BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar Modal adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yang mengorganisasikan transaksi penjualan efek atau disebut bursa efek. (Sutrisno, 2013:309). Pasar Modal dapat diartikan juga sebagai pasar yang dikelola secara terorganisisr dengan aktivitas perdagangan sekuritas (surat berharga), seperti obligasi, saham preferen, saham biasa, waran, dan right dengan menggunakan jasa perantara, komisioner, underwriter, dan lembaga yang laun yang ada pada pasar tersebut. (Miswanto, 1998:103). Investasi di pasar modal mengandung risiko, karena pemodal tidak tahu dengan pasti hasil yang akan diperoleh atas investasi yang dilakukannya. Investor hanya memperkirakan besarnya keuntungan yang diharapkan dari investasinya dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan (Edwantiar, 2016). Investor memperkirakan return dari saham pilihan mereka sebelum membelinya. Investor menilai prospek kinerja emiten sehingga investor memiliki gambaran mengenai return ekspektasi atas dana yang telah atau akan diinvestasikan. Return ekspektasi merupakan perkiraan imbalan atas dana yang di investasikan. Musim penyampaian laporan keuangan tahun 2020 sudah hampir berakhir. Emiten yang menjadi konstituen indeks LQ45 mayoritas sudah menyampaikan laporan keuanganya. Diketahui Indeks LQ45 merupakan salah 1 satu indeks unggulan pasar modal lokal dimana indeks ini memiliki anggota saham-saham yang memiliki likuiditas perdagangan yang baik dan prospek usaha yang cerah, Tercatat dari 45 emiten, sebanyak 34 perusahaan sudah melaporkan laporan keuangan tahun 2020.Tercatat mayoritas anggota LQ45, tepatnya 22 emiten dari 34 emiten yang sudah melaporkan laporan keuangan tahunan-nya mencatatkan rapor merah dimana laba bersih perseroan terpaksa terkoreksi. Meskipun mayoritas terkoreksi, ternyata belum ada emiten LQ45 yang membukukan rugi bersih di tahun 2020. Meskipun tidak merugi, tercatat berberapa emiten laba bersihnya terkoreksi parah. Di posisi pertama muncul nama emiten BUMN konstruksi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang laba bersihnya terkoreksi 91,76% dari posisi tahun lalu menjadi 'hanya' Rp 185 miliar. Selain WIKA, terdapat pula PT PP Tbk (PTPP) yang menduduki peringkat ketiga kontraksi dimana laba bersih PTPP ambruk 86% menjadi Rp 128 miliar. Sektor konstruksi memang menjadi salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Proyek-proyek konstruksi terpaksa mangkrak ketika Indonesia pertama kali kedatangan tamu tak diundang dari Wuhan, China. Mangkraknya proyek ini tentu saja menyebabkan sektor konstruksi yang padat modal merugi parah akibat arus kas yang macet. Sementara beban keuangan yang jumbo akibat hutang usaha yang besar harus tetap dibayar. Di posisi kedua dengan koreksi yang tidak kalah parah muncul emiten properti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang laba bersihnya ambruk 2 91,03% ke angka Rp 281 miliar Selain sektor konstruksi, tentunya sektor properti juga terdampak parah dari pandemi corona, selain penjualan rumah serta apartemen menjadi terhambat, pendapatan 'sampingan' perseroan dari mall juga tentunya akan berkurang setelah pada pertengahan tahun lalu pusat perbelanjaan terpaksa ditutup untuk menahan laju penyebaran Covid-19. Sejak wabah virus corona merebak di Indonesia pada awal Maret 2020, seluruh sektor hancur lebur diterjang pandemi. Tidak terkecuali pasar modal Indonesia yang jatuh di titik terendahnya pada 24 Maret 2020, menyentuh level 3.937,63. Dampak awal dari kemunculan pandemi berimbas pada penurunan harga saham, terutama saham siklikal (cyclical stock) atau emiten yang rentan terhadap siklus bisnis dan terikat erat dengan kondisi ekonomi. Yang mengakibatkan terjadi kondisi resesi. Resesi terjadi setelah Indonesia dua kali mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Pada kuartal II, terkontraksi minus 5,32 % dan disusul pada kuartal III dengan pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih baik namun masih minis, yakni minus 3,49 % Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan (Alwiyah & Solihin, 2015:82). Reaksi adalah tanggapan (respons) dari suatu aksi. Menurut Azis (2015) dalam Wijiantoro (2017), reaksi pasar merupakan perubahan harga saham karena adanya informasi baru. Harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Pada bursa efek, harga pasar dapat dilihat pada penutupan hari tersebut sehingga diketahui saham mengalami kenaikan atau penurunan. 3 Perubahan harga saham tersebut karena adanya tindakan oleh investor atau calon investo mengenai perusahaan yang bersangkutan, tindakan tersebut dapat berupa buy, hold atau sell saham. Investor melakukan transaksi keputusan buy atau sel saham dikarenakan mendapatkan informasi atas suatu peristiwa. Hanya keputusan buy atau sel saja yang dapat membuat harga saham berubah apabila investor melakukan pembelian akan menambah jumlah permintaan pada saham yang bersangkutan. Sedangkan investor yang menjual saham yang mereka miliki akan menambah jumlah penawaran. Banyaknya jumlah permintaan saham yang melewati penawaran jumlah saham yang tersedia membuat harga saham tersebut bergerak naik, sebaliknya semakin banyak penawaran jumlah saham yang dijual oleh pemilik saham daripada permintaan beli atas saham tersebut akan membuat harga menurun. Laba yang dimiliki perusahaan tidak akan sama pada setiap periode. Pada periode-periode tertentu perusahaan akan mengalami kenaikan laba, dan pada periode yang lain akan mengalami penurunan laba atau bahkan kerugian. Adanya fluktuasi laba per periode tersebut menyebabkan perusahaan melakukan tindakan manajemen laba. Perusahaan melakukan manajemen laba untuk menunjukkan laba yang baik kepada investor. Laba yang baik tersebut akan membuat investor percaya atas dana yang diinvestasikannya. Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Upaya yang dilakukan oleh manajemen laba tidak melanggar ketentuan dari standar akuntansi yang berlaku. Salah satu bentuk manajemen laba adalah perataan laba. Perataan laba dilakukan oleh manajemen untuk merubah informasi pada 4 laporan keuangan. Meskipun tujuan dan alasan manajemen melakukan hal tersebut adalah untuk meyakinkan investor mereka, tetap saja tindakan tersebut dapat merupakan kandungan informasi atas lagu yang dihasilkan perusahaan. Adanya perubahan informasi tersebut, investor dan calon investor kurang tertarik pada perusahaan yang melakukan perataan laba (Dwiatmini & Nurkholis,2001:12). Hal ini didukung oleh Restuningdiah (2011:258) yang mengatakan bahwa semakin tinggi tindakan perataan laba maka semakin rendah reaksi pasar terhadap informasi laba perusahaan. Namun pada penelitian yang di lakukan oleh Alwiyah & Solihin (2015:93) menyatakan bahwa perataan laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar. Dalam menentukan perusahaan untuk di tanamkan investor juga melihat ukuran dari perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan terbagi menjadi 3 kategori, yakni perusahaan besar, perusahaan sedang, dan perusahaan kecil. Perusahaan yang sedang dan besar lebih memiliki tekanan yang kuat dari para stakeholdernya, agar kinerja perusahaan sesuai dengan harapan para investornya dibandingkan dengan perusahaan kecil (Handayani S., 2009:27). Perusahaan besar cenderung untuk menghindari fluktuasi laba yang drastis supaya terhindar dari kenaikan pembebanan pajak oleh pemerintah. Menurut Li (2014) dalam Machdar, Manurung, & Murwaningsari (2017: 309), kualitas laba merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui nilai suatu perusahaan. Menurut Dechow & Dichev (2009: 36), perusahaan yang memiliki kualitas laba yang baik dapat memperkirakan karakteristik proses laba yang relevan untuk pengambilan keputusan. Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang 5 di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus. Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang ada di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus. Kualitas laba yang baik secara otomatis akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang terus meningkat Sebaliknya, bila kualitas laba yang buruk membuat nilai perusahaan akan menurun. Nilai perusahaan yang tinggi akan berpengaruh terhadap para pemegang saham yang akan selalu menginvestasikan modalnya kepada perusahaan, karena nantinya para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan yang berlipat dari investasi tersebut (Haruman, 2008: 2-3). Menurut Siallagan & Machfoedz (2006) dalam Lestari (2013: 1-2), rendahnya kualitas laba di dalam laporan keuangan dapat membuat para pemakainya seperti manajemen perusahaan dan pihak eksternal terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga akan membuat nilai perusahaan menurun. Menurut Chan, Jegadeesh, Chan, & Lakonishok (2006: 1042), ukuran suatu kualitas laba dapat memprediksi pergerakan harga saham untuk di masa yang akan datang, sehingga harga saham tersebut akan langsung mempengaruhi nilai perusahaan, baik perusahaan besar atau kecil. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar (studi kasus LQ-45 yang terdaftar dalam bursa efek Indonesia tahun periode 2020-2022)“ untuk mengetahui pengaruh perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan tehadap reaksi pasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam mempertimbangkan keputusan investasi dan 6 memberikan pengetahuan yang memadai tentang pendapatan sehingga memperlancar investor dan calon investor tertarik untuk berinvestasi di pasar modal, sehingga investor jangan sampai salah dalam mengambil keputusan investasi. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian berfokus dalam Pengaruh perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar (studi kasus LQ-45 yang terdaftar dalam bursa efek Indonesia tahun periode 2020-2022). Berdasarkan masalah yang telah di paparkan di atas, maka masalah dalam penelitian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Perataan Laba, Ukuran Peusahaan, dan Kualitas Laba secara simultan berpengaruh terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022? 2. Apakah Perataan Laba secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022? 3. Apakah Ukuran Perusahaan secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022? 4. Apakah Kualitas Laba secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022? 5. Dari variabel Perataan Laba, Ukuran Perusahaan, dan Kualitas Laba manakah yang berpengaruh dominan terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 7 2020-2022? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh simultan Perataan Laba, Ukuran Perusahaan, dan Kualitas Laba terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022. 2. Mengetahui pengaruh Parsial Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022. 3. Mengetahui pengaruh Parsial Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022. 4. Mengetahui pengaruh Parsial Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022. 5. Mengetahui pengaruh dominan variabel Perataan Laba, Ukuran Perusahaan, dan Kualitas Laba terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut : 1) Manfaat Teoritis Memberi kontribusi pengetahuan yang berkaitan dengan perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada bursa efek Indonesia. 2) Manfaat Praktis 8 Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini diantaranya: a. Perusahaan Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi manajer perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan perusahaaan agar memberikan reaksi pasar. b. Akademik Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi ilmu pengetahuan dibidang Akutansi, khususnya dalam perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan. c. Penulis Sebagai upaya untuk menambah dan mendalami ilmu pengetahuan dan mendalami masalah perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan. d. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat melaksanakan penelitian selanjutnya. 9 menjadi acuan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2.1 Landasan Teori 2.2.1 Reaksi Pasar A. Pengertian Reaksi Pasar Reaksi adalah tanggapan (respons) dari suatu aksi. Menurut Azis (2015) dalam Wijiantoro (2017), reaksi pasar merupakan perubahan harga saham karena adanya informasi baru. Harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Pada bursa efek, harga pasar dapat dilihat pada penutupan hari tersebut sehingga diketahui saham mengalami kenaikan atau penurunan. Menurut Anggaraini (2015:16) beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham, antara lain: I. Harapan investor terhadap tingkat pendapatan dividen untuk masa yang akan datang. Apabila tingkat pendapatan dan dividen suatu saat stabil maka harga saham cenderung stabil. Sebaliknya jika tingkat pendapatan dan dividen berfluktuasi karena siklus perusahaan atau perubahan teknologi maka harga saham berfluktuasi juga. II. Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan tercermin dari earnings per share (EPS) terkait dengan kenaikan harga saham. Apabila fluktuasi dari EPS semakin besar maka harga saham akan semakin besar 10 pula. III. Kondisi perekonomian. Kondisi yang akan datang selalu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat ini. Apabila kondisi perekonomian saat ini stabil dan mantap maka investor optimis terhadap kondisi yang akan dating sehingga harga saham cenderung stabil dan demikian sebaliknya. Pasar modal adalah tempat bertemunya penjual atau emiten dengan pembeli atau pemilik modal. Berdasarkan UU. No. 8 tahun 1995, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Menurut (Fakhruddin, 2008) Pasar modal merupakan sarana bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Pasar modal merupakan salah satu dari beberapa sarana yang ada untuk mendapatkan modal bagi perusahaan didalam kegiatan usahanya (Ardi Murdoko Sudarmadji, 2007). Menurut Maharani (2014) dalam Wijiantoro (2017), reaksi atau respon pasar umumnya diamati dari kenaikan atau penurunan harga saham yang terjadi disekitar tanggal pengumuman laba. Reaksi pasar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para investor atau pelaku pasar lainnya dalam menjual atau membeli saham sebagai keputusan penting yang disampaikan ke pasar. Reaksi pasar biasanya berkaitan dengan return yang diharapkan oleh investor. Reaksi pasar dilihat dari return perusahaan yang terkait. 11 B. Return saham Investor memiliki saham bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada saat perusahaan berada di posisi yang menguntungkan, maka nilai saham dipasaran cenderung naik artinya nilai saham pemilik juga naik sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan dalam menjual saham dengan harga yang lebih tinggi dari harga beli. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi (Lindrianasari, 2010:198) Return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi. Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Return harapan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor di masa mendatang (Tandelilin, 2010:10). Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti (Lindrianasari, 2010:198). Return ekspetasi dihitung dari rata-rata tertimbang berbagai tingkat return dengan probabilitas keterjadian di masa depan sebagai faktor penimbangnya. Jogiyanto (2010) mengatakan Expected return merupakan return estimasi yang diharapkan oleh investor, yang ditentukan dengan model estimasi. Sebelum menentukan model untuk mengestimasi expected return, perlu ditentukan beberapa istilah periode sebagai dasar estimasi expected return, periode-periode tersebut adalah : Gambar 1. Periode estimasi expected return 12 Periode estimasi (estimation period), adalah periode sebelum adanya peristiwa (event period). Pada gambar diatas periode estimasi ditunjukan dari t3 sampai dengan t4. Jogiyanto (2010:24) mengatakan bahwa tidak ada patokan untuk menentukan lamanya panjang periode estimasi ini. Pada data harian memiliki panjang periode estimasi berkisar 100 hari sampai dengan 250 hari. MSDM adalah suatu hal yang berkaitan dengan pendayagunaan manusia dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tingkat maksimal atau efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan yang akan dicapai dalam perusahaan, seorang karyawan dan juga masyarakat (bintoro, 2019). 2.2.2 A. Perataan Laba Teori Keagenan Teori keagenan (Agency theory) menyatakan manajemen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan pemilik perusahaan yang sering terdorong untuk melakukan tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan dirinya sendiri dan atau perusahaannya (Belkaouli, 2000:56.). Menurut (Hutabara & Huseini, 2006:18) Teori agensi yaitu teori yang menyatakan mengenai pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenagaprofesional (agent) yang lebih mengerti dan profesional dalam menjalankan bisnis. B. Pengertian Perataan Laba 13 Menurut Gantino (2015) “perataan laba adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan.” Menurut Rakahendra dan Mahardika (2018) mendefinisikan “perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan.” Beidleman (1973) dalam Rakahendra dan Mahardika (2018) mendefinisikan “perataan laba sebagai suatu pengurangan dengan sengaja atas fluktuasi laba yang dilaporkan agar berada pada tingkat yang dianggap nornal bagi perusahaan. Dari ketiga definisi yang dikemukakan oleh peneliti sebelumnya tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa perataan laba merupakan tindakan yang sengaja dilakukan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba dengan tujuan untuk mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar dalam periode tersebut. Menurut Eckel (1981:33) formula untuk mendeteksi adanya perilaku artificial smoothing, yaitu:. 1. Income is a linear function of sales: Income = Sales - Variable Costs – Fixed costs. 2. The ratio of variable costs in dollars to sales in dollars remains constant over time. 3. Fixed costs may remain constant or increase from period to period, but may not be reduced. 4. Gross sales can only be intentionally smoothed by real smoothing; 14 that is, gross sales cannot be artificially smoothed Suatu perusahaan yang diidentifikasikan melakukan artificial income smoothing berdasarkan formula yang diusulkan oleh Eckel apabila perusahaan tersebut memiliki koefisien variasi perubahan. Penjualan time series lebih besar daripada koefisien variasi perubahan laba time series (CV∆S > CV∆I) (Permana, 2003). Untuk mengetahui suatu perusahaan melakukan praktek perataan laba atau tidak maka digunakan indeks Eckel. Eckel (1981:34) menggunakan Coefficient Variation (CV) variabel penghasilan dan variabel penjualan bersih. Di mana: ∆I = Perubahan laba dalam satu periode ∆S= Perubahan penjualan dalam satu periode CV= Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai yang diharapkan CV ∆I = Koefisien variasi untuk perubahan laba CV ∆S = Koefisien variasi untuk perubahan penjualan Apabila = CV ∆I > CV ∆S , maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba. CV ∆I dan CV ∆S dapat dihitung sebagai berikut : 15 Dimana : ΔX = perubahan laba (I) atau penjualan (S) ΔE = rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S) n = banyaknya tahun yang diamati Indikator juga dapat dilihat dari laporan keuangan khususnya laporan laba rugi pada perusahaan C. Kandungan Informasi atas Laba Setiap perusahaan yang terdaftar pada bursa efek akan menerbitkan laporan keuangan. Salah satu bagian dari laporan keuangan tersebut adalah laporan laba rugi. Laporan laba rugi merupakan salah satu sumber informasi bagi investor. Informasi laba merupakan indikator keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga sering kali investor menggunakannya sebagai dasar dalam mengambil keputusan investasi. Teori keagenan membuat adanya asimetri informasi karena manajemen sebagai agen akan lebih mengetahui informasi perusahaan daripada pemilik perusahaan yang sebagai principal. Asimetri informasi berupa informasi yang tidak merata antara agen dan principal. Principal tidak bias mengamati secara langsung usaha yang dilakukan oleh agen. Oleh karena itu manajemen akan melakukan praktek manajemen laba. Setiap periode, perusahaan akan menerbitkan laporan keuangan. Webadmin (2015) dalam PSAK 1994 menyediakan informasi yang 16 menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2.2.3 A. Kualitas Laba Pengertian Kualitas Laba Kualitas laba adalah informasi laba yang tersedia untuk publik yang memiliki beberapa kriteria stabilitas dan perdiktabilitas, yaitu mencerminkan kinerja operasi perusahaan secara akurat dan dapat dijadikan sebagai indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Kualitas laba menjadi penting karena mempengaruhi pengambilan keputusan dan dapat digunakan investor untuk menilai sebuah perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan kas, serta dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Kualitas laba merupakan informasi penting yang dapat digunakan oleh publik sehingga dapat digunakan untuk menilai perusahaan. Laba yang berkualitas dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan sehingga tingginya kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan dapat membuat keputusan yang diambil oleh investor menjadi lebih tepat. Menurut Li (2014) dalam Machdar, Manurung, & Murwaningsari (2017: 309), kualitas laba merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui nilai suatu perusahaan. Menurut Dechow & 17 Dichev (2009: 36), perusahaan yang memiliki kualitas laba yang baik dapat memperkirakan karakteristik proses laba yang relevan untuk pengambilan keputusan. Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus. Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang ada di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus. Kualitas laba yang baik secara otomatis akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang terus meningkat Sebaliknya, bila kualitas laba yang buruk membuat nilai perusahaan akan menurun. Nilai perusahaan yang tinggi akan berpengaruh terhadap para pemegang saham yang akan selalu menginvestasikan modalnya kepada perusahaan, karena nantinya para pemegang saham akan mendapatkan keuntungan yang berlipat dari investasi tersebut (Haruman, 2008: 2-3). Menurut Siallagan & Machfoedz (2006) dalam Lestari (2013: 1-2), rendahnya kualitas laba di dalam laporan keuangan dapat membuat para pemakainya seperti manajemen perusahaan dan pihak eksternal terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga akan membuat nilai perusahaan menurun. Menurut Chan, Jegadeesh, Chan, & Lakonishok (2006: 1042), ukuran suatu kualitas laba dapat memprediksi pergerakan harga saham untuk di masa yang akan datang, sehingga harga saham tersebut akan langsung mempengaruhi nilai perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar. Kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual 18 (DACC). DACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus Siallagan (2009: 26): TACCit = Net income - Cash flow from operation Total akrual diestimasi dengan persamaan berikut: TACCit /Tait -1= α1(1/TAit -1) + α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) + α3(PPEit /TAit -1)+€it NDACCit = α1(1/TAit-1)+ α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) + α3(PPEit /TAit 1) DACCit = TACCit - NDACCit Keterangan: DACCit : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t NDACC it: Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t TACC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t dibagi dengan total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1 TAit -1 : Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1 ΔSALit : Perbuahan penjualan bersih perusahaan i pada tahun t PPEit : Property, plan, and equipment perusahaan i pada tahun t ΔREC it : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t α : Koefisien regresi persamaan € : error Variabel Dependen 19 B. Jenis-Jenis Kualitas Laba Menurut Andriani (2011), berdasarkan cara pengkurannya, kualitas laba dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut : Berdasarkan sifat runtun-waktu laba, Pengukuran kualitas laba ini meliputi persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persistensi yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini ditentukan berdasarkan prespektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba smooth. Berdasarkan hubungan laba-kas-akrual, Kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/kebijakan), dan estimasi hubungan akrual-kas. Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba 20 yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasi laba yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran perubahan akrual total, laba berkualitas adalah laba yang mempunyai perubahan akrual total kecil. Pengukuran ini mengasumsikan bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara langsung untuk menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk mengukur kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan aliran kas, semakin tinggi kualitas laba. Berdasarkan konsep kualitatif kerangka konseptual, Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas/konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain misalnya aliran kas) diinterprestasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik relevansi dan reliabilitas. Berdasarkan keputusan implementasi, Kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi dua pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan 21 banyaknya pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan. Semakin banyak estimasi yang diperlukan oleh penyusunan laporan keuangan dalam mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas laba, dan sebaliknya. Dalam pendekatan kedua, kualitas laba berhubungan negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil oleh manajemen dalam menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar (manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang semakin rendah dan sebaliknya. 2.2.4 A. Ukuran Perusahaan Pengertian Ukuran Perusahaan Menurut Ferry dan Jones dalam Sujianto (2001:12), Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aset, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aset. Banyak perhitungan untuk megetahui ukuran suatu perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara (total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain) (Machfoedz, 1994:56). Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm) (Machfoedz, 1994:56). Menurut Machfoedz (1994) dalam Indriani (2014:4) Kategori ukuran perusahaan yaitu: 22 a. Perusahaan Besar (large firm) Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan lebih dari Rp 50 Milyar/tahun. b. Perusahaan Menengah (medium-size) Perusahaan menengah adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih besar dari Rp 1 Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar. c. Perusahaan Kecil (small firm) Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun. Menurut Setiyadi (2007:15), ukuran perusahaan yang biasa di pakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah : 1. Tenaga Kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang terdaftar bekerja di perusahaan suatu saat tertentu 2. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. 3. Total hutang, merupakan jumlah hutang perusahaan pada periode tertentu 4. Total aktiva, yang merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu 23 Penentuan ukuran perusahaan didasarkan kepada total asset perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000:32) Besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan menggunakan perhitungan nilai logaritma total aktiva. Total aset dijadikan sebagai indikator ukuran perusahaan karena sifatnya jangka panjang dibandingkan dengan penjualan (Zaylani & Asyik, 2015:83). Penelitian ukuran perusahaan dapat menggunakan tolak ukur aset. Menurut Siregar dan Utama (2005:16) ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari total aktiva. Karena total aset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat disederhanakan dengan mentransformasikan ke dalam logaritma natural (Ghozali, 2006:3). Keterangan : Ln : Logaritma Natural 2.3 Penelitian Terdahulu Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya : 1. Alwiyah dan Charis Solihin (2015) Penelitian ini memiliki judul “Pengaruh income smoothing terhadap earning response pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI”. Persamaan yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan perataan laba Sebagai variabel Independen dan reaksi pasar sebagai variabel dependen. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak menggukanan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tindakan 24 Income smoothing (perataan laba) tidak berpengaruh terhadap earning responce (reaksi pasar). 2. Nia Anggaraini dan Bambang Suprasto H. (2015) Penelitian oleh Nia Anggaraini dan Bambang Suprasto H. ini memiliki judul “Pengaruh perataan laba, ukuran perusahaan dan debt equity ratio pada reaksi pasar”. Persamaan penelitian ini adalah pada variabel dependennya menggunakan perataan laba dan ukuran perusahaan dan pada variabel dependennya menggunakan reaksi pasar. Sedangkan pada perbedaannya penelitian ini menggunakan tambahan variabel independen lain yakni debt to equity ratio. Hasil pada penelitian ini adalah Perataan laba kurang mampu untuk memicu minat para calon investor untuk berinvestasi karena para pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih tertarik pada isu-isu yang bersifat fenomenal. 3. Monica Weni Pratiwi dan Ridha Cyntia Dewi (2012) Monica Weni Pratiwi dan Ridha Cyntia Dewi melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar yang Dimoderasi Investment Opportunity Set” Penelitian ini memiliki persamaan yakni pada variabel independennnya yang menggunakan ukuran perusahaan, sedangkan pada variabel dependennya menggunakan reaksi pasar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini menggunakan variabel pemoderasi yakni Opportunity Set. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan tidak 25 berpengaruh terhadap reaksi pasar. 4. Harnovinsah dan Poppy Indriani (2015) Penelitian oleh Harnovinsah dan Poppy Indriani ini memiliki judul “The Market Reaction and Income Smoothing (Case Study on Listed Company in LQ 45 Indonesian Stock Company in LQ 45 Indonesian Stock Exchange)”. Penelitian ini memiliki persamaan yakni membahas variabel perataan laba dan reaksi pasar. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini tidak memakai variabel ukuran perusahaan serta studi kasus pada indeks LQ45. Hasil penelitian ini adalah jika reaksi pasar atas pengumuman laba ditentukan oleh Cumulative Abnormal Return (CAR) selama periode 5 hari sebelum tanggal pengumuman laba sampai 5 hari setelah tanggal pengumuman laba, hasil yang diperoleh tidak ada perbedaan antara reaksi pasar terhadap perataan laba perusahaan perusahaan tidak perataan laba. Hasil ini menunjukkan bahwa investor tidak dapat membedakan antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. 5. Jonathan dan Nera Marinda Machda (2018) Penelitian oleh Jonathan dan Nera Marinda Machda ini memilki judul “Pengaruh Kualitas Laba terhadap Nilai Perusahaan dengan Reaksi Pasar sebagai Variabel Intervening”. Penelitian ini memiliki persamaan yakni membahas variabel kualitas laba dan reaksi pasar. Pertama, kualitas laba berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, berarti semakin kecil kualitas laba 26 maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Perusahaan sebaiknya harus transparan dalam melakukan pengungkapan laba di dalam laporan keuangannya. Sehingga nantinya akan membuat investor akan melihat informasi laba di dalam laporan keuangan sebagai faktor pengambilan keputusan investasi. Kedua, kualitas laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui reaksi pasar. Dalam hal ini reaksi pasar bukan variabel intervening antara hubungan kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Banyaknya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang tidak mengungkapkan laporan keuangannya di pasar modal membuat investor tidak tertarik untuk melihat laporan keuangan perusahaan. Sehingga membuat tidak terjadinya pengaruh reaksi pasar antara tingggi rendahnya kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Ketiga, kualitas laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pasar modal di Indonesia membuat para investor masih mempertimbangkan kondisi diluar perusahaan dan isu yang beredar. Sehingga tinggi rendahnya kualitas laba tidak akan mempengaruhi reaksi pasar. Dan terakhir, variabel kontol debt equity ratio (DER) dan leverage dalam penelitian ini, hanya leverage yang memiliki hubungan terhadap nilai perusahaan. 2.4 Kerangka Konseptual Menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2013) mengemukakan bahwa 27 kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi. Adapun gambar kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 Perataan Laba (X1) Kualitas Laba Reaksi Pasar (X2) Ukuran Perusahaan (X3) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterangan: Pengaruh secara parsial Pengaruh secara simultan 28 2.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian yang telah dirumuskan (Sugiyono, 2011) Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah : H1: Perataan laba berpengaruh positif terhadap reaksi pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa efek Indonesia periode 20202022. H2: Kualitas laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar H3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap reaksi pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa efek Indonesia periode 20202022. H4: Perataan Laba, Kualitas Laba dan Ukuran Perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2020-2022. 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Adapun judul yang diangkat yaitu: Pengaruh Perataan Laba, Kualitas Laba dan Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar (Studi Kasus pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2020-2022). Data penelitian diambil dari halaman Bursa Efek Indonesia. Waktu penelitian di lakukan pada bulan Maret 2024. 3.2 Jenis Penelitian Menurut Sugiyono (2019:17) penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menentukan hubungan antar variabel dalam sebuah populasi. Desain penelitian kuantitatif ada dua macam yaitu deskriptif dan eksperimental. Studi kuantitatif deskriptif melakukan pengukuran hanya sekali. Artinya relasi antar variabel yang diselidiki hanya berlangsung sekali. Sedangkan studi eksperimental melakukan pengukuran antar 30 variabel pada sebelum dan sesudahnya untuk melihat hubungan sebabakibat dari fenomena yang diteliti. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 variabel independen dan 1 variabel dependen. Variabel dependen yang digunakan adalah reaksi pasar. Variabel independen yang digunakan adalah perataan laba dan ukuran perusahaan. 1. Variabel dependen Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena variabel bebas (Sugiyono, 2011:39). ReaksiPopulasi menurut sugiyono (2020:126) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan nya. Menurut Handayani (2020), populasi adalah totalitas dari setiap elemen yang akan diteliti yang memiliki ciri sama, bisa berupa individu dari suatu kelompok, peristiwa, atau sesuatu yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini mencakup keseluruhan perushaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berikut adalah data populasi yang akan digunakan sebagai sumber data dalam penelitian. Tabel 3. 1 Tabel Populasi Penelitian No Nama Perusahaan 1. Perusahaan LQ-45 45 Jumlah 81 31 Jumlah 3.3.2 Sampel Sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang diambil dari populasi penelitian (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel dilakukan karena keterbatasan waktu, tempat dan dana. Sampel yang diambil dari populasi haruslah representative. Dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan tersebut adalah: a. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2020-2022. b. Perusahaan LQ-45 yang mempublikasikan laporan keuangan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2020-2022 secara berturut-turut. c. Perusahaan yang menggunakan mata uang yang sama pada laporan keuangan tersebut pada tahun 2020-2022 3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 variabel independen dan 1 variabel dependen. Variabel dependen yang digunakan adalah reaksi pasar. Variabel independen yang digunakan adalah perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan. 1. Variabel dependen 32 Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena variabel bebas (Sugiyono, 2011:39). Reaksi pasar merupakan respon pasar dari informasi yang di publikasikan sebagai pengumuman. Pada penelitian ini respon pasar di ukur dengan abnormal return. Yakni selisih dari return ekspektasi dengan return aktual. Rumus abnormal return menurut Jogiyanto (2015) Keterangan : Ab(R) = abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Rit = return yang sesungguhnya terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t E(Rit) = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t 2. Variabel independen Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011). Variabel independen di sebut juga variabel bebas. Dalam penelitian ini menggunakan perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen atau variabel bebas. a. Perataan Laba Perataan laba adalah tindakan dari manajemen laba untuk membuat laporan keuangan menjadi terlihat lebih baik. Perataan laba 33 dapat di ukur dengan indeks eckel. Menurut Eckel (1981) rumus perataan laba adalah : Keterangan ∆I = Perubahan laba dalam satu periode ∆S = Perubahan penjualan dalam satu periode CV = Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan nilai yang diharapkan b. Kualitas Laba Kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual (DACC). DACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Siallagan (2009: 26): TACCit = Net income - Cash flow from operation Total akrual diestimasi dengan persamaan berikut: TACCit /Tait -1= α1(1/TAit -1) + α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) + α3(PPEit /TAit -1)+€it NDACCit = α1(1/TAit-1)+ α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) + α3(PPEit /TAit -1) DACCit = TACCit - NDACCit Keterangan: DACCit : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t 34 NDACC it: Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t TACC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t dibagi dengan total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1 TAit -1 : Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1 ΔSALit : Perbuahan penjualan bersih perusahaan i pada tahun t PPEit : Property, plan, and equipment perusahaan i pada tahun t ΔREC it : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t α : Koefisien regresi persamaan € : error c. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan skala menentukan besar kecilnya perusahaan. Penelitian ukuran perusahaan dapat mengguanakan tolak ukur aset. Karena total aset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat disederhanakan dengan mentransformasikan ke dalam logaritma natural (Ghozali, 2007) Menurut Krishnan dan Moyer (1996) rumus perusahaan adalah Keterangan : Ln : Logaritma Natural 3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Sumber Data 35 ukuran Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi nonpartisipan, yaitu hanya berperan mengamati dan mengumpulkan data tanpa berperan serta di dalamnya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Yaitu laporan tahunan masing-masing perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2020-2022. Selain itu, data atau informasi lain diperoleh dari situs perusahaan, jurnal, textbox, internet, serta Skripsi. 3.5.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun informasi dan data melalui metode studi pustaka dan eksplorasi literatur-literatur dan laporan keuangan yang tercantum di Bursa Efek Indonesia. Data yang didapatkan berupa laporan keuangan dan annual report yang dikeluarkan oleh perusahaan LQ45 pada tahun 2020-2022. Data tersebut diperoleh melalui situs yang dimiliki oleh BEI, yakni www.idx.co.id. Studi pustaka atau literatur melalui buku teks, jurnal ilmiah dan artikel, serta sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan, juga dijadikan sumber pengumpulan data. 3.6 Analisis Data Menurut Sugiyono (2010:147), statistik deskriptif merupakan teknik statistika yang menganalisis data dengan cara mendeskripsikan semua data yang telah terkumpul salah satunya untuk mencari korelasi antarvariabel. Penyajian data dalam statistic deskriptif dapat berupa tabel, grafik, diagram, modus, median, mean, desil, persentil, dan standar deviasi. 36 Analisis kuantitatif dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dengan alat bantu yang berhubungan dengan statistik dan matematika sehingga keputusan yang dihasilkan dipertanggungjawabkan, (Indriantoro dan Supomo, 1999) dalam Wijayanti (2012). Statistic deskriptif digunakan untuk menjabarkan nilai maksimum, minimum, ratarata dan standar deviasi dari variabel independen yaitu perataan laba dan ukuran perusahaan serta variabel dependen yakni reaksi pasar. Untuk mempermudah dalam menganalisis digunakan Statistical Package for Sosial Sciences (SPSS), yaitu software yang berfungsi untuk menganalisis data dan melakukan perhitungan statistik baik parametrik maupun non parametrik dengan basis Windows (Ghozali, 2013). Pengolahan data penelitian ini menggunakan program olah data computer. 3.6.1 Uji Validitas Pengertian validitas menurut Sugiyono (2017:125) adalah Derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti. .Untuk mencari validitas sebuah item maka, kolom yang dilihat yaitu kolom corrected item-Total Correlation pada tabel item-total Statistic hasil pengolahan data dengan menggunakan Statistical Program For Social Science (SPSS). Kriteria penilaian uji validitas adalah sebagai berikut: Apabila 𝑟ℎi𝑡𝑢𝑛g > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka item kuesioner tersebut valid. Apabila 𝑟ℎi𝑡𝑢𝑛g > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka item kuesioner tersebut dikatakan tidak valid. 37 3.6.2 Uji Reliabilitas Menurut Sugiyono (2017:130) menyatakan bahwa uji reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Suatu kuisioner dikatan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Alat untuk mengukur reabilitas adalah Cronbach Alpha. Apabila nilai Cronbach’s Alpha berada berkisar 0.600 hingga 1, maka instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel sedangkan sebaliknya jika nilai Cronbach’s Alpha lebih kecil dari 0.600, maka instrumen tersebut tidak reliabel. 3.6.3 Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan pembentukan model regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik supaya model yang terbentuk memberikan estimasi yang tepat. Apabila tidak terdapat gejala asumsi klasik diharapkan dapat dihasilkan modal regresi yang handal sesuai dengan kaidah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) yang menghasilkan model regresi yang tidak bisa dan handal sebagai penaksir. Uji asumsi klasik terdiri dari multikolonieritas, heteroskedastisitas ,normalitas dan autokolerasi. Uji asumsi klasik terdiri dari: a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah residual terdistribusi normal atau tidak. Menurut Dwi Priyanto (2013), uji 38 normalitas merupakan pengujian data untuk memastikan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil representative atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan dengan membandingkan distribusi kumulatif relative hasil observasi dengan distribusi kumulatif relative teoritisnya. Jika hasil pengujian menunjukkan signifikansi lebih besar dari 0,05 berarti data pada variabel berdistribusi normal. b. Uji Heteroskedastisitas Syarat asumsi klasik adalah varians dari error harus bersifat homogeny (Priyatno, 2013). Jika varians berbeda disebut heterokedasitas dan hal ini melanggar syarat asumsi klasik. Regresi yang baik digunakan untuk mengetahui apakah sampel bersifat homogeny atau heterogen. Jika sampel heterogen berarti tidak dapat digunakan dalam pengujian data. Pada penelitian ini uji heterokedastisitas dilakukan dengan Uji Glejser yaitu mengkorelasikan nilai absolute residual dengan variabel independen. Jika variabel independen secara signifikan secara statistik tidak mempengaruhi variabel dependen, maka terindikasi homokedastisitas. Hal ini dapat dilihat apabila dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan. 5%. c. Uji Autokorelasi 39 Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier terdapat hubungan kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Apabila terjadi korelasi, terdapat indikasi masalah autokorelasi (Ghozali, 2007). Dalam model analisis regresi linier juga harus bebas dari autokorelasi. Model regresi yang baik yaitu regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan Uji Durbin Watson (D-W test). d. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2007). Multikoleniaritas terjadi dalam analisis regresi berganda apabila variabel-variabel bebas saling berkorelasi yang dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai Tolerance kurang dari 0.10 atau sama dengan niali VIF lebih dari 10 maka terdapat multikoleniaritas. 3.6.4 Uji Hipotesis Bab ini membahas mengenai hasil pengujian hipotesis Pengaruh Perataan Laba, Kualitas Laba, dan Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar (Studi Kasus pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2020-2022) . Alat uji yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini melalui hitung manual dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Sedangkan untuk menghitung Uji Asumsi Klasik menggunakan bantuan SPSS. 40 Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh simultan antara variable perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar (Studi Kasus pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2020-2022). a. Uji t (Parsial) Uji statistik t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali,2018). Menurut Bahri (2019:194) menyatakan bahwa pengujian tingkat signifikasi 5% (0,05) dengan menggunakan df=n-k-1 Kriteria Pengujian menurut Bahri (2019:194-195) sebagai berikut: Pengujian perbandingan thitung dengan t tabel: 1) Jika ttabel ≤ thitung ≤ ttabel atau nilai signifikasi ≥ 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya variabel bebas (X) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y) 2) Jika t hitung < t tabel atau thitung > ttabel atau nilai signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya veriabel bebas (X) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y). b. Uji F Dalam uji regresi linear berganda, terdapat uji F. Uji inibermanfaat untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel 41 independen yang lebih dari satu secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, 2007). Hasil uji F dalam tabel Anova kemudian dibandingkan dengan tabel F (df1 = jumlah variabel-1, df2 = jumlah kasus-jumlah variabel1) dengan signifikansi yang telah ditetapkan yaitu sebesar 0,05. Jika hasil uji F dari output SPSS lebih besar daripada tabel F, hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh diterima. 3.6.4 Uji Regresi Linear Sederhana Regresi Linear Sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen terhadap variabel dependen (Priyatno, 2013:25). Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui apakah variabel dependen mengalami kenaikan jika variabel independen mengalami kenaikan. Regresi linear juga digunakan untuk menentukan arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Rumus yang digunakan dalam regresi linear adalah Keterangan : Y = Variabel dependen a = Nilai Konstanta b = Koefisien regresi X = Variabel independen Selanjutnya setelah di peroleh persamaan regresi linear, dilakukan uji koefisien regresi sederhana untuk mengetahui apakah variabel independen 42 berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika berpengaruh signifikan berarti terdapat pengaruh secara nyata dan dapat digeneralisasikan terhadap populasi. 3.6.5 Uji Regresi Linear Berganda Uji regresi linear berganda digunakan untuk memperkirakan nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan agar diketahui arah hubungan positif atau negative (Priyatno, 2013:25). Rumus uji regresi linear berganda untuk hipotesis yang menyatakan perataan laba, ukuran perusahaan bersama-sama mempengaruhi reaksi pasar adalah : Keterangan : Y’ = Reaksi Pasar X1 = Perataan laba X2 = Kualitas Laba X3 = Ukuran Perusahaan α = Konstanta b1,b2 = koefisien regresi e = eror Rumus tersebut digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel independen secara stimultan terhadap variabel dependen tanpa ada variabel yang memperkuat atau memperlemah. 3.6.6 Koefisien Determinasi (R2) Menurut Ghozali (2011), uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh variabel independen secara 43 simultan dalam mendeskripsikan variabel dependen. Jika nilai 𝑅2adalah 0, artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen (Priyatno, 2013). Jika nilainya 1, terdapat pengaruh variabel independen yang simultan secara sempurna. Semakin besar nilai 𝑅2 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam mendeskripsikan variabel dependen semakin luas. Kriteria pengujian 𝑅2 adalah: 1) Jika nilai 𝑅2 adalah 0 berarti variabel-variabel independen tidak memberikan informasi untuk memprediksi variasi variabel dependen. 2) Jika nilai 𝑅2 mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir seluruh informasi untuk memprediksi variasi variabel dependen. 44 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45