LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 3 BLOK TROPICAL MEDICINE Tutor: dr. Dwi Adi Nugroho Disusun oleh: Kelompok 4 Amrina A F Rendha Fatima Rysta Fauziah Rizki I. Suryo Adi Kusumo B. Faidh Husnan Windy Nofiatri R. Nurul Arsy M Fikri Fajrul Falah Fariza Zumala Laili Fickry Adiansyah N Radityo Arif G1A009078 G1A009123 G1A009132 G1A009094 G1A009101 G1A009035 G1A009120 G1A009056 G1A009087 G1A009008 K1A005036 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012 I. PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya tahun 1968, demam berdarah dengue pada orang dewasa pertama kali dilaporkan oleh Swandana tahun 1970 kemudian secara drastis meningkat ke seluruh wilayah Dati 1 di Indonesia. Pada tahun 17779 oleh David Bylon juga melaporkan terjadinya DBD di Batavia. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus demam berdarah dengue diantaranya pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan adanya peningkatan sarana transportasi. DBD disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dan kemudian sampai di dalam tubuh manisia. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius di wilayah dengan daerah tropus dan subtropis di seluruh penjuru dunia. Penyakit yang ditimbulkan hiperendemis di Asia Tenggara, dengan bentuk paling berbahaya DBD dan Sindrom Syok Dengue (SSD) yang biasanya fatal terutama pada anak-anak. Penyakit DBD sangat umum ditemui di Indonesia. Lingkungan alam tropus, sanitasi buruk yang sangat potensial sebagai sarang nyamuk, dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi alasatn utama. Bahkan Indonesia menempati posisi tertinggi dalam kasus penyakit dengue di Asia Tenggara dengan 10.000 kasus di tahun 2011. Pentingnya dalam PBL 3 ini untuk membahas DBD adalah untuk mengetahui dan mempelajari salah satu penyakit infeksi menular di Indonesia, dengan mengetahui dan mempelajari penyakit menular ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan pemahaman mengenai penyakit DBD ini. II. PEMBAHASAN Skenario (Informasi I) Seorang anak perempuan berusia 8 tahun dibawa orangtuanya ke UGD RS pukul 09.00 dengan keluhan tadi pagi BAB berwarna hitam. BAB 1x, konsistensi normal. Keluhan disertai dengan perasaan sebah di perut. Dari orangtuanya didapatkan informasi bahwa 4 hari yang lalu pasien demam, namun mulai pagi ini demam sudah tidak ada lagi. Saat ini anak mengeluh keluar keringat dingin dan merasa lemas. A. Klarifikasi istilah 1. Rasa Sebah di perut Sebah adalah rasa penuh pada perut atau yang biasa disebut sebah atau begah juga merupakan gejala sakit mag yang sering kali tidak disadari. Hal ini bisa dirasakan pada saat sebelum maupun sesudah makan. Penyebabnya juga asam lambung yang berlebihan (Syam, 2008). 2. BAB berwarna hitam BAB warna hitam atau melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahan biasanya berasal dari saluran cerna bagian atas (Price et al, 2005) B. Batasan Masalah Identitas Nama :- Usia : 8 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Datang pukul 09.00 Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama : BAB berwarna hitam Onset : tadi pagi Kualitas : BAB 1x, konsistensi feses normal Keluhan lain : perasaan sebah di perut, demam 4 hari yang lalu, keluar keringat dingin, lemas Kronologi : 4 hari yang lalu pasien mengalami demam. Hari ini pasien tidak demam lagi, BAB pasien berwarna hitam, dan mengeluh keluar keringat dingin dan lemas. C. Identifikasi masalah 1. Mekanisme Melena atau BAB berwarna hitam 2. Mekanisme keluhan penyerta 3. Anamnesis tambahan yang perlu digali dari ibu pasien 4. Diagnosis banding D. Penjelasan Masalah 1. Mekanisme Melena atau BAB berwarna hitam Melena atau feces yang berwarna hitam karena ada darah yang telah bercampur dengan asam lambung terjadi karena adanya perdarahan saluran pencernaan bagian atas—yang dipisahkan oleh ligamentum treizt atau ligamentum duodenale. Walaupun ulkus disetiap tempat dapat menyebabkan perdarahan namun yang tersering adalah dinding posterior dari bulbus duodenum, karena di tempat ini dapat terjadi erosi arteria pancreatica duodenale atau arteria gastroduodenale (Price et al, 2005). 2. Mekanisme keluhan penyerta a. Demam Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh yang akan menstimulasi sel darah putih untuk Pengaturan suhu tubuh diperankan oleh hipotalamus yang terletak di otak. Hipotalamus ini berperan sebagai thermostat. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk ke dalam tubuh. Infeksi akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) ke dalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Proses fagositosis menstimulasi sel imun tubuh mengeluarkan pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus dimana hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di bawah batas normal. Suhu tubuh yang baru akan direspon tubuh denagn dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Setelah penyebab yang menimbulkan demam hilang, maka hipotalamus akan menurunkan suhu pada suhu normal (Nakamura, 2010; Sheerwood, 2001). b. Rasa sebah di perut Rasa sebah di perut dapat disebabkan adanya kelainan di dalam abdomen. Kelainan tersebut bisa berasal dari proses infeksi atau kerusakan organ abdomen atau adanya massa pada abdomen. Massa pada abdomen dapat menyebabkan rasa sebah karena massa mendesak organ abdomen yang lain (Silbernagl et al, 2009). c. Keringat dingin Keringat dingin adalah respon tubuh untuk menurunkan panas atau demam dengan suhu yang terlalu tinggi. Demam merupakan proses pertahanan tubuh yang berguna untuk melawa infeksi, akan tetapi apabila demam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keadaan hipertermia yang dapat membahayakan tubuh. Pencegahan terjadinya hipertermia dilakukan dengan mengeluarkan keringat dingin (Blatteis, 2010). Pada kasus, pasien mengeluarkan keringat dingin setelah panas mereda. Panas yang turun dan mereda disebabkan penyebab demam telah lenyap, selanjutnya hipotalamus akan menurunkan suhu tubuh kembali seperti semula pada suhu normal. Saat suhu kembali normal, tubuh akan merasa hangat dan perlu melepaskan panas yang berlebihan yang masih ada di tubuh melalui keringat dingin (Blatteis, 2010). d. Lemas Lemas dapat disebabkan karena kurangnya kadar oksigen pada tubuh. Tubuh akan kekurangan Hb pada kasus perdarahan. Hb yang berkurang menyebabkan pengangkut Oksigen dalam tubuh berkurang sehingga proses penyaluran oksigen ke otak juga berkurang dan terganggu. Hal ini menyebabkan tubuh merasa lemas. Deman yang tinggi juga dapat menyebabkan kondisi lemas karena tubuh akan menggunakan banyak energi untuk memproduksi panas (Silbernagl et al, 2009). 3. Anamnesis tambahan yang perlu digali dari ibu pasien a. Memperjelas keluhan demam. Menanyakan bagaimana pola demam pada pasien. Selama 4 hari demam kapan demam pasien meninggi dan kapan demam turun atau apakah selama 4 hari demam terus-terus tinggi. b. Keluhan lain seperti hematemesis, tanda-tanda syok, nyeri kepala, bintik-bintik merah di badan, mual muntah, rasa terbakar di ulu hati, c. Pada riwayat penyakit dahulu apakah pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. d. Pada riwayat keluarga apakah terdapat anggota keluarga lain yang mengalami gejala sama seperti gejala pada pasien. e. Pada riwayat sosial dan lingkungan apakah terdapat tetangga sekitar atau teman pasien yang mengalami gejala sama seperti gejala pada pasien. 4. Diagnosis banding a. Ulkus duodenum dan ulkus peptikum Perbedaan gambaran Ulkus Duodenum, Ulkus Peptikum dan Ulkus Stress (Price, 2006). Insidensi Ulkus duodenum Ulkus peptikum Usia puncak: 40 tahun Usia puncak 50-60 Berhubungan tahun Ulkus duodenum/lambung: Laki- 4:1 laki/perempuan; 2:1 Prevalensi 10% dari Prevalensi seumur populasi hidup: 10% Ulkus stress dengan stress, trauma, sepsis, luka bakar, cidera kepala yang berat Tidak ada perbedaan Laki-laki/perempuan; jenis kelamin 1:1 Pathogenesis Hiperasiditas Kerusakan merupakan merupakan Kolonisasi H. Pylori dilaporkan factor penting Lainnya: iskemia mukosa lambung, lambung Pembentukan HCl kerusakan sawar pada 95% pasien Penyakit kepala: factor mukosa tampaknya hipersekresi HCl penting dalam sawar Cidera 90- normal atau rendah Adanya lain berkaitan: hiperparatiroid, gastritis yang akibat H. Pylori Obat-obatan mukosa, difusi balik HCl, gastritis akut Erosi hemoragik lambung yang penyakit paru kronis, ulserogenik, mungkin pancreatitis disebabkan oleh kronis, alcohol, tembakau sirosis alcoholic. Obaat Refluks empedu ulserogenik, kronis alcohol, tembakau Golongan obat: alcohol dan aspirin merupakan Tidak berhubungan penyebab darah O: dengan frekuensi lebih tinggi golongan tersering darah Stress psikologis dan Predisposisi family kecemasan kronis dapat mungkin menjadi factor infeksi H. Pylori penyebab kekambuhan Patologi 90% akibat pada intrafamilial bulbus 90% pada antrum Biasanya duodeni dan kurvatura multiple, minor erosi difus; lebih sering terletak dilambung, terutama fundus Penyulit Sekitar 10% pasien; Lebih sebagian sering besar dibandingkan ulkus berespon terhadap duodeni terapi medis Perforasi Lebih sering bila Lebih sering pada Sering terletak pada dinding dinding anterior duodenum Perdarahan Sering posterior pada lambung dinding 25% kejadian bulbus Sering Penyulit paling duodeni Obstruksi anterior yang sering, mortalitas tinggi Jarang Keganasan Hamper tidak pernah Insiden sekitar 4% terjadi Gambaran Nyeri hilang bila diberi Nyeri tumbul bila Mungkin klinis makanan diberi makanan Biasanya gizi penderita Sering baik anoreksia, Eksaserbasi (lebih musiman sering pada musim semi dan gugur) Sering terjadi timbul nyeri penurunan berat badan asimtomatik sampai timbul penyulit berat seperti perdarahan atau perforasi Nyeri waktu malam dapat terjadi pada waktu malam b. Dengue Hemorhagic Fever (DHF) Pada kasus ditemukan gejala yang menjadi gejala klinis pada DHF yaitu demam yang turun setelah 4 hari, adanya tanda perdarahan berupa melena, dan ada tanda syok berupa lemas. c. Gastritis Alasan diagnosis gastritis pada pasien ditemukan gejala rasa sebah di perut yang kemungkinan dapat berasal dari adanya inflamasi pada lambung. Gejala dan manifestasi klinis Gastritis hampir sama dengan ulkus peptikum maupun ulkus duodenale. Perbedaan gastritis dan ulkus adalah letak lesi yang dapat diamati pada preparat patologi anatomi. Lesi pada gastritis hanya mencapai tunika mukosa sedangkan pada ulkus lesinya dapat mencapai tunika submukosa bahkan sampai tunika muskularis (Price et al, 2005). d. Dispepsia Alasan diagnosis dyspepsia adalah mengacu pada informasi 1 pasien dengan keluhan BAB berwarna hitam atau yang dikenal dengan melena dalam bahasa kedokteran disertai perut sebah. Sama dengan tanda dan gejala dari dyspepsia yang juga merupakan kumpulan dari masalah pencernaan (Capped et al, 2000). Dispepsia menurut Hernomo (2003) adalah suatu kumpulan gejala yangmenyebabkan kita menduga adanya kelainan saluran cerna bagian atas. Dispepsia bukan merupakan suatu diagnosis, tetapi merpakan kumpulan gejala yang terdiri dari perasaan tidak enak di perut bagian atas (upper abdominal discomfort), nyeri restrosternal, tidak suka makan (anoreksia), mual, muntah, kembung, rasa penuh, cepat kenyang dan rasa panas di belakang dada (heart burn).. Menurut Talley (1995), dispepsia dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan ada tidaknya 2 gejala, yakni dispepsia organik (ulkus) dan dispepsia fungsional (non ulkus) (Capped et al, 2000). Dispepsia (ulkus) adalah sindrom pada pencernaan atas yang disebabkan adanya kerusakan organ lambung, hal ini diketahui melalui pemeriksaan klinis USG (Ultra sono grafi) atau pemeriksaan endoskopi, sedangkan dispepsia fungsional (non ulkus) adalah sindrom gangguan pada pencernaan atas tetapi tidak ditemukan adanya kerusakan lambung (Capped et al, 2000). e. Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Ada jenis malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. Gejala awal yang sering diantaranya demam, sakit kepala, mual-muntah, biasanya muncul 10-15 hari setelah terinfeksi. Bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, malaria dapat menyebabkan keseriusan dan sering berakhir dengan kematian (Depkes, 2006). Malaria secara umum menunjukkan gejala-gejala yang khas yaitu : 1. Demam berulang Terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kedinginan (rigor) berlangsung 20 menit sampai 1 jam, stadium panas badan (1-4 jam) dan stadium berkeringat banyak (2-3 jam) 2. Splenomegali 3. Anemia disertai malaise (Soedarto, 2009). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan utama biasanya adalah demam, demam pada malaria dibagi menjadi 3 stadium, yaitu : 1. Stadium Dingin Stadium ini diawali dengan gejala menggigil dan perasaan kedinginan yang amat sangat. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. 2. Stadium Demam Setelah merasa kedinginan pasien akan merasa kepanasan. Nyeri kepala, muka merah, kulit kering dan perasaan terbakar, muntah, nadi menguat kembali. Dan biasanya pasien akan merasa sangat haus. 3. Stadium Berkeringat Pada stadium ini pasien akan berkeringat banyak sekali, bahkan sampai tempat tidurnya basah. Pada pemeriksaan laboratorium, apusan darah tepi dapat dilakukan untuk melihat trombositopenia dan leukositosis. Pemeriksaan yang lain supaya dapat pasti menegakkan diagnosis ialah ditemukannya Plasmodium pada darah pasien. Akan tetapim pemeriksaan laboratorium tidak selalu dapat dilakukan mengingat kendala yang banyak. Maka dilihat dari tanda dan gejala klinis pun dokter sudah dapat menegakkan diagnosis, apalagi jika pasien berada di tempat endemis malaria (Sudarmo, 2008). Informasi II Anamnesis lanjutan didapatkan informasi bahwa panas yang dialami selama 4 hari yang lalu sifatnya terus menerus dan hanya turun sebentar setelah minum obat turun panas. Selama sakit penderita tidak ada keluhan mengigil, tidak mimisan, dan tidak sesak napas. Teman sekolahnya sedang ada yang dirawat di RS karena demam berdarah. Buang air kecil terakhir tadi malam sebelum tidur. Pasien memiliki kebiasaan makan yang teratur, dan tidak pernah mengkonsumsi obat selain dari dokter. Pasien tidak pernah menderita sakit kuning dan baru pertama kali sakit seperti ini. Pasien memiliki kebiasaan tidur siang setiap harinya. Analisis informasi II 1. Pola dan sifat panas Panas yang dialami pasien selama 4 hari yang lalu sifatnya terus menerus dan hanya turun sebentar setelah minum obat turun panas. Pola panas yang terus menerus adalah pola panas yang disebabkan infeksi karena virus. Panas yang turun sebentar dengan pemberian antipiretik mengindikasikan bahwa virus penyebab penyakit ini masih terdapat pada tubuh pasien. 2. Keluhan lain Tidak ada keluhan mengigil kemungkinan pasien bukan terinfeksi malaria, tidak ada sesak napas menyatakan bahwa penyakit pasien bukan disebabkan infeksi pada saluran napas. 3. Faktor resiko Teman sekolahnya sedang ada yang dirawat di RS karena demam berdarah merupakan faktor resiko kemungkinan pasien juga menderita demam berdarah. Kebiasaan tidur siang pasien setiap hari dapat menjadi faktor resiko pasien terinfeksi DHF karena vektor Dengue yaitu Aedes aegypti menggigit manusia pada siang hari. 4. Buang air kecil terakhir Buang air kecil terakhir tadi malam sebelum tidur merupakan tanda syok dimana tubuh mengurangi pengeluaran air. 5. Pasien tidak pernah menderita sakit kuning sehingga diagnosis hepatitis dapat disingkirkan. 6. Berdasarkan informasi II yang digabung dengan informasi pada skenario maka diagnosis banding yang masih dipertahankan adalah : a. DHF b. Malaria Informasi III Pemeriksaan Fisik : KU : delirium, anak tampak lemah BB : 26 Kg Tanda vital : TD : 80/40 mmHg RR : 28 x/menit HR : 112x/menit, nadi teraba cepat dan lemah Suhu : 36,8º C (axilla) Kepala : mata : konjungtiva palpebra anemin -/-, sklera ikterik -/Hidung : bekas darah mengering -/Mulut : thypoid tongue (-), tanda perdarahan gusi (-) Leher : pembesaran nnll -/Thorax : paru dan jantung dalam batas normal Abdomen Ekstremitas :I : datar Au : BU (+) normal Pe : tympani, pekak pada regio hipokondriaka dextra Pa : hepatomegali (+), splenomegali (-) : petekie (+) pada lengan kanan dan kiri Akral dingin Pemeriksaan penunjang: Hb : 15,5 g% Ht : 48% Lekosit : 2000 Trombosit : 65.000 Analisis Informasi III 1. Ditemukan tanda syok Tanda syok yang ditemukan pada anak ini adalah penurunan kesadaran yang tampak pada keadaaan umum pasien yang derilium dan tampak lemak dikarenakan hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh anak tersebut. Tanda syok yang lain adalah penurunan tekanan darah, peningkatan RR dan HR, nadi yang teraba cepat dan lemah, dan akral dingin pada keempat ekstremitas karena pengurangan pasokan cairan pada bagian tubuh perifer. 2. Ditemukan tanda perdarahan Tanda perdarahan yang diperoleh adalah ditemukannya petekie pada lengan kanan dan kiri. 3. Ditemukan hepatomegali atau pembesaran hati 4. Hasil laboratorium Hasil laboratorium anak ini menunjukkan peningkatan Ht, penurunan leukosit atau leukopenia, dan penurunan trombosit atau trombositopenia. 5. Berdasarkan informasi I, II, dan III maka dapat ditegakkan diagnosis kerja pada pasien ini adalah dengue syock syndrome (DSS) dengan alasan sebagai berikut : Penegakan diagnosis DHF mengacu pada kriteria diagnosis DHF/DSS menurut WHO pada tahun 1975/1986/1997 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik. Pasien dapat didiagnosis DHF apabila terpenuhi semua kriteria laboratorik ditambah 2 kriteria klinik yang satu diantaranya adalah panas (Rampengan, 2007). Kriteria Klinik a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi dengan antipiretik maupun surface cooling. b. Manifestasi perdarahan dengan manipulasi yaitu dengan uji rumple leed atau uji torniquet yang positif maupun perdarahan spontan yaitu petekie, ekimose, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, atau melena. c. Pembesaran hati d. Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan darah menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol, disertai kulit yang teraba lembap dan dingin, terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, penderita menjadi lemah, gelisah sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar mulut. Kriteria laboratorik 1. Trombositopenia yaitu jumlah trombosit < 100.000/mm3 2. Hemokonsentrasi yaitu meningginya kadar Ht atau Hb > 20% dibandingkan dengan nilai pada masa konvalesen, atau dibandingkan dengan nilai Hct/Hb rata-rata pada anak di daerah tersebut. Pada kasus, berdasarkan informasi pada skenario, informasi II dan III pada pasien terpenuhi semua kriteria laboratorik yaitu trombositopenia trombosit pasien 65.000 (< 100.000) dan peningkatan Ht ditambah semua kriteria klinik ditemukan pada pasien yaitu demam 4 hari yang terus menerus dan hanya turun sebentar dengan pemberian antipiretik, tanda perdarahan berupa melena dan petekie pada lengan kanan dan kiri, didapatkan pembesaran hati pada pemeriksaan fisik abdomen, dan ditemukan tanda syok yang ditandai penurunan TD (80/40 mm/Hg), peningkatan RR (28x/menit), peningkatan HR (112x/menit dengan nadi yang teraba cepat dan lemah), dan keempat ekstremitas pasien telah dingin, sehingga diagnosis DHF pada pasien ini dapat ditegakkan. Terdapat empat derajat pada DHF menurut WHO pada tahun 1995 : 1. DHF derajat I. Pada derajat pertama ini tanda yang kita temukan adalah diantaranya adanya tanda infeksi virus, dengan manifestasinya yang berupa perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif. 2. DHF derajat II. Pada derajat kedua ini makan tanda infeksi virus didapatkan dengan manifestasinya yang berupa adanya perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah). 3. DHF derajat III. Pada derajat kedua ini seringkali disebut dengan fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok ditandai dengan : kesadaran yang mulai menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur walaupun kecil. 4. DHF derajat IV. penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur (WHO, 2009) Derajat I dan II disebut DHF tanpa syok/renjatan sedangkan derajat III dan IV disebut DHF dengan syok atau DSS. Kondisi pasien pada kasus ini telah mencapai derajat III sehingga dapat didiagnosis sebagai dengue syock syndrome (DSS). E. Sasaran belajar 1. Infeksi virus yang dapat menyebabkan manifestasi perdarahan dan melena. Infeksi virus yang dapat menyebabkan manifestasi perdarahan dan melena diantaranya : a. Campak (morbili) b. Hepatitis Viral c. Demam Cikungunya d. Infeksi enterovirus e. Rubela (Soedart0, 2009) 2. Perbedaan ngilu dan linu Ngilu atau Linu adalah sensasi tidak nyaman akibat rangsangan saraf yang patologis yang pada umumnya dirasakan di daerah persendian dan tulang. 3. Pemeriksaan pada demam chikungunya Pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya ruam makulopapuler, limfadenopati servikal dan injeksi konjungtiva: a. Nyeri sendi biasanya berat, dapat menetap mengenai banyak sendi (poliartikular), berpindah-pindah terutama pada sendi-sendi kecil tangan (metakarpofalangeal), pergelangan tangan besar. Karena rasa nyeri yang hebat, penderita seolah sampai tidak dapat berjalan. Nyeri sendi yang memanjang biasanya tidak dijumpai pada infeksi dengue. b. Mialgia generalisata seperti nyeri pada punggung dan bahu baiasa dijumpai. Karena gejala khas adalah timbul rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, maka ada yang menamainnya sebagai demam tulang atau flu tulang. c. Kulit dan konjungtiiva juga tampak memerah. Peteki atau ruam makulopapuler dapat dijumpai pada awal atau setelah beberapa hari perjalanan penyakit. Biasanya timbul bersamaan dengan penurunan demam yang baiasanya terjadi pada hari ke 2 atau ketiga sakit d. Fotofobia ringan dan nyeri retro orbita juga dapat terjadi e. Injeksi konjungtiva, adanya faringitis mual samapi muntah f. Uji torniquet jarang didapatkan positif. Pada beberapa pasien dapat terjadi perdarahan seperti epistaksis atau perdarahan gusi. 4. Virus H1N1 dan H5N1 SURYO 5. Indikasi tranfusi darah Indikasi transfusi darah (Depkes, 2007) : 1. Sel darah merah : a. Pada kadar Hb <7 g/dl, terutama pada anemia akut b. Pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia secara klinis dan laboratorium c. Pada kadar Hb >10 g/dl tidak dilakukan tramsfusikecuali bila ada indikasi tertentu misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (PPOK berat dan penyakit jantung iskemik berat) 2. Trombosit : a. Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hiutng trombosit <50.000 /uL bila terdapat perdaraha mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.00 /uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksaannya masingmasing. b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000 /uL pada pasien yang akan menjaani operasi, prosedur invasif lainnya arau sesudah transfusi masif. c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan 3. Plasma beku segar (Fresh Frozen Plasma = FFP) : a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentra5 faktor spesifik atau kombinasi b. Neutralisasi homeostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam nyawa c. Adanya perdarahan dengan parameter koaguulasi yang abnormal setelah transfusi mafif atau operasi pintasan jantung pada pasien dengan penyakit hati 4. Kriopresipitat : a. Profilaksis pada pasien dengen defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan b. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan atau yang tidak responsif dengan pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. 6. DHF a. Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar luas diwilayah asia tenggara, pasifik barat dan karabia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995). Dan pernah meningkat tajam pada kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cebderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999(suhendro, dkk, 2009). Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus aedes (terutama A. aegypty dan A. albopictus).peningkatan kasus tiap tahunya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya) (suhendro, dkk, 2009). b. Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan pleh virus dengue, yan termasuk dalam genus falvivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah engue. Keempat serotype ditemukan diindonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japa-nese encehphalitis dan west nile virus. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survey epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapid an babi. Penelitian pada artropoda menujukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan toxorhinchites(Aru, dkk, 2009). c. Tanda dan Gejala Pasien penyakit DBD pada umunya disertai dengan tanda-tanda berikut 1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas 2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel leede (+), mulai dari petekie (+) sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah-hitam 3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL), hematokrit meningkat (normal: pria <45, wanita <40). 4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar DSS(Widoyono, 2011). d. Kriteria Diagnosis Menurut WHO Tahun 1997 Kriteria Klinis : 1. Demam tingi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-menerus selam 2-7hari 2. Terdapat manifestasi perdarahan 3. Pembesaran hati (hepatomegali) 4. Syok Kriteria Laboratorium : 1. trombositopenia (<100.000/mm3). 2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat >20%)(Widoyono, 2011). e. Klasifikasi Menurut Berat Ringannya DBD Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1986, penyakit DBD dibagi menurut berat ringannya. Secara singkat klasifikasinya adalah (Hastuti, 2008) : Derajat 1 Terdapat tanda-tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lainnya, tanpa adanya perdarahan spontan dan bila dilakukan uji tourniquet menunjukkan hasil positif (+) terdapat bintik-bintik merah. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan tanda-tanda hemokonsentrasi dan trombositopenea. Derajat 2 Terdapat tanda-tanda dan gejala seperti yang terdapat pada DBD Derajat 1 disertai adanya perdarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dll) Derajat 3 Terdapat tanda-tanda shock, yaitu dari pengukuran nadi didapatkan hasil cepat dan lemah; tekanan darah menurun; penderita gelisah; dan tampak kebiru-biruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari. Derajat 4 Pada fase ini penderita telah jatuh pada keadaan shock, penderita kehilangan kesadaran dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak terukur. Kondisi seperti ini disebut DSS – Dengue Shock Syndrome. Penderita berada dalam keadan kritis dan memerlukan perawatan yang intesif di ruang ICU. f. Patogenesis FAIDH g. Patofisiologi FAIDH h. Demam Pelana Kuda Hari 1-3 Fase Demam Tinggi Demam mendadak tinggi dapat mencapai suhu 40°C. Anak juga mengeluh sakit kepala yang hebat, sakit di belakang mata, badan ngilu dan nyeri, serta mual atau muntah. Bercak merah di kulit tidak selalu muncul pada fase demam tinggi (Morens et al, 2008). Hari 4-5 Fase Kritis Pada fase ini, demam turun drastis dan sering mengecoh seolah anak telah sembuh. Namun inilah fase kritis karena kemungkinan dapat terjadinya syok yang dipercepat oleh kondisi dehidrasi atau kekurangan cairan. Kekurangan cairan ini dapat disebabkan perdarahan yang disebabkan turunya trombosit (trombositopenia) pada pasien. Demam berdarah yang telah terjadi syok disebut ―Dengue Shock Syndrome‖ (Morens et al, 2008). Hari 6-7 Fase Masa Penyembuhan Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan. Anak akan merasa paans dan tubuh akan berkeringat sebagai respon tubuh untuk mengeluarkan panas yang akan menurunkan suhu tubuh (Morens et al, 2008). i. Terapi Farmakologi Terapi farmakologi pada penyakit demam berdarah atau Dengue Syok Syndrome bersifat simptomatis. Asetaminofen dapat diberikan untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam. Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal seperti ibuprofen dan sodium naproxen justru dapat meningkatkan risiko pendarahan. Antipiretik yang direkomendasikan adalah paracetamol. Pemberian imunomodulator masih kontroversi. Sebuah hipotesis merekomendasikan pemberian imunomodulator untuk mensupresi kerja IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL12, TNF α, dan IFN . Sitokin tersebut lah yang menstimulasi kerusakan endotel dan menyebabkan kebocoran plasma. Imunoglobulin intravena juga tidak memberikan manfaat pada trombositopenia yang signifikan. Penatalaksaaan terhadap perdarahan pada pasien dapat dilakukan dengan pemberian Adona yaitu obat yang memiliki kandungan Carbazochrome / Karbazokrom Na sulfonat atau asam traneksamat. Asam traneksamat merupakan golongan obat antifibrinolitik yang bekerja sebagai inhibitor kompetitif pada plasminogen (Rajapakse et al, 2012). 7. Resusitasi cairan pada DHF/DSS BAGAN PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT III DAN IV (DSS) (Rampengan, 2007) DBD DERAJAT 3 1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 L/mnt) 2. Penggantian volume plasma segar (cairan kristaloid isotonis, RL/NaCl 0,9%) 20mL/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi? Pantau tanda vita; tiap 10 menit Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena Syok teratasi Kesadaran membaik, nadi teraba kuat, tekanan nadi > 20mmHg, tidak sesak napas/sianosis, ekstremitas hangat, diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam DBD Derajat IV Syok tidak teratasi Kesadaran ↓, nadi lembut/tida teraba, tekanan nadi <20 mmHg, distress pernapasan/sianosis, kulit dingin dan lembab, ekstremitas dingin, periksa kadar gula darah Lanjutkan cairan 15-20 mL/kgBB/jam Tambahkan koloid/plasma Dekstran/FFP 10-20 (maks.30) mL/kgBB/jam Cairan dan Tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam Koreksi Asidosis Evaluasi 1 jam Evaluasi Ketat Tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb,Ht, Trombosit Syok belum teratasi Ht turun Tetapi masih >40% Stabil maksimal 24 jam Tetesan 7 ml/kgBB/jam Ht tetap tinggi/naik Koloid 20 ml/kgBB Transfusi darah segar 10mL/kgBb dapat diulangi sesuai kebutuhan Tetesan 5 ml/kgBB/jam Tetesan 3 ml/kgBB/jam Infus stop tidak melebihi 48 jam Syok teratasi 8. Pemeriksaan Rumple Leed Merupakan prosedur diagnostik hematologik yang dilakukan untuk melihat adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan adanya trombositopenia. Cara kerjanya : 1. Pasangkan manset sesuai dengan ukuran lengan pada 2 sampai 2,5 cm diatas siku. 2. Ukur tekanan darah sistolik dan diastoliknya kemudian buat ratarata tekanan darahnya. 3. Pompa kembali tensimeter sampai tekanan darah rata-rata tadi dan biarkan 5-10 menit. 4. Buat lingkaran dengan diameter 5 cm pada volar lengan bawah atau dengan diameter 2,8 cm pada anak-anak. 5. Amati timbulnya patekie. Interpretasi : 1. Patekie 1-10 : negatif 2. Patekie 10-20 : ragu-ragu 3. Patekie lebih dari 20 : positif. Perbedaan DD dan DHF Pada demam dengue manifestasinya yang menonjol adalah adanya demam tinggi namun belum ada tanda perdarahan dan syok. Sedangkan pada demam berdarah dengue biasanya telah terjadi manifestasi perdarahan berupa timbulnya patekie, epistaksis, dan melena. Biasanya juga dapat disertai adanya syok. 9. Demam Chikungunya a. Definisi Chikungunya merupakan penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan gejala-gejala mirip penyakit demam berdarah yang disebabkan virus chikungunya (CHIK). Kata chikungunya berasal dari kata Kungunyala dari bahasa Makoude Tanzania yang memiliki arti melengkung (Valamparampil et al, 2009; IDAI, 2007). b. Etiologi Virus Chikungunya (CHIK) adalah salah satu spesies dari genus Alphavirus famili Togaviridae. Virus chikungunya merupakan jenis virus RNA yang memiliki partikel berbentuk sferis berdiameter + 42 nm. Struktur morfologi virus ini terdiri dari pembungkus yang mengandung lipid dengan tonjolan halus. Intinya berdiameter + 2530 nm yang pada potongan melintang berbentuk heksagonal dan mengandung nukleokapsid yang tidak simetris (Sebastian et al, 2009). c. Vektor Penularan pada manusia melalui vektor yang berupa nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor chikungunya adalah nyamuk Aedes dan Culex. Vektor paling efektif pada penularan terhadap manusia adalah Aedes aegypti. Jenis nyamuk Aedes lain yang dapat menularkan chikungunya adalah Aedes albopictus. Penularan dari ibu ke anak juga dapat terjadi selain penularan dengan bantuan vektor. Ibu hamil yang terinfeksi virus chikungunya dapat menularkan virus tersebut pada anaknya (Sebastian et al, 2009). Nyamuk Culex chikungunya di teridentifikasi dapat merupakan Indonesia. vektor Spesies utama penularan nyamuk Culex yang menularkan virus CHIK adalah Culex quinquefasciatus. Nyamuk lain seperti A. albopictus dan A. Aegypti juga dapat menjadi vektor virus CHIK (Laras et al, 2005). d. Tanda dan Gejala Gejala timbul pada awal penyakit chikungunya adalah demam. Demam biasanya tinggi mencapai 39-40°C dan timbul secara mendadak disertai menggigil dan muka kemerahan. Demam akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Gejala lain yang khas pada chikungunya adalah atralgia dan mialgia yang sangat berat sehingga pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur. Sendi yang sering nyeri adalah sendi lutut, pergelangan , jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Mialgia dapat mengenai seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah bahu. Ditemukan pula pembengkakan pada otot sekitar mata kaki (Gerardin et al, 2008). Gejala lain yang dapat ditemukan adalah bercak kemerahan atau ruam pada kulit, sakit kepala, kejang, penurunan kesadaran, pembesaran kelenjar getah bening di leher, dan gejala flu. Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis chikungunya adalah beberapa uji serologik antara lain uji hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA (Gerardin et al, 2008). e. Penatalaksanaan Chikungunya disebabkan oleh virus sehingga penyakit merupakan self limited disease yang akan sembuh dengan sendirinya. Penatalaksanaan yang dapa diberikan bersifat suportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam. Antipiretik atau kompresi diberikan apabila suhu anak mencapai 40oC. Analgesik atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Aspirin (asam salisilat) tidak boleh digunakan karena akan mempengaruhi keadaan hemostasis. Kejang demam dapat diterapi dengan fenobarbital yang diberikan secara intravena atau oral dan diteruskan sampai temperatur normal. Kejang yang berulang atau hebat mungkin menunjukkan respons terhadap diazepam intravena. Penggantian cairan dan elektrolit diperlukan bila ada defisit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah atau diare (IDAI, 2007). INFORMASI IV IgM anti dengue : (+) IgG anti dengue : (+) Pemeriksaan ro thorax : dalam batas normal, sudut costofrenikus lancip INFORMASI V Selama perawatan suhu tubuh penderita sempat naik pada hari ke-2 perawatan disertai dengan penurunan trombosit sampai 37.000. Selanjutnya, pada hari ke-4 trombosit mulai naik menjadi 122.000. hb 11,1 g%, Ht: 34%. Hasil laborat lain dalam batas normal. Nafsu makan baik. 1. Jika Anda sebagai dokter yang merawat, apa rencana anda selanjutnya? Kriteria Memulangkan Pasien Pasien dapat dipulangkan, apabila : Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik Nafsu makan membaik Tampak perbaikan secara klinis Hematokrit stabil Tiga hari setelah syok teratasi Jumlah trombosit > 50.000/μl Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) (Soegijanto, 2009). 2. Dari segi epidemiologi, apa yang tidak boleh dilupakan/harus dilakukan oleh Rumah Sakit yang merawat? Algoritma penanganan DBD Penderita DBD Penyelidikan Epidemiologi III. KESIMPULAN Ada penderita DBD lain atau ada penderita demam tenpa sebab yang jelas pada hari itu atau seminggu sebelumnya >3 Ya Tidak Penyuluhan Penyuluhan PSN PSN Pengasapan Gambar Skema pengelolaan DBD (Widoyoni, 2011) III. KESIMPULAN SURYO DAFTAR PUSTAKA Blatteis, C. M. 2010. Fever as a Host Defense Mechanism. Elsevier. Capped MS, Schein JR. 2000. Diagnosis And Treatment Of Nonsteroidal AntiInflammatory Drugassociated Upper Gastrointestinal Toxicity. Gatroenterol Clin North Am, vol. 29: 97-124. Depkes RI. 2007. Indikasi Transfusi Komponen Darah dan Skrining dr. Widoyono, MPH, penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan, edisi 2, Erlangga, Jakarta 13740 Gerardin P, Barau G, Michault A, et al. 2008. Multidisciplinary Prospective Study of Mother-to-Child Chikungunya Virus Infections on the Island of La Reunion. PLoS Medicine, vol. 5. Hastuti ,Oktri . 2008 . Buku Seri Kesehatan Masyarakat: Demam Berdarah Dengue – Penyakit dan Cara Pencegahannya, Penerbit Kanisius, http://www.depkes.go.id/downloads/world_malaria_day/fac_sheet_malaria.pdf Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Buku ajar Penyakit Infeksi Tropis. Jakarta: IDAI. Laras K, Sukri N, Larasati R, et al. 2005. Tracking The Re-emergence of Epidemic Chikungunya Virus in Indonesia. Transactions of the royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, vol. 99. Morens, D. M., Anthony S. F. 2008. Dengue and Hemorrhagic FeverA Potential Threat to Public Health in the United States. JAMA, vol.299(2):214-216. Nakamura, K. 2011. Central Circuitries For Body Temperature Regulation And Fever. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol , vol. 301: R1207–R1228. Price, S.A., L.M. Willson. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta: EGC. Rajapakse S., Chaturaka R., Anoja R. 2008. Treatment of Dengue Fever. Infection and Drug Resistance, vol.:5 103–112. Rampengan, T.H. 2007. Demam Berdarah Dengue dan Syok Sindrom Dengue dalam buku Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. EGC. 146. Sebastian MR, Lodha R, Kabra SK. 2009. Chikungunya Infection in Children. Indian Journal of Pediatrics, vol. 76. Silbernagl, S., Florian L. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. Soedarto, DTM& Park Sp. 2009. Penyakit Menular di Indonesia : Cacing, Protozoa, Bakteri, Virus, Jamur. Jakarta : Sagung Seto. Soegijanto, Soegeng. 2009. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Lab. Ilmu Kesehatan Anak – Fk Unair / Rsud Dr. Soetomo Surabaya Tropical Disease Center – Universitas Airlangga. Sudarmo, Sumarmo S Poorwo. Et al. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Suhendro, Leonard naingolan, Khie Chen, Herdiman T. pohan. Dalam ilmu penyakit dalam, edisi 5, interna publishing, Jakarta, 2009 Syam, Ari Fahrial. 2008. Gejala dan sebab maag. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM. [online]. Diunduh dari http://www.ahlinyalambung.com/?q=content/gejala-dan-sebab pada tanggal 25 September 2012. Valamparampil JJ, Chirakkarot S, Letha S, et al. 2009. Clinical Profile of Chikungunya in Infants. Indian Journal of Pediatrics, vol. 76. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, & Pemberantasan. Erlangga: Jakarta World Health Organization (2009) "Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever" World Health Organization . Diakses pada 27 September 2012