Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Perkembangan Sistem Ekonomi dan Politik dalam Zaman yang Berubah: 25 Tahun Kasus Keruntuhan Ekonomi Uni Soviet dan Munculnya Negara Rusia (Suatu Kajian Literatur) HARISDIANA Dosen Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran Abstract The transition or transformation process in the political and economic life in Eastern Europe and the Soviet Union (USSR) since 1980s has broadly impact to the political, social, and economic condition of this region. The reformation program in the economic and political system which designed and started by Mikhail Gorbachev has significantly effect. This article which based on descriptive analysis, which using literature review, to attend for investigate the USSR economic and political process for the year around 25 years until introduced perestroika, demokratizatya, and glasnost. This study revealed were post USSR collapse and formed the state of Russia, the Russian economic condition has progress significantly, the political condition more condusive (there are multi party system), and there are the independent of expression of ideas. Keywords: sistem ekonomi/ politik, zaman yang berubah, keruntuhan Uni Soviet, munculnya Rusia, transisi/ transformasi, kemajuan ekonomi/ poltik. I.Pendahuluan Pada akhir tahun 1980-an memasuki tahun 1990-an, telah terjadi transformasi ekonomi yang dramatis di kawasan negara-negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet dimana mereka telah meninggalkan pola perencanaan sentral (central planning) dan bergeser ke sistem ekonomi pasar bebas (Mitra dan Selowsky, 2002: 48-49). Corak ekonomi transisi dari sejumlah negara yang tadinya berpola sistem ekonomi komando dan kemudin bergeser ke ekonomi pasar yang telah diawali pada akhir tahun 1980-an di negara-negara Eropa Timur tersebut, proses perubahan itu terbilang cepat. Kondisi ini ditandai dan diawali oleh antara lain runtuhnya Tembok Berlin tahun 1989 dan kemudian ambruknya Uni Soviet (USSR) dua tahun kemudian (setelah 1989). Pola transisi atau transformasi ekonomi ini (Exeter dan Fries, 1998: 26-27) sampai sejauh ini memiliki dua fase: 1 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 a. Pertama, pada kebanyakan negara, ditandai oleh dikuranginya peranan pemerintah pada banyak kegiatan (termasuk ekonomi), proses liberalisasi pasar dan perdagangan, serta privatisasi dari perusahaan negara. b. Kedua, di beberapa negara telah dilakukan pengembangan lembaga-lembaga publik dan privat untuk menunjang efektivitas bekerjanya sistem ekonomi pasar, memperkuat kapasitas negara guna meningkatkan penerimaan negara, dan meningkatkan pelayanan umum kepada masyarakat. Bagaimana pola dan perkembangan ekonomi dan politik di USSR (Uni Soviet) dan terbentuknya negara Russia, merupakan tema inti dalam penulisan artikel ini, yang lebih dititik beratkan pada aspek-aspek ekonomi. II. Kemunduran Ekonomi Uni Soviet, Runtuhnya Sistem Ekonomi Perencanaan Terpusat, dan Penataan Sistem Politik II.1. Kemunduran Ekonomi pada Sistem Sosialis: Kasus USSR Mikhail Gorbachev adalah figur berpengaruh. Pada tahun 1985 (Gregory dan Stuart, 1991: 4-7 serta Rosser, Jr. dan Rosser, 2004: 43) tatkala ia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (USSR) ia langsung meluncurkan program reformasi atau perombakan yang dinilai sangat radikal di bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dia menilai terdapat banyak kelemahan pada sistem ekonomi perencanaan terpusat yang dijalankan di negara itu selama kurang lebih tujuh puluh tahun sampai dengan masa-masa pertengahan tahun 1980-an pada abad ke-20. Oleh karenanya ia langsung melakukan semacam gebrakan dengan cara memberi kebebasan berbicara bagi para warganya, munculnya beberapa partai baru tidak hanya Partai Komunis (yang cukup lama berkuasa), serta berupaya untuk melakukan perombakan ekonomi masyarakat yang dalam pandangan Gorbachev dinilai stagnan atau macet. Perombakan besar-besaran di negara Uni Soviet dalam waktu yang relatif singkat tidak hanya merubah situasi ekonomi dan politik di negara ini, tetapi ternyata juga telah berdampak terhadap terjadinya perubahan di banyak negara kawasan Eropa Timur dan negara-negara sosialis lainnya. Ini terjadi akhir tahun 1980-an dan bergeser memasuki tahun 1990-an abad ke-20. Intinya mereka menghendaki adanya reformasi ekonomi dan politik secara fundamental sekaligus mereka melakukan pergeseran dari pola ekonomi komando bergerak ke ekonomi pasar. Berkat terobosan yang telah dilakukan Sekretaris Jenderal PKUS Mikhail Gorbachev, majalah Time sampai memberikan julukan sebagai “Man of the Decade”, dengan dasar pertimbangan dia memiliki pengaruh sangat besar terhadap dunia untuk dekade 1980-an (Schnitzer, 1991: 272-275). Mengacu kepada pendapat Martin Schnitzer, perestroika diartikan sebagai restrukturisasi dalam perekonomian di negara Uni Soviet. Sementara glasnost diartikan sebagai keterbukaan yang menyangkut urusan publik (baca: pemerintahan/kenegaraan) dalam segenap segi kehidupan manusia. Demokratizatiya mengandung arti diberikannya kebebasan kepada warga masyarakat untuk berbicara dan mengemukakan pendapat. 2 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Tatkala program ini diluncurkan tahun 1985, dinilai bahwa birokrasi pemerintahan menunjukkan keadaan yang tidak efisien, sementara pada bidang ekonomi terjadi mismanajemen atau kesalahan dalam tata kelola ekonomi. Sebagaimana ditekankan oleh Gorbachev, glasnost dan perestroika memiliki hubungan yang erat dan kesemuanya difokuskan untuk pembenahan atas struktur ekonomi yang mandeg. Tatkala reformasi digulirkan pemerintahan Uni Soviet memerlukan modernisasi teknologi agar dapat berkompetisi dalam ekonomi global. Oleh karenanya Gorbachev telah melakukan kerjasama dengan pihak asing guna meningkatkan kualitas dan produksi barang di dalam negerinya. Pola joint venture dengan pihak Barat telah dilakukannya. Reformasi ekonomi yang lain meliputi (Schnitzer, 1991: 275) menurunkan intensitas penjatahan pola terpusat dalam pemasokan barang serta dikembangkan sistem perdagangan eceran, adanya akuntabilitas dalam tata kelola keuangan, dikembangkan kerja sama bisnis secara independen, adanya regulasi dalam perdagangan luar negeri, serta swakelola di bidang keuangan pada tingkat pemerintahan regional atas dasar prinsip efisiensi. II.2. Reformasi Ekonomi: Dari Perencanaan Terpusat ke Sistem Ekonomi Pasar Pada buku teks berjudul “Comparative Economic Systems” karangan Paul R. Gregory dan Robert C. Stuart, disitu disinggung bahwa pencapaian dari keberhasilan suatu sistem ekonomi atau kebijaksanaan ekonomi yang menyertainya dalam ukuran baku dapat dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas perekonomian yang terjaga, efisensi dalam kegiatan dunia usaha, atau juga tercapainya distribusi pendapatan yang merata (Gregory dan Stuart, 1992: 27-29). Sementara itu, pada buku teks yang lain karangan Martin C. Schnitzer berjudul “Comparative Economic Systems” disitu dikemukakan fakta tentang perkembangan Uni Soviet sebagai berikut: “the economy has problems of declining growth in output, serious inflationary pressure, and slow technological growth”, (Schnitzer, 1991: 242). Dari penjelasan tersebut tampak keadaan yang kontradiktif. Per definisi Gregory dan Stuart target-target tadi harus diwujudkan, di lain sisi dari fakta yang dibeberkan Schnitzer perkembangan ekonomi Uni Soviet menunjukkan kemunduran. Menurut beberapa pakar studi perbandingan sistem ekonomi, bila kinerja menunjukkan keadaan yang memburuk maka hal itu tidak lepas dari sistem ekonomi yang dijadikan acuannya. Jelas dari sini bisa diduga bahwa pola perencanaan ekonomi di Uni Soviet dinilai memiliki beberapa kelemahan. Untuk itulah kiranya menjadi penting untuk melakukan peninjauan secara garis besar tentang pola perencanaan ekonomi terpusat (centralized economic planning) di negara ini. Dalam konteks tatanan kelembagaaan pemerintah (Schnitzer, 1991: 246-247), Dewan Menteri adalah merupakan cabang kekuasaan eksekutif dari pemerintahan Uni Soviet yang bertanggungjawab dalam kebijakan pembangunan. Sedangkan Supreme Union bertugas menjaga tertib hukum. Dalam pembuatan kebijaksanaan ekonomi, juga terdapat satu komite penting bernama the State Planning Committee (Gosplan), yang bertanggungjawab dalam penyusunan dan pelaksanaan perencanaan pembangunan ekonomi nasional. 3 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Ciri paling penting dari sistem ekonomi yang (terutama) berjalan di Uni Soviet ialah dilakukannya perencanaan ekonomi secara komprehensif (Rosser, Jr. dan Rosser, 2004: 69 dan 271 serta Schnitzer, 1991: 248-253). Hal mendasar dalam pola perencanaan ekonomi terpusat di negara ini ialah adanya kepemilikan negara dari faktor produksi. Dalam hubungan ini terdapat adanya perencanaan penentuan output secara fisik yang dalam hal ini terkait dengan segi produksi, distribusi, dan target investasi. Adapun perencanaan pembiayaan yang terkait dengan segi keuangan adalah merupakan perencanaan yang diderivasi/diturunkan dari perencanaan output fisik. Perencanaan juga diterjemahkan dalam skala waktu. Perencanaan jangka panjang meliputi masa 15-20 tahun. Perencanaan jangka menengah antara 5 sampai 7 tahun. Adapun rencana tahunan atau rencana operasional dapat dipecah-pecah kedalam jenis rencana empat bulanan atau bahkan periode satu bulanan. Perencanaan di Uni Soviet diarahkan oleh Dewan Tertinggi (Supreme Soviet) dan Dewan Menteri. Pelaksanaan perencanaan di lapangan dijalankan oleh lembaga perencanaan yang dapat dibedakan kedalam tiga kelompok : badan perencanaan tingkat pusat (Gosplan), menteri-menteri/departemen, dan badan perencanaan pada tingkat organisasi/lembaga negara serta perusahaan negara. Disamping terdapat the State Planning Committee (Gosplan) pada tingkat pusat, juga terdapat organ/badan perencanaan bernama the State Planning Committee of the Union and Autonomous Republics. Badan yang terakhir disebut ini menjalankan peranannya pada tingkat “semacam” negara bagian (disebut republik), dengan dasar pertimbangan pada struktur pemerintahan U.S.S.R sebelum terjadi perpecahan disana terdapat belasan negara bagian (namanya Soviet Socialist Republic, yang waktu itu jumlahnya ada lima belas). Pada tingkat regional, terdapat Regional Planning Committee (semacam BAPPEDA tingkat I di Indonesia) dan District and City Planning Committee (semacam BAPPEDA tingkat II di Indonesia). Gosplan merupakan badan yang menterjemahkan keputusan politik tingkat tinggi secara luas yang disusun kedalam program yang konkret atas dasar arahan oleh Dewan Menteri bersama Komite Sentral Partai Komunis. Gosplan bertanggungjawab pada bidang kerja perencanaan ekonomi nasional untuk semua aspek serta menyampaikan laporan dan mempertanggungjawabkannya kepada Dewan Menteri. Gosplan bertanggungjawab atas keseluruhan penyusunan perencanaan (ekonomi) nasional. Persoalan yang sering muncul ialah bagaimana mencocokkan semua jenis draf dari berbagai jenis rencana yang telah disusun oleh berbagai badan perencanaan kedalam satu perencanaan nasional secara komprehensif. Secara lebih khusus Gosplan juga bertanggungjawab atas pengecekan terhadap berbagai kemajuan dari implementasi perencanaan. Perencanaan fisik terkait dengan perencanaan pembiayaan. Perencanaan pembiayan (Schnitzer, 1991: 256-263) dirancang bersama oleh Kementerian Keuangan dengan bank sentral (Gosbank) dan kemudian disinkronkan dengan perencanaan ekonomi nasional. Pada tingkat Uni Soviet (gabungan) anggaran nasional (Soviet State Budget) senantiasa memperhatikan konsolidasi anggaran untuk tingkat nasional, republik, dan unit lokal pemerintahan. Anggaran Negara Soviet dirancang tiap tahun oleh Kementerian Keuangan, dimana hal itu meliputi anggaran tingkat pusat, anggaran republik otonom, anggaran tingkat regional/kota/distrik. Budget secara terintegrasi tersebut kemudian 4 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 dikirimkan oleh Kementerian Keuangan kepada Dewan Kementerian pemerintahan Uni Soviet untuk memperoleh persetujuannya. Sistem perbankan Soviet memiliki beberapa ciri. Perbankan tersentralisasi dengan monopoli penuh dari negara. Operasi perbankan ditujukan pada pengendalian kredit dan uang beredar. Sistem perbankan seolah merupakan subordinasi dari perencanaan ekonomi nasional. Sistem perbankan Soviet dikendalikan oleh bank sentral (Gosbank) dengan fungsi antara lain sebagai agen fiskal dari pemerintahan dimana pajak bisa ditarik dan sekaligus berperan dalam mengalokasikan dana untuk badan-badan pemerintahan dan perusahaan negara. II.3. Restrukturisasi Peran Partai dan Sistem Politik/ Pemerintahan Catatan sejarah menunjukkan bahwa Partai Komunis di Uni Soviet didirikan oleh Vladimir Illich Ulyanov (Lenin), pendiri negara Uni Soviet pasca-revolusi Bolshevik tahun 1917 (Rosser, Jr. dan Rosser, 2004: 61). Seiring dengan itu, pada tingkat tatanan kelembagaan politik dan kenegaraan (Schnitzer, 1991: 243-246), telah dibentuk Politbiro, suatu badan yang bertanggungjawab kepada pemimpin tertinggi partai, hal mana lembaga Politbiro ciptaan Lenin ini bertugas menentukan kebijaksanaan nasional. Setelah Lenin meninggal tahun 1924, Joseph Stalin menjadi pemimpin tertinggi di U.S.S.R. (the Union of the Soviet Socialist Republics) dimana ia memiliki kekuasaan secara terpusat antara lain dengan cara menyingkirkan sejumlah rivalnya. Pada bidang pembangunan ekonomi pada tahun 1927, ia meluncurkan rencana pembangunan lima tahun yang pertama dengan memaksa melakukan semacam kolektivisasi di bidang pertanian. Selepas dari Stalin, kepemimpinan Uni Soviet berikutnya adalah Nikita Khrushchev. Leonid Brezhnev menggantikan Khrushchev sebagai pemimpin partai selama hampir 18 tahun. Pada masa ini, kehidupan ekonomi dan standar hidup agak meningkat, kendati hal itu disertai dengan banyaknya kasus korupsi dan pola kroni-isme di bidang politik dan bisnis. Pada akhirnya perekonomian menjadi mandeg sampai tahun 1980-an. Kontrol mesin pemerintahan di Uni Soviet ada di tangan Partai Komunis. Kekuatan politik pada hakekatnya terpusat di lembaga Komite Sentral (the Central Committee), di Politbiro, di Sekretaris Jenderal PKUS, serta pada sejumlah departemen; yang kesemuanya merupakan organ administrasi tingkat tinggi dari negara ini terkonsentrasi di Moskow. Politbiro merupakan instrumen tertinggi dalam kekuasaan politik di Uni Soviet. Politbiro bertanggung jawab untuk semua fase dalam kebijaksanaan nasional meliputi: kebijaksanaan politik luar negeri, kebijaksanaan ekonomi domestik, dan kebijaksanaan di bidang militer. Di USSR, struktur partai dan pemerintahan memiliki hubungan paralel satu sama lainnya. Pada tingkat nasional/USSR, unit administrasi partai meliputi organ Komite Sentral, Politbiro, dan Sekretariat. Sedangkan pada unit administrasi pemerintahan meliputi the Supreme Soviet dan Dewan Menteri dengan masing-masing dijabat oleh presidium. Pada awal 1990, Komite Sentral Partai Komunis telah mengakhiri kekuasaan politik dan sekaligus memberi izin terhadap berkembangnya sistem multi partai. Lebih mendasar 5 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 dari itu, misalnya, seksi 6 dari Konstitusi USSR yang menyatakan bahwa Partai Komunis memegang kekuasaan tunggal/monopoli, pasal itu telah dihilangkan. Demikian pula halnya penempatan orang-orang dari partai pada KGB, kepolisian, tentara, dan perusahaan negara; juga telah ditiadakan. Perombakan ini adalah merupakan rangkaian yang mulai dilakukan Gorbachev semenjak Maret 1985, dimana menurut Martin C. Schnitzer (1991: 247-248) dalam tatanan politik/pemerintahan secara garis besar meliputi juga: Pada Juni 1987, di beberapa distrik lokal telah dilakukan pemilihan. Pada Mei 1989, untuk pertama kalinya Kongres Wakil Rakyat digelar. Pada Juli 1989, mulai terdapat/terbentuk grup oposisi di parlemen. Pada Desember 1989, wilayah Lithuania menyetujui sistem multi partai. Pada Januari 1990, reformasi komunis dibuat di Moskow untuk menetapkan platform partai alternatif. Pada Februari 1990, demonstrasi masa terjadi di Moskow menuntut diakhirinya satu partai tunggal dalam sistem politik. III. Perombakan Menyeluruh Ekonomi Rusia pada tahun 1990-an dan 2000-an Sampai dengan 25 Desember 1991, USSR memiliki luas wilayah terbesar di dunia, atau sekitar seperenam dari wilayah daratan bumi. Wilayah tersebut kira-kira sekitar 2,5 kali lipat dari luas wilayah Amerika Serikat. Penduduknya sekitar 293 juta, jumlah ketiga terbesar di dunia (Rosser, Jr. dan Rosser; 2004: 266). Sebelum USSR terpecah-pecah, Uni Soviet memiliki lima belas republik sosialis. Yang terbesar daripadanya adalah Russian Soviet Federated Socialist Republic (RSFSR) yang meliputi 79 persen total wilayah ini dengan jumlah penduduk sekitar setengah dari jumlah penduduk keseluruhan. III.1. Berorientasi ke Ekonomi Pasar Setelah mengambil langkah untuk menetapkan dan memperkuat basis ekonomi berorientasi pasar dan mengembangkan kelembagaan politik bercorak demokratik selama tahun1990-an, Rusia kini menjadi negara bercorak ekonomi pasar yang sedang bangkit yang memerlukan terobosan modernisasi. Urgensi modernisasi di Rusia adalah lebih kuat daripada di negara-negara emerging market lainnya. Vladimir Putin mengawali langkah ekonominya dengan maksud agar terjadi pemulihan dalam perekonomian Rusia antara lain melalui devaluasi mata uang rubel tahun 1998. Indikator makro ekonomi dan industri pada tahun 2000 memperlihatkan kinerja yang menguntungkan dengan tingkat pencapaian GDP sekitar 4-5 persen (dengan catatan harga minyak dunia bertahan pada angka 30 USD per barel). Agar perekonomian Rusia bisa mencapai tingkat lepas landas (Nesterenko, 2000: 20), tingkat kesulitan yang dihadapi Rusia diantaranya ialah bahwa negara ini harus 6 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju di barat. Para akhli terkemuka menaksir bahwa Rusia memerlukan sekitar 2 trilyun USD untuk keperluan 20 tahun kedepan (diukur sejak tahun 2000) guna melakukan modernisasi dibidang infrastruktur, fasilitas produksi, dan angkatan kerja. Bila proses moderniasai diawali sejak awal tahun 2000-an, maka diprediksi Rusia memerlukan waktu sekitar 15-30 tahun kedepan untuk mensejajarkan dirinya dengan negara-negara barat, dengan catatan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Rusia harus berada pada tingkatan 6-8 persen per tahunnya. Guna mewujudkan modernisasi, menurut Andrei Nesterenko (2000: 21) Rusia memerlukan kebijaksanaan ekonomi bercorak liberal antara lain dengan cara menciptakan iklim investasi yang menguntungkan, upaya menghilangkan hambatan di didang perdagangan dan pertukaran, memberikan jaminan kepemilikan oleh fihak swasta, melakukan deregulasi ekonomi, dan menumbuhkan iklim kompetisi. Dalam pada itu, untuk mencapai tujuan modernisasi secara komprehensif, pencapaian ekonomi Rusia akan ditentukan oleh kemajuan Rusia dalam menangani empat hal berikut: menciptakan lingkungan yang ramah terhadap (ekonomi) pasar, restrukturisasi sektor riil, menurunkan utang luar negeri, dan memperkuat federalisme ekonomi. Utang luar negeri secara kontinyu akan tetap memberikan tekanan yang kuat terhadap kinerja ekonomi Rusia. Total utang luar negeri Rusia sampai tahun 2000 mencapai 160 miliar USD dimana untuk masa wkatu 2001-2005 pembayaran utang per tahunnya mencapai angka sekitar 12 sampai 17 miliar USD. Neraca pembayaran Rusia akan menghadapi persoalan serius akibat pembayaran kembali utang luar negeri. Reformasi struktural merupakan satu-satunya solusi guna mengatasi problem utang luar negeri Rusia. Mantan menteri perekonomian Yevgeni Yasin mengajukan usul yang radikal bahwa agar perekonomian Rusia dapat mencapai tingkat pertumbuhan yang tergolong mantap maka semua utang (luar negeri) Uni Soviet harus dihapusbukukan (write off). Setiap orang yang melakukan aktivitas bisnis di Rusia sama-sama tahu bahwa di negara ini terdapat kelemahan menyangkut: rendahnya kesadaran hukum, tingginya pajak, persoalan korupsi di lingkungan birokrasi, dan persoalan kriminal yang terorganisasi lewat jaringan mafia. Masyarakat dan pemerintah Rusia harus mendukung munculnya iklim kompetisi. Rusia belum benar-benar terbuka dan belum memiliki ekonomi yang kompetitif, karena tingginya berbagai hambatan bagi investor untuk terjun ke dunia bisnis. Sampai awal tahun 2000-an standar kehidupan belumlah berkembang secara berarti, masalah ekonomi masih sangat berat, dan reformasi dibidang judisial belum berjalan secara baik. III.2. Privatisasi Perusahaan Negara Semenjak reformasi diluncurkan pada tahun 1992, setelah itu telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam banyak kegiatan ekonomi Rusia. Reformasi ekonomi tersebut mengacu kepada pendapat Harry G. Broadman (2001: 22) meliputi, perusahaan negara telah 7 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 diprivatisasi dalam (berbagai tingkat dan variasinya), hambatan administratif telah dihilangkan baik bagi perusahaan domestik maupun perusahaan asing yang akan memasuki pasar Rusia, serta kontrol harga telah dikurangi terhadap lebih dari 90 persen barang perdagangan eceran dan perdagangan besar. Pada masa sebelum reformasi, hambatan yang tinggi dalam memasuki sektor industri Rusia (Broadman, 2001: 22), telah membawa konsekuensi negatif terhadap pembangunan ekonomi Rusia berupa: 1. tingginya harga dan penurunan output serta menurunnya kualitas jasa; 2. terhambatnya pengembangan teknologi dan inovasi; 3. menurunnya insentif atas transaksi antar wilayah; dan 4. penurunan investasi asing dalam aktivitas bisnis. Mengacu ke estimasi resmi, pada tahun 2000 dapat ditaksir bahwa lebih dari 70 persen GDP Rusia berasal dari sektor swasta, naik sangat tinggi dari angka 10 persen hanya dalam waktu delapan tahun, sejak reformasi dimulai. Ini merupakan prestasi yang mencengangkan. Tetapi, fakta tidak bisa dipungkiri bahwa terjadinya ekspansi pada sektor swasta di Rusia ini tak lain berkat program privatisasi (perusahaan milik negara), bukan terutama karena kreasi dari perusahaan baru. Adapun kebanyakan pendatang baru dalam aktivitas bisnis dan ekonomi di Rusia terutama adalah para pemilik (yang sebagian juga merangkap sebagai pengelola/ manajer) perusahaan berskala kecil dan menengah. Berdasarkan data registrasi, tercatat sekitar satu juta perusahaan kecil dan menengah, menghasilkan sekitar 12 persen dari total GDP, serta mempekerjakan sekitar 13 persen angkatan kerja di Rusia. Besar kemungkinan angka ini tidak terlalu akurat mengingat sangat banyak aktivitas bisnis berskala kecil yang berkiprah di sektor informal tetapi tidak tercatat pada instansi resmi pemerintah. Tiga tahun setelah runtuhnya negara-negara di kawasan Eropa Timur yang semula menerapkan sistem ekonomi perencanaan terpusat, setelah itu mereka bergeser ke sistem ekonomi pasar yang prakteknya antara lain ditandai dengan proses privatisasi dari sejumlah perusahaan negara. Bertolak dari pendapat Roman Frydman dan Andrej Rapaczynski (1993: 10), dalam pengertian luas privatisasi dapat diartikan sebagai pengalihan aset dari fihak negara ke fihak swasta yang ditandai dengan penataan ulang pola kelembagaan yang ada kaitannya dengan proses produksi, praktik dan mekanisme realokasi sumber daya ekonomi produktif yang tersedia, diperkenalkannya metoda baru becorak corporate governance, serta jauh dari intervensi politik. Proses privatisasi ini, menurut mereka, diprediksi dapat menjadi pemicu perubahan struktur ekonomi dan sosial. Situasi menjadi lebih rumit tatkala privatisasi terjadi pada kasus industri-industri besar, dimana proses ini dihadapkan kepada hambaan politis dan teknis. Para penentu kebijakan di negara-negara Eropa Timur akhirnya mengikuti pola privatisasi di negara-negara barat 8 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 contohnya yang terjadi pada eksperimen yang dilakukan di Inggris, yakni dengan cara menjual saham kepada masyarakat publik. III.3. Hubungan Fiskal Antar Tingkat Pemerintahan Pada awal dan akhir abad ke 20 memperlihatkan telah terjadi eksperimen yang sangat besar di bidang kehidupan politik dan ekonomi serta kemasyarakatan dan kedua-duanya terjadi di Rusia. Yang pertama adalah pada tahun 1917 ketika Rusia menjadi negara sosialis pertama di dunia dengan kepemilikan kekayaan oleh negara (dan bercorak komunal). Yang kedua adalah pada tahun 1991 ketika Uni Soviet (USSR) runtuh dimana kepemilikan dari alat-alat produksi telah diprivatisasi. Dengan dua fenomena tadi, berdasarkan pendapat Nadezhda Bikalova (2001: 36) maka baik bagi rakyat maupun pemerintahan Rusia, hal itu menuntut perumusan kembali tentang konsep bagaimana campur tangan pemerintah di bidang perekonomian guna meningkatkan standar kesejahteraan yang lebih baik. Setelah terjadi disintegrasi di Uni Soviet maka bentuk federal dari negara Rusia telah ditetapkan secara legislatif lewat konstitusi tahun 1993. Rusia memiliki 89 anggota federasi meliputi 21 republik, 50 oblasts (provinsi), 6 krays (teritori), 10 okrugs otonom (area), dan lebih dari 12.000 pemerintahan lokal (atau rayon). Melalui ketetapan Presiden Rusia tahun 2000, juga telah dibentuk tujuh wilayah makro administratif baru (new administrative macro-regions) dalam hierarki pemerintahan federal dengan maksud guna membantu tertib hukum dalam lingkup pemerintahan federal. Konstitusi Rusia didasarkan pada prinsip persamaan dan hak menentukan kehidupan sendiri di seluruh Rusia, kesatuan sistem dari otoritas negara, perbedaan tanggung jawab dan kekuasaan antar struktur/tingkatan pemerintahan, dan integritas teritorial di negara tersebut. Hal itu tentu membawa konsekuensi terhadap adanya perbedaan hak dan kewajiban atau kekuasaan dan tanggungjawab antara pemerintah federal dengan pemerintah regional anggota federasi (republik, provinsi, teritori, otonom, dan lokal/rayon), termasuk dibidang pengaturan penerimaan dan pengeluaran/ belanja pemerintah. Keadaan negara Rusia yang bercorak federalis telah dihadapkan kepada problem serius dalam hal menjaga hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah regional dan pemerintah lokal. Kontradiksi paling mendasar antara sistem formal pemerintahan pusat dengan pemerintahan otonomi sub-nasional, sering menjadi sumber utama permasalahan fiskal pada sistem federasi Rusia. Desentralisasi anggaran pada dasarnya berkenaan dengan otoritas dan pengaturan perencanaan keuangan dan pengeluaran pada pemerintahan sub-nasional, yang dalam hal ini pemerintah sub-nasional memiliki kewenangan dalam menentukan sendiri kebijaksanan fiskal pada tingkat pemerintahannya. Selama tahun 1994-96 tatkala Rusia berada pada masa transisi ekonomi, telah dilakukan pendelegasian pengaturan atau alokasi dana (dan sumber daya ekonomi) dari pemerintah pusat ke pemerintahan regional (atau sub-nasional). Sejak 9 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 runtuhnya negara Uni Soviet (USSR), perbedaaan antar wilayah dalam hal penerimaan anggaran per kapita, telah meningkat secara tajam. Salah satu alasan utama yang menimbulkan kesulitan serius dibidang fiskal, adalah sejak awal masa transisi ekonomi Rusia pemerintahan federal (pusat) tidak memformulasikan strategi jangka panjang di bidang pembanguan ekonomi dan sosial yang diharapkan dapat mengkoordinasikan aktivitas ekonomi dan pengaturan fiskal di seluruh anggota federasi. Sebagai hasilnya, usaha Rusia untuk melakukan desentralisai ekonomi, tidak berjalan maksimal. Terjadinya kegagalan atas pencapaian sukses reformasi di bidang hubungan (termasuk hubungan fiskal) antar pemerintahan ialah karena (Bikalova, 2000: 36-37): a. tiadanya basis normatif dalam penentuan sasaran dan alokasi anggaran penerimaan, dan b. kurangnya perhatian dari pemerintahan lokal dan regional dalam hal pengembangan sumber-sumber penerimaan mereka dan dalam pemotongan pengeluaran. Setelah pada tahap pertama diawali tahun 1994, pencanangan program hubungan fiskal antar pemerintah pusat dan daerah juga diteruskan pada tahun 1998. Ketika itu telah dibentuk suatu komisi yang melibatkan tiga fihak yang bertugas dalam hal pembuat proposal guna melakukan reformasi hubungan antara berbagai jenis anggaran pada berbagai hierarki pemerintahan. Komisi tersebut mewakili fihak: Pemerintahan (Pusat Rusia), Dewan Federasi, dan Russia State Duma. Ide pokok dari proposal itu ialah meliputi dirancangnya metode baru dalam pengaturan transfer/ grants dan distribusi pengaturan pajak antar berbagai jenjang pemerintahan. Naskah proposal (yang kemudian disetujui tgl 30 Juli 1998 itu) dituangkan dalam dokumen “the Concept of Reforming Intergovernmental Relations for 1999-2001”. Beberapa kemungkinan jalan keluar dalam mengembangkan dan memperbaiki sitem hubungan fiskal antar pemerinthan di Rusia (Bikalova, 2001: 38) ialah: - Memperkuat hubungan antar tingkat pemerintahan termasuk berusaha menghindari terjadinya konflik diantara mereka. Menjaga transparansi anggaran pada berbagai tingkatan pemerintahan (federal, regional, dan lokal). Harus menciptakan suatu sistem agar penerimaan anggaran lebih bertumpu kepada upaya memperkuat pemerintahan lokal. Menghilangkan perlakuan khusus berupa pembayaran grants/ hibah dari anggaran pemerintah federal yang dibayarkan secara langsung kepada warga negara. Memberikan hak dan kewenangan bagi pemerintah regional dan lokal dalam hal menentukan kriteria pendanaan bagi pemerintahannya sendiri. Tahap berikutnya dari pengembangan hubungan antar jenis anggaran diawali pada April 2001 yakni dengan disahkannya draft “Budget Federalism Development Program for the period until 2005”. Program ini antara lain untuk menjamin kepastian reformasi sistem anggaran khususnya yang berkaitan dengan transformasi hubungan finansial antar tingkatan pemerintahan baik yang menyangkut otoritas segi penerimaan maupun pengeluaran negara pada berbagai jenis (tingkatan) anggaran. 10 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 III.4. Persoalan Moneter dan Perbaknan Rusia menjadi negara independen terlepas dari USSR terjadi pada tahun 1991 ketika Uni Soviet terpecah menjadi 15 negara. Dalam menghadapi realita politik ini, kecuali tentu telah terjadi transformasi dari pola ekonomi berencana secara terpusat (centrally planned economy) yang kemudian bergeser ke ekonomi pasar, juga pada tingkat tatanan kelembagan (politik, hukum, sosial, dan ekonomi) juga telah terjadi perubahan. Pada zaman Uni Soviet, kebijaksanaan moneter lebih diarahkan pada bagaimana upaya instrumen ini ditujukan guna mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dan dalam penentuan harga. Pada zaman ketika mereka bergeser ke sistem pasar bebas, menurut penjelasan Tomas J. T. Balino (1998: 36) kebijaksanaan moneter diarahkan pada upaya menjaga stabilitas harga dimana alokasi sumberdaya ekonomi diserahkan melalui mekanisme pasar (yang memainkan peranan sangat penting). Berubahnya peranan kebijaksanaan moneter ini memerlukan beberapa usaha penting. Pejabat publik pada berbagai tingkat pemerintahan memerlukan pemahaman bagaimana peranan yang harus dilakukannya dalam sistem baru bercorak ekonomi pasar. Setelah runtuhnya USSR, sejumlah lembaga moneter seperti bank sentral, bank komersial, dan lembaga keuangan non bank; harus mampu menyesuaikan diri terhadap ritme baru yang mengandalkan bekerjanya mekanisme pasar. Pada zaman pemerintahan USSR, kebijaksanaan moneter diarahkan pada peranan penting dalam hal menjaga tercukupinya keperluan dana guna menunjang proses perencanaan pembangunan ekonomi serta mengontrol daya beli masyarakat. Perencanaan ekonomi diartikan bagaimana caranya barang dan jasa dapat dihasilkan dan sekaligus bagaimana menetapkan harganya. Konsekuensinya, sistem perbankan harus mampu memberikan solusi dalam pemberian kredit, guna menunjang proses produksi tersebut. Jadi arus penyaluran kredit diartikan sebagai alat untuk memberikan pelayanan terhadap berjalannya perencanaan ekonomi. Tingkat pinjaman telah ditata yang secara administratif sudah pasti. Tingkat investasi telah dialokasikan oleh cabang-cabang kementerian. Dalam rangka menjaga ketersediaan daya beli masyarakat, kebijaksanaan moneter difokuskan pada target tersedianya jumlah uang kas guna menunjang proses sirkulasi ekonomi. Perencanaan kas ditetapkan dengan cara bagaimana sejumlah mata uang yang dicetak Gosbank (bank sentral di USSR) kemudian diterbitkan dan sebagian diantaranya dipakai guna membayar upah dan gaji karyawan dari sejumlah perusahaan. Rumah tangga konsumen akan memegang dana likuid baik berupa uang kas maupun sebagian disimpan dalam bentuk deposito. Tingkat bunga terbilang rendah dan jarang berubah. Gosbank menerbitkan mata uang kartal dan menentukan perencanaan kredit. Gosbank mengontrol secara ketat bank-bank khusus (specialized banks) serta menetapkan batas atas pemberian kredit. Sistem keuangan Uni Soviet juga mengatur pasar valuta asing. Dalam konteks ini, rubel bukan mata uang yang konvertibel terhadap mata uang kuat dunia. Nilai tukar mata ung ditentukan secara administratif. 11 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Keterbatasan pengaturan moneter seiring dengan runtuhnnya Uni Soviet, telah memperlihatkan kurang efektifnya kebijaksanaan moneter di negara tersebut. Setelah reformasi tahun 1990-1991, Rusia dan sejumlah bekas republik pecahan USSR (kecuali Baltic) telah menyetujui penggunaan rubel sebagai mata uang bersama. The Central Bank of Russia (Bank Sentral Rusia) berkedudukan menjadi satu-satunya pencetak dan yang menerbitkan uang, sedangkan sejumlah bank sentral di negara-negara federasi (yang tergabung dalam) Rusia dapat menyalurkan kredit. Artinya bank sentral di negara federasi telah ikut menunjang proses pertumbuhan di wilayah hukum dan administratifnya masing-masing. Dalam konteks ini, tingkat pertumbuhan kredit Bank Sentral Rusia terhadap bank sentral negara federasi, telah meningkat dari angka 11 persen tahun 1992 menjadi 50 persen pada awal tahun 1998. Beberapa usaha untuk mengkoordinasikan kebijaksanaan moneter antar bank sentral di wilayah yang menggunakan rubel, dinilai kurang berhasil. Bank Sentral Rusia telah memusatkan semua transaksi antar negara federasi di Moskow. Defisit fiskal telah menimbulkan kesulitan serius bagi sektor moneter yang dalam hal ini telah memaksa bank sentral untuk ikut membiayai defisit ini. Agar kebijaksanaan moneter dapat berjalan efektif, pemerintahan Rusia harus menurunkan pembiayaan moneter guna menutupi defisit fiskal dan mengembangkan instrumen moneter secara proporsional. Pada wilayah penggunaan rubel, nilai tukar dirancang secara fleksibel. Bank Sentral Rusia mengawali intervensi pasar valuta di the Moscow International Currency Exchange guna merancang fluktuasi nilai tukar secara halus dan menjaga depresiasi rubel berjalan perlahan. Dengan bergesernya ke sistem ekonomi pasar, kebijaksanaan moneter di Rusia lebih mengandalkan dipergunakannya penentuan cadangan minimal (reserve requirement) sebagai instrumen yang utama. Di tengah berbagai kesulitan yang dihadapinya, Rusia telah memperlihatkan kemajuan cukup berarti dalam mengembangkan jangkauan instrumen kebijaksanaan moneternya untuk mendukung proses transisi ekonomi negara ini (Balino, 1998: 38-39). Sejumlah negara bercorak transisi ekonomi yang bergerak ke corak ekonomi pasar telah mengambil jalan dan pendekatan yang bervariasi dalam melakukan reformasi di bidang perbankannya. Agar bisa kompetitif pada tingkat global, negara-negara transisi akan memerlukan percepatan dalam bidang reformasi dan privatisasi perbankannya. Sejumlah negara bekas ekonomi terpusat di kawasan Eropa Tengah dan Timur serta Kawasan Baltic, Rusia dan bekas Uni Soviet; dihadapkan kepada permasalahan yang tidak ringan dibidang perekonomiannya termasuk di bidang perbanknnya, antara lain bahwa perbankan komersial di negara-negara ini dituntut untuk lebih menempatkan dirinya sebagai perantara keuangan yang harus bekerja efisien serta harus secara aktif menjadi lembaga ekonomi yang disiplin. Kehadiran sistem perbankan komersial yang 12 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 kokoh dapat ikut mengimplementasikan kebijaksanaan moneter (yang digariskan oleh bank sentral) serta dapat menunjang alokasi investasi ke sektor swasta. Guna mengoreksi kelemahan struktural pada sistem perbankan, sejumlah negara-negara transisi (Borish, Long, dan Noel; 1995: 23) telah berusaha menyehatkan lingkungan industri/ lembaga keuangan, melakukan reorganisasi sektor perbankan melalui cara privatisasi dan konsolidasi, serta membiayai program restrukturisasi perbankan. Dalam perkembangan waktu yang terus berjalan, dari situ nampak bahwa sejumlah negara-negara transisi telah menunjukkan kemajuan yang berarti dalam sistem perbankannya yang berbasis pada mekanisme pasar. Untuk menumbuhkan iklim persaingan dan meningkatkan pelayanan jasa, pemerintah selayaknya juga membuka pasar keuangan bagi perbankan asing. Suksesnya reformasi perbankan juga memerlukan pembenahan dalam penyusunan kerangka hukum dan peraturan, akselerasi dalam privatisasi perbankan, dan sistem pembayaran yang efisien. Negara-negara di Kawasan Eropa Timur dan Tengah juga telah melakukan rekapitalisasi (dengan maksud untuk memperkuat struktur permodalan-nya) bagi bank-bank pemerintah dengan tujuan agar mereka dapat bersaing dengan perbankan swasta. Negaranegara bekas Uni Soviet (the Former Soviet Union = FSU) telah mengambil cara yang berbeda. Negara-negara FSU ini telah memprivatisasi cabang-cabang dari sistem bank tunggalnya tanpa melakukan rekapitalisasi. Di Eropa Timur dan Tengah (CEE) dominannya peranan bank-bank pemerintah telah menimbulkan distorsi/ hambatan dalam sistem perbankan serta kendala dalam pengembangan sektor pasar (swasta). Guna mengatasi keadaan ini, program privatisasi harus dipercepat sekaligus nantinya ditunjang oleh program rekapitlisasi (Michael S. Borish, Millard F. Long, dan Michel Noel; 1995: 23-24). Ketika reformasi (ekonomi) diawali sekitar tahun 1991-1992 di negara-negara Eropa Timur dan Tengah, serta Rusia, Baltic, dan negara-negara lain bekas Uni Soviet; tingkat output ketika itu jatuh/turun cukup tajam, sebagai akibat dari langkah-langkah penyesuaian yang mengejutkan berupa program stabilisasi dan realokasi dari sumber daya ekonomi dari sektor tidak produktif ke sektor produktif. Tingkat output jatuh di (semua) 25 negara pada saat awal masa transisi. Adapun pada tahun 1999 tingkat output telah bertumbuh pada perekonomian 25 negara tersebut, bahkan beberapa diantaranya menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mengesankan. Satu elemen penting dalam rangka program stabilisasi ialah persoalan tentang pilihan penentuan rezim nilai tukar. Opsi yang tersedia ialah pilihan antara nilai tukar tetap dengan nilai tukar mengambang/ fleksibel. Rusia, seperti dijelaskan Stanley Fischer dan Ratna Sahay (2000: 2), serta negara-negara lainnya bekas (atau pecahan) Uni Soviet umumnya memilih nilai tukar fleksibel. Langkah lain yang diambil (yang nampaknya merupakan persyaratan yang tidak bisa dielakan) ialah perlunya bantuan keuangan eksternal (dari luar negeri) pada tahap awal masa transisi. Bantuan eksternal telah datang dari lembaga keuangan internasional, Uni 13 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Eropa, sejumlah negara donor secara bilateral, dan sumber lain. Tercatat bahwa arus modal masuk per kapita ke negara-negara transisi pada tahun 1990-an menunjukkan angka yang hampir sama dengan yang mengalir ke kawasan Amerika Latin dan bahkan memperlihatkan angka yang lebih tinggi daripada yang mengalir ke negara-negara sedang berkembang lainnya. Negara-negara Eropa Tengah dan Timur serta Baltic menerima arus modal lebih besar daripada yang mengalir ke Rusia dan negara-negara lain bekas Uni Soviet. Kejatuhan tingkat output yang cukup besar terjadi pada tahun-tahun awal masa transisi, serta penurunan output masih berlanjut sebelum masa stabilisasi membuahkan hasil. Penurunan yang besar dalam output di negara-negara the Commonwealth of Independent States (CIS) (pecahan Uni Soviet) dapat dijelaskan terutama sebagai akibat lambatnya reformasi struktural (dalam perekonomian nasional). Perkembangan sektor swasta memperlihatakan pergerakan ke depan yang cukup cepat sebagai akibat dipraktikannya proses privatisasi dari perusahan negara serta bangkitnya perusahaan-perusahaan baru. Bahkan hal ini telah menjadikan elemen/ kunci terpenting dari program reformasi. Pengalaman Rusia terbilang unik. Reformasi diawali tahun 1992, kemudian berlanjut dengan proses privatisasi tahun 1994-1995, lantas dicanangkannya program stabilisasi tahun 1995. Kegagalan Rusia dalam memecahkan persoalan fiskal (anggaran negara) merupakan kombinasi akibat dari besarnya defisit fiskal dan meningkatnya utang negara berjangka pendek serta kemudahan akses untuk memperoleh modal dari sumber eksternal (luar negeri) dan berlanjutnya pelarian modal dari dalam negeri ke luar negeri (capital flight). Apa karakteristik yang dapat dijadikan patokan untuk melihat tingkat kesuksesan dari negara-negara transisi (transition economies atau transition countries, sebutan untuk negara-negara di kawasan Eropa Timur dan sekitarnya yang telah melakukan pergeseran dari pola ekonomi terpusat ke sistem ekonomi pasar)? Mengacu ke pendapat Fischer dan Sahay (2000: 6) bahwa “perilaku” tingkat output nasional dan keberlanjutan tingkat stabilisasi (secara menyeluruh), merupakan indikasi telah berkerjanya reformasi ekonomi secara radikal. III.5. Integrasi ke Tatanan Ekonomi Global Suksesnya proses integrasi dari sejumlah negara-negara bercorak transisi ekonomi kedalam ekonomi dunia akan memberikan manfaat terhadap terhadap sejumlah fihak. Setelah berpuluh-puluh tahun terisolasi (dari Dunia Barat), kini negara-negara dalam transisi ekonomi yang berada di kawasan Eropa Timur dan Tengah serta negara-negara Bekas Uni Soviet yang tergabung kedalan newly independent states (NIS) telah memasuki dan terintegrasi kedalam tatanan kelembagaan ekonomi dunia. Menurut penjelasan Zhen Kun Wang (1996: 21), keterbukaan ekonomi tersebut akan menjadi faktor penting terhadap peningkatan volume perdagangan, cepatnya peningkatan produktivitas, dan peningkatan pendapatan nasional di negara-negara tersebut. 14 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Upaya negara-negara transisi ekonomi untuk menjaga potensi yang dimilikinya setelah tergabung kedalam tatanan ekonomi global, hal itu tidaklah mudah. Mereka harus mau melakukan reformasi kebijaksanaan dibidang ekonomi, kelembagaan, dan sosial guna menyerap investor asing dan memicu pertumbuhan ekonomi. Uni Eropa dan lembagalembaga keuangan internasional akan berhati-hati dalam memberikan sokongan terhadap mereka guna melakukan reformasi jangka-panjang. Pada taraf awal masa transisi, negara-negara CEE (Central and Eastern Europe) dan NIS sangat sadar bahwa mereka memerlukan impor dan modal dalam jumlah sangat besar untuk membiayai proses transformasi ekonomi dan politik. Dan mereka sadar bahwa tidaklah mudah untuk mendatangkan arus modal masuk dari luar negeri ke negara-negara ini. Pada tahun 1990-an arus masuk modal swasta ke sejumlah negara-sedang berkembang telah meningkat secara dramatis. Dalam kuran waktu 1990-1995, arus modal swasta yang masuk ke negara CEE dan NIS sekitar 13 persen dari total arus masuk modal swasta yang mengalir ke negara sedang berkembang. Arus neto tahunan dari pembiayaan pembangunan resmi (berupa pinjaman resmi dan hibah) ke negara-negara CEE dan NIS rata-rata sebesar 8,8 miliar USD selama rentang waktu 1990-1995. Pada taraf awal reformasi, kontribusi utama dari bantuan resmi tersebut dipergunakan dalam rangka menutupi defisit pada neraca pembayaran dan defisit anggaran pemerintah. Pembiayaan dari sumber eksternal merupakan faktor penting dalam rangka menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap proses reformasi, menjalankan program stabilisasi, dan sebagai langkah menutupi defisit anggaran. Proses liberalisasi/ swastanisasi, reformasi struktural dan kelembagaan, serta program stabilisasi merupakan berbagai program dengan tingkat komplementaritas sangat tinggi. Keanggotaan kedalam wadah WTO merupakan langkah penting bagi negara-negara transisi. Langkah ini sebagai terobosan awal agar mereka bisa bergabung dalam tatanan ekonomi global. Bergabung kedalam WTO (Wang, 1996: 23) merupakan upaya agar bisa akses ke pasaran internasional dan menghindari berbagai rintangan dalam perdagangan dunia, serta menurunkan berbagai distorsi dalam kebijaksanaan perdagangan dan sekaligus melakukan reformasi dalam rezim perdagangan mereka. Setelah (antara lain) dirobohkannya Tembok Berlin pada tahun1989, sejumlah negara di Kawasan Eropa Timur dan Tengah telah memutuskan untuk mengakhiri isolasi mereka dari lingkungan pergaulan dan komunitas internasional. Menurut Patrick Lenain (1998: 22) mereka juga berminat untuk bergabung kedalam wadah IMF, the World Bank, dan organisasi multilateral lainnya. Sejumlah organisasi internasional juga telah mengirim misi mereka ke negara-negara yang mengajukan diri untuk menjadi organisasi tersebut. Negara-negara dalam proses transisi tersebut bukan hanya memerlukan stabilitas ekonomi, tetapi juga harus mampu menciptakan lembaga-lembaga (ekonomi, sosial, politik, dan hukum) yang mampu menggerakan bekerjanya mekanisme pasar. Sejumlah 25 negara bekas negara yang tadinya menerapkan ekonomi perencanaan secara terpusat 15 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 telah melakukan program penyesuaian dan perubahan struktural. Transformasi dari ekonomi berencana ke ekonomi pasar bebas memerlukan keseimbangan baru dalam besaran-besaran makro ekonominya. Suksesnya proses transformasi ini memerlukan tindakan berupa restorasi stabilitas moneter, menghilangkan ketidak-seimbangan eksternal, dan berusaha untuk masuk dalam sistem perdagangan global. Tatkala mereka memulai masa transisi kearah ekonomi pasar, mereka dihadapkan kepada permasalahan ketidak-seimbangan eksternal dalam bentuk menurunnya cadangan devisa dan besarnya pembayaran utang. Salah satu fungsi IMF dalam konteks keperluan bagi negara-negara transisi ialah untuk membantu mereka dalam pembiayaan dari sumber eksternal agar proses penyesuaian bisa berjalan mulus. Selama tahun 1989-97, kredit yang dikucurkan IMF sebesar 27 miliar USD. Pada tahun 1998 IMF telah menyetujui pemberian kredit ke Rusia sebesar 11,2 miliar USD. Ketika masa awal transisi sedang berjalan, problem yang tadinya tidak diperkirakan justru terjadi dalam bentuk kebijaksanan fiskal yang sulit untuk dikontrol karena sumber penerimaan negara menurun sangat tajam, defisit fiskal yang terpaksa harus ditutupi dengan pencetakan uang, dan tingkat harga melompat lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Tingkat inflasi yang terjadi tahun 1995-96 telah mempengaruhi kinerja kebijaksanaan moneter. Penggunaan dolar (dollarization) di sejumlah negara tertentu telah menimbulkan komplikasi pada kebijaksanaan moneter. Tugas para perumus kebijaksanaan di negara-negara transisi ialah bagaimana menumbuhkan kepercayaan dalam menjaga nilai uang domestik dan melakukan restorasi/ penataan sistem perbankan. Mandat yang dibawa IMF adalah untuk menjaga agar negara-negara ekonomi transisi mampu menjaga sistem perdagangan tetap terbuka serta memberikan kontribusi terhadap keterbukaan sistem ekonomi internasional. Hasil yang didapat dari pola ekonomi tertutup yang selama ini dipraktikan oleh negara-negara berpola ekonomi berencana adalah tidak didapatnya manfaat dari perdagangan internasional yang didasarkan pada konsep spesialisasi dan doktrin keunggulan komparatif. Standar hidup yang didapatkan oleh mereka juga jauh dibawah negara-negara berpola ekonomi pasar (seperti yang dipraktikan di barat). Proses integrasi dari bergabungnya negara-negara transisi kedalam tatanan ekonomi global (Lenain, 1998: 25) telah terbagi kedalam dua kelompok: 1. Negara-negara dengan karakteristik lebih maju (most advanced countries) di Kawasan Eropa Tengah dan Timur serta Baltic yang telah bergerak cepat kearah tercapainya rezim perdagangan bebas melalui cara kebebasan mengekspor, menghilangkan hambatan impor, dan bergabungnya dengan WTO. 2. Negara-negara dengan karakteristik kurang begitu maju (less advanced countries) yang melakukan liberalisasi perdagangan internasionalnya tapi agak lambat. 16 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 IV. Kemajuan dan Perkembangan yang Signifikan pada Perekonomian Rusia Tahun 2000-an Sampai Sekarang Runtuhnya pemerintahan komunis USSR tahun 1991 antara lain ditandai oleh krisis ekonomi yang serius yang terjadi di negara itu, yang akhirnya kemudian sistem ekonomi perencanaan terpusat ditinggalkan dan beralih kepada diterapkannya sistem ekonomi modern berbasis ekonomi pasar (Cooper, 2013: 55 serta Cohen, Benovic, dan Roberts; 2014: 3). Tim ekonomi pemerintahan Boris Yeltsin (menjadi presiden sampai tahun 2000) telah melakukan reformasi struktural secara menyeluruh, mendalam, bahkan bersifat radikal. Pada taraf awal, dirasakan adanya kesulitan dalam proses transformasi/ reformasi ini terutama untuk kurun waktu jangka pendek. Namun kini, setelah berjalan sekitar 25 tahun, transformasi yang terjadi pada sistem ekonomi (dan politik) tersebut telah memperlihatkan kemajuannya yang signifikan (Cooper, 2013: 58-59). Data statistik yang menampilkan perkembangan ekonomi Rusia pasca transformasi ini tidaklah tersedia secara lengkap, suatu hal yang menimbulkan kesulitan untuk memberikan penilaian secara akurat atas kemajuannya yang terjadi selama ini apalagi untuk memperkirakan kecenderungannya di masa mendatang. Walaupun demikian, beberapa perkembangan dapat diamati berikut ini. Privatisasi dalam skala besar pada pertengahan tahun 1990-an telah terlihat dari diakhirinya peranan perusahaan negara di bidang industri. Pada tahun 2008, dari sejumlah 400 perusahaan terbesar, kepemilikan negara pada bidang ini hanya tinggal sebesar 40-45 persen. Sektor ekonomi militer (military economy) yang memiliki pengaruh besar terhadap industri pertahanan, juga bukanlah sektor yang kebal terhadap adanya reformasi ini. Pada bidang industri pertahanan, di tahun 2007 tidak kurang dari 49 persen dari perusahaan dan organisasi (di bidang industri pertahanan) dimiliki penuh oleh pemerintah, sebanyak 27 persen pemerintah ikut berpartisipasi didalam kepemilikanya, dan hanya 24 persen yang dimiliki swasta secara penuh. Pendapatan per kapita di Rusia telah memperlihatkan peningkatan. Bila pada tahun 2000 baru mencapai 1.775 USD, maka pada tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 14.818 USD. Memasuki bulan Juni 2013, pemerintah Rusia dibawah Presiden Vladimir Putin masih memandang perlu untuk merumuskan strategi kebijaksanaan ekonomi (kearah pencapaian sasaran) berikut (Cohen, Benovic, dan Roberts; 2014: 6): - Menciptakan insentif pajak untuk investor individual jangka panjang di pasar modal. Merancang undang-undang guna mencegah transaksi ilegal di bidang keuangan, misalnya karena praktik money laundering. Menjaga dan melindungi kepemilikan hak individu atas aset nasabah yang disimpan pada perusahaan asuransi dan lembaga keuangan. Mencegah terjadinya pelarian modal. 17 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 - Peningkatan akses bagi pengusaha kecil dan menengah untuk memperoleh pendanaan dari sektor keuangan. Memperkuat peranan regulasi dari negara pada perusahaan negara (guna meningkatkan efisiensi). Ekonomi Rusia pada tahun 2013 hanya mampu mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 1,3 persen, jauh dibawah target rata-rata yang ingin dicapai pemerintah sebesar 7 persen. Pada triwulan pertama tahun 2014, menurut Menteri Pembangunan Ekonomi Alexey Ulyukayev, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,8 persen, jauh dibawah target yang dipatok sebesar 2,5 persen. Krisis ekonomi dunia tahun 2008-2009 telah ikut memperlambat pencapaian pertumbuhan di Rusia. (Lihat Grafik dibawah ini). Grafik 1. Diakses tgl 03-06-2015 dan tgl 23-06-2016 Struktur perdagangan luar negerinyapun pada dasarnya belum memperlihatkan perubahan yang mendasar, seiring dengan modernisasi yang dilakukan negeri ini. Guna menunjang arus perdagangan internasionalnya, Rusia telah bergabung dengan WTO tahun 2012. Tentang fenomena ini, Sergey Guriyev, mantan rektor the New Economic School di Moskow yang kini tinggal di pengasingannya di Perancis, telah memberikan penilaian bahwa dalam rangka menarik manfaat atas keanggotaan Rusia di WTO, maka negeri ini seharusnyalah menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif guna menopang lalu lintas perdagangan. 18 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Pada sisi lalu lintas modal internasional, telah terjadi pelarian modal dari Rusia ke luar negeri sebesar 80,5 miliar USD pada tahun 2011, walau kemudian terjadi penurunan pada tahun 2012 menjadi sebesar 56,8 miliar USD. Mengacu ke sumber the Central Bank of Russia, pelarian modal pada tahun 2013 mencapai 59,7 miliar USD. Pada triwulan pertama tahun 2014, angka tersebut mencapai 50 miliar USD. Pada tahun 2014 secara keseluruhan, angka tersebut diduga lebih tinggi daripada masa sebelumnya, berkenaan dengan situasi politik di dalam negeri (akibat langkah Pemerintahan Vladimir Putin terhadap wilayah/kasus Crimea/ Ukraina) serta lingkungan bisnis yang kurang menguntungkan. Utang luar negeri Rusia mencapai sekitar 801 miliar USD pada tahun 2014. Ada hal yang menarik tentang foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Rusia. Bila pada tahun 2001 FDI baru mencapai angka sebesar 5 miliar USD, maka pada masa berikutnya telah terjadi percepatan yang luar biasa dimana pada tahun 2008 angka tersebut mencapai 75 miliar USD. Pada masa-masa tersebut (2007) Rusia telah menjadi 10 negara terbesar “tempat persinggahan” FDI. Guna merangsang para investor bercorak FDI, pemerintah pada tahun 2005 telah membangun zona ekonomi khusus di 24 tempat (Cohen, Benovic, and Roberts; 2014: 10-11). Sekitar 25 tahun lalu, Rusia masih merupakan bagian dari Uni Soviet (USSR), namun semenjak tahun 1991 negara ini telah menjadi negara berdaulat yang telah lepas dari sistem kediktatoran USSR yang telah berjalan selama 75 tahun. Reformasi telah dilakukan secara meluas di bidang politik, pemerintahan, dan ekonomi semenjak tahun 1991. Restrukturisasi secara drastis telah dilakukan di bidang produksi dan penanaman modal. Iklim kebebasan, kehidupan demokrasi dan ekonomi pasar telah diperkenalkan dalam kehidupan sehari-hari; dan kini Rusia merupakan partisan aktif dalam tatanan global. Pembangunan di Rusia telah menempatkan negara ini menjadi bagian penting di dunia (Andreasen dan Kelstrup, 2005: 3-5). Pola dan kinerja perdagangan Rusia telah berubah secara signifikan. Perdagangan dengan sejumlah Negara Barat telah mengalami peningkatan. Dan dengan terlatihnya angkatan kerja berkat pendidikan dan pelatihan, kini kinerja ekspor barang dari Rusia telah bergeser ke produk-produk berbasis manufaktur. Tatkala di masa awal reformasi dilakukan, ketika itu terdapat sejumlah rintangan dalam upaya mempercepat kemajuan ekonomi. Sejumlah rintangan itu diantaranya berupa hambatan teknis di bidang perdagangan, jasa kepabeaan yang sangat tidak efisien, dan sektor perbankan yang kurang efektif (Andreasen dan Kelstrup). Pada masa perkembangan rentang waktu antara dua kondisi krisis yaitu dari tahun 1998 (krisis pertama) dan 2009 (krisis kedua), perekonomian Rusia menampilkan pertumbuhannya yang mengesankan. Pada masa tersebut (2000-2008), pertumbuhan GDP (secara akumulatif) sebesar 83%, pengeluaran untuk akumulasi modal tetap meningkat sebesar dua kali lipat, dan kenaikan produktivitas sebesar 70%, serta upah riil 19 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 meningkat 3,4 kali lipat. GDP per kapita sebesar 9.300 USD pada tahun 1999 dan menjadi sebesar 21.000 USD di tahun 2008. Pada periode sebelum krisis dari tahun 2000 sampai 2008, peertumbuhan GDP rata-rata tahunan mencapai sebesar 6,9% dan setelah krisis yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2013 menurun menjadi sebesar 1,0% (Kurdin dan Gurvich, 2015: 30). (Lihat tabel 1 dibawah ini). Table 1 Average annual pre-crisis and post-crisis growth rates (%) Country/ group of countries 2000-2008 World 4.3 Developing countries and emerging markets 6.5 China 10.4 Russia 6.9 India 6.7 UAE 6.2 Venezuela 4.4 South Africa 4.2 Brazil 3.7 Source: calculations based on IMF data (IMF,2014) 2009-2013 3.2 5.3 8.9 1 7 2.2 1.2 1.9 2.7 V. Penutup dan Kesimpulan Dari berbagai paparan yang diungkapkan pada bagian terdahulu baik yang berkenaan dengan kajian teoritis/ filosofis/ normatif berkenaan dengan sistem ekonomi dan politik USSR serta Rusia dan juga dari pengkajian empiris atas apa yang terjadi di negara tersebut dalam waktu sekitar 25 tahun terakhir, kiranya dapat ditulis beberapa kesimpulan penutup sebagai berikut: - - - Sistem ekonomi dan politik pada dasarnya bisa berubah, antara lain karena tuntutan zaman. Runtuhnya USSR telah menimbulkan perpecahan sehingga telah terbentuk belasan negara baru, satu diantaranya adalah Rusia. Perubahan sistem ekonomi dan politik tersebut telah menuntut adanya reformasi dan perombakan dalam tatanan kelembagaan ekonomi dan politik. Proses transisireformasi ini, dalam kasus ini berjalan lebih dari 20 tahun. Dengan pergantian pemimpin pada tingkat puncak sejak Mikhail Gorbachev sampai kini Vladimr Putin, secara menyeluruh telah terjadi perbaikan dalam kehidupan ekonomi (GDP meningkat) dan politik (munculnya banyak partai). Sesuai dengan fokus tulisan ini yang lebih menitik beratkan pada kajian aspek ekonomi, perbaikan menyeluruh secara agregatif di bidang ekonomi dapat dilihat dari indikator berikut: liberalisasi ekonomi, privatisasi perusahaan negara, pola perdangan luar negeri lebih terbuka, masuknya pinjaman luar negeri, dan hadirnya penanaman 20 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 modal asing, yang pada gilirannya telah meningkatnya GDP dan pendapatan perkapita masyarakat. 21 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Literatur: I. Artikel dari Jurnal Aoki, Masahiko and Hyung-Ki Kim. 1995. “Corporate Governance in Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 20-22. Balino,Tomas J. T. 1998. “Monetary Policy in Russia”. Finance & Development, Vol. 35, No. 4 (December): 36-39. Bikalova, Nadezhda. 2001. “Intergovernmental Fiscal Relations in Russia”. Finance & Development, Vol. 39, No. 3 (September): 36-39. Bird, Richard M., Caroline L. Freund, and Christine Wallich. 1995. “Decentralizing Fiscal Systems in Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 31-34. Borensztein, Eduardo and Peter Montiel.1992. “When Will Eastern Europe Catch Up with the West?”. Finance & Developmment, Vol. 29, No. 3 (September): 21-23. Borish, Michael S., Millard F. Long, and Michel Noel. 1995. “Banking Reform in Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 23-26. Broadman, Harry G. 2001. “Competition and Business Entry in Russia”. Finance & Development, Vol. 38, No. 2 (June): 22-25. Cooper, Julian. 2013. “The Russian Economy Twenty Years After the End of the Socialist Economic Systems”. Journal of European Studies, Vol. 4, Issue 1, (January): 55-64. doi:10.1016/j.euras.2012.07.002 http:www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1879366512000206…(6/1/2015). Coorey, Sharmini, Mauro Mecagni, and Erik Offerdal. 1998. “Achieving Low Inflation in Transition Economies: The Role of Relative Price Adjustment”. Finance & Development, Vol. 35, No. 1 (March) : 30-33. Coricelli, Fabrizio and Timothy D. Lane. 1993. “Wage Control During the Transition from Central Planning to A Market Economy”. The World Bank Research Observer, vol. 8, no. 2 (July), pp. 195-210. Danize, Cevdet and Holger C. Wolf. 2000. “The Saving Collapse during the Transition in Eastern Europe”. The World Bank Economic Review, Vol. 14, No. 3 (September): 445455. de Melo, Martha, Cevdet Denizer, and Alan Gelb. 1996. “Transition from Plan to Market”. The World Bank Economic Review, Vol. 10, No. 3 (September): 397-424. 22 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Desai, Raj and Itzhak Goldberg. 2000. “Stakholders, Governance, and the Russian Enterprise Dilemma”. Finance & Development, Vol. 37, No. 2 (June): 14-18. Easterly, William and Stanley Fischer. 1995. “The Soviet Economic Decline”. The World Bank Economic Review, Vol. 9, No. 3 (September): 341-371. Easterly, William and Stanley Fischer. 1994. “What We Can Learn from the Soviet Collapse”. Finance & Development, Vol. 31, No. 3 (December): 2-5. Feldman, Robert A. and C. Maxwell Watson. 2000. “Central Europe: From Transition to EU Membership”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 24-27. Fischer, Stanley and Ratna Sahay. 2000. “Economies in Transition: Taking Stock”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 2-6. Frydman, Roman and Andrej Rapaczynski. 1993. “Privatization in Eastern Europe”. Finance & Development, Vol. 30, No. 2 (June): 10-13. Giblova, Natalia. 2015. “Impact of Monetary Policy of the Central Bank on the Economic Growth in Russia in the Condition of Unstable Economy”. Review of European Studies, Vol. 7, No. 10: 95-106. doi:10.5539/res.v7n10p94 URL: http://dx.doi.org/10.5539/res.v7n10p94 Havrylyshyn, Oleh and John Odling-Smee. 2000. “Political Economy of Stalled Reforms”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 7-10. Hardy, Daniel and Dubravko Mihaljek. 1992. “Economic Policy Making in a Federation”. Finance & Development, Vol. 29, No. 2 (June): 14-17. Hoekman, Bernard and Simeon Djankov. 1997. “Determinants of the Export Structure of Countries in Central and Eastern Europe”. The World Bank Economic Review, Vol. 11, No. 3 (September): 471-487. Klugman, Jeni and Jeanine Braithwaite. 1998. “Poverty in Russia During the Transition: An Overview”. The World Bank Research Observer, vol. 13, no. 1 (February), pp. 37-58. Kornai, Janos. 2000. “Making the Transition to Private Ownership”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 12-13. Krum, Kathie, Branko Milanovic, and Michael Walton. 1995. “Transfers and the Transition From Central Planning”. Finance & Development, Vol. 32, No. 3 (September): 27-30. Lenain, Patrick. 1998. “Ten Years of Transition: A Progress Report”. Finance & Development, Vol. 35, No. 3 (September): 22-25. Litvak, Jennie I. and Christine I. Wallich. 1993. “Intergovernmental Finance: Critical to Russia’s Transformation?”. Finance & Development, Vol. 30, No. 2 (June): 6-9. 23 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Mitra, Pradeep K. and Marcelo Selowsky. 2002. “Lessons from a Decade of Transition in Eastern Europe and Former Soviet Union”. Finance & Development, Vol. 39, No. 2 (June): 48-51. Nesterenko, Andrei 2000. “The Modernization Challenge Facing President Putin”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 20-23. Nord, Roger. 2000. “Central and Eastern Europe and the New Financial Architecture”. Finance & Development, Vol. 37, No. 3 (September): 32-35. Sahay, Ratna and Carlos A. Vegh. 1995. “Dollarization in Transition Economies”. Finance & Development, Vol. 32, No. 1 (March): 36-39. Sundararajan, V. 1992. “Central Banking Reforms in Formerly Planned Economies”. Finance & Development, Vol. 29, No. 1 (March): 10-13. Szapary, Gyorgy. 2001. “Transition Countries Choice of Exchange Rate Regime in the Run-Up to EMU Membership”. Finance & Development, Vol. 38, No. 2 (June): 26-29. Wang, Zhen Kun. 1996. “Integrating Transition Economies into the Global Economy”. Finance & Development, Vol. 33, No. 3 (September): 21-23. II. Paper/ proceeding/ report: Andreason, Kaare Stamer and Jakob Kelstrup. “Russian Prospects: Political and Economic Scenarios”. Members’ Report # 1/2005: 1-31. Copenhagen: Copenhagen Institute for Futures Studies. www.CIFS/DK Aslund, Anders. 2000. “Why Has Russia’s Economic Transition Been So Arduous?”. Proceedings of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999: 399-424. Washington, D.C.: World Bank. Balcerowicz, Leszek and Alan Gelb. 1995. “Macropolies in Transition to a Market Economy: A Three-Year Perspective”. Proceedings of the World Bank Annual Conference on Development Economics 1994: 21-44. Washington, D.C.: World Bank. Cohen, Ariel, Ivan Benovic, and James Roberts. “Russia’s Avoidable Economic Decline”. Special Reports # 154 on Russia and Eurasia, September 17, 2014: 1-25. Moscow: the Heritage Foundation. http://www.heritage.org/research/report/2014/09/russias-avoidabl...(6/3/2015). Commander, Simon, Mark Dutz, and Nicholas Stern. 2000. “Restructuring in Transition Economies: Ownership, Competition, and Regulation”. Proceedings of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999: 345-373. Washington, D.C.: World Bank. 24 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 Grigoriev, Leonid, Evsei Gurvich, Igor Makarov, and Ekaterina Makarova. “Russia’s Economy: After Transformation, Before Medernization”. Valdal Discussion Club Analytical Report, January 2013: 1-43. Moscow: Council on Foreign and Defence Policy. Kornai, Janos. 2001. “Ten Years After the Road to a Free Economy: The Author’s SelfEvaluation”. Proceeding of the Annual World Bank Conference on Development Economics 2000: 49-63. Washington, D.C.: World Bank. McKinnon, Ronald I. 1994. “Gradual versus Rapid Liberalization in Socialist Economies: The Problem of Macroeconomic Control”. Proceedings of the World Bank Annual Conference on Development Economics 1993: 63-94. Washington, D.C.: World Bank. Russel, Martin. “The Russian Economy: Will Russia Ever Cath Up?”. Members’ Research Service, March 2015 - PE 551.320: 1-23. Brussels: Directorate - General for Parliamentary Research Service, European Parliament. http://www.europarl.europa.eu/thinktank . Sachs, Jeffrey D. 1995. “Russia’s Struggle with Stabilization: Conceptual Issues and Evidence”. Proceedings of the World Bank Annual Conference on Development Economics 1994: 57-80.Washington, D.C.: World Bank. Stiglitz, Joseph E. 2000. “Wither Reform? Ten Years of the Transition”. Proceeding of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999: 27-56. Washington, D.C.: World Bank. Wyplosz, Charles. 2000. “Macroeconomic Lessons from Ten Years of Transition”. Proceedings of the Annual World Bank Conference on Development Economics 1999: 317-343. Washington, D.C.: World Bank. III. Buku Gregory, Paul N. and Robert C. Stuart. 1992. “Comparative Economic Systems”, 4th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Rosser, JR., Barkley J. and Marina V. Rosser. 2004. “Comparative Economics in a Transforming World Economy”, 2nd Edition. Cambridge: The MIT Press. Schnitzer, Martin C. 1991. “Comparative Economic Systems”, 5th Edition. Cincinnati: South-Western Publishing Co. 25 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 26 Makalah untuk Jurnal Ilmiah, karya Harisdiana, SE., MM., Dosen FEB UNPAD Bandung, editing terakhir 9 Februari 2017 27