Uploaded by 22012010335

Pembiayaan & Investasi Syariah: Teori, Prinsip, Implementasi Pasar Modal

advertisement
Pembiayaan dan Investasi Syariah:
Teori, Prinsip, dan Implementasi dalam
Pasar Modal Syariah
Dibuat Oleh: kelompok 11
Nama Anggota
1.Zendy Tegar F
22012010303
2.Dias wahyuAqil
22012010335
3.Felix Tito Diaz J
22012010341
4.Firmansya Putro S
22012010342
Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah salah satu cara penting untuk mendukung
kegiatan ekonomi masyarakat. Sistem ini berlandaskan hukum Islam yang
menjunjung tinggi keadilan, keterbukaan, dan kemaslahatan. Tujuannya
sederhana, yaitu agar transaksi terbebas dari hal-hal yang dilarang
seperti riba atau bunga, ketidakjelasan, dan spekulasi. Dengan begitu,
pembiayaan syariah bisa memberi manfaat yang adil dan membawa
keberkahan bagi semua pihak.
Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
1. Pembiayaan Berbasis Jual Beli
pembiayaan berbasis jual beli dilakukan dengan menetapkan harga pokok ditambah margin
keuntungan yang sudah disepakati sejak awal. Bentuknya bisa berupa murabahah, salam, maupun
istishna’.
Murabahah
→ akad jual beli yang dimana Bank atau lembaga keuangan membeli barang yang
dibutuhkan nasabah, lalu menjualnya kembali ke nasabah dengan harga yang sudah ditambah
margin keuntungan secara jelas dan transparan. biasanya digunakan untuk pembiayaan
konsumtif.
Akad Salam
→ akad jual beli pesanan dengan pembayaran di muka. Pembeli membayar penuh di
awal, tetapi barangnya baru dikirim kemudian. sehingga cocok bagi produsen atau petani untuk
mendapatkan modal awal.
→
Istishna’
akad jual beli dalam bentuk pesanan di mana barang yang dipesan belum ada dan
harus dibuat terlebih dahulu. serta pembayaran dapat dilakukan secara bertahap sesuai
kesepakatan. Akad ini sering digunakan untuk pembiayaan proyek konstruksi atau pembuatan
barang dalam jumlah besar.
Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
2.Pembiayaan Berbasis Sewa (Ijarah)
ijarah adalah salah satu jenis pembiayaan syariah di mana lembaga keuangan membeli barang
atau aset yang dibutuhkan nasabah, kemudian menyewakannya kepada nasabah tersebut dalam
jangka waktu tertentu dengan biaya sewa yang sudah disepakati. Jika pada akhir masa sewa
barang atau aset tersebut berpindah kepemilikan kepada nasabah, maka akadnya disebut ijarah
muntahiya bittamlik (akad sewa menyewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang
kepada penyewa di akhir masa sewa.) .
Jenis pembiayaan ini sangat cocok bagi nasabah yang belum mampu membeli aset secara
langsung, karena mereka dapat menggunakan barang tersebut terlebih dahulu dengan cara
menyewa, sambil menyiapkan dana untuk kepemilikan di masa mendatang. Dengan demikian,
ijarah memberikan solusi yang lebih fleksibel dan tetap sesuai dengan prinsip syariah.
Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
3.Pembiayaan Berbasis Kerja Sama (Mudharabah dan Musyarakah)
Pembiayaan berbasis kerja sama adalah jenis pembiayaan syariah yang menggunakan prinsip
bagi hasil (profit and loss sharing). Artinya, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung bersama sesuai aturan syariah. Terdapat Mudharabah dan Musyarakah
sebagai akad utamanya
Mudharabah
→ Pemilik modal (shahibul maal) menyediakan dana, sedangkan pengelola usaha
(mudharib) menjalankan bisnis. Keuntungan dibagi sesuai nisbah ( rasio atau persentase bagi
hasil yang sudah disepakati bersama antara pemilik modal dan pengelola usaha), kerugian
ditanggung pemilik modal kecuali ada kelalaian.
Musyarakah
→ Semua pihak menyertakan modal dan ikut mengelola usaha. Laba rugi dibagi
berdasarkan porsi modal. Akad ini mencerminkan keadilan karena risiko dan keuntungan dibagi
bersama.
Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
4.Pembiayaan Sosial (Qardh Hasan)
Qardh Hasan adalah akad pinjaman dalam sistem keuangan syariah yang diberikan tanpa
bunga dan tanpa tambahan keuntungan apa pun. Penerima pinjaman hanya diwajibkan
mengembalikan pokok dana sesuai jumlah yang diterima. Tujuan utama Qardh Hasan
bukan untuk mencari profit, melainkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan solidaritas,
terutama untuk membantu masyarakat kecil yang membutuhkan dana darurat atau modal
usaha skala mikro.
Prinsip Investasi Syariah (Konsep Dasar)
Investasi syariah adalah penanaman modal yang
berlandaskan prinsip halal, adil, dan bermanfaat bagi
masyarakat. Investasi ini melarang riba, gharar, maysir,
serta eksploitasi, dengan menekankan transparansi akad
dan keadilan pembagian risiko. Instrumen yang
digunakan meliputi saham syariah, sukuk, dan reksa dana
syariah sesuai fatwa DSN-MUI. Tujuannya tidak hanya
keuntungan finansial, tetapi juga menjaga keadilan,
kesejahteraan, dan keberlanjutan sosial.
Keputusan Investasi
Dalam sistem keuangan syariah, keputusan investasi bukan hanya
ditentukan oleh potensi keuntungan finansial semata, melainkan juga
oleh kepatuhan terhadap prinsip syariah. Investor muslim diwajibkan
memastikan bahwa aset, instrumen, dan mekanisme transaksi yang
dipilih bebas dari unsur riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan
maysir (spekulasi).
Keputusan Investasi
Pemilihan Instrumen Investasi
Instrumen yang diperbolehkan meliputi:
→ saham dari perusahaan yang kegiatan usahanya halal dan tidak bertentangan dengan syariah.
Sukuk (obligasi syariah) → surat berharga berbasis aset nyata dengan imbal hasil sesuai akad syariah (misalnya
Saham Syariah
ijarah, mudharabah).
Reksa Dana Syariah
→ wadah investasi kolektif yang hanya ditempatkan pada instrumen halal.
Instrumen tersebut sudah melalui proses screening syariah oleh OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), serta
masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES).
Tujuan Keputusan Investasi
Tidak hanya untuk mengejar keuntungan finansial bagi investor.
Juga untuk mencapai keadilan sosial, yakni memastikan investasi tidak merugikan pihak lain.
Menjamin kepatuhan syariah, sehingga investasi menjadi ibadah dan sesuai ajaran Islam.
Memberikan manfaat sosial yang lebih luas, misalnya membuka lapangan kerja, mendukung usaha halal, atau
berkontribusi pada pembangunan ekonomi umat.
Teori Investasi Syariah
Dalam ekonomi Islam, teori investasi syariah berlandaskan pada prinsip kehalalan,
keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Investasi dipahami bukan sekadar
aktivitas mencari keuntungan, tetapi juga sebagai bentuk amanah untuk mengelola
harta agar bermanfaat bagi pemiliknya, masyarakat, dan sesuai tuntunan syariah.
Beberapa teori penting yang menjadi dasar dalam investasi syariah antara lain:
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teoro ini menjelaskan Hubungan antara pemilik modal (prinsipal) dan pengelola usaha
(agen) dalam akad mudharabah dan musyarakah menghadapi tantangan berupa
asimetri informasi (agen lebih tahu kondisi usaha) dan moral hazard (agen bisa
menyembunyikan keuntungan atau tidak bekerja optimal). Karena risiko moral hazard
cukup besar, bank syariah sering lebih memilih akad murabahah yang risikonya lebih
rendah.
Teori Investasi Syariah
2. Teori Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing – PLS))
Ciri khas utama investasi syariah adalah sistem profit and loss sharing (PLS), yaitu
pembagian untung dan rugi sesuai nisbah yang disepakati, seperti pada akad
mudharabah dan musyarakah. Sistem ini berbeda dengan bunga tetap di konvensional
karena menekankan keadilan, di mana semua pihak ikut menanggung risiko.
3. Teori Risiko (Risk Sharing vs Risk Transfer)
Investasi syariah menekankan risk sharing (berbagi risiko), di mana semua pihak menanggung
risiko sesuai perannya, berbeda dengan sistem konvensional yang cenderung risk transfer dengan
membebankan risiko sepenuhnya pada salah satu pihak, sehingga prinsip syariah dianggap lebih
adil dan mengurangi potensi kezaliman.
Teori Investasi Syariah
4. Teori Maqasid al-Shariah dalam Investas
Investasi syariah harus sejalan dengan maqasid al-shariah, yaitu menjaga agama
dengan menghindari sektor haram, menjaga harta dengan mengelolanya secara
produktif, serta menjaga jiwa dan akal dengan memastikan investasi tidak merusak
manusia maupun lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa investasi syariah memiliki
dimensi spiritual dan sosial, bukan sekadar ekonomi.
Risiko Investasi Syariah
Investasi syariah tetap mengandung risiko seperti halnya investasi konvensional,
namun terikat pada prinsip syariah. Menurut Ramadhani dan Hartono (2021), risiko
utama mencakup risiko pasar (fluktuasi harga), risiko likuiditas (sulit menjual di
harga wajar), dan risiko kepatuhan syariah (produk keluar dari Daftar Efek
Syariah). Selain itu, ada risiko operasional terkait tata kelola dan sistem.
Perbedaannya dengan investasi konvensional adalah kewajiban menjaga
kepatuhan terhadap syariat, dengan peran penting Dewan Pengawas Syariah.
Karena itu, investor syariah perlu memahami risiko agar dapat menyeimbangkan
keuntungan finansial dan kepatuhan syariah.
Mekanisme Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah bagian dari pasar modal yang beroperasi sesuai prinsip
Islam dengan menghindari riba, gharar, dan maysir. Kehadirannya menjadi alternatif
investasi halal bagi masyarakat tanpa melanggar aturan agama (Selasi et al., 2024).
A. Landasan dan Definisi Pasar Modal Syariah
Landasan pasar modal syariah di Indonesia mengacu pada UU No. 8 Tahun 1995,
diperkuat oleh regulasi OJK dan fatwa DSN-MUI. Hal ini menegaskan bahwa investasi
tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga harus sesuai dengan nilai-nilai syariah.
B. Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrumen pasar modal syariah meliputi saham syariah, sukuk, dan reksa dana
syariah, yang seluruhnya berbasis kegiatan usaha halal. Instrumen ini tidak hanya
memberikan keuntungan, tetapi juga ketenangan bagi investor karena sesuai dengan
aturan Islam (Tauratiya, 2020).
Mekanisme Pasar Modal Syariah
C. Mekanisme Perdagangan di Pasar Modal Syariah
Perdagangan pasar modal syariah dilakukan di BEI dengan mekanisme mirip pasar
konvensional, namun hanya instrumen yang masuk Daftar Efek Syariah (DES) yang
boleh diperdagangkan. Prosesnya tetap melalui pialang dengan pengawasan ketat
untuk mencegah spekulasi yang dilarang (Tauratiya, 2020).
D. Peran Lembaga dan Regulasi
OJK mengatur dan mengawasi pasar modal syariah dengan menerbitkan Daftar Efek
Syariah setiap enam bulan, sedangkan DSN-MUI mengeluarkan fatwa produk syariah.
Regulasi ini penting untuk memastikan investasi sesuai prinsip Islam (Uswatun
Khasanah, 2021).
Mekanisme Pasar Modal Syariah
E. Implementasi dan Perkembangan di Indonesia
Pasar modal syariah di Indonesia diperkenalkan tahun 1997 melalui reksa dana
syariah dan resmi diakui pada 2003. Sejak itu, instrumen dan jumlah investornya terus
berkembang, meski tantangan masih ada berupa rendahnya literasi masyarakat.
Dengan landasan hukum, instrumen beragam, serta dukungan OJK dan DSN-MUI,
pasar modal syariah berpotensi tumbuh lebih besar jika edukasi dan kesadaran
masyarakat semakin ditingkatkan (Ajizah & Nurdiansyah, 2024).
Kesimpulan
Pembiayaan dan investasi syariah mendukung pertumbuhan ekonomi yang
adil
dengan
berlandaskan
akad
seperti
murabahah,
mudharabah,
musyarakah, ijarah, dan qardh hasan. Sistem ini menekankan keadilan,
kemaslahatan, dan tanggung jawab sosial, dengan risiko yang dikelola melalui
prinsip bagi hasil dan pengawasan syariah. Di Indonesia, pasar modal syariah
terus berkembang lewat instrumen seperti saham syariah, sukuk, dan reksa
dana syariah, didukung OJK dan fatwa DSN-MUI. Meski literasi masyarakat
masih rendah, pasar modal syariah berpotensi menjadi pilar utama keuangan
nasional yang halal dan berkelanjutan.
Terima
Kasih
Download