UNDER WESTERN EYES FEMINIST SCHOLARSHIP AND COLONIAL DISCOURSES Kelompok 10 Aisyah Nur Isnaini (1006762921) Michael Renaldi (1006692820) Beberapa diskusi yang telah ada mengenai konstruksi feminism dunia ketiga baik secara intelektual maupun politik harusnya dapat ditujukan untuk dua proyek yang terjadi secara bersamaan. kritik internal atas hegemoni feminisme Barat serta perumusan secara otonomi, geografis, historis, dan kultur yang menjadi dasar perhatian dan strategi feminist kedua proyek ini sama-sama menunjukkan bahwa feminisme dunia ketiga menanggung resiko marjinalisasi atau ghettoisasi dari kedua mainstream ( kiri dan kanan) serta wacana feminis Barat. Asumsi Barat yang telah menjadi rujukan utama baik secara teori maupun praxis Tulisan Mohanty merujuk pada wacana atau pemikiran feminis Barat tentang perempuan di dunia ketiga. Kritik juga diberikan kepada tulisan para sarjana dunia ketiga tentang kebudayaan mereka. “WOMEN” AS CATEGORY OF ANALYSIS, OR: WE ARE ALL SISTERS IN STRUGGLE Homogenitas perempuan sebagai sebuah kelompok terbentuk bukan berdasarkan hal-hal yang bersifat biologis tetapi lebih berdasarkan pada sosiologi dan antropologi universal. Contoh, perempuan digolongkan sebagai kelompok tunggal yang berbasiskan pada sebuah perasaan berbagi atas penindasan yang diterima perempuan. Sehingga apa yang mengikat perempuan tersebut menjadi sebuah kelompok adalah karena adanya persamaan senasib sepenanggungan atas penindasan yang mereka terima. Mohanty sebagai penulis artikel ini setuju pada pemikiran beberapa penulis yang diangkatnya untuk menjelaskan perempuan di dunia ketiga. Fran Hosken dengan tulisannya yang mendefinisikan perempuan sebagai korban kekerasan laki-laki; perempuan sebagai korban dari proses kolonialisasi oleh Maria Crutufelli; perempuan sebagai korban dari sistem keluarga Arab oleh Juliette Minces; perempuan sebagai korban dari proses berkembangnya ekonomi; serta perempuan sebagai korban dari aturan dalam Islam oleh Patricia Jeffrey. WOMEN AS VICTIMS OF MALE VIOLENCE Fran Hosken. merujuk pada hubungan antara hak asasi manusia dengan praktek genital mutilation atau lebih dikenal ‘sunat’ di Afrika dan Timur Tengah. menujukkan bahwa seksualitas perempuan itu dikontrol oleh laki-laki “male sexual politics” yaitu sebenarnya praktek ini untuk menjamin ketergantungan perempuan terhadap laki-laki serta menaklukan mereka dengan berbagai cara. WOMEN AS UNIVERSAL DEPENDENTS Beverly Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives of Third World Woman: The Impact of Race, Sex, and Class (1983,298, 306) menyimpulkan bahwa hubungan ketergantungan yang berdasarkan ras, sex, dan kelas menjadi terus menerus ada melalui sosial, pendidikan, dan institusi ekonomi perempuan dunia ketiga merupakan kelompok yang dapat diidentifikasi berdasarkan adanya pembagian ketergantungan MARRIED WOMEN AS VICTIMS OF THE COLONIAL PROCESS Perempuan menikah dianggap sebagai korban dari proses kolonial merujuk pada praktek pernikahan orang suku Bemba. Maria Crutufelli di sini fokus pada praktek pertukaran perempuan dalam pernikahan orang suku Bemba sebelum dan seseudah terjadinya kolonialisasi. WOMEN AND FAMILIAL SYSTEMS Menurut Cowie, perempuan sebagai perempuan tidak ditempatkan di dalam keluarga. Akan tetapi secara lebih lanjut, perempuan itu ada di dalam keluarga sebagai akibat dari struktur kekeluargaan, yang mana perempuan sebagai perempuan dikonstruksikan. Perempuan merupakan subjek seksual-politik ketika mereka masuk ke dalam sebuah keluarga. WOMEN AND RELIGIOUS IDEOLOGIES Mina Modares (1981) dalam analisisnya tentang perempuan dan Shi’ism di Iran, mengkritik tulisan feminis yang memberlakukan Islam sebagai ideologi yang terpisah dari luar hubungan sosial dan kebiasaan daripada mengkaji tentang aturan ekonomi, sosial dan relasi kekuasaan di dalam masyarakat. memberikan keterangan mengenai perempuan Pirzada dalam purdah mempertimbangkan ideologi Islam sebagai penjelasan parsial untuk status perempuan yang memberikan justifikasi untuk purdah. ideologi Islam mereduksi seperangkat ide yang diinternalisasi oleh perempuan Pirzada untuk menjaga stabilitas sistem. WOMEN AND THE DEVELOPMENT PROCESS Fokus terhadap proses ekonomi yang dialami perempuan Melalui kacamata feminis dari Barat Terdapat perbedaan “needs” dan “problems” antara perempuan urban dan rural serta kelas sosial Membatasi definisi dari subjek perempuan menjadi hanya identitas gender, tanpa meilhat kelas sosial dan identitas etnisnya Perlu dicapai sebuah pengertian terhadap kontradiksi-kontradiksi yang ada di lokasi dari perempuan di dalam struktur-struktur beragam untuk dapat membentuk perlawanan dan perubahan dalam konteks politis METHODOLOGICAL UNIVERSALISMS, OR; WOMEN’S OPPRESSION IS A GLOBAL PHENOMENON tiga metode masalah untuk mendemonstrasikan dominasi laki-laki dan eksploitasi perempuan secara antar budaya: Metode aritmatik Pembentukan konsep tanpa melihat konteks sosiohistoris penelitian empiris tentang perbedaan gender disalahpahamkan dengan organisasi analitikal dari hasil karya antar budaya Untuk dapat memberikan identitas kepada perempuan-perempuan di dunia ketiga, diperlukan sebuah identitas politis yang dibentuk oleh dirinya sendiri THE SUBJECT(S) OF POWER Status dan posisi perempuan di dunia ketiga dan dunia pertama dikaburkan dan karena perempuan merupakan suatu kelompok yang diletakan di dalam struktur agama, ekonomi, keluarga, dan legal Perlu pembedaan antara laki-laki dan perempuan, tanpa interaksi mengeksploitasidieksploitasi seperti saat ini Tindakan kolonial yang menjadikan para feminis Barat sebagai subjek di dalam pemberian asumsi kepada perempuan di dunia ketiga yang tidak dapat meningkat dari tatus mereka sebagai subjek THE SUBJECT(S) OF POWER Feminis Barat mendefinisikan perempuan di dunia ketiga sebagai subjek yang berada di luar relasi sosial Hal-hal seperti struktur legal, ekonomi, agama, dan keluarga dibentuk berdasarkan standar yang ditentukan oleh Barat Perempuan dunia ketiga didefinisikan sebagai religious, berorientasi keluarga, legal minors, tidak dapat membaca dan menulis, domestik, dan hanya pada saat tertentu aja revolusioner