Penetas Telur itu dijual dengan harga beragam. Mulai dari Rp 300.000-an, hingga berjutajuta. Dengan penduduk sebagian besar adalah peternak unggas, desa ini sangat memerlukan cara paling cepat dan efektif untuk kelangsungan kehidupan mereka dan binatang ternaknya. Seorang lakilaki berjalan menuju toko penjual perlengkapan peternakan. Dia melihat-lihat penetas telur yang berjajar-jajar di toko itu. Penetas Telur itu nyaris menutupi tembok bangunan toko ini. Ada berbagai macam tipe yang ada, antara lain penetas telur tipe c30, penetas telur tipe c50, penetas telur tipe c75 dan masih banyak lagi tipe-tipe lain yang tak kalah canggihnya. Laki-laki itu bernama Lukman, dia mendekati si pemilik toko itu seraya berkata, “Ternyata usahamu tak sia-sia ya!” Katanya dengan tersenyum. “Alhamdulillah, berkat do’amu juga, Kang.” Tak harus lulusan sarjana untuk bisa sukses seperti sekarang ini. Kalimat itu sering terngiang di benak Lukman yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa UNMUL (Universitas Mulawarman). Benar saja, Lukman merasa sangat minder dengan keberhasilan adik kelasnya ini. Meskipun Firman, begitu sapaan adik kelasnya selalu saja absen ketika kuliah. Ini dia lakukan tak lain tak bukan untuk memperjuangkan nasibnya juga sebagai pengusaha. “Untuk saat ini aku akan mempertahankan ini Kang. Karena jika aku tak seperti ini, bagaimana nanti nasib anak istriku? Aku tidak mau mendapat dosa yang lebih berat jika aku lalai menafkahi mereka.” Lukman hanya mengangguk penuh penghayatan, mereka bercerita banyak hal saat itu, berbagi pengalaman dan sedikit bernostalgia ketika masa-masa SMA dulu. Bangunan kokoh dan berwibawa SMA Shallahuddin adalah saksi bisu dari kenangan itu semua. Kini usahanya menjual penetas telur semakin menanjak drastis, tak heran jika dia dan istrinya sudah melaksanakan ibadah umroh dua kali selama dua tahun belakangan ini. Kekaguman Lukman tak dapat disembunyikan lagi, dia merasa tak perlu sungkan untuk bertanya pada Firman bagaimana caranya dalam memulai suatu bisnis. Firman pun juga tidak merasa terbebani ketika kakak kelasnya itu bertanya-tanya seputar usahanya, dia malah membantunya dengan tangan terbuka dengan harapan Lukman bisa berhasil seperti dirinya, bahkan akan lebih baik jika melampauinya seperti saat ini. Kedua sahabat itu berjalan menuju gudang penyimpanan stok penetas telur. Lukman nampak terkesima ketika di dalam gudang ada lebih banyak lagi barang dagangan milik Firman. “Aku heran, bagaimana caramu merintis usaha yang menjadi sebesar ini? Kau hanya memiliki waktu tiga tahun waktu itu bukan?” Firman hanya tersenyum lalu menjelaskan asal muasal usahanya berkembang. Dia menunaikan tugas ini awalnya karena hobinya yang suka beternak ayam dan itik di desanya dulu. Tak jarang ketika hewan ternaknya bertelur, telur-telur itu sering menghilang. Dia menduga kalau telurnya itu dicuri binatang hutan yang berada di dekat rumahnya. Maklum, waktu itu dia berada di desa yang letaknya tak jauh dari hutan. Atau mungkin maling? Entahlah, yang jelas rasa kekesalannya itu dia tumpahkan dengan berusaha membuka bisnis seperti ini. Kini Firman menjadi pebisnis penetas telur terbesar di kotanya. Dia juga sering menerima pemesanan dari luar negeri, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura bahkan Hongkong! Firman berjanji akan menurunkan ilmunya kepada Lukman. Lukman pun menanggapinya dengan bersemangat pula dan tak sabar ingin memiliki perusahaan bertaraf internasional layaknya perusahaan yang di pimpinan oleh sahabatnya ini. Hanya dengan penetas telur!