1 MAKALAH SKIZOFRENIA DAN PENYEMBUHAN MELALUI METODE AL-QUR’AN SERTA HADIST Disusun Oleh: Selvi Rizkia Damayanti (20190320116) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan hidayah- Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “SKIZOFRENIA DAN PENYEMBUHAN MELALUI METODE AL-QUR’AN SERTA HADIST”. Adapun makalah ini berisi tiga bab yakni bab pertama berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, bab dua berupa pembahasan dari skizofrenia seperti definisi, jenis, mekanisme, penyebab, serta penyembuhan, dan terakhir bab tiga yang berisi kesimpulan berupa ringkasan dari makalah ini. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bantul, 29 Desember 2019 Penulis 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL… ........................................................................................................ KATA PENGANTAR .......................................................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................................................... BAB I Pendahuluan ............................................................................................................... BAB II Pembahasan ............................................................................................................... 2.1. Definisi Skizofrenia .................................................................................................. 2.2. Jenis-Jenis Skizofrenia ............................................................................................. 2.3. Mekanisme Skizofrenia ............................................................................................ 2.4. Penyebab Skizofrenia................................................................................................ 2.5. Pengobatan Skizofrenia Melalui Metode Al-Qur’an dan Hadist .............................. BAB III Penutup .................................................................................................................... 3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 3.2. Saran ......................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 1 2 3 4 5 5 5 7 8 8 10 10 10 11 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini banyak masalah kesehatan atau penyakit yang dialami oleh orangorang di dunia. Salah satunya adalah penyakit mental. Penyakit mental sendiri tidak hanya dialami oleh orang dewasa namun juga banyak dari para remaja yang mengalaminya. Seperti yang diketahui banyak orang, penyakit mental selalu bisa membuat orang-orang melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan seperti bunuh diri. Salah satu penyakit mental yang banyak dialami oleh orang adalah skizofrenia. Prevalensi gangguan jiwa menurut WHO pada tahun 2016 adalah 21 juta orang menderita gangguan skizofrenia. Sedangkan menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, di Indonesia seperti gangguan mental emosional depresi dan kecemasan mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Melalui pengetahuan orang-orang yang masih sedikit mengenai skizofrenia, kebanyakkan orang hanya akan menganggap jika skizofrenia adalah penyakit mental yang tidak berdampak besar padahal skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang harus dihindari karena akan memberikan pengaruh yang buruk pada diri seseorang. Kemampuan orang dengan skizofrenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup. Oleh karena itu, orang-orang diharapkan untuk tahu mengenai skizofrenia serta pengobatannya agar tidak ada orang yang akan melakukan hal-hal buruk pada dirinya sendiri. 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan mental yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) yang buruk (Akbar et al, 2015). Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah (split), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari, 2012). Skizofrenia adalah salah satu penyakit jiwa yang paling parah yang menyebabkan gangguan otak kronis serta dapat mempengaruhi kira-kira 1% populasi (Celanire et al, 2015). Kemampuan orang dengan skizofrenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan kondisi kronis, yang memerlukan pengobatan seumur hidup (Ikawati, 2014). Skizofrenia paling sering terjadi pada akhir masa remaja atau dewasa awal dan jarang terjadi sebelum masa remaja atau setelah usia 40 tahun, dikarenakan rentang usia tersebut merupakan usia produktif yang dipenuhi dengan banyak faktor pencetus stress dan memiliki beban tanggung jawab yang besar. Faktor pencetus stres tersebut di antaranya mencakup masalah dengan keluarga maupun teman kerja, pekerjaan yang terlalu berat, hingga masalah ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional. Stres dapat menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi neurotransmiter glutamat (senyawa prekursor GABA) pada sistem limbik sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neurotransmiter. Ketidakseimbangan neurotransmiter glutamat itu sendiri dapat mencetuskan terjadinya skizofrenia (Yulianty et al, 2017). Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang ditandai dengan adanya gejala positif, gejala negatif dan gejala kognitif (Celanire et al, 2015). Skizofrenia ditandai dengan gangguan dalam berpikir, persepsi, emosi, mempengaruhi komunikasi dan kesadaran diri. Penyakit ini mencakup gejala psikotik seperti halusinasi, delusi serta berperilaku tidak normal (WHO, 2016). 2.2. Jenis-Jenis Skizofrenia 1) Skizofrenia simpleks Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham (delusi) dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan 6 2) 3) 4) 5) mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis, 2008). Skizofrenia hebefrenik Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis (2008) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Skizofrenia katatonik Menurut Maramis (2008) skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. a. Stupor katatonik Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak. b. Gaduh gelisah katatonik Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Skizofrenia Paranoid Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit. Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan (Maramis, 2008). Episode skizofrenia akut Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya (Maramis, 2008). 7 6) Skizofrenia residual Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia (Maramis, 2008). 7) Skizofrenia skizoafektif Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejalagejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2008). 2.3. Mekanisme Skizofrenia Dalam sebuah studi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pelepasan dopamin secara signifikan pada pasien skizofrenia (Celanire et al, 2015). Delusi, halusinasi, dan rendahnya atensi yang ditemukan pada skizofrenia dapat disebabkan oleh suatu aktivitas berlebihan dari neuron yang saling berkomunikasi satu sama lain melalui transmisi dopamin. Hipotesis tersebut muncul dari dua garis bukti yang berhubungan. Garis pertama adalah observasi bahwa obat-obatan antipsikotik menurunkan frekuensi halusinasi dan delusi dengan cara menghalangi reseptor dopamin. Garis kedua adalah bahwa obat-obatan tertentu secara biokimia terkait dengan dopamin seperti amfetamina meningkatkan frekuensi gejala psikotik (Halgin and Whitbourne, 2011). Selain amfetamin zat zat seperti methylphenidate, kokain juga dapat meningkatkan aktivitas dopamin (Elvira, 2013). Selain dopamin, disfungsi neurotransmitter serotonin (5-HT) juga terlibat dalam etiologi skizofrenia. Beberapa obat antipsikotik khususnya generasi kedua (antipsikotik atipikal) mengikat subtipe reseptor 5-HT tertentu, khususnya 5-HT2A (Catharine et al, 2015). Obat-obat tersebut adalah agonis inversus reseptor 5-HT2A yaitu memblokade aktivitas konstitutif reseptor ini. Reseptor ini memodulasi pelepasan berbagai neurotransmitter antara lain dopamin, norepinefrin, glutamat, GABA, dan asetilkolin di korteks, region limbik, dan striatum. Stimulasi reseptor 5-HT2A menyebabkan depolarisasi neuron-neuron glutamat, tetapi juga menstabilkan reseptor N-metil-Daspartat (NMDA) di neuron pascasinaps (Katzung et al, 2012). Saraf serotonergik neuron dilaporkan berujung secara langsung pada sel-sel dopaminergik dan memberikan pengaruh penghambatan pada aktivitas dopamin di jalur mesolimbik dan nisgrostriatal melalui reseptor 5-HT2A (Ikawati, 2014). Hipotesis tentang glutamat pada pasien skizofrenia mengalami penurunan kadar glutamat dalam cairan serebrospinalnya. Hipotesis glutamat mengusulkan bahwa penyebab gejala skizofrenia adalah defisit neurotransmisi glutamat. Hipotesis tersebut berasal dari efek perilaku obat yang menghambat subtipe reseptor glutamat (Catharine et al, 2015). Glutamat adalah neurotransmiter eksitatorik utama di otak (Katzung et al, 8 2012). Titik awal untuk hipotesis menyatakan bahwa hipofungsi reseptor NMDA yang terletak diantarneuron GABAnergik menyebabkan berkurangnya pengaruh inhibitorik pada fungsi neuron sehingga ikut berperan menyebabkan skizofrenia. Berkurangnya aktivitas GABAnergik dapat menyebabkan disinhibisi aktivitas glutaminergik di hilir yang dapat menyebabkan hiperstimulasi neuron-neuron korteks melalui reseptor nonNMDA (Katzung et al, 2012). 2.4. Penyebab Skizofrenia Kejadian skizofrenia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah keturunan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan pasien skizofrenia, maka semakin besar risiko seseorang tersebut untuk mengalami penyakit skizofrenia (Arif, 2006). Faktor kedua stresor psikososial adalah setiap keadaan yang menimbulkan perubahan dalam hidup seseorang sehingga memaksa seseorang untuk melakukan penyesuaian diri (adaptasi) guna menanggulangi stresor (tekanan mental). Masalah stresor psikososial dapat digolongkan yaitu masalah perkawinan, masalah hubungan interpersonal, faktor keluarga dan faktor psikososial lain (penyakit fisik, korban kecelakaan atau bencana alam, masalah hukum, perkosaan dan lai-lain) (Hawari, 2014). Faktor ketiga adalah tingkat pendidikan menurut hipotesis sosiogenik yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dapat berakibat pada stres yang dapat menjadi faktor terjadinya skizofrenia (Sue, dkk, 2014). Faktor keempat adalah status pekerjaan, masalah pekerjaan dapat merupakan sumber stres pada diri seseorang yang bila tidak diatasi yang bersangkutan dapat jatuh sakit dan dapat memicu terjadinya skizofrenia (Hawari, 2014). 2.5. Pengobatan Skizofrenia Melalui Metode Al-Qur’an dan Hadist 1) Dzikir Dalam Q.S. Ar-Rad ayat 28: َئ َ ُ ب َ ئ ئ م طَ ب ل َ ب او لنقُ ئُّ ئُِّ ئ م طَا ل ُ ل ل قْل ذَّ ئ َ ُ ول ا ُه ُِّ ْ ا ل ِْ ْرك ِاذ ْا ُها ااا ا ُ ْر ئا ْ َ ْلهُ ولا ِْ ْرك ِاذ ْ Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Mengenai manfaat dzikir, Imam Ibnu Qayyim menulis dalam kitabnya Al-Waabil Ash-Shayyib: “Dizikir itu menguatkan hati dan ruh. Jika dzikir hilang dari diri seseorang maka hilanglah pula kekuatan hati orang tersebut. Di antara manfaat dzikir adalah: 1) mengusir dan menghancurkan syetan, 2) menjadikan pelakunya diridhai oleh Allah, 3) menghilangkan kegundahan dan kegelisahan, 4) mendatangkan kebahagiaan, ketenangan, ketentraman, dan kegembiraan, 5) 9 membuat hati dan wajah pelakunya menjadi terang dan bersinar, 6) pelakunya akan dikaruniai kewibawaan dan kesumringahan, 7) pelakunya akan mendapatkan kecintaan Allah, 8) pelakunya akan senantiasa berada dalam pengawasan Allah, sebagaimana firman-Nya “Ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu.” 2) Penyadaran Diamalkan dengan baik dan sungguh-sungguh. Karena itu penyadaran berarti memberikan pengertian yang baik dan mendalam tentang Sesuat, kemudian memberikan tuntunan pengalamannya agar dapat diamalkan dengan baik dan sungguh-sungguh sehingga itu disadari. a. Memberikan pengertian Sayyid Qutub mengatakan: bahwa yang menentukan garis perjalanan hidup manusia ini dan menetapkan cara yang boleh dipergunakan dalam merelisasi tujuan eksitensinya, ialah jika sistem sosialnya tumbuh secara normal dan alami yang berdiri dengan kokoh dan sehat di atas sumber suatu konsepsi yang mencakup tentang hakikat alam semesta, hakikat manusia, posisi manusia dalam alam semesta dan tujuan adanya manusia ini. b. Menuntun pengalaman Tuntunan pengalaman yang pertama adalah shalat seperti hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Baihaqi yang mana artinya: Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa yang sudah mendirikan shalat, sungguh ia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang telah meruntuhkan shalat, sungguh ia telah meruntuhkan agama. (H.R. Bukhori) 3) Berdoa Berdoa berarti pula menyadarkan manusia akan Tuhannya, dirinya, dan ilmunya sehingga memohon bantuan Allah. Dengan demikian doa merupakan salah satu metode pengobatan penyakit rohani. 10 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Skizofrenia adalah penyakit mental yang mempengaruhi diri seseorang seumur hidup. Kemampuan orang dengan skizofrenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung menurun dari waktu ke waktu. Beberapa gejala dari skizofrenia yaitu halusinasi, delusi serta berperilaku tidak normal. Sedangkan untuk jenis-jenis skizofrenia terdapat simpleks, hebefrenik, katatonik, paranoid, akut, residual, dan skizoafektif. Lalu, untuk penyebab skizofrenia sendiri dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor stresor psikososial, faktor tingkat pendidikan, dan faktor status pekerjaan. Mekanisme skizofrenia dapat disebabkan oleh suatu aktivitas berlebihan dari neuron yang saling berkomunikasi satu sama lain melalui transmisi dopamin. Hipotesis tersebut muncul dari dua garis bukti yang berhubungan. Garis pertama adalah observasi bahwa obat-obatan antipsikotik menurunkan frekuensi halusinasi dan delusi dengan cara menghalangi reseptor dopamin. Garis kedua adalah bahwa obat-obatan tertentu secara biokimia terkait dengan dopamin seperti amfetamina meningkatkan frekuensi gejala psikotik (Halgin and Whitbourne, 2011). Pengobatan skizofrenia dapat dilakukan oleh beberapa metode. Salah satunya menafsirkan ayat Al-Qur’an dan hadist. Oleh sebab itu, ditemukan pengobatan seperti berdzikir, menyadarkan diri, dan berdoa. Namun, selain pengobatan melalui metode AlQur’an dan hadist, masih banyak cara-cara pengobatan yang bisa dilakukan untuk orang penderita skizofrenia, salah satunya seperti berbicara satu sama lain. 3.2. Saran 1) Mempelajari lebih lanjut mengenai penyakit mental. 2) Melakukan metode yang sudah disebutkan sebelumnya untuk pengobatan skizofrenia. 3) Jika menemukan orang dengan gejala-gejala seperti yang disebutkan di tipe-tipe skizofrenia, disarankan untuk menemui ahli gangguan jiwa. 11 1. 2. 3. 4. 5. DAFTAR PUSTAKA Saraswati, Meda Dewi. 2019. Peran Pekerja Sosial dalam Upaya Meningkatkan Keberfungsian Sosial Pasien Skizofrenia Berbasis Terapi Okupasi (Studi di RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang). Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang. Handayani, Lina and Febriani, Febriani and Rahmadani, Aprilia and Saufi, Azidanti. Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta (Diy). Humanitas Jurnal Psikologi Indonesia, 13 (2). pp. 135-148. ISSN 1963 - 7236 Kirana, Alvira Lintang. 2018. Identifikasi Pengalaman Keluarga Dengan Odgj (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dalam Menghadapi Stigma Di Masyarakat. Diploma (D3) thesis, Universitas Muhammadiyah Malang. Rahayu, Arina. 2018. Studi Penggunaan Risperidon Pada Pasien Skizofrenia (Penelitian Dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang). Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang. Meldayati, Rahmi. 2010. Mental Disorder dalam Al Quran [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.