Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE

advertisement
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Perkembangan Sistem Ekonomi dan Politik dalam Zaman
yang Berubah: 25 Tahun Kasus Keruntuhan Ekonomi Uni
Soviet dan Munculnya Negara Rusia
(Suatu Kajian Literatur)
HARISDIANA
Dosen Departemen Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran
Abstract
The transition or transformation process in the political and economic life in Eastern
Europe and the Soviet Union (USSR) since 1980s has broadly impact to the political,
social, and economic condition of this region. The reformation program in the economic
and political system which designed and started by Mikhail Gorbachev has significantly
effect. This article which based on descriptive analysis, which using literature review, to
attend for investigate the USSR economic and political process for the year around 25
years until introduced perestroika, demokratizatya, and glasnost. This study revealed
were post USSR collapse and formed the state of Russia, the Russian economic condition
has progress significantly, the political condition more condusive (there are multi party
system), and there are the independent of expression of ideas.
Keywords: sistem ekonomi/ politik, zaman yang berubah, keruntuhan Uni Soviet,
munculnya Rusia, transisi/ transformasi, kemajuan ekonomi/ poltik.
I.Pendahuluan
Pada akhir tahun 1980-an memasuki tahun 1990-an, telah terjadi transformasi ekonomi
yang dramatis di kawasan negara-negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet dimana
mereka telah meninggalkan pola perencanaan sentral (central planning) dan bergeser ke
sistem ekonomi pasar bebas (Mitra dan Selowsky, 2002: 48-49).
Corak ekonomi transisi dari sejumlah negara yang tadinya berpola sistem ekonomi
komando dan kemudin bergeser ke ekonomi pasar yang telah diawali pada akhir tahun
1980-an di negara-negara Eropa Timur tersebut, proses perubahan itu terbilang cepat.
Kondisi ini ditandai dan diawali oleh antara lain runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989
dan kemudian ambruknya Uni Soviet (USSR) dua tahun kemudian (setelah 1989). Pola
transisi atau transformasi ekonomi ini (Exeter dan Fries, 1998: 26-27) sampai sejauh ini
memiliki dua fase:
1
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
a. Pertama, pada kebanyakan negara, ditandai oleh dikuranginya peranan pemerintah
pada banyak kegiatan (termasuk ekonomi), proses liberalisasi pasar dan perdagangan,
serta privatisasi dari perusahaan negara.
b. Kedua, di beberapa negara telah dilakukan pengembangan lembaga-lembaga publik
dan privat untuk menunjang efektivitas bekerjanya sistem ekonomi pasar,
memperkuat kapasitas negara guna meningkatkan penerimaan negara, dan
meningkatkan pelayanan umum kepada masyarakat.
Bagaimana pola dan perkembangan ekonomi dan politik di USSR (Uni Soviet) dan
terbentuknya negara Russia, merupakan tema inti dalam penulisan artikel ini, yang lebih
dititik beratkan pada aspek-aspek ekonomi.
II. Kemunduran Ekonomi Uni Soviet, Runtuhnya Sistem Ekonomi Perencanaan
Terpusat, dan Penataan Sistem Politik
II.1. Kemunduran Ekonomi pada Sistem Sosialis: Kasus USSR
Mikhail Gorbachev adalah figur berpengaruh. Pada tahun 1985 (Gregory dan Stuart,
1991: 4-7 serta Rosser, Jr. dan Rosser, 2004: 43) tatkala ia terpilih sebagai Sekretaris
Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (USSR) ia langsung meluncurkan program reformasi
atau perombakan yang dinilai sangat radikal di bidang politik, ekonomi, dan
kemasyarakatan. Dia menilai terdapat banyak kelemahan pada sistem ekonomi
perencanaan terpusat yang dijalankan di negara itu selama kurang lebih tujuh puluh tahun
sampai dengan masa-masa pertengahan tahun 1980-an pada abad ke-20. Oleh karenanya
ia langsung melakukan semacam gebrakan dengan cara memberi kebebasan berbicara
bagi para warganya, munculnya beberapa partai baru tidak hanya Partai Komunis (yang
cukup lama berkuasa), serta berupaya untuk melakukan perombakan ekonomi
masyarakat yang dalam pandangan Gorbachev dinilai stagnan atau macet.
Perombakan besar-besaran di negara Uni Soviet dalam waktu yang relatif singkat tidak
hanya merubah situasi ekonomi dan politik di negara ini, tetapi ternyata juga telah
berdampak terhadap terjadinya perubahan di banyak negara kawasan Eropa Timur dan
negara-negara sosialis lainnya. Ini terjadi akhir tahun 1980-an dan bergeser memasuki
tahun 1990-an abad ke-20. Intinya mereka menghendaki adanya reformasi ekonomi dan
politik secara fundamental sekaligus mereka melakukan pergeseran dari pola ekonomi
komando bergerak ke ekonomi pasar.
Berkat terobosan yang telah dilakukan Sekretaris Jenderal PKUS Mikhail Gorbachev,
majalah Time sampai memberikan julukan sebagai “Man of the Decade”, dengan dasar
pertimbangan dia memiliki pengaruh sangat besar terhadap dunia untuk dekade 1980-an
(Schnitzer, 1991: 272-275). Mengacu kepada pendapat Martin Schnitzer, perestroika
diartikan sebagai restrukturisasi dalam perekonomian di negara Uni Soviet. Sementara
glasnost diartikan sebagai keterbukaan yang menyangkut urusan publik (baca:
pemerintahan/kenegaraan) dalam segenap segi kehidupan manusia. Demokratizatiya
mengandung arti diberikannya kebebasan kepada warga masyarakat untuk berbicara dan
mengemukakan pendapat.
2
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Tatkala program ini diluncurkan tahun 1985, dinilai bahwa birokrasi pemerintahan
menunjukkan keadaan yang tidak efisien, sementara pada bidang ekonomi terjadi mismanajemen atau kesalahan dalam tata kelola ekonomi. Sebagaimana ditekankan oleh
Gorbachev, glasnost dan perestroika memiliki hubungan yang erat dan kesemuanya
difokuskan untuk pembenahan atas struktur ekonomi yang mandeg.
Tatkala reformasi digulirkan pemerintahan Uni Soviet memerlukan modernisasi
teknologi agar dapat berkompetisi dalam ekonomi global. Oleh karenanya Gorbachev
telah melakukan kerjasama dengan pihak asing guna meningkatkan kualitas dan produksi
barang di dalam negerinya. Pola joint venture dengan pihak Barat telah dilakukannya.
Reformasi ekonomi yang lain meliputi (Schnitzer, 1991: 275) menurunkan intensitas
penjatahan pola terpusat dalam pemasokan barang serta dikembangkan sistem
perdagangan eceran, adanya akuntabilitas dalam tata kelola keuangan, dikembangkan
kerja sama bisnis secara independen, adanya regulasi dalam perdagangan luar negeri,
serta swakelola di bidang keuangan pada tingkat pemerintahan regional atas dasar prinsip
efisiensi.
II.2. Reformasi Ekonomi: Dari Perencanaan Terpusat ke Sistem Ekonomi Pasar
Pada buku teks berjudul “Comparative Economic Systems” karangan Paul R. Gregory
dan Robert C. Stuart, disitu disinggung bahwa pencapaian dari keberhasilan suatu sistem
ekonomi atau kebijaksanaan ekonomi yang menyertainya dalam ukuran baku dapat
dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas perekonomian yang
terjaga, efisensi dalam kegiatan dunia usaha, atau juga tercapainya distribusi pendapatan
yang merata (Gregory dan Stuart, 1992: 27-29). Sementara itu, pada buku teks yang lain
karangan Martin C. Schnitzer berjudul “Comparative Economic Systems” disitu
dikemukakan fakta tentang perkembangan Uni Soviet sebagai berikut: “the economy has
problems of declining growth in output, serious inflationary pressure, and slow
technological growth”, (Schnitzer, 1991: 242). Dari penjelasan tersebut tampak keadaan
yang kontradiktif. Per definisi Gregory dan Stuart target-target tadi harus diwujudkan, di
lain sisi dari fakta yang dibeberkan Schnitzer perkembangan ekonomi Uni Soviet
menunjukkan kemunduran.
Menurut beberapa pakar studi perbandingan sistem ekonomi, bila kinerja menunjukkan
keadaan yang memburuk maka hal itu tidak lepas dari sistem ekonomi yang dijadikan
acuannya. Jelas dari sini bisa diduga bahwa pola perencanaan ekonomi di Uni Soviet
dinilai memiliki beberapa kelemahan. Untuk itulah kiranya menjadi penting untuk
melakukan peninjauan secara garis besar tentang pola perencanaan ekonomi terpusat
(centralized economic planning) di negara ini.
Dalam konteks tatanan kelembagaaan pemerintah (Schnitzer, 1991: 246-247), Dewan
Menteri adalah merupakan cabang kekuasaan eksekutif dari pemerintahan Uni Soviet
yang bertanggungjawab dalam kebijakan pembangunan. Sedangkan Supreme Union
bertugas menjaga tertib hukum. Dalam pembuatan kebijaksanaan ekonomi, juga terdapat
satu komite penting bernama the State Planning Committee (Gosplan), yang
bertanggungjawab dalam penyusunan dan pelaksanaan perencanaan pembangunan
ekonomi nasional.
3
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Ciri paling penting dari sistem ekonomi yang (terutama) berjalan di Uni Soviet ialah
dilakukannya perencanaan ekonomi secara komprehensif (Rosser, Jr. dan Rosser, 2004:
69 dan 271 serta Schnitzer, 1991: 248-253). Hal mendasar dalam pola perencanaan
ekonomi terpusat di negara ini ialah adanya kepemilikan negara dari faktor produksi.
Dalam hubungan ini terdapat adanya perencanaan penentuan output secara fisik yang
dalam hal ini terkait dengan segi produksi, distribusi, dan target investasi. Adapun
perencanaan pembiayaan yang terkait dengan segi keuangan adalah merupakan
perencanaan yang diderivasi/diturunkan dari perencanaan output fisik. Perencanaan juga
diterjemahkan dalam skala waktu. Perencanaan jangka panjang meliputi masa 15-20
tahun. Perencanaan jangka menengah antara 5 sampai 7 tahun. Adapun rencana tahunan
atau rencana operasional dapat dipecah-pecah kedalam jenis rencana empat bulanan atau
bahkan periode satu bulanan.
Perencanaan di Uni Soviet diarahkan oleh Dewan Tertinggi (Supreme Soviet) dan Dewan
Menteri. Pelaksanaan perencanaan di lapangan dijalankan oleh lembaga perencanaan
yang dapat dibedakan kedalam tiga kelompok : badan perencanaan tingkat pusat
(Gosplan), menteri-menteri/departemen, dan badan perencanaan pada tingkat
organisasi/lembaga negara serta perusahaan negara. Disamping terdapat the State
Planning
Committee (Gosplan) pada tingkat pusat, juga terdapat organ/badan
perencanaan bernama the State Planning Committee of the Union and Autonomous
Republics. Badan yang terakhir disebut ini menjalankan peranannya pada tingkat
“semacam” negara bagian (disebut republik), dengan dasar pertimbangan pada struktur
pemerintahan U.S.S.R sebelum terjadi perpecahan disana terdapat belasan negara bagian
(namanya Soviet Socialist Republic, yang waktu itu jumlahnya ada lima belas). Pada
tingkat regional, terdapat Regional Planning Committee (semacam BAPPEDA tingkat I
di Indonesia) dan District and City Planning Committee (semacam BAPPEDA tingkat II
di Indonesia).
Gosplan merupakan badan yang menterjemahkan keputusan politik tingkat tinggi secara
luas yang disusun kedalam program yang konkret atas dasar arahan oleh Dewan Menteri
bersama Komite Sentral Partai Komunis. Gosplan bertanggungjawab pada bidang kerja
perencanaan ekonomi nasional untuk semua aspek serta menyampaikan laporan dan
mempertanggungjawabkannya kepada Dewan Menteri. Gosplan bertanggungjawab atas
keseluruhan penyusunan perencanaan (ekonomi) nasional. Persoalan yang sering muncul
ialah bagaimana mencocokkan semua jenis draf dari berbagai jenis rencana yang telah
disusun oleh berbagai badan perencanaan kedalam satu perencanaan nasional secara
komprehensif. Secara lebih khusus Gosplan juga bertanggungjawab atas pengecekan
terhadap berbagai kemajuan dari implementasi perencanaan.
Perencanaan fisik terkait dengan perencanaan pembiayaan. Perencanaan pembiayan
(Schnitzer, 1991: 256-263) dirancang bersama oleh Kementerian Keuangan dengan bank
sentral (Gosbank) dan kemudian disinkronkan dengan perencanaan ekonomi nasional.
Pada tingkat Uni Soviet (gabungan) anggaran nasional (Soviet State Budget) senantiasa
memperhatikan konsolidasi anggaran untuk tingkat nasional, republik, dan unit lokal
pemerintahan. Anggaran Negara Soviet dirancang tiap tahun oleh Kementerian
Keuangan, dimana hal itu meliputi anggaran tingkat pusat, anggaran republik otonom,
anggaran tingkat regional/kota/distrik. Budget secara terintegrasi tersebut kemudian
4
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
dikirimkan oleh Kementerian Keuangan kepada Dewan Kementerian pemerintahan Uni
Soviet untuk memperoleh persetujuannya.
Sistem perbankan Soviet memiliki beberapa ciri. Perbankan tersentralisasi dengan
monopoli penuh dari negara. Operasi perbankan ditujukan pada pengendalian kredit dan
uang beredar. Sistem perbankan seolah merupakan subordinasi dari perencanaan
ekonomi nasional. Sistem perbankan Soviet dikendalikan oleh bank sentral (Gosbank)
dengan fungsi antara lain sebagai agen fiskal dari pemerintahan dimana pajak bisa ditarik
dan sekaligus berperan dalam mengalokasikan dana untuk badan-badan pemerintahan
dan perusahaan negara.
II.3. Restrukturisasi Peran Partai dan Sistem Politik/ Pemerintahan
Catatan sejarah menunjukkan bahwa Partai Komunis di Uni Soviet didirikan oleh
Vladimir Illich Ulyanov (Lenin), pendiri negara Uni Soviet pasca-revolusi Bolshevik
tahun 1917 (Rosser, Jr. dan Rosser, 2004: 61). Seiring dengan itu, pada tingkat tatanan
kelembagaan politik dan kenegaraan (Schnitzer, 1991: 243-246), telah dibentuk Politbiro,
suatu badan yang bertanggungjawab kepada pemimpin tertinggi partai, hal mana lembaga
Politbiro ciptaan Lenin ini bertugas menentukan kebijaksanaan nasional.
Setelah Lenin meninggal tahun 1924, Joseph Stalin menjadi pemimpin tertinggi di
U.S.S.R. (the Union of the Soviet Socialist Republics) dimana ia memiliki kekuasaan
secara terpusat antara lain dengan cara menyingkirkan sejumlah rivalnya. Pada bidang
pembangunan ekonomi pada tahun 1927, ia meluncurkan rencana pembangunan lima
tahun yang pertama dengan memaksa melakukan semacam kolektivisasi di bidang
pertanian. Selepas dari Stalin, kepemimpinan Uni Soviet berikutnya adalah Nikita
Khrushchev. Leonid Brezhnev menggantikan Khrushchev sebagai pemimpin partai
selama hampir 18 tahun. Pada masa ini, kehidupan ekonomi dan standar hidup agak
meningkat, kendati hal itu disertai dengan banyaknya kasus korupsi dan pola kroni-isme
di bidang politik dan bisnis. Pada akhirnya perekonomian menjadi mandeg sampai tahun
1980-an.
Kontrol mesin pemerintahan di Uni Soviet ada di tangan Partai Komunis. Kekuatan
politik pada hakekatnya terpusat di lembaga Komite Sentral (the Central Committee), di
Politbiro, di Sekretaris Jenderal PKUS, serta pada sejumlah departemen; yang
kesemuanya merupakan organ administrasi tingkat tinggi dari negara ini terkonsentrasi di
Moskow. Politbiro merupakan instrumen tertinggi dalam kekuasaan politik di Uni Soviet.
Politbiro bertanggung jawab untuk semua fase dalam kebijaksanaan nasional meliputi:
kebijaksanaan politik luar negeri, kebijaksanaan ekonomi domestik, dan kebijaksanaan di
bidang militer.
Di USSR, struktur partai dan pemerintahan memiliki hubungan paralel satu sama lainnya.
Pada tingkat nasional/USSR, unit administrasi partai meliputi organ Komite Sentral,
Politbiro, dan Sekretariat. Sedangkan pada unit administrasi pemerintahan meliputi the
Supreme Soviet dan Dewan Menteri dengan masing-masing dijabat oleh presidium.
Pada awal 1990, Komite Sentral Partai Komunis telah mengakhiri kekuasaan politik dan
sekaligus memberi izin terhadap berkembangnya sistem multi partai. Lebih mendasar
5
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
dari itu, misalnya, seksi 6 dari Konstitusi USSR yang menyatakan bahwa Partai Komunis
memegang kekuasaan tunggal/monopoli, pasal itu telah dihilangkan. Demikian pula
halnya penempatan orang-orang dari partai pada KGB, kepolisian, tentara, dan
perusahaan negara; juga telah ditiadakan. Perombakan ini adalah merupakan rangkaian
yang mulai dilakukan Gorbachev semenjak Maret 1985, dimana menurut Martin C.
Schnitzer (1991: 247-248) dalam tatanan politik/pemerintahan secara garis besar meliputi
juga:





Pada Juni 1987, di beberapa distrik lokal telah dilakukan pemilihan.
Pada Mei 1989, untuk pertama kalinya Kongres Wakil Rakyat digelar.
Pada Juli 1989, mulai terdapat/terbentuk grup oposisi di parlemen.
Pada Desember 1989, wilayah Lithuania menyetujui sistem multi partai.
Pada Januari 1990, reformasi komunis dibuat di Moskow untuk menetapkan platform
partai alternatif.
 Pada Februari 1990, demonstrasi masa terjadi di Moskow menuntut diakhirinya satu
partai tunggal dalam sistem politik.
III. Perombakan Menyeluruh Ekonomi Rusia pada tahun 1990-an dan 2000-an
Sampai dengan 25 Desember 1991, USSR memiliki luas wilayah terbesar di dunia, atau
sekitar seperenam dari wilayah daratan bumi. Wilayah tersebut kira-kira sekitar 2,5 kali
lipat dari luas wilayah Amerika Serikat. Penduduknya sekitar 293 juta, jumlah ketiga
terbesar di dunia (Rosser, Jr. dan Rosser; 2004: 266). Sebelum USSR terpecah-pecah,
Uni Soviet memiliki lima belas republik sosialis. Yang terbesar daripadanya adalah
Russian Soviet Federated Socialist Republic (RSFSR) yang meliputi 79 persen total
wilayah ini dengan jumlah penduduk sekitar setengah dari jumlah penduduk keseluruhan.
III.1. Berorientasi ke Ekonomi Pasar
Setelah mengambil langkah untuk menetapkan dan memperkuat basis ekonomi
berorientasi pasar dan mengembangkan kelembagaan politik bercorak demokratik selama
tahun1990-an, Rusia kini menjadi negara bercorak ekonomi pasar yang sedang bangkit
yang memerlukan terobosan modernisasi. Urgensi modernisasi di Rusia adalah lebih kuat
daripada di negara-negara emerging market lainnya.
Vladimir Putin mengawali langkah ekonominya dengan maksud agar terjadi pemulihan
dalam perekonomian Rusia antara lain melalui devaluasi mata uang rubel tahun 1998.
Indikator makro ekonomi dan industri pada tahun 2000 memperlihatkan kinerja yang
menguntungkan dengan tingkat pencapaian GDP sekitar 4-5 persen (dengan catatan
harga minyak dunia bertahan pada angka 30 USD per barel).
Agar perekonomian Rusia bisa mencapai tingkat lepas landas (Nesterenko, 2000: 20),
tingkat kesulitan yang dihadapi Rusia diantaranya ialah bahwa negara ini harus
6
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mensejajarkan dirinya
dengan negara-negara maju di barat. Para akhli terkemuka menaksir bahwa Rusia
memerlukan sekitar 2 trilyun USD untuk keperluan 20 tahun kedepan (diukur sejak tahun
2000) guna melakukan modernisasi dibidang infrastruktur, fasilitas produksi, dan
angkatan kerja. Bila proses moderniasai diawali sejak awal tahun 2000-an, maka
diprediksi Rusia memerlukan waktu sekitar 15-30 tahun kedepan untuk mensejajarkan
dirinya dengan negara-negara barat, dengan catatan bahwa laju pertumbuhan ekonomi
Rusia harus berada pada tingkatan 6-8 persen per tahunnya.
Guna mewujudkan modernisasi, menurut Andrei Nesterenko (2000: 21) Rusia
memerlukan kebijaksanaan ekonomi bercorak liberal antara lain dengan cara
menciptakan iklim investasi yang menguntungkan, upaya menghilangkan hambatan di
didang perdagangan dan pertukaran, memberikan jaminan kepemilikan oleh fihak swasta,
melakukan deregulasi ekonomi, dan menumbuhkan iklim kompetisi. Dalam pada itu,
untuk mencapai tujuan modernisasi secara komprehensif, pencapaian ekonomi Rusia
akan ditentukan oleh kemajuan Rusia dalam menangani empat hal berikut: menciptakan
lingkungan yang ramah terhadap (ekonomi) pasar, restrukturisasi sektor riil, menurunkan
utang luar negeri, dan memperkuat federalisme ekonomi.
Utang luar negeri secara kontinyu akan tetap memberikan tekanan yang kuat terhadap
kinerja ekonomi Rusia. Total utang luar negeri Rusia sampai tahun 2000 mencapai 160
miliar USD dimana untuk masa wkatu 2001-2005 pembayaran utang per tahunnya
mencapai angka sekitar 12 sampai 17 miliar USD. Neraca pembayaran Rusia akan
menghadapi persoalan serius akibat pembayaran kembali utang luar negeri. Reformasi
struktural merupakan satu-satunya solusi guna mengatasi problem utang luar negeri
Rusia. Mantan menteri perekonomian Yevgeni Yasin mengajukan usul yang radikal
bahwa agar perekonomian Rusia dapat mencapai tingkat pertumbuhan yang tergolong
mantap maka semua utang (luar negeri) Uni Soviet harus dihapusbukukan (write off).
Setiap orang yang melakukan aktivitas bisnis di Rusia sama-sama tahu bahwa di negara
ini terdapat kelemahan menyangkut: rendahnya kesadaran hukum, tingginya pajak,
persoalan korupsi di lingkungan birokrasi, dan persoalan kriminal yang terorganisasi
lewat jaringan mafia. Masyarakat dan pemerintah Rusia harus mendukung munculnya
iklim kompetisi. Rusia belum benar-benar terbuka dan belum memiliki ekonomi yang
kompetitif, karena tingginya berbagai hambatan bagi investor untuk terjun ke dunia
bisnis. Sampai awal tahun 2000-an standar kehidupan belumlah berkembang secara
berarti, masalah ekonomi masih sangat berat, dan reformasi dibidang judisial belum
berjalan secara baik.
III.2. Privatisasi Perusahaan Negara
Semenjak reformasi diluncurkan pada tahun 1992, setelah itu telah terjadi kemajuan yang
signifikan dalam banyak kegiatan ekonomi Rusia. Reformasi ekonomi tersebut mengacu
kepada pendapat Harry G. Broadman (2001: 22) meliputi, perusahaan negara telah
7
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
diprivatisasi dalam (berbagai tingkat dan variasinya), hambatan administratif telah
dihilangkan baik bagi perusahaan domestik maupun perusahaan asing yang akan
memasuki pasar Rusia, serta kontrol harga telah dikurangi terhadap lebih dari 90 persen
barang perdagangan eceran dan perdagangan besar.
Pada masa sebelum reformasi, hambatan yang tinggi dalam memasuki sektor industri
Rusia (Broadman, 2001: 22), telah membawa konsekuensi negatif terhadap
pembangunan ekonomi Rusia berupa: 1. tingginya harga dan penurunan output serta
menurunnya kualitas jasa; 2. terhambatnya pengembangan teknologi dan inovasi; 3.
menurunnya insentif atas transaksi antar wilayah; dan 4. penurunan investasi asing dalam
aktivitas bisnis.
Mengacu ke estimasi resmi, pada tahun 2000 dapat ditaksir bahwa lebih dari 70 persen
GDP Rusia berasal dari sektor swasta, naik sangat tinggi dari angka 10 persen hanya
dalam waktu delapan tahun, sejak reformasi dimulai. Ini merupakan prestasi yang
mencengangkan. Tetapi, fakta tidak bisa dipungkiri bahwa terjadinya ekspansi pada
sektor swasta di Rusia ini tak lain berkat program privatisasi (perusahaan milik negara),
bukan terutama karena kreasi dari perusahaan baru.
Adapun kebanyakan pendatang baru dalam aktivitas bisnis dan ekonomi di Rusia
terutama adalah para pemilik (yang sebagian juga merangkap sebagai pengelola/
manajer) perusahaan berskala kecil dan menengah. Berdasarkan data registrasi, tercatat
sekitar satu juta perusahaan kecil dan menengah, menghasilkan sekitar 12 persen dari
total GDP, serta mempekerjakan sekitar 13 persen angkatan kerja di Rusia. Besar
kemungkinan angka ini tidak terlalu akurat mengingat sangat banyak aktivitas bisnis
berskala kecil yang berkiprah di sektor informal tetapi tidak tercatat pada instansi resmi
pemerintah.
Tiga tahun setelah runtuhnya negara-negara di kawasan Eropa Timur yang semula
menerapkan sistem ekonomi perencanaan terpusat, setelah itu mereka bergeser ke sistem
ekonomi pasar yang prakteknya antara lain ditandai dengan proses privatisasi dari
sejumlah perusahaan negara. Bertolak dari pendapat Roman Frydman dan Andrej
Rapaczynski (1993: 10), dalam pengertian luas privatisasi dapat diartikan sebagai
pengalihan aset dari fihak negara ke fihak swasta yang ditandai dengan penataan ulang
pola kelembagaan yang ada kaitannya dengan proses produksi, praktik dan mekanisme
realokasi sumber daya ekonomi produktif yang tersedia, diperkenalkannya metoda baru
becorak corporate governance, serta jauh dari intervensi politik. Proses privatisasi ini,
menurut mereka, diprediksi dapat menjadi pemicu perubahan struktur ekonomi dan
sosial.
Situasi menjadi lebih rumit tatkala privatisasi terjadi pada kasus industri-industri besar,
dimana proses ini dihadapkan kepada hambaan politis dan teknis. Para penentu kebijakan
di negara-negara Eropa Timur akhirnya mengikuti pola privatisasi di negara-negara barat
8
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
contohnya yang terjadi pada eksperimen yang dilakukan di Inggris, yakni dengan cara
menjual saham kepada masyarakat publik.
III.3. Hubungan Fiskal Antar Tingkat Pemerintahan
Pada awal dan akhir abad ke 20 memperlihatkan telah terjadi eksperimen yang sangat
besar di bidang kehidupan politik dan ekonomi serta kemasyarakatan dan kedua-duanya
terjadi di Rusia. Yang pertama adalah pada tahun 1917 ketika Rusia menjadi negara
sosialis pertama di dunia dengan kepemilikan kekayaan oleh negara (dan bercorak
komunal). Yang kedua adalah pada tahun 1991 ketika Uni Soviet (USSR) runtuh dimana
kepemilikan dari alat-alat produksi telah diprivatisasi. Dengan dua fenomena tadi,
berdasarkan pendapat Nadezhda Bikalova (2001: 36) maka baik bagi rakyat maupun
pemerintahan Rusia, hal itu menuntut perumusan kembali tentang konsep bagaimana
campur tangan pemerintah di bidang perekonomian guna meningkatkan standar
kesejahteraan yang lebih baik.
Setelah terjadi disintegrasi di Uni Soviet maka bentuk federal dari negara Rusia telah
ditetapkan secara legislatif lewat konstitusi tahun 1993. Rusia memiliki 89 anggota
federasi meliputi 21 republik, 50 oblasts (provinsi), 6 krays (teritori), 10 okrugs otonom
(area), dan lebih dari 12.000 pemerintahan lokal (atau rayon). Melalui ketetapan Presiden
Rusia tahun 2000, juga telah dibentuk tujuh wilayah makro administratif baru (new
administrative macro-regions) dalam hierarki pemerintahan federal dengan maksud guna
membantu tertib hukum dalam lingkup pemerintahan federal.
Konstitusi Rusia didasarkan pada prinsip persamaan dan hak menentukan kehidupan
sendiri di seluruh Rusia, kesatuan sistem dari otoritas negara, perbedaan tanggung jawab
dan kekuasaan antar struktur/tingkatan pemerintahan, dan integritas teritorial di negara
tersebut. Hal itu tentu membawa konsekuensi terhadap adanya perbedaan hak dan
kewajiban atau kekuasaan dan tanggungjawab antara pemerintah federal dengan
pemerintah regional anggota federasi (republik, provinsi, teritori, otonom, dan
lokal/rayon), termasuk dibidang pengaturan penerimaan dan pengeluaran/ belanja
pemerintah.
Keadaan negara Rusia yang bercorak federalis telah dihadapkan kepada problem serius
dalam hal menjaga hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah regional
dan pemerintah lokal. Kontradiksi paling mendasar antara sistem formal pemerintahan
pusat dengan pemerintahan otonomi sub-nasional, sering menjadi sumber utama
permasalahan fiskal pada sistem federasi Rusia. Desentralisasi anggaran pada dasarnya
berkenaan dengan otoritas dan pengaturan perencanaan keuangan dan pengeluaran pada
pemerintahan sub-nasional, yang dalam hal ini pemerintah sub-nasional memiliki
kewenangan dalam menentukan sendiri kebijaksanan fiskal pada tingkat
pemerintahannya. Selama tahun 1994-96 tatkala Rusia berada pada masa transisi
ekonomi, telah dilakukan pendelegasian pengaturan atau alokasi dana (dan sumber daya
ekonomi) dari pemerintah pusat ke pemerintahan regional (atau sub-nasional). Sejak
9
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
runtuhnya negara Uni Soviet (USSR), perbedaaan antar wilayah dalam hal penerimaan
anggaran per kapita, telah meningkat secara tajam. Salah satu alasan utama yang
menimbulkan kesulitan serius dibidang fiskal, adalah sejak awal masa transisi ekonomi
Rusia pemerintahan federal (pusat) tidak memformulasikan strategi jangka panjang di
bidang pembanguan ekonomi dan sosial yang diharapkan dapat mengkoordinasikan
aktivitas ekonomi dan pengaturan fiskal di seluruh anggota federasi. Sebagai hasilnya,
usaha Rusia untuk melakukan desentralisai ekonomi, tidak berjalan maksimal. Terjadinya
kegagalan atas pencapaian sukses reformasi di bidang hubungan (termasuk hubungan
fiskal) antar pemerintahan ialah karena (Bikalova, 2000: 36-37): a. tiadanya basis
normatif dalam penentuan sasaran dan alokasi anggaran penerimaan, dan b. kurangnya
perhatian dari pemerintahan lokal dan regional dalam hal pengembangan sumber-sumber
penerimaan mereka dan dalam pemotongan pengeluaran.
Setelah pada tahap pertama diawali tahun 1994, pencanangan program hubungan fiskal
antar pemerintah pusat dan daerah juga diteruskan pada tahun 1998. Ketika itu telah
dibentuk suatu komisi yang melibatkan tiga fihak yang bertugas dalam hal pembuat
proposal guna melakukan reformasi hubungan antara berbagai jenis anggaran pada
berbagai hierarki pemerintahan. Komisi tersebut mewakili fihak: Pemerintahan (Pusat
Rusia), Dewan Federasi, dan Russia State Duma. Ide pokok dari proposal itu ialah
meliputi dirancangnya metode baru dalam pengaturan transfer/ grants dan distribusi
pengaturan pajak antar berbagai jenjang pemerintahan. Naskah proposal (yang kemudian
disetujui tgl 30 Juli 1998 itu) dituangkan dalam dokumen “the Concept of Reforming
Intergovernmental Relations for 1999-2001”.
Beberapa kemungkinan jalan keluar dalam mengembangkan dan memperbaiki sitem
hubungan fiskal antar pemerinthan di Rusia (Bikalova, 2001: 38) ialah:
-
Memperkuat hubungan antar tingkat pemerintahan termasuk berusaha menghindari
terjadinya konflik diantara mereka.
Menjaga transparansi anggaran pada berbagai tingkatan pemerintahan (federal,
regional, dan lokal).
Harus menciptakan suatu sistem agar penerimaan anggaran lebih bertumpu kepada
upaya memperkuat pemerintahan lokal.
Menghilangkan perlakuan khusus berupa pembayaran grants/ hibah dari anggaran
pemerintah federal yang dibayarkan secara langsung kepada warga negara.
Memberikan hak dan kewenangan bagi pemerintah regional dan lokal dalam hal
menentukan kriteria pendanaan bagi pemerintahannya sendiri.
Tahap berikutnya dari pengembangan hubungan antar jenis anggaran diawali pada April
2001 yakni dengan disahkannya draft “Budget Federalism Development Program for the
period until 2005”. Program ini antara lain untuk menjamin kepastian reformasi sistem
anggaran khususnya yang berkaitan dengan transformasi hubungan finansial antar
tingkatan pemerintahan baik yang menyangkut otoritas segi penerimaan maupun
pengeluaran negara pada berbagai jenis (tingkatan) anggaran.
10
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
III.4. Persoalan Moneter dan Perbaknan
Rusia menjadi negara independen terlepas dari USSR terjadi pada tahun 1991 ketika Uni
Soviet terpecah menjadi 15 negara. Dalam menghadapi realita politik ini, kecuali tentu
telah terjadi transformasi dari pola ekonomi berencana secara terpusat (centrally planned
economy) yang kemudian bergeser ke ekonomi pasar, juga pada tingkat tatanan
kelembagan (politik, hukum, sosial, dan ekonomi) juga telah terjadi perubahan. Pada
zaman Uni Soviet, kebijaksanaan moneter lebih diarahkan pada bagaimana upaya
instrumen ini ditujukan guna mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dan dalam
penentuan harga. Pada zaman ketika mereka bergeser ke sistem pasar bebas, menurut
penjelasan Tomas J. T. Balino (1998: 36) kebijaksanaan moneter diarahkan pada upaya
menjaga stabilitas harga dimana alokasi sumberdaya ekonomi diserahkan melalui
mekanisme pasar (yang memainkan peranan sangat penting). Berubahnya peranan
kebijaksanaan moneter ini memerlukan beberapa usaha penting. Pejabat publik pada
berbagai tingkat pemerintahan memerlukan pemahaman bagaimana peranan yang harus
dilakukannya dalam sistem baru bercorak ekonomi pasar. Setelah runtuhnya USSR,
sejumlah lembaga moneter seperti bank sentral, bank komersial, dan lembaga keuangan
non bank; harus mampu menyesuaikan diri terhadap ritme baru yang mengandalkan
bekerjanya mekanisme pasar.
Pada zaman pemerintahan USSR, kebijaksanaan moneter diarahkan pada peranan penting
dalam hal menjaga tercukupinya keperluan dana guna menunjang proses perencanaan
pembangunan ekonomi serta mengontrol daya beli masyarakat. Perencanaan ekonomi
diartikan bagaimana caranya barang dan jasa dapat dihasilkan dan sekaligus bagaimana
menetapkan harganya. Konsekuensinya, sistem perbankan harus mampu memberikan
solusi dalam pemberian kredit, guna menunjang proses produksi tersebut. Jadi arus
penyaluran kredit diartikan sebagai alat untuk memberikan pelayanan terhadap
berjalannya perencanaan ekonomi. Tingkat pinjaman telah ditata yang secara
administratif sudah pasti. Tingkat investasi telah dialokasikan oleh cabang-cabang
kementerian.
Dalam rangka menjaga ketersediaan daya beli masyarakat, kebijaksanaan moneter
difokuskan pada target tersedianya jumlah uang kas guna menunjang proses sirkulasi
ekonomi. Perencanaan kas ditetapkan dengan cara bagaimana sejumlah mata uang yang
dicetak Gosbank (bank sentral di USSR) kemudian diterbitkan dan sebagian diantaranya
dipakai guna membayar upah dan gaji karyawan dari sejumlah perusahaan. Rumah
tangga konsumen akan memegang dana likuid baik berupa uang kas maupun sebagian
disimpan dalam bentuk deposito. Tingkat bunga terbilang rendah dan jarang berubah.
Gosbank menerbitkan mata uang kartal dan menentukan perencanaan kredit. Gosbank
mengontrol secara ketat bank-bank khusus (specialized banks) serta menetapkan batas
atas pemberian kredit. Sistem keuangan Uni Soviet juga mengatur pasar valuta asing.
Dalam konteks ini, rubel bukan mata uang yang konvertibel terhadap mata uang kuat
dunia. Nilai tukar mata ung ditentukan secara administratif.
11
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Keterbatasan pengaturan moneter seiring dengan runtuhnnya Uni Soviet, telah
memperlihatkan kurang efektifnya kebijaksanaan moneter di negara tersebut. Setelah
reformasi tahun 1990-1991, Rusia dan sejumlah bekas republik pecahan USSR (kecuali
Baltic) telah menyetujui penggunaan rubel sebagai mata uang bersama. The Central Bank
of Russia (Bank Sentral Rusia) berkedudukan menjadi satu-satunya pencetak dan yang
menerbitkan uang, sedangkan sejumlah bank sentral di negara-negara federasi (yang
tergabung dalam) Rusia dapat menyalurkan kredit. Artinya bank sentral di negara
federasi telah ikut menunjang proses pertumbuhan di wilayah hukum dan
administratifnya masing-masing. Dalam konteks ini, tingkat pertumbuhan kredit Bank
Sentral Rusia terhadap bank sentral negara federasi, telah meningkat dari angka 11
persen tahun 1992 menjadi 50 persen pada awal tahun 1998. Beberapa usaha untuk
mengkoordinasikan kebijaksanaan moneter antar bank sentral di wilayah yang
menggunakan rubel, dinilai kurang berhasil. Bank Sentral Rusia telah memusatkan semua
transaksi antar negara federasi di Moskow.
Defisit fiskal telah menimbulkan kesulitan serius bagi sektor moneter yang dalam hal ini
telah memaksa bank sentral untuk ikut membiayai defisit ini. Agar kebijaksanaan
moneter dapat berjalan efektif, pemerintahan Rusia harus menurunkan pembiayaan
moneter guna menutupi defisit fiskal dan mengembangkan instrumen moneter secara
proporsional.
Pada wilayah penggunaan rubel, nilai tukar dirancang secara fleksibel. Bank Sentral
Rusia mengawali intervensi pasar valuta di the Moscow International Currency
Exchange guna merancang fluktuasi nilai tukar secara halus dan menjaga depresiasi rubel
berjalan perlahan.
Dengan bergesernya ke sistem ekonomi pasar, kebijaksanaan moneter di Rusia lebih
mengandalkan dipergunakannya penentuan cadangan minimal (reserve requirement)
sebagai instrumen yang utama. Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapinya, Rusia
telah memperlihatkan kemajuan cukup berarti dalam mengembangkan jangkauan
instrumen kebijaksanaan moneternya untuk mendukung proses transisi ekonomi negara
ini (Balino, 1998: 38-39).
Sejumlah negara bercorak transisi ekonomi yang bergerak ke corak ekonomi pasar telah
mengambil jalan dan pendekatan yang bervariasi dalam melakukan reformasi di bidang
perbankannya. Agar bisa kompetitif pada tingkat global, negara-negara transisi akan
memerlukan percepatan dalam bidang reformasi dan privatisasi perbankannya.
Sejumlah negara bekas ekonomi terpusat di kawasan Eropa Tengah dan Timur serta
Kawasan Baltic, Rusia dan bekas Uni Soviet; dihadapkan kepada permasalahan yang
tidak ringan dibidang perekonomiannya termasuk di bidang perbanknnya, antara lain
bahwa perbankan komersial di negara-negara ini dituntut untuk lebih menempatkan
dirinya sebagai perantara keuangan yang harus bekerja efisien serta harus secara aktif
menjadi lembaga ekonomi yang disiplin. Kehadiran sistem perbankan komersial yang
12
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
kokoh dapat ikut mengimplementasikan kebijaksanaan moneter (yang digariskan oleh
bank sentral) serta dapat menunjang alokasi investasi ke sektor swasta. Guna mengoreksi
kelemahan struktural pada sistem perbankan, sejumlah negara-negara transisi (Borish,
Long, dan Noel; 1995: 23) telah berusaha menyehatkan lingkungan industri/ lembaga
keuangan, melakukan reorganisasi sektor perbankan melalui cara privatisasi dan
konsolidasi, serta membiayai program restrukturisasi perbankan. Dalam perkembangan
waktu yang terus berjalan, dari situ nampak bahwa sejumlah negara-negara transisi telah
menunjukkan kemajuan yang berarti dalam sistem perbankannya yang berbasis pada
mekanisme pasar. Untuk menumbuhkan iklim persaingan dan meningkatkan pelayanan
jasa, pemerintah selayaknya juga membuka pasar keuangan bagi perbankan asing.
Suksesnya reformasi perbankan juga memerlukan pembenahan dalam penyusunan
kerangka hukum dan peraturan, akselerasi dalam privatisasi perbankan, dan sistem
pembayaran yang efisien.
Negara-negara di Kawasan Eropa Timur dan Tengah juga telah melakukan rekapitalisasi
(dengan maksud untuk memperkuat struktur permodalan-nya) bagi bank-bank
pemerintah dengan tujuan agar mereka dapat bersaing dengan perbankan swasta. Negaranegara bekas Uni Soviet (the Former Soviet Union = FSU) telah mengambil cara yang
berbeda. Negara-negara FSU ini telah memprivatisasi cabang-cabang dari sistem bank
tunggalnya tanpa melakukan rekapitalisasi. Di Eropa Timur dan Tengah (CEE)
dominannya peranan bank-bank pemerintah telah menimbulkan distorsi/ hambatan dalam
sistem perbankan serta kendala dalam pengembangan sektor pasar (swasta). Guna
mengatasi keadaan ini, program privatisasi harus dipercepat sekaligus nantinya ditunjang
oleh program rekapitlisasi (Michael S. Borish, Millard F. Long, dan Michel Noel; 1995:
23-24).
Ketika reformasi (ekonomi) diawali sekitar tahun 1991-1992 di negara-negara Eropa
Timur dan Tengah, serta Rusia, Baltic, dan negara-negara lain bekas Uni Soviet; tingkat
output ketika itu jatuh/turun cukup tajam, sebagai akibat dari langkah-langkah
penyesuaian yang mengejutkan berupa program stabilisasi dan realokasi dari sumber
daya ekonomi dari sektor tidak produktif ke sektor produktif. Tingkat output jatuh di
(semua) 25 negara pada saat awal masa transisi. Adapun pada tahun 1999 tingkat output
telah bertumbuh pada perekonomian 25 negara tersebut, bahkan beberapa diantaranya
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mengesankan.
Satu elemen penting dalam rangka program stabilisasi ialah persoalan tentang pilihan
penentuan rezim nilai tukar. Opsi yang tersedia ialah pilihan antara nilai tukar tetap
dengan nilai tukar mengambang/ fleksibel. Rusia, seperti dijelaskan Stanley Fischer dan
Ratna Sahay (2000: 2), serta negara-negara lainnya bekas (atau pecahan) Uni Soviet
umumnya memilih nilai tukar fleksibel.
Langkah lain yang diambil (yang nampaknya merupakan persyaratan yang tidak bisa
dielakan) ialah perlunya bantuan keuangan eksternal (dari luar negeri) pada tahap awal
masa transisi. Bantuan eksternal telah datang dari lembaga keuangan internasional, Uni
13
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Eropa, sejumlah negara donor secara bilateral, dan sumber lain. Tercatat bahwa arus
modal masuk per kapita ke negara-negara transisi pada tahun 1990-an menunjukkan
angka yang hampir sama dengan yang mengalir ke kawasan Amerika Latin dan bahkan
memperlihatkan angka yang lebih tinggi daripada yang mengalir ke negara-negara
sedang berkembang lainnya. Negara-negara Eropa Tengah dan Timur serta Baltic
menerima arus modal lebih besar daripada yang mengalir ke Rusia dan negara-negara
lain bekas Uni Soviet.
Kejatuhan tingkat output yang cukup besar terjadi pada tahun-tahun awal masa transisi,
serta penurunan output masih berlanjut sebelum masa stabilisasi membuahkan hasil.
Penurunan yang besar dalam output di negara-negara the Commonwealth of Independent
States (CIS) (pecahan Uni Soviet) dapat dijelaskan terutama sebagai akibat lambatnya
reformasi struktural (dalam perekonomian nasional).
Perkembangan sektor swasta memperlihatakan pergerakan ke depan yang cukup cepat
sebagai akibat dipraktikannya proses privatisasi dari perusahan negara serta bangkitnya
perusahaan-perusahaan baru. Bahkan hal ini telah menjadikan elemen/ kunci terpenting
dari program reformasi. Pengalaman Rusia terbilang unik. Reformasi diawali tahun 1992,
kemudian berlanjut dengan proses privatisasi tahun 1994-1995, lantas dicanangkannya
program stabilisasi tahun 1995.
Kegagalan Rusia dalam memecahkan persoalan fiskal (anggaran negara) merupakan
kombinasi akibat dari besarnya defisit fiskal dan meningkatnya utang negara berjangka
pendek serta kemudahan akses untuk memperoleh modal dari sumber eksternal (luar
negeri) dan berlanjutnya pelarian modal dari dalam negeri ke luar negeri (capital flight).
Apa karakteristik yang dapat dijadikan patokan untuk melihat tingkat kesuksesan dari
negara-negara transisi (transition economies atau transition countries, sebutan untuk
negara-negara di kawasan Eropa Timur dan sekitarnya yang telah melakukan pergeseran
dari pola ekonomi terpusat ke sistem ekonomi pasar)? Mengacu ke pendapat Fischer dan
Sahay (2000: 6) bahwa “perilaku” tingkat output nasional dan keberlanjutan tingkat
stabilisasi (secara menyeluruh), merupakan indikasi telah berkerjanya reformasi ekonomi
secara radikal.
III.5. Integrasi ke Tatanan Ekonomi Global
Suksesnya proses integrasi dari sejumlah negara-negara bercorak transisi ekonomi
kedalam ekonomi dunia akan memberikan manfaat terhadap terhadap sejumlah fihak.
Setelah berpuluh-puluh tahun terisolasi (dari Dunia Barat), kini negara-negara dalam
transisi ekonomi yang berada di kawasan Eropa Timur dan Tengah serta negara-negara
Bekas Uni Soviet yang tergabung kedalan newly independent states (NIS) telah
memasuki dan terintegrasi kedalam tatanan kelembagaan ekonomi dunia. Menurut
penjelasan Zhen Kun Wang (1996: 21), keterbukaan ekonomi tersebut akan menjadi
faktor penting terhadap peningkatan volume perdagangan, cepatnya peningkatan
produktivitas, dan peningkatan pendapatan nasional di negara-negara tersebut.
14
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Upaya negara-negara transisi ekonomi untuk menjaga potensi yang dimilikinya setelah
tergabung kedalam tatanan ekonomi global, hal itu tidaklah mudah. Mereka harus mau
melakukan reformasi kebijaksanaan dibidang ekonomi, kelembagaan, dan sosial guna
menyerap investor asing dan memicu pertumbuhan ekonomi. Uni Eropa dan lembagalembaga keuangan internasional akan berhati-hati dalam memberikan sokongan terhadap
mereka guna melakukan reformasi jangka-panjang.
Pada taraf awal masa transisi, negara-negara CEE (Central and Eastern Europe) dan NIS
sangat sadar bahwa mereka memerlukan impor dan modal dalam jumlah sangat besar
untuk membiayai proses transformasi ekonomi dan politik. Dan mereka sadar bahwa
tidaklah mudah untuk mendatangkan arus modal masuk dari luar negeri ke negara-negara
ini. Pada tahun 1990-an arus masuk modal swasta ke sejumlah negara-sedang
berkembang telah meningkat secara dramatis. Dalam kuran waktu 1990-1995, arus modal
swasta yang masuk ke negara CEE dan NIS sekitar 13 persen dari total arus masuk modal
swasta yang mengalir ke negara sedang berkembang. Arus neto tahunan dari pembiayaan
pembangunan resmi (berupa pinjaman resmi dan hibah) ke negara-negara CEE dan NIS
rata-rata sebesar 8,8 miliar USD selama rentang waktu 1990-1995. Pada taraf awal
reformasi, kontribusi utama dari bantuan resmi tersebut dipergunakan dalam rangka
menutupi defisit pada neraca pembayaran dan defisit anggaran pemerintah.
Pembiayaan dari sumber eksternal merupakan faktor penting dalam rangka menciptakan
kepercayaan masyarakat terhadap proses reformasi, menjalankan program stabilisasi, dan
sebagai langkah menutupi defisit anggaran. Proses liberalisasi/ swastanisasi, reformasi
struktural dan kelembagaan, serta program stabilisasi merupakan berbagai program
dengan tingkat komplementaritas sangat tinggi.
Keanggotaan kedalam wadah WTO merupakan langkah penting bagi negara-negara
transisi. Langkah ini sebagai terobosan awal agar mereka bisa bergabung dalam tatanan
ekonomi global. Bergabung kedalam WTO (Wang, 1996: 23) merupakan upaya agar bisa
akses ke pasaran internasional dan menghindari berbagai rintangan dalam perdagangan
dunia, serta menurunkan berbagai distorsi dalam kebijaksanaan perdagangan dan
sekaligus melakukan reformasi dalam rezim perdagangan mereka.
Setelah (antara lain) dirobohkannya Tembok Berlin pada tahun1989, sejumlah negara di
Kawasan Eropa Timur dan Tengah telah memutuskan untuk mengakhiri isolasi mereka
dari lingkungan pergaulan dan komunitas internasional. Menurut Patrick Lenain (1998:
22) mereka juga berminat untuk bergabung kedalam wadah IMF, the World Bank, dan
organisasi multilateral lainnya. Sejumlah organisasi internasional juga telah mengirim
misi mereka ke negara-negara yang mengajukan diri untuk menjadi organisasi tersebut.
Negara-negara dalam proses transisi tersebut bukan hanya memerlukan stabilitas
ekonomi, tetapi juga harus mampu menciptakan lembaga-lembaga (ekonomi, sosial,
politik, dan hukum) yang mampu menggerakan bekerjanya mekanisme pasar. Sejumlah
25 negara bekas negara yang tadinya menerapkan ekonomi perencanaan secara terpusat
15
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
telah melakukan program penyesuaian dan perubahan struktural. Transformasi dari
ekonomi berencana ke ekonomi pasar bebas memerlukan keseimbangan baru dalam
besaran-besaran makro ekonominya. Suksesnya proses transformasi ini memerlukan
tindakan berupa restorasi stabilitas moneter, menghilangkan ketidak-seimbangan
eksternal, dan berusaha untuk masuk dalam sistem perdagangan global.
Tatkala mereka memulai masa transisi kearah ekonomi pasar, mereka dihadapkan kepada
permasalahan ketidak-seimbangan eksternal dalam bentuk menurunnya cadangan devisa
dan besarnya pembayaran utang. Salah satu fungsi IMF dalam konteks keperluan bagi
negara-negara transisi ialah untuk membantu mereka dalam pembiayaan dari sumber
eksternal agar proses penyesuaian bisa berjalan mulus. Selama tahun 1989-97, kredit
yang dikucurkan IMF sebesar 27 miliar USD. Pada tahun 1998 IMF telah menyetujui
pemberian kredit ke Rusia sebesar 11,2 miliar USD.
Ketika masa awal transisi sedang berjalan, problem yang tadinya tidak diperkirakan
justru terjadi dalam bentuk kebijaksanan fiskal yang sulit untuk dikontrol karena sumber
penerimaan negara menurun sangat tajam, defisit fiskal yang terpaksa harus ditutupi
dengan pencetakan uang, dan tingkat harga melompat lebih tinggi daripada yang
diperkirakan. Tingkat inflasi yang terjadi tahun 1995-96 telah mempengaruhi kinerja
kebijaksanaan moneter. Penggunaan dolar (dollarization) di sejumlah negara tertentu
telah menimbulkan komplikasi pada kebijaksanaan moneter. Tugas para perumus
kebijaksanaan di negara-negara transisi ialah bagaimana menumbuhkan kepercayaan
dalam menjaga nilai uang domestik dan melakukan restorasi/ penataan sistem perbankan.
Mandat yang dibawa IMF adalah untuk menjaga agar negara-negara ekonomi transisi
mampu menjaga sistem perdagangan tetap terbuka serta memberikan kontribusi terhadap
keterbukaan sistem ekonomi internasional. Hasil yang didapat dari pola ekonomi tertutup
yang selama ini dipraktikan oleh negara-negara berpola ekonomi berencana adalah tidak
didapatnya manfaat dari perdagangan internasional yang didasarkan pada konsep
spesialisasi dan doktrin keunggulan komparatif. Standar hidup yang didapatkan oleh
mereka juga jauh dibawah negara-negara berpola ekonomi pasar (seperti yang
dipraktikan di barat).
Proses integrasi dari bergabungnya negara-negara transisi kedalam tatanan ekonomi
global (Lenain, 1998: 25) telah terbagi kedalam dua kelompok:
1. Negara-negara dengan karakteristik lebih maju (most advanced countries) di
Kawasan Eropa Tengah dan Timur serta Baltic yang telah bergerak cepat kearah
tercapainya rezim perdagangan bebas melalui cara kebebasan mengekspor,
menghilangkan hambatan impor, dan bergabungnya dengan WTO.
2. Negara-negara dengan karakteristik kurang begitu maju (less advanced countries)
yang melakukan liberalisasi perdagangan internasionalnya tapi agak lambat.
16
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
IV. Kemajuan dan Perkembangan yang Signifikan pada Perekonomian Rusia
Tahun 2000-an Sampai Sekarang
Runtuhnya pemerintahan komunis USSR tahun 1991 antara lain ditandai oleh krisis
ekonomi yang serius yang terjadi di negara itu, yang akhirnya kemudian sistem ekonomi
perencanaan terpusat ditinggalkan dan beralih kepada diterapkannya sistem ekonomi
modern berbasis ekonomi pasar (Cooper, 2013: 55 serta Cohen, Benovic, dan Roberts;
2014: 3). Tim ekonomi pemerintahan Boris Yeltsin (menjadi presiden sampai tahun
2000) telah melakukan reformasi struktural secara menyeluruh, mendalam, bahkan
bersifat radikal. Pada taraf awal, dirasakan adanya kesulitan dalam proses transformasi/
reformasi ini terutama untuk kurun waktu jangka pendek. Namun kini, setelah berjalan
sekitar 25 tahun, transformasi yang terjadi pada sistem ekonomi (dan politik) tersebut
telah memperlihatkan kemajuannya yang signifikan (Cooper, 2013: 58-59). Data statistik
yang menampilkan perkembangan ekonomi Rusia pasca transformasi ini tidaklah tersedia
secara lengkap, suatu hal yang menimbulkan kesulitan untuk memberikan penilaian
secara akurat atas kemajuannya yang terjadi selama ini apalagi untuk memperkirakan
kecenderungannya di masa mendatang.
Walaupun demikian, beberapa perkembangan dapat diamati berikut ini. Privatisasi dalam
skala besar pada pertengahan tahun 1990-an telah terlihat dari diakhirinya peranan
perusahaan negara di bidang industri. Pada tahun 2008, dari sejumlah 400 perusahaan
terbesar, kepemilikan negara pada bidang ini hanya tinggal sebesar 40-45 persen. Sektor
ekonomi militer (military economy) yang memiliki pengaruh besar terhadap industri
pertahanan, juga bukanlah sektor yang kebal terhadap adanya reformasi ini. Pada bidang
industri pertahanan, di tahun 2007 tidak kurang dari 49 persen dari perusahaan dan
organisasi (di bidang industri pertahanan) dimiliki penuh oleh pemerintah, sebanyak 27
persen pemerintah ikut berpartisipasi didalam kepemilikanya, dan hanya 24 persen yang
dimiliki swasta secara penuh.
Pendapatan per kapita di Rusia telah memperlihatkan peningkatan. Bila pada tahun 2000
baru mencapai 1.775 USD, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 14.818
USD.
Memasuki bulan Juni 2013, pemerintah Rusia dibawah Presiden Vladimir Putin masih
memandang perlu untuk merumuskan strategi kebijaksanaan ekonomi (kearah
pencapaian sasaran) berikut (Cohen, Benovic, dan Roberts; 2014: 6):
-
Menciptakan insentif pajak untuk investor individual jangka panjang di pasar modal.
Merancang undang-undang guna mencegah transaksi ilegal di bidang keuangan,
misalnya karena praktik money laundering.
Menjaga dan melindungi kepemilikan hak individu atas aset nasabah yang disimpan
pada perusahaan asuransi dan lembaga keuangan.
Mencegah terjadinya pelarian modal.
17
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
-
Peningkatan akses bagi pengusaha kecil dan menengah untuk memperoleh pendanaan
dari sektor keuangan.
Memperkuat peranan regulasi dari negara pada perusahaan negara (guna
meningkatkan efisiensi).
Ekonomi Rusia pada tahun 2013 hanya mampu mencapai tingkat pertumbuhan sebesar
1,3 persen, jauh dibawah target rata-rata yang ingin dicapai pemerintah sebesar 7 persen.
Pada triwulan pertama tahun 2014, menurut Menteri Pembangunan Ekonomi Alexey
Ulyukayev, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,8 persen, jauh dibawah target yang
dipatok sebesar 2,5 persen. Krisis ekonomi dunia tahun 2008-2009 telah ikut
memperlambat pencapaian pertumbuhan di Rusia. (Lihat Grafik dibawah ini).
Grafik 1.
Diakses tgl 03-06-2015 dan tgl 23-06-2016
Struktur perdagangan luar negerinyapun pada dasarnya belum memperlihatkan
perubahan yang mendasar, seiring dengan modernisasi yang dilakukan negeri ini. Guna
menunjang arus perdagangan internasionalnya, Rusia telah bergabung dengan WTO
tahun 2012. Tentang fenomena ini, Sergey Guriyev, mantan rektor the New Economic
School di Moskow yang kini tinggal di pengasingannya di Perancis, telah memberikan
penilaian bahwa dalam rangka menarik manfaat atas keanggotaan Rusia di WTO, maka
negeri ini seharusnyalah menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif guna menopang
lalu lintas perdagangan.
18
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Pada sisi lalu lintas modal internasional, telah terjadi pelarian modal dari Rusia ke luar
negeri sebesar 80,5 miliar USD pada tahun 2011, walau kemudian terjadi penurunan pada
tahun 2012 menjadi sebesar 56,8 miliar USD. Mengacu ke sumber the Central Bank of
Russia, pelarian modal pada tahun 2013 mencapai 59,7 miliar USD. Pada triwulan
pertama tahun 2014, angka tersebut mencapai 50 miliar USD. Pada tahun 2014 secara
keseluruhan, angka tersebut diduga lebih tinggi daripada masa sebelumnya, berkenaan
dengan situasi politik di dalam negeri (akibat langkah Pemerintahan Vladimir Putin
terhadap wilayah/kasus Crimea/ Ukraina) serta lingkungan bisnis yang kurang
menguntungkan. Utang luar negeri Rusia mencapai sekitar 801 miliar USD pada tahun
2014.
Ada hal yang menarik tentang foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Rusia. Bila
pada tahun 2001 FDI baru mencapai angka sebesar 5 miliar USD, maka pada masa
berikutnya telah terjadi percepatan yang luar biasa dimana pada tahun 2008 angka
tersebut mencapai 75 miliar USD. Pada masa-masa tersebut (2007) Rusia telah menjadi
10 negara terbesar “tempat persinggahan” FDI. Guna merangsang para investor bercorak
FDI, pemerintah pada tahun 2005 telah membangun zona ekonomi khusus di 24 tempat
(Cohen, Benovic, and Roberts; 2014: 10-11).
Sekitar 25 tahun lalu, Rusia masih merupakan bagian dari Uni Soviet (USSR), namun
semenjak tahun 1991 negara ini telah menjadi negara berdaulat yang telah lepas dari
sistem kediktatoran USSR yang telah berjalan selama 75 tahun. Reformasi telah
dilakukan secara meluas di bidang politik, pemerintahan, dan ekonomi semenjak tahun
1991. Restrukturisasi secara drastis telah dilakukan di bidang produksi dan penanaman
modal. Iklim kebebasan, kehidupan demokrasi dan ekonomi pasar telah diperkenalkan
dalam kehidupan sehari-hari; dan kini Rusia merupakan partisan aktif dalam tatanan
global. Pembangunan di Rusia telah menempatkan negara ini menjadi bagian penting di
dunia (Andreasen dan Kelstrup, 2005: 3-5).
Pola dan kinerja perdagangan Rusia telah berubah secara signifikan. Perdagangan dengan
sejumlah Negara Barat telah mengalami peningkatan. Dan dengan terlatihnya angkatan
kerja berkat pendidikan dan pelatihan, kini kinerja ekspor barang dari Rusia telah
bergeser ke produk-produk berbasis manufaktur.
Tatkala di masa awal reformasi dilakukan, ketika itu terdapat sejumlah rintangan dalam
upaya mempercepat kemajuan ekonomi. Sejumlah rintangan itu diantaranya berupa
hambatan teknis di bidang perdagangan, jasa kepabeaan yang sangat tidak efisien, dan
sektor perbankan yang kurang efektif (Andreasen dan Kelstrup).
Pada masa perkembangan rentang waktu antara dua kondisi krisis yaitu dari tahun 1998
(krisis pertama) dan 2009 (krisis kedua), perekonomian Rusia menampilkan
pertumbuhannya yang mengesankan. Pada masa tersebut (2000-2008), pertumbuhan
GDP (secara akumulatif) sebesar 83%, pengeluaran untuk akumulasi modal tetap
meningkat sebesar dua kali lipat, dan kenaikan produktivitas sebesar 70%, serta upah riil
19
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
meningkat 3,4 kali lipat. GDP per kapita sebesar 9.300 USD pada tahun 1999 dan
menjadi sebesar 21.000 USD di tahun 2008. Pada periode sebelum krisis dari tahun 2000
sampai 2008, peertumbuhan GDP rata-rata tahunan mencapai sebesar 6,9% dan setelah
krisis yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013 menurun menjadi sebesar 1,0% (Kurdin
dan Gurvich, 2015: 30). (Lihat tabel 1 dibawah ini).
Table 1
Average annual pre-crisis and post-crisis growth rates (%)
Country/ group of countries
2000-2008
World
4.3
Developing countries and emerging markets
6.5
China
10.4
Russia
6.9
India
6.7
UAE
6.2
Venezuela
4.4
South Africa
4.2
Brazil
3.7
Source: calculations based on IMF data (IMF,2014)
2009-2013
3.2
5.3
8.9
1
7
2.2
1.2
1.9
2.7
V. Penutup dan Kesimpulan
Dari berbagai paparan yang diungkapkan pada bagian terdahulu baik yang berkenaan
dengan kajian teoritis/ filosofis/ normatif berkenaan dengan sistem ekonomi dan politik
USSR serta Rusia dan juga dari pengkajian empiris atas apa yang terjadi di negara
tersebut dalam waktu sekitar 25 tahun terakhir, kiranya dapat ditulis beberapa kesimpulan
penutup sebagai berikut:
-
-
-
Sistem ekonomi dan politik pada dasarnya bisa berubah, antara lain karena tuntutan
zaman.
Runtuhnya USSR telah menimbulkan perpecahan sehingga telah terbentuk belasan
negara baru, satu diantaranya adalah Rusia.
Perubahan sistem ekonomi dan politik tersebut telah menuntut adanya reformasi dan
perombakan dalam tatanan kelembagaan ekonomi dan politik. Proses transisireformasi ini, dalam kasus ini berjalan lebih dari 20 tahun.
Dengan pergantian pemimpin pada tingkat puncak sejak Mikhail Gorbachev sampai
kini Vladimr Putin, secara menyeluruh telah terjadi perbaikan dalam kehidupan
ekonomi (GDP meningkat) dan politik (munculnya banyak partai).
Sesuai dengan fokus tulisan ini yang lebih menitik beratkan pada kajian aspek
ekonomi, perbaikan menyeluruh secara agregatif di bidang ekonomi dapat dilihat dari
indikator berikut: liberalisasi ekonomi, privatisasi perusahaan negara, pola perdangan
luar negeri lebih terbuka, masuknya pinjaman luar negeri, dan hadirnya penanaman
20
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
modal asing, yang pada gilirannya telah meningkatnya GDP dan pendapatan
perkapita masyarakat.
21
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Literatur:
I. Artikel dari Jurnal
Aoki, Masahiko and Hyung-Ki Kim. 1995. “Corporate Governance in Transition
Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 20-22.
Balino,Tomas J. T. 1998. “Monetary Policy in Russia”. Finance & Development, Vol.
35, No. 4 (December): 36-39.
Bikalova, Nadezhda. 2001. “Intergovernmental Fiscal Relations in Russia”. Finance &
Development, Vol. 39, No. 3 (September): 36-39.
Bird, Richard M., Caroline L. Freund, and Christine Wallich. 1995. “Decentralizing
Fiscal Systems in Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3
(September): 31-34.
Borensztein, Eduardo and Peter Montiel.1992. “When Will Eastern Europe Catch Up
with the West?”. Finance & Developmment, Vol. 29, No. 3 (September): 21-23.
Borish, Michael S., Millard F. Long, and Michel Noel. 1995. “Banking Reform in
Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 23-26.
Broadman, Harry G. 2001. “Competition and Business Entry in Russia”. Finance &
Development, Vol. 38, No. 2 (June): 22-25.
Cooper, Julian. 2013. “The Russian Economy Twenty Years After the End of the
Socialist Economic Systems”. Journal of European Studies, Vol. 4, Issue 1, (January):
55-64.
doi:10.1016/j.euras.2012.07.002
http:www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1879366512000206…(6/1/2015).
Coorey, Sharmini, Mauro Mecagni, and Erik Offerdal. 1998. “Achieving Low Inflation
in Transition Economies: The Role of Relative Price Adjustment”. Finance &
Development, Vol. 35, No. 1 (March) : 30-33.
Coricelli, Fabrizio and Timothy D. Lane. 1993. “Wage Control During the Transition
from Central Planning to A Market Economy”. The World Bank Research Observer, vol.
8, no. 2 (July), pp. 195-210.
Danize, Cevdet and Holger C. Wolf. 2000. “The Saving Collapse during the Transition in
Eastern Europe”. The World Bank Economic Review, Vol. 14, No. 3 (September): 445455.
de Melo, Martha, Cevdet Denizer, and Alan Gelb. 1996. “Transition from Plan to
Market”. The World Bank Economic Review, Vol. 10, No. 3 (September): 397-424.
22
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Desai, Raj and Itzhak Goldberg. 2000. “Stakholders, Governance, and the Russian
Enterprise Dilemma”. Finance & Development, Vol. 37, No. 2 (June): 14-18.
Easterly, William and Stanley Fischer. 1995. “The Soviet Economic Decline”. The World
Bank Economic Review, Vol. 9, No. 3 (September): 341-371.
Easterly, William and Stanley Fischer. 1994. “What We Can Learn from the Soviet
Collapse”. Finance & Development, Vol. 31, No. 3 (December): 2-5.
Feldman, Robert A. and C. Maxwell Watson. 2000. “Central Europe: From Transition to
EU Membership”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 24-27.
Fischer, Stanley and Ratna Sahay. 2000. “Economies in Transition: Taking Stock”.
Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 2-6.
Frydman, Roman and Andrej Rapaczynski. 1993. “Privatization in Eastern Europe”.
Finance & Development, Vol. 30, No. 2 (June): 10-13.
Giblova, Natalia. 2015. “Impact of Monetary Policy of the Central Bank on the
Economic Growth in Russia in the Condition of Unstable Economy”. Review of
European Studies, Vol. 7, No. 10: 95-106. doi:10.5539/res.v7n10p94
URL: http://dx.doi.org/10.5539/res.v7n10p94
Havrylyshyn, Oleh and John Odling-Smee. 2000. “Political Economy of Stalled
Reforms”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 7-10.
Hardy, Daniel and Dubravko Mihaljek. 1992. “Economic Policy Making in a
Federation”. Finance & Development, Vol. 29, No. 2 (June): 14-17.
Hoekman, Bernard and Simeon Djankov. 1997. “Determinants of the Export Structure of
Countries in Central and Eastern Europe”. The World Bank Economic Review, Vol. 11,
No. 3 (September): 471-487.
Klugman, Jeni and Jeanine Braithwaite. 1998. “Poverty in Russia During the Transition:
An Overview”. The World Bank Research Observer, vol. 13, no. 1 (February), pp. 37-58.
Kornai, Janos. 2000. “Making the Transition to Private Ownership”. Finance &
Development, Vol. 37, No. 3 (September): 12-13.
Krum, Kathie, Branko Milanovic, and Michael Walton. 1995. “Transfers and the
Transition From Central Planning”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3
(September): 27-30.
Lenain, Patrick. 1998. “Ten Years of Transition: A Progress Report”. Finance &
Development, Vol. 35, No. 3 (September): 22-25.
Litvak, Jennie I. and Christine I. Wallich. 1993. “Intergovernmental Finance: Critical to
Russia’s Transformation?”. Finance & Development, Vol. 30, No. 2 (June): 6-9.
23
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Mitra, Pradeep K. and Marcelo Selowsky. 2002. “Lessons from a Decade of Transition in
Eastern Europe and Former Soviet Union”. Finance & Development, Vol. 39, No. 2
(June): 48-51.
Nesterenko, Andrei 2000. “The Modernization Challenge Facing President Putin”.
Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 20-23.
Nord, Roger. 2000. “Central and Eastern Europe and the New Financial Architecture”.
Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 32-35.
Sahay, Ratna and Carlos A. Vegh. 1995. “Dollarization in Transition Economies”.
Finance & Development, Vol. 32, No. 1 (March): 36-39.
Sundararajan, V. 1992. “Central Banking Reforms in Formerly Planned Economies”.
Finance & Development, Vol. 29, No. 1 (March): 10-13.
Szapary, Gyorgy. 2001. “Transition Countries Choice of Exchange Rate Regime in the
Run-Up to EMU Membership”. Finance & Development, Vol. 38, No. 2 (June): 26-29.
Wang, Zhen Kun. 1996. “Integrating Transition Economies into the Global Economy”.
Finance & Development, Vol. 33, No. 3 (September): 21-23.
II. Paper/ proceeding/ report:
Andreason, Kaare Stamer and Jakob Kelstrup. “Russian Prospects: Political and
Economic Scenarios”. Members’ Report # 1/2005: 1-31. Copenhagen: Copenhagen
Institute for Futures Studies. www.CIFS/DK
Aslund, Anders. 2000. “Why Has Russia’s Economic Transition Been So Arduous?”.
Proceedings of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999:
399-424. Washington, D.C.: World Bank.
Balcerowicz, Leszek and Alan Gelb. 1995. “Macropolies in Transition to a Market
Economy: A Three-Year Perspective”. Proceedings of the World Bank Annual
Conference on Development Economics 1994: 21-44. Washington, D.C.: World Bank.
Cohen, Ariel, Ivan Benovic, and James Roberts. “Russia’s Avoidable Economic
Decline”. Special Reports # 154 on Russia and Eurasia, September 17, 2014: 1-25.
Moscow:
the
Heritage
Foundation.
http://www.heritage.org/research/report/2014/09/russias-avoidabl...(6/3/2015).
Commander, Simon, Mark Dutz, and Nicholas Stern. 2000. “Restructuring in Transition
Economies: Ownership, Competition, and Regulation”. Proceedings of the Annual World
Bank Conference on Development Economics 1999: 345-373. Washington, D.C.: World
Bank.
24
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
Grigoriev, Leonid, Evsei Gurvich, Igor Makarov, and Ekaterina Makarova. “Russia’s
Economy: After Transformation, Before Medernization”. Valdal Discussion Club
Analytical Report, January 2013: 1-43. Moscow: Council on Foreign and Defence Policy.
Kornai, Janos. 2001. “Ten Years After the Road to a Free Economy: The Author’s SelfEvaluation”. Proceeding of the Annual World Bank Conference on Development
Economics 2000: 49-63. Washington, D.C.: World Bank.
McKinnon, Ronald I. 1994. “Gradual versus Rapid Liberalization in Socialist
Economies: The Problem of Macroeconomic Control”. Proceedings of the World Bank
Annual Conference on Development Economics 1993: 63-94. Washington, D.C.: World
Bank.
Russel, Martin. “The Russian Economy: Will Russia Ever Cath Up?”. Members’
Research Service, March 2015 - PE 551.320: 1-23. Brussels: Directorate - General for
Parliamentary
Research
Service,
European
Parliament.
http://www.europarl.europa.eu/thinktank .
Sachs, Jeffrey D. 1995. “Russia’s Struggle with Stabilization: Conceptual Issues and
Evidence”. Proceedings of the World Bank Annual Conference on Development
Economics 1994: 57-80.Washington, D.C.: World Bank.
Stiglitz, Joseph E. 2000. “Wither Reform? Ten Years of the Transition”. Proceeding of
the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999: 27-56.
Washington, D.C.: World Bank.
Wyplosz, Charles. 2000. “Macroeconomic Lessons from Ten Years of Transition”.
Proceedings of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999:
317-343. Washington, D.C.: World Bank.
III. Buku
Gregory, Paul N. and Robert C. Stuart. 1992. “Comparative Economic Systems”, 4th
Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.
Rosser, JR., Barkley J. and Marina V. Rosser. 2004. “Comparative Economics in a
Transforming World Economy”, 2nd Edition. Cambridge: The MIT Press.
Schnitzer, Martin C. 1991. “Comparative Economic Systems”, 5th Edition. Cincinnati:
South-Western Publishing Co.
25
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
26
Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017
27
Download