWH-007
9.5 ± 4.5
2.9 ± 2.6
JWH-120
1054 ± 31
6.1 ± 0.7
JWH-148
123 ± 8
14 ± 1.0
JWH-122
0.69 ± 0.5
1.2 ± 1.2
JWH-149
5.0 ± 2.1
0.73 ± 0.03
JWH-212
33 ± 0.9
10 ± 1.2
JWH-211
70 ± 0.8
12 ± 0.8
3
JWH-210
0.46 ± 0.03
0.69 ± 0.01
JWH-213
1.5 ± 0.2
0.42 ± 0.05
JWH-180
26 ± 2
9.6 ± 2.0
JWH-189
52 ± 2
12 ± 0.8
JWH-182
0.65 ± 0.03
1.1 ± 0.1
JWH-181
1.3 ± 0.1
0.62 ± 0.04
JWH-239
342 ± 20
52 ± 6
JWH-241
147 ± 20
49 ± 7
JWH-240
14 ± 1
7.2 ± 1.3
JWH-242
42 ± 9
6.5 ± 0.3
JWH-076
214 ± 11
106 ± 46
JWH-046
343 ± 38
16 ± 5
JWH-048
10.7 ± 1.0
0.49 ± 0.1
JWH-235
338 ± 34
123 ± 34
JWH-236
1351 ± 204
240 ± 63
JWH-234
8.4 ± 1.8
3.8 ± 0.6
JWH-262
28 ± 3
5.6 ± 0.7
Pemanfaatan komputer merupakan salah satu cara yang dikembangkan
akhir-akhir ini sebagai alat bantu dalam perancangan kandidat obat. Dalam hal ini
komputer membantu memudahkan penemuan Hubungan Kuantitatif Struktur
Aktivitas (HKSA) suatu senyawa guna menurunkan suatu persamaan yang dapat
digunakan memprediksi aktivitas suatu senyawa (Istyastono, 2007). Selain
itu, komputer dapat membantu menggambarkan interaksi senyawa dengan
reseptor (docking studies) sehingga akan diperoleh senyawa yang lebih
poten yang memiliki aktivitas lebih tinggi.
4
Biologi komputasi dan bioinformatika berpotensi tinggi dalam ilmu kimia
medisinal, tidak hanya mempercepat proses penemuan obat tetapi juga
mengubah cara penemuan dan perancangan obat. Rational Drug Design
(RDD)
memfasilitasi
dan
mempercepat
proses rancangan
obat,
yang
melibatkan berbagai metode untuk mengidentifikasi senyawa baru. Salah satu
contoh metode yang digunakan adalah penambatan molekul obat dengan reseptor
yang sering disebut molecular docking. Reseptor disini merupakan sisi aktif dari
kerja obat yang berperan terhadap efek farmakologi. Penambatan (Docking)
adalah proses dimana dua molekul dicocokkan melalui penambatan dalam ruang
3D (Ramya et al., 2011).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana farmokofor senyawa derivatif Δ9-Tetrahydrocannabinol yang
aktif berikatan dengan reseptor CB1 dan CB2?
2.
Bagaimana interaksi antara derivatif Δ9-Tetrahydrocannabinol terhadap
reseptor cannabinoid CB1 dan CB2?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui Senyawa-senyawa yang memiliki pharmacophore yang sama
dengan sisi aktif pengikatan yang potensial pada reseptor target.
2.
Mengetahui interaksi antara derivatif Δ9-Tetrahydrocannabinol terhadap
reseptor cannabinoid CB1 dan CB2.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak,
antara lain :
1.
Menambah wawasan baru tentang penggambaran interaksi senyawa dengan
reseptor dengan bantuan computer (docking) khususnya derivatif Δ9Tetrahydrocannabinol pada reseptor Cannabinoid.
2.
Memahami dan mempelajari tentang pharmacophore modeling dan
penambatan molekul (Molecular docking) senyawa yang lebih poten yang
memiliki aktivitas lebih tinggi.
5
Download