analisis variabel ekonomi yang mempengaruhi jumlah uang

advertisement
ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI
JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh :
SAFITRI DAMAYANTI
106084002759
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH
UANG BEREDAR DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Safitri Damayanti
106084002759
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Fahmi Wibawa, SE., MBA
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203 200112 1003
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
Hari ini Jum’at Tanggal 3 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Safitri Damayanti NIM: 106084002759
dengan
judul
skripsi
“ANALISIS
VARIABEL
EKONOMI
YANG
MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 September 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Lukman M. Si
Ketua
M. Hartana I. Putra M.Si
Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Penguji Ahli
Hari ini Rabu Tanggal Lima Belas Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan
Ujian Skripsi atas nama Safitri Damayanti NIM: 106084002759 dengan judul
Skripsi “ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI
JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA”. Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Fahmi Wibawa, SE, MBA
Ketua
Sekretaris
Dr. Yahya Hamja, SE, MM
M. Hartana I. Putra M.Si
Penguji Ahli I
Penguji Ahli II
Utami Baroroh, M.Si
Penguji Seminar Proposal
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa
: Safitri Damayanti
NIM
: 106084002759
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan
merupakan rekapitulasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian
hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 6 Desember 2010
(Safitri Damayanti)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi
a.
b.
c.
d.
Nama
:
Tempat/Tanggal Lahir:
Agama
:
Alamat
:
:
:
Safitri Damayanti
Jakarta, 24 Februari 1988
Islam
Komp. Dep-Kes Blok C2/11 RT. 002/011
Sawah Lama Ciputat Tangerang Selatan
15413
021 940 71231 / 0857 15800 588
[email protected]
a. Tahun 1993 - 1994
:
TK PWKI Jakarta
b. Tahun 1994 - 2000
:
SD Negeri Kp. Sawah 2 Ciputat
c. Tahun 2000 - 2003
:
SLTP Negeri 2 Ciputat
d. Tahun 2003 - 2006
:
SMA Negeri 2 Ciputat
e. Tahun 2006 – 2010
:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Telepon
f. Email
Pendidikan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (Ekonomi Pembangunan).
Latar belakang Keluarga
a. Ayah
:
Tri Wiyarto
b. Ibu
:
Siti Munarsih
c. Saudara Kandung
:
Budi Setiawan
g. Alamat
:
Komp. Dep-Kes Blok C2/11 RT. 002/011
Sawah Lama Ciputat Tangerang Selatan
15413
:
Bendahara BEMJ IESP
Pengalaman Organisasi

Tahun 2007 – 2008
ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH
UANG BEREDAR DI INDONESIA
By : Safitri Damayanti
ABSTRACT
Money supply plays an important role in modern economics. Therefore, its
growth and condition must be well monitored. Money supply itself has a close
relationship to inflation, that is, a routine economic problem in developing
countries. This research has an objective to analyze the influence of some
economic variables on money supply (broad money) in the period of 2005.12009.12, by using ECM. It analyzes the influence of Gross Domestic Products
(GDP), exchange rate between US dollar and rupiah, interest rate of Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) and base money on money supply in short and long run. The
result shows that, in short run, Gross domestic products, exchange rate and base
money have a positive and significant influence on money supply. And interest
rate show insignificant influence on money supply. In the long run, just base
money show significant influence on money supply.
Key Words
: Money supply, Gross Domestic Products (GDP), exchange rate,
interest rate of Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Base Money, Error
Correction Model (ECM)
ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH
UANG BEREDAR DI INDONESIA
Oleh : Safitri Damayanti
ABSTRAK
Uang Beredar memainkan peran penting dalam ekonomi modern. Oleh
karena itu, pertumbuhan dan kondisinya harus dipantau dengan baik. Uang
beredar itu sendiri memiliki hubungan dekat dengan inflasi, yaitu masalah
ekonomi rutin di negara-negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh beberapa variabel ekonomi terhadap jumlah uang beredar
(uang beredar dalam arti luas) pada periode 2005.1-2009.12, dengan
menggunakan ECM. Hal ini menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto
(PDB), nilai tukar antara dolar AS dan rupiah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan uang primer berdasarkan jumlah uang beredar dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dalam jangka
pendek, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar dan uang primer memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Dan tingkat suku
bunga (SBI) menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah uang
beredar. Dalam jangka panjang, hanya uang primer yang menunjukan pengaruh
signifikan terhadap jumlah uang beredar.
Kata Kunci: Uang beredar, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, tingkat
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), uang primer, model
koreksi kesalahan (ECM)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim…
Alhamdulillahirabbilalamin…
Segala puji dan rasa syukur hanyalah milik Allah SWT, yang memiliki
segala keagungan, maha pencipta semua yang ada di langit dan di bumi, sumber
semua ilmu pengetahuan, serta maha pembuka pintu rahmat bagi semua hambahambaNya,
sehingga
nikmat
terbesarpun
telah
penulis
rasakan
akan
keagunganNya, izinNya dan atas semua kemudahan yang telah dibukakan bagi
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang
menjadi suri teladan bagi seluruh umat, segenap keluarga, sahabat, pengikutnya
yang senantiasa istiqomah di jalan Allah.
Setelah melalui proses dan dengan segala usaha, Alhamdulillah penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul, “ANALISIS VARIABEL
EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI
INDONESIA”
Dalam skripsi ini, terkadang penulis menghadapi hambatan yang memang
menjadi bagian dari suatu perjuangan untuk mencapai sebuah tujuan, namun
penulis menyadari bahwa ini merupakan proses yang harus dijalani. Oleh karena
itu banyak pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis sehingga
membukakan kebuntuan yang penulis alami.
Atas segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan rasa
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung, secara spiritual maupun materil. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tuaku, Tri Wiyarto dan Siti Munarsih, skripsi ini penulis
persembahkan untuk kalian, terima kasih telah membesarkan penulis
dengan penuh kesabaran, memberikan kasih sayang yang tulus, dukungan,
motivasi serta doa yang tidak pernah putus. I love you ma, pak, doaku
selalu menyertai kalian, semoga Allah membalas semua kesabaran mama
dan bapak. Allah sayang mama dan bapak.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis yang secara tidak langsung mengajarkan penulis bagaimana
menjadi seorang ekonom yang baik, serta mendoakan penulis menjadi
seorang wartawan yang baik.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM., selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah
meluangkan
waktu,
pikiran
dan
ilmunya
dengan
segala
profesionalitas dan kesabaran dalam membimbing sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Semoga segala kebaikan dan ketulusan
yang bapak berikan menjadi amal shaleh.
4. Bapak Fahmi Wibawa, SE., MBA., selaku Dosen Pembimbing II, yang
telah berkenan memberikan bimbingan dan tambahan ilmu. Semogal ilmu
yang bapak berikan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat.
5. Bapak Drs. Lukman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
6. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.
8. Seluruh staf dan dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
9. Keluarga tercinta, terima kasih karena selama ini telah memberikan
penulis dukungan, semangat, pelajaran, nasehat, serta materi yang
mungkin penulis belum bisa membalasnya. Semoga Allah selalu
melindungi kalian, amin.
10. Sahabat-sahabat terbaik, terima kasih telah menjadi teman setia, yang
selalu ada untuk menghibur dan memberikan semangat penulis dalam
menghadapi segala cobaan hidup. Kalian anugerah terindah selama ini,
terima kasih atas kebersamaan selama ini. Dan seluruh teman-teman IESP
angkatan 2006, senang bisa berjuang bersama kalian. Tetap semangat..
11. Dan semua pihak yang turut membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh untuk mencapai
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun
senantiasa penulis harapkan untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik.
Akhirnya penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat, baik kepada penulis maupun kepada semua pihak yang berkesempatan
membaca skripsi ini.
Jakarta, 6 Desember 2010
Penulis,
Safitri Damayanti
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................
i
Lembar Pengesahan Skripsi ...............................................................
ii
Lembar Pengesahan Uji komprehensif ..............................................
iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi.....................................................
iv
Surat Pernyataan ................................................................................
v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................
vi
Abstract ...............................................................................................
vii
Abstrak................................................................................................
viii
Kata Pengantar ...................................................................................
ix
Daftar Isi .............................................................................................
xiii
Daftar Tabel…………………………………………………………...
xvii
Daftar Gambar ……………………………………………………….
xviii
Daftar Lampiran………………………………………………………
xix
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………
1
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS ..........................................................................
7
A. Jumlah Uang Beredar .......................................................
7
1. Pengertian Uang ...........................................................
7
2. Fungsi Uang .................................................................
8
3. Bentuk Uang .................................................................
8
4. Permintaan Uang ..........................................................
10
5. Penawaran Uang ...........................................................
15
6. Jenis Uang Beredar .......................................................
16
B. Pendapatan Nasional ........................................................
18
C. Nilai Tukar .......................................................................
26
D. Tingkat Suku Bunga .........................................................
29
E. Uang Primer .....................................................................
31
F. Kebijakan Pengendalian Jumlah Uang Beredar ................
34
G. Kajian Sebelumnya.............................................................
37
H. Kerangka Pemikiran .........................................................
41
I. Hipotesis Penelitian ..........................................................
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................
45
A. Ruang Lingkup Penelitian..................................................
45
B. Metode Penentuan Sampel .................................................
45
C. Metode Pengumpulan data .................................................
45
D. Metode Analisis Data ........................................................
46
E. Operasional Variabel Penelitian .........................................
56
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ........................................
60
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ......................
60
B. Hasil Analisa ....................................................................
70
1. Hasil Uji Stasioneritas .................................................
70
2. Hasil Uji Derajat Integrasi ...........................................
72
3. Hasil Uji Kointegrasi ...................................................
73
4. Hasil Uji Asumsi Klasik ..............................................
74
a. Hasil Uji Normalitas ..............................................
74
b. Hasil Uji Liniearitas ...............................................
76
c. Hasil Uji Multikolinearitas .....................................
76
d. Hasil Uji Heteroskedastisitas ..................................
78
e. Hasil Uji Autokorelasi ............................................
78
5. Hasil Uji Error Correction Model (ECM) ....................
80
C. Intepretasi.........................................................................
82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
89
A. Kesimpulan......................................................................
89
B. Implikasi dan Saran .........................................................
91
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
94
LAMPIRAN ........................................................................................
98
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Perkembangan M2, PDB, KURS dan SBI di Indonesia
3
Periode 2005.1-2009.1
Tabel 2.1
Kajian Sebelumnya
41
Tabel 3.1
Uji Durbin-Watson
55
Tabel 4.1
Hasil Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test
71
Pada Tingkat Level
Tabel 4.2
Hasil Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test
73
Pada Tingkat First Difference
Tabel 4.3
Hasil Uji Kointegrasi
74
Tabel 4.4
Hasil Uji Ramsey RESET Test
76
Tabel 4.5
Hasil Uji Correlation Matrix
77
Tabel 4.6
Hasil Uji White Heteroskedasticity
78
Tabel 4.7
Hasil Uji Durbin-Watson
79
Tabel 4.8
Hasil Langrange Multiple Test
80
Tabel 4.9
Hasil Uji Model Regresi ECM
81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Model Circular Flow Ekonomi Dua Sektor
26
Gambar 2.2
Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian
44
Secara Keseluruhan
Gambar 4.1
Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2)
63
di Indonesia Tahun 2005-2009
Gambar 4.2
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB)
65
di Indonesia Tahun 2005-2009
Gambar 4.3
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar/
66
Kurs di Indonesia Tahun 2005-2009
Gambar 4.4
Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI)
68
Tahun 2005-2009
Gambar 4.5
Perkembangan Uang Primer di Indonesia
69
Tahun 2005-2009
Gambar 4.6
Hasil Uji Normalitas
75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Variabel Penelitian
99
Lampiran 2
Hasil Uji Stasioner Pada Tingkat Level
102
Lampiran 3
Hasil Uji Derajat Integrasi Pada Tingkat First Difference
105
Dan Hasil Uji Kointegrasi
Lampiran 4
Hasil Uji Asumsi Klasik
108
Lampiran 5
Hasil Uji Error Correction Model (ECM)
111
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan
oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
seluruh rakyat bangsa tersebut. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat
hanya dilakukan dengan berbekal tekad yang membaja dari seluruh rakyatnya
untuk membangun, tetapi lebih dari itu harus didukung pula oleh ketersediaan
sumber daya baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya
modal produktif. Dengan kata lain, tanpa adanya daya dukung yang cukup kuat
dari sumber daya produktif, maka pembangunan ekonomi mustahil dapat
dilaksanakan dengan baik dan memuaskan (Zilal Hamzah, 2006:21).
Pada banyak negara dunia berkembang, yang umumnya memiliki tingkat
kesejahteraan rakyat
yang relatif
masih rendah,
mempertinggi tingkat
pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar
ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena
masih relatif lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam
pembangunan ekonomi, mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran
sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional (Lily Prayitno,
2002:47).
Pembangunan ekonomi di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan sektor
moneter dan perbankan. Sebagai salah satu unsur penting, sektor moneter
dianggap mampu untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi. Masyarakat
secara positif masih memiliki pemahaman bahwa kebijakan pemerintah atas
sektor moneter dan perbankan memiliki kekuatan yang lebih dari apa yang secara
efektif dapat tercapai melalui instrumen tersebut, akibatnya timbulah anggapan
sektor moneter dan sektor perbankan mempunyai fungsi yang mampu
memberikan pelayanan bagi berlangsungnya sektor riil, kegiatan investasi,
kegiatan produksi, kegiatan distribusi, maupun konsumsi (Iman Murtono,
2003:56.
Efektifitas pengendalian moneter di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir dirasakan semakin berkurang. Masalah ini tidak terlepas dari
perkembangan sistem operasi dan instrumen pasar uang yang semakin pesat dan
kompleks, serta semakin besar dan cepatnya arus lalu lintas modal sehingga
fluktuasi uang beredar menjadi tidak stabil (Hadi Sasana, 2006:32).
Sebagimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia
sebagai bank sentral Indonesia mempunyai fungsi mengawasi atau mengendalikan
supply uang (jumlah uang beredar). Kebijakan tersebut bertujuan menyediakan
jumlah uang yang cukup demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap
serta mengatur atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak berlebihan
atau kekurangan dari yang dibutuhkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga
dapat menghindari masalah inflasi atau deflasi.
Indonesia sebagai penganut perekonomian terbuka, proses pemintaanpenawaran uang selain dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu perilaku bank-bank
umum dan masyarakat di negaranya, juga dipengaruhi oleh masyarakat luar negeri
serta neraca pembayaran sebagai faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut
merupakan kendala dalam proses penawaran uang. Fenomena ini mengarahkan
pada pendekatan yang menganggap bahwa penawaran uang tidak sepenuhnya
dipengaruhi oleh otoritas moneter, melainkan juga dipengaruhi oleh semua
partisipan di pasar uang dan pasar kredit. Permintaan uang pada perekonomian
terbuka akan sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan, nisbah perdagangan
melalui nilai tukar, suku bunga internasional dan pengaruh dari kecenderungan
meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu dari
suatu negara (Dhani Agung Darmawan. 2005: 2).
Tabel 1.1
Perkembangan M2, PDB, KURS, dan SBI di Indonesia
Periode 2005.1 -2009.1
Periode
M2
PDB
Nilai
Tukar/KURS
Suku Bunga
(Milyar Rp.)
(milyar Rp.)
2005.1
1015874
143.245
9165
7.42
2006.1
1190834
149.428
9395
12.75
2007.1
1363907
158.608
9090
9.5
2008.1
1588962
168.414
9291
8
2009.1
1874145
175.89
11355
9.5
(%)
Sumber: Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia, Bank Indonesia
Tabel 1.1 menunjukan adanya peningkatan M2 dari periode 2005.1 –
2009.1. Peningkatan M2 ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan negara
yang bersumber dari penerimaan hasil migas akibat tingginya harga minyak
dunia. Tingkat suku bunga SBI pada awal 2006 menunjukan peningkatan. Hal ini
dilakukan pemerintah sebagai upaya menekan uang yang beredar dan menarik
uang tersebut untuk meningkatkan neraca pembayaran pada tahun 2005 yang
mengalami penurunan akibat melonjaknya harga minyak serta pertumbuhan impor
yang tinggi. Hal ini juga terlihat dari nilai tukar yang melemah pada awal tahun
2006 yaitu sebesar Rp. 9395.
Indonesia, sebagaimana halnya negara berkembang lainnya, menghadapi
berbagai hambatan struktural dalam perekonomiannya, yaitu hambatan pada
valuta asing, dan juga hambatan finansial. Sektor swasta yang belum kuat
menyebabkan peran anggaran pemerintah menjadi sangat menentukan dalam
kegiatan investasi. Di sisi lain, nilai tukar adalah harga mata uang negara asing
dalam satuan mata uang domestik. Penentuan nilai tukar ini di dasarkan pada teori
kesamaan tingkat bunga atau dikenal dengan interest rate parity theory. Teori ini
menyatakan bahwa pasar persaingan sempurna, biaya yang harus dibayar untuk
memperoleh dana yang tercermin dalam tarif bunga cenderung sama di setiap
negara. Apabila terjadi perbedaan harga dana antara satu negara dengan negara
lain, maka dana akan cenderung mengalir dari negara yang tarif bunganya lebih
rendah ke negara lain yang tarif bunganya lebih tinggi. Demikian juga dalam
kegiatan pembayaran utang luar negeri. Melemahnya nilai tukar akan merubah
posisi cadangan devisa dan mempengaruhi posisi jumlah uang beredar di
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi yaitu pendapatan nasional
(PDB), nilai tukar, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan uang
primer terhadap pergerakan jumlah uang beredar dalam arti luas, dengan judul
“Analisis Variabel Ekonomi Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar di
Indonesia (periode 2005.1-2009.12)”.
B.
Perumusan Masalah
Banyak faktor yang bisa menyebabkan naik turunnya jumlah uang beredar
di Indonesia, baik dalam arti luas (M2) maupun dalam arti sempit (M1). Namun
dalam penelitian ini penulis hanya mencoba untuk mengambil variabel
pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer dimana
penulis ingin menganalisis :
1. Bagaimana pengaruh jangka pendek pendapatan nasional, nilai tukar,
tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar
dalam arti luas (M2) di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh jangka panjang pendapatan nasional, nilai tukar,
tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar
dalam arti luas (M2) di Indonesia?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1.
Menganalisis pengaruh jangka pendek pendapatan nasional, nilai
tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang
beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia.
2.
Menganalisis pengaruh jangka panjang pendapatan nasional, nilai
tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang
beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia.
Manfaat penelitian ini adalah :
1.
Menambah wawasan penulis & pembaca lainnya tentang pengaruh
yang ditimbulkan dari pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku
bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar di
Indonesia.
2.
Bagi penulis, untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di
perkuliahan khususnya mengenai mata kuliah ekonomi makro.
3.
Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu masukan dan bahan pertimbangan dalam
menentukan langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan dalam mengatasi permasalahan
moneter, khususnya tentang jumlah uang beredar di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Jumlah Uang Beredar
1.
Pengertian Uang
Dari sudut pandang ekonomi, uang (money) merupakan aset yang dapat
digunakan untuk transaksi. Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala
sesuatu yang bersifat sebagai media pertukaran atau alat pembayaran yang
diterima secara umum.
Menurut
Sadono
Sukirno
(2004:267),
uang
diciptakan
dalam
perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan
perdagangan. Maka uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh
masyarakat
sebagai
alat
perantaraan
untuk
mengadakan
tukar
menukar/perdagangan. “Disetujui” dalam definisi adalah terdapat sepakat di
antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda
sebaga alat perantaraan dalam kegiatan tukar menukar, dimana benda itu harus
memenuhi syarat-syarat berikut :
 Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu
 Mudah dibawa-bawa
 Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya
 Tahan lama
 Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan)
 Bendanya mempunyai mutu yang sama
2.
Fungsi Uang
Uang memiliki empat fungsi (Dombusch dan Fischer dalam Asfia Murni,
2006:154), yaitu sebagai berikut:
a)
Satuan Hitung (Unit of Account), artinya uang dapat menentukan satuan
ukur yang sama terhadap semua barang.
b)
Alat pembayaran dalam transaksi (Medium of Exchange), artinya dapat
berfungsi sebagai alat tukar sehingga uang amat mempermudah dan
mempercepat kegiatan pertukaran dalam perekonomian.
c)
Penyimpan nilai (Store of Value), artinya uang dapat digunakan untuk
menyimpan nilai dari kekayaan yang dimiliki.
d)
Standar pembayaran pada masa yang datang (Standart of Deferred
Payment), artinya uang juga dapat digunakan untuk pembayaran yang
mungkin terjadi pada masa mendatang, misalnya pembayaran gaji
pegawai, dapat diterima di akhir atau di awal bulan. Contoh lain transaksi
utang piutang yang dapat diselesaikan beberapa tahun kemudian.
3.
Bentuk Uang
Sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi maka bentuk-bentuk uang
antara lain dapat berupa sebagai berikut (Asfia Murni, 2006:155):
a)
Uang Komoditas (Commodity Money), yaitu uang dalam bentuk barang.
Pada awalnya uang dapat berbentuk apa saja asalkan dapat diterima masyarakat
secara umum. Misalnya berupa tembakau, bulu-bulu burung, atau berupa logam
mulia, emas, perak, dan lain sebagainya. Pada umumnya uang komoditas nilai
nominalnya sama dengan nilai intrisiknya (nilai komoditasnya). Contoh uang
ringgit emas, nilai nominalnya sama dengan nilai emas untuk membuat uang
tersebut. Semakin berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat, uang komoditas
mengalami kesulitan dalam penggunaannya, dan dalam menemukan bahan
bakunya, lalu muncul uang fiat.
b)
Uang fiat (fiat money atau token money) adalah komoditas yang diterima
sebagai uang, namun nilai nominalnya jauh lebih besar dari nilai komoditas itu
sendiri (nilai intrinsiknya atau intrinsic value-nya).
Contoh yang paling mudah adalah uang kertas Rp.100.000,00. Nilai nominal uang
kertas tersebut adalah jauh lebih tinggi dari nilai kertasnya.
Kegiatan jual beli dalam jumlah yang sangat besar dan dilakukan jarak jauh
sangat tidak memungkinkan terjadinya transaksi bila hanya mengandalkan uang
fiat . Untuk mengatasi kesulitan itu muncul uang dalam bentuk near money atau
uang giral.
c)
Uang giral adalah uang bank yang apabila digunakan untuk transaksi
hanya bisa dengan menggunakan cek (demand deposit). Namun tidak semua
pelaku ekonomi mau menerimanya, karena tidak bersifat liquid sempurna.
Sementara uang komoditas dan uang fiat bersifat liquid sempurna. Artinya untuk
dapat digunakan tidak perlu ditukarkan atau dicairkan lagi karena sudah liquid.
d)
Near
Money dapat diartikan sebagai uang hampir liquid sempurna.
Artinya jenis uang ini dalam penggunaannya harus ditukarkan atau dicairkan
terlebih dahulu. Contoh kartu ATM, kartu kredit (credit card), deposito dan buku
tabungan.
4.
Permintaan Uang
Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya permintaan uang.
Teori permintaan akan uang sebenarnya dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori tentang alokasi sumber daya ekonomi yang sifatnya terbatas.
Pada prinsipnya dengan sumber ekonomi yang terbatas, manusia harus memilih
alokasi yang memberikan kepuasan yang sebesar-besarnya di mana prinsip
ekonomi berperan (dengan pengorbanan yang kecil untuk mendapatkan kepuasan
yang maksimal). Apabila akan memperbanyak konsumsi misalnya, maka jumlah
kekayaan (yang terdiri dari pendapatan dan kekayaan lainnya) akan semakin kecil.
Demikian juga jika mereka ingin memiliki salah satu bentuk kekayaan lebih
banyak, maka dengan sendirinya pemilihan bentuk kekayaan yang lainnya akan
menjadi sedikit. Mereka akan selalu mencari keseimbangan antara keuntungan
dan kerugian dari kepemilikan sesuatu bentuk kekayaan. Kekayaan dapat
berwujud dalam bentuk uang, surat berharga, deposito atau barang (Dhani Agung
Darmawan; 2005:6).
Permintaan Uang Klasik
Teori-teori permintaan uang klasik tercermin dari Irving Fisher dan teori
Cambridge (Marshall - Pigou). Teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan
mengapa seseorang / masyarakat menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan
dari pada uang, yaitu sebagai alat tukar. Karenanya jumlah uang yang diminta
berbanding proposional dengan tingkat output atau pendapatan. Bila tingkat
output meningkat, maka permintaan uang meningkat, begitu juga sebaliknya.
Jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat bukanlah semata-mata nilai
nominalnya, tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominal dibandingkan dengan
tingkat harga (real money balances) (Asfia Murni; 2006:156).
(M/P)d = k.Y
di mana :
(M/P)d = permintaan uang riil
M
= nilai nominalnya
P
= tingkat harga
Y
= pendapatan atau output
k
= proporsi permintaan uang terhadap pendapatan atau output
Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral
(money netrality), dalam arti uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Pendapat
tersebut dinyatakan dalam persamaan kuantitas uang oleh Irving Fisher sebagai
berikut :
M x V = P x T atau
MV = PT
di mana :
M = jumlah uang beredar
V = velositas uang
P = tingkat harga umum
T = jumlah unit transaksi
Dengan demikian:
Jumlah uang beredar x Velositas = Harga x Transaksi
Velositas uang merupakan konsep yang menunjukan berapa kali dalam
setahun uang berputar di dalam sebuah perekonomian. Dalam jangka pendek,
kecepatan uang beredar dianggap tetap.
Versi berikutnya dari teori kuantitas (Quantity Theory) adalah teori yang
dikemukakan Alfred Mashall yang kemudian dikenal dengan teori Cambridge.
Teori Cambridge menitikberatkan pada fungsi uang sebagai alat tukar umum
(medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Kekayaan dalam
bentuk uang juga mengorbankan kemungkinan dari return yang didapatkan jika
kekayaan tersebut diwujudkan dalam surat-surat berharga atau barang. Teori
Cambridge lebih menekankan pada permintaan uang dengan volume transaksi
yang direncanakan (dalam hal ini untung ruginya), dan permintaan uang juga
dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, besarnya kekayaan, dan ekspetasi masa
depan (Dhani Agung Darmawan, 2005:9).
Permintaan Uang Keynes
Teori moneter Keynes berbeda dengan teori klasik. Perbedaan tersebut
dapat terlihat dalam buku General Theory of Employment, Interest and Money
yang menekankan fungsi uang tidak hanya sebagai alat pertukaran (medium of
exchange) tetapi juga sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian
dikenal sebagai teori liquidity preference. Keynes memasukan unsur-unsur
ketidakpastian (uncertainty) dan harapan (expectation), tetapi lebih dititikberatkan
pada tingkat suku bunga (Insukrindo dalam Dhani Agung Darmawan, 2005:10).
Keynes menyebutkan adanya tiga motif memegang uang, yakni motif
transaksi (transactions motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive) and
motif spekulasi/mencari keuntungan (speculation motive).
1)
Motif Transaksi (Transactions Motive)
Permintaan uang untuk transaksi dalam teori Keynes adalah sama dengan
permintaan uang dalam teori Klasik. Masyarakat memegang uang (holding
money) dalam rangka mempermudah kegiatan sehari-hari. Permintaan uang untuk
transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan, bila pendapatan
meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat.
2)
Motif Berjaga-jaga (Precautionary Motive)
Hal lain yang juga memotivasi orang memegang uang adalah persiapan
untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan dan atau tak terduga, misalnya
sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-jaga juga
berhubungan positif dengan pendapatan. Jika pendapatan meningkat, permintaan
uang untuk berjaga-jaga juga meningkat.
Karena permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga berhubungan
searah dengan tingkat pendapatan, maka hubungannya dapat diekspresikan
sebagai berikut :
Mt = f(Y)
di mana :
Mt = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga
Y = pendapatan
3)
Motif Spekulasi/ Mendapatkan Keuntungan (Speculation Motive)
Sesuai dengan namanya, motif memegang uang adalah untuk memperoleh
“keuntungan” yang mungkin didapat seandainya individu pemegang uang
meramal kejadian dimasa depan dengan benar. Masyarakat yang memegang uang
akan selalu membuat pilihan antara memegang uang atau menggunakan uang
tersebut untuk membeli surat-surat berharga seperti surat pinjaman, saham dan
sebagainya. Dalam melaksanakan pilihan, tingkat pendapatan yang akan diperoleh
dari surat-surat berharga tersebut sangat penting peranannya. Para pemegang uang
akan bersedia menggantikannya dengan surat-surat berharga tersebut apabila
memberikan tingkat pendapatan yang tinggi, begitupun sebaliknya. Jika
permintaan uang untuk dua tujuan sebelumnya lebih ditentukan oleh tingkat
pendapatan nasional atau pendapatan masyarakat, maka tujuan spekulasi
permintaan uang ditentukan oleh tingkat bunga (Boediono, 1994).
Msp = f(i)
di mana :
Msp = permintaan uang untuk spekulasi
i
= tingkat bunga
Permintaan Uang Friedman
Teori Friedman mengenai permintaan uang menyerupai teori Keynes
mengenai beberapa motivasi mengapa orang memegang uang. Ia menyatakan
bahwa pada prinsipnya uang merupakan suatu bentuk kekayaan. Untuk itu
Friedman mengaplikasikan teori tentang permintaan aset terhadap teori
permintaan uangnya.
Teori Friedman diawali dengan suatu pendapat bahwa uang, seperti aset
lainnya, memberikan suatu keuntungan bagi pemegangnya. Kendala dari
memegang aset adalah tingkat kekayaan dan opportunity cost dari memegang
uang adalah tingkat pengembalian yang didapat dari memegang aset selain uang.
Bila tingkat pengembalian aset-aset ini meningkat, maka tingkat permintaan uang
akan turun. Tingkat pengembalian aset-aset ini terdiri dari dua komponen, tingkat
bunga serta harga pasar yang berubah-ubah yang dapat menghasilkan suatu
capital gain (loss).
Friedman (1956) menyebutkan bahwa permintaan uang ditentukan juga
oleh wealth pemegangnya, disamping tingkat pendapatan (dalam hal ini
digunakan permanent income), tingkat suku bunga, inflasi dan faktor-faktor
lainnya.
5.
Penawaran Uang
Penawaran uang (money supply) (Asfia Murni, 2006:158) merupakan
jumlah uang yang tersedia dalam kegiatan ekonomi suatu negara atau disebut juga
dalam jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang
yang berada di tangan masyarakat.
Uang beredar merupakan salah satu indikator penting dalam proses
pengambilan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan segala kegiatan ekonomi
seperti produksi, konsumsi, dan investasi selalu melibatkan uang. Perkembangan
dan pergerakan uang beredar harus benar-benar diperhatikan karena sering
dikaitkan dengan pergerakan tingkat suku bunga, perubahan harga, dan tingkat
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu uang berperan penting dalam
perekonomian dan jumlah uang beredar harus diatur supaya sesuai dengan
kapasitas ekonomi, yaitu supaya tidak berlebihan dan tidak kekurangan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa: Kebijakan moneter adalah kebijakan
yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan stabilitas nilai rupiah, yang dilakukan antara lain melalui
pengendalian jumlah uang beredar dan /atau suku bunga.
6.
Jenis Uang Beredar
Menurut Solikin dan Suseno (2002), uang yang beredar merupakan
kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik atau masyarakat, yang
terdiri dari uang kartal (currency), uang giral (demand deposit), dan uang kuasi
(quasi money). Sistem moneter adalah otoritas moneter (bank sentral) dan bank
umum, dimana Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan lembaga yang
mengeluarkan
dan
mengedarkan
uang
kartal,
sedangkan
bank
umum
mengeluarkan dan mengedarkan uang giral serta uang kuasi.
Uang kartal dan uang giral dapat digunakan secara langsung oleh
masyarakat untuk melakukan pembayaran tunai, sedangkan uang kuasi adalah
yang disimpan dalam rekening tabungan dan deposito berjangka atau bank
simpanan yang tidak bisa ditarik sewaktu-waktu.
Masyarakat pada umumnya lebih mengenal masalah uang kartal sebagai
uang tunai yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Sementara contoh uang
giral adalah cek dan bilyet giro. Sedangkan uang kuasi meliputi (Dhani Agung
Darmawan, 2005:5):
 Tabungan (saving deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. (Uang
sepenuhnya tidak likuid).
 Deposito berjangka (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian. (Uang
yang kehilangan untuk sementara fungsinya sebagai alat tukar)
 Rekening valuta asing milik swasta domestik (Aktiva yang hanya dapat
memenuhi fungsi uang sebagai penyimpan daya beli).
Secara lebih ringkas, penawaran uang yang ada di Indonesia saat ini (Asfia
Murni. 2006:158) adalah :
a) Penawaran uang dalam arti sempit (narrow money), diberi simbol M1,
merupakan jumlah uang beredar yang sering digunakan untuk keperluan
transaksi, yang terdiri dari:
1) Uang koin/logam dan uang kertas yang biasa disebut uang kartal.
2) Uang giral atau uang bank, yaitu deposito yang terdapat di bank-bank
umum dan dapat dikeluarkan dengan menggunakan cek.
M1 = C + DD
Dimana : M1 = uang dalam arti sempit
C = currency, uang kartal
DD = Demand deposit, uang giral
b) Penawaran uang dalam arti luas (broad money), diberi simbol M2, yang
terdiri dari M1 (uang logam, uang kertas, dan uang giral/cek) ditambah
dengan uang kuasi/near money. Near money adalah rekening tabungan dan
kekayaan lain yang ditukarkan/dicairkan dalam waktu dekat. Contohnya
deposito yang ditukar menjadi uang kontan atau liquid, tanpa kehilangan
nilainya.
Total penawaran uang atau jumlah uang beredar
M2 = M1 + Near Money
M2 = M1+ TD + SD
Dimana: M2 = uang dalam arti luas
M1= uang dalam arti sempit
TD = time deposits (deposito berjangka)
SD = saving deposits (saldo tabungan)
Semua uang yang beredar dipandang sebagai liquiditas perekonomian,
yaitu alat yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi.
B.
Pendapatan Nasional
Pengertian Pendapatan Nasional
Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro
adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu
periode tertentu. Sebab, besarnya output nasional dapat menunjukan beberapa hal
penting dalam sebuah perekonomian (Prathama, 2008:223).
Yang pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal
tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga
kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa. Semakin besar pendapatan nasional suatu negara,
semakin baik efisien alokasi sumber daya ekonominya.
Yang kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang
produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara. Alat ukur yang disepakati
tentang tingkat kemakmuran adalah output nasional per kapita. Nilai output per
kapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah
penduduk pada tahun yang bersangkutan. Jika angka output per kapita makin
besar, tingkat kemakmuran dianggap makin tinggi. Sementara itu, alat ukur
tentang produktivitas rata-rata adalah output per tenaga kerja. Makin besar
angkanya, makin tinggi produktivitas tenaga kerjanya.
Yang ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang
masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi suatu perekonomian. Jika
sebagian besar output nasional dinikmati oleh sebagian kecil penduduk, maka
perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatan. Jika
sebagian besar output nasional berasal dari sektor pertanian (ekstraktif), maka
perekonomian tersebut bermasalah dengan masalah ketimpangan struktur
produksi. Dalam arti, perekonomian harus memodernisasikan diri, dengan
memperkuat industrinya, agar ada keseimbangan kontribusi antara sektor
pertanian yang dianggap sebagai sektor ekonomi tradisional dengan sektor
industri yang dianggap sebagai sektor ekonomi modern.
Produk Domestik Bruto (PDB) di negara-negara berkembang merupakan
konsep yang paling sering dipakai untuk pendapatan nasional.
Menurut Sadono Sukirno (2004:61) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah
nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara dalam suatu tahun
tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan
milik penduduk di negara-negara lain. Biasanya dinilai menurut harga pasar dan
dapat didasarkan kepada harga yang berlaku dan harga tetap.
Perhitungan Pendapatan Nasional
Ada
lima
konsep
perhitungan
yang
digunakan
untuk
melihat
perkembangan ekonomi antara lain sebagai berikut (Ace Partadiredja; 1994).
a)
National Income Account, menghitung jumlah produk/pendapatan nasional
yang dihasilkan suatu negara.
b)
Input-Output Account, menghitung jumlah pembelian (input) dan
penjualan (output) setiap sektor ekonomi.
c)
Balance of Payment Account, menghitung semua penerimaan dan
pengeluaran suatu negara dengan negara-negara lain melalui eksporimpor, aliran/arus dana yang terjadi :
d)
Flow of Funds account, menghitung arus transaksi pinjam-meminjam
antarberbagai sektor dalam kegiatan ekonomi.
e)
National Balance Sheet atau Capital Account, menghitung kekayaan
(aktiva) dan utang (pasiva) semua unit kesatuan ekonomi atau sektorsektor ekonomi.
Ada tiga metode perhitungan pendapatan nasional, yaitu metode output
(output approach), metode pendapatan (income approach), dan metode
pengeluaran (expenditure approach) (Prathama, 2008:229).
a)
Metode output (Output Approach) atau metode produksi
Menurut metode ini, PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan
oleh
suatu
perekonomian.
Cara
penghitungannya
adalah
dengan
cara
menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor ekonomi
selama satu periode tertentu. Yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added)
yang diciptakan oleh tiap sektor yang ada dalam perekonomian.
NT = NO-NI
di mana :
NT = nilai tambah
NO= nilai output
NI = nilai input antara
b)
Metode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai
total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
Fungsi produksi adalah hubungan antara tingkat output dengan faktor-faktor
produksi yang digunakan.
Q = f(L,K,U,E)
di mana :
Q = output
L = tenaga kerja
K = barang modal
U = uang/finansial
E = kemampuan entrepreneur atau kewirausahaan
Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal
adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan
bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas
seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).
PN = w + i + r + π
di mana :
w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent)
π = keuntungan (profit)
c)
Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
Dalam teori ekonomi makro pelaku yang menyelenggarakan kegiatan
ekonomi adalah masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat pelaku ekonomi
dapat dibagi dalam empat kelompok dan masing-masing mempunyai peranan dan
tujuan (Prathama, 2008:233).
1)
Households atau Rumah Tangga Konsumen (RTK)

Sebagai pemilik atau pemasok sumber daya atau faktor produksi
yang diperlukan kelompok pelaku ekonomi lainnya.

Sebagai pemakai barang dan jasa yang dihasilkan oleh kelompok
masyarakat lainnya seperti : produsen, pemerintah, dan luar negeri.
2)
Bussineses atau Rumah Tangga Produsen (RTP)

Sebagai penghasil atau pemasok barang-barang hasil produksi
kelompok masyarakat lainnya.
3)

Sebagai pemakai faktor produksi/sumber daya dari RTK.

Sebagai pemakai input dan output dari RTLN.
Government Sector, Rumah Tangga Negara (RTN)

Sebagai penghasil barang public.

Sebagai pemakai faktor produksi dari RTK dan dari luar negeri
(RTLN).

4)
Sebagai pemakai hasil produksi dari RTP dan RTLN.
Foreign sector, Rumah tangga Luar Negeri (RTLN)

Sebagai penghasil barang dan jasa yang dibutuhkan kelompok
pelaku kegiatan ekonomi lainnya.

Sebagai pemasok faktor produksi yang dibutuhkan kelompok
pelaku ekonomi lainnya.

Sebagai pemakai barang dan jasa yang dihasilkan RTP

Sebagai pemakai faktor produksi yang dimiliki RTK.
Menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total
pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Ada beberapa jenis
pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian:
1)
Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
2)
Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
3)
Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
4)
Ekspor Neto (Net Export)
PDB = C + G + I + (X-M)
di mana:
C = konsumsi rumah tangga
G = konsumsi/pengeluaran pemerintah
I = Investasi
X = ekspor
M = impor
Dalam mengamati hubungan pendapatan nasional dengan peredaran uang
perlu diasumsikan bahwa permintaan uang adalah sama dengan penawaran uang,
dalam kondisi keseimbangan pasar uang (Hadi Sasana, 2004:37).
Md = Ms
Pendapatan perekonomian sama dengan pengeluarannya karena setiap
transaksi melibatkan dua pihak: pembeli dan penjual. Cara lain untuk melihat
kesetaraan pendapatan dan pengeluaran adalah melalui aliran sirkuler.
Aliran ini menjelaskan semua transaksi antara rumah tangga dan
perusahaan dalam sebuah perekonomian sederhana. Dalam perekonomian ini
rumah tangga membeli barang dan jasa dari perusahaan; pengeluaran ini mengalir
melalui pasar barang dan jasa. Perusahaan kemudian menggunakan uang yang
mereka terima dari penjualannya untuk membayar upah pekerja, sewa tanah, dan
sisanya menjadi keuntungan pemilik perusahaan; pendapatan ini mengalir melalui
pasar faktor produksi. Dalam perekonomian ini uang mengalir dari rumah tangga
ke perusahaan dan kemudian kembali ke rumah tangga.
Pembayaran Faktor
Produksi
Faktor Produksi
RTK
RTP
Barang & Jasa
Pembayaran Hasil
Produksi
Gambar 2.1. Model Circular Flow ekonomi dua sektor
C.
Nilai Tukar/Kurs (Exchange Rate)
Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang negara yang
dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu negara dengan negara lain.
Nilai tukar adalah harga dari sebuah mata uang menurut mata uang lain (misalnya
harga Rupiah per Dollar).
Menurut Sadono Sukirno (2000:197), kurs (nilai tukar) valuta asing
merupakan masalah suatu nilai yang menunjukan mata uang dalam negeri yang
diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.
Menurut Endri (2007:74), kas atau sering disebut dengan kurs adalah
jumlah atau harga uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Kurs ini
dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing
adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bila
harganya tinggi. Suatu penurunan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap
mata uang asing disebut dengan depresiasi. Sedangkan kenaikan nilai mata uang
dalam negeri terhadap mata uang asing disebut apresiasi.
Menurut Mankiw (2005:492), exchange rate atau kurs adalah tingkat
dimana negara-negara melakukan pertukaran dipasar dunia.
Menurut Boediono (1993:43), perdagangan antar negara dimana masingmasing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka
perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya yang kemudian
disebut kurs.
Kenaikan harga valuta asing (artinya kenaikan nilai tukar) disebut
depresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, oleh
karenanya nilai relatif dari mata uang dalam negeri menurun, sehingga barangbarang atau produk luar negeri dan perjalanan ke luar negeri menjadi lebih mahal.
Sebaliknya jatuhnya harga mata uang asing merupakan apresiasi mata uang dalam
negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, karenanya nilai relatif mata uang
dalam negeri naik, maka produk luar negeri dan perjalanan ke luar negeri menjadi
lebih murah (Edalmen, 1999:11).
Permintaan terhadap valuta asing (Foreign Exchange Demand)
(Foreign Exchange Demand) timbul apabila penduduk suatu negara
membutuhkan barang yang diproduksi negara lain. Artinya bila terjadi permintaan
masyarakat terhadap produk luar negeri, maka permintaan terhadap valuta asing
meningkat. Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan oleh
faktor-faktor diantaranya: nilai tukar atau harga mata uang asing (kurs), tingkat
pendapatan, tingkat bunga relatif, selera, ekspetasi, dan kebijakan pemerintah
(Asfia Murni, 2006:244).
Penawaran terhadap valuta asing (Foreign Exchange Supply)
(Foreign Exchange Supply) terjadi apabila negara lain mengimpor barang
dan jasa atau terjadi ekspor. Semakin besar ekspor suatu negara, maka supply
valuta asing akan meningkat. Sebab terjadi peningkatan capital inflow. Sama
halnya dengan konsep permintaan, supply dari valuta asing sangat ditentukan oleh
berbagai faktor, antara lain: perubahan kurs/valuta asing, harga/biaya produksi
barang impor, selera dan ekspetasi serta kebijakan pemerintah (Asfia Murni,
2006:245).
Pasar valuta asing pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan
dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan)
dan menjual (penawaran) valuta asing.
Seperti jenis pasar lainnya, pasar valuta asing tidak bebas dari intervensi
pemerintah. Bank sentral secara teratur ikut serta dalam transakti keuangan
internasional yang disebut intervensi valuta asing (foreign exchange intervention)
dalam
usaha
mempengaruhi
nilai tukar.
Dalam
persetujuan
keuangan
internasional saat ini, yang disebut managed float regineI atau dirty float, nilai
tukar berfluktuasi dari hari ke hari, tetapi bank sentral berusaha untuk
mempengaruhi nilai tukar dengan membeli atau menjual mata uang.
Ada dua tipe berintervensi valuta asing yang dapat dilakuakan oleh bank
sentral (Hadi Sasana, 2006:38). Pertama, yang disebut dengan unstrerilized
foreign exchange intervention dimana bank sentral melakukan pembelian atau
penjualan mata uang domestik untuk mempengaruhi base money. Pembelian mata
uang domestik oleh bank sentral dan penjualan valuta asing yang sesuai dalam
pasar valas mengarah pada penurunan yang sama dalam cadangan internasional
dan base money. Sebaliknya, penjualan mata uang domestik akan menaikan
cadangan internasional dan base money. Kedua, yang disebut dengan strerilized
foreign exchange intervention. Jika bank sentral tidak ingin mempengaruhi base
money dengan menjual atau membeli mata uang domestik, bank sentral dapat
membalas intervensi valas dengan melakukan operasi pasar terbuka yang bersifat
menyeimbangkan dalam pasar obligasi pemerintah. Sehingga posisi uang primer
tidak berubah. Penentuan kurs valuta asing ini dapat dilakukan dalam dua sistem,
yaitu (Hadi Sasana, 2006:38):
1).
Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Yaitu sistem penentuan nilai valuta asing oleh otoritas moneter (bank
Sentral) dengan menetapkan nilai valuta asing tersebut, dimana nilai tersebut tidak
diubah dalam jangka waktu yang lama.
2).
Kurs Berubah Bebas (Flexible Exchange Rate)
Dalam pasar bebas, perubahan kurs dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan dan
penawaran valuta asing berasal dari adanya transaksi debit dan kredit (ekspor dan
impor) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: harga, pendapatan, dan
tingkat suku bunga.
D.
Tingkat Suku Bunga (Sertifikat Bank Indonesia/SBI)
Menurut Mankiw (2005:157), tingkat bunga adalah harga yang
menghubungkan masa kini dan masa depan serta merupakan variabel paling
penting diantara variabel-variabel makro ekonomi. Atau harga pasar yang
mentransfer sumber daya masa lalu dan masa depan atau merupakan hasil
tabungan dan biaya peminjaman (Mankiw, 2005:494)
Menurut Boediono (1994:75), pengertian dasar teori tingkat bunga yaitu
harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku
bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar
apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti.
Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran semacam ini. Pembeli dari satu
rupiah nanti adalah debitur. Sedangkan penjual dari satu rupiah sekarang yang
sekaligus juga pembeli dari satu rupiah nanti adalah kreditur. Debitur harus
membayar kepada kreditur harga dan pertukaran tersebut dan harga ini adalah
bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur.
Dalam perhitungan tingkat suku bunga, biasanya digunakan persentase
(%) dari jumah yang dipinjam atau ditanamkan seseorang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Paul A Samuelson dan William D Nordhous (1990:414) bahwa suku
bunga merupakan penerimaan (dalam rupiah) dan setiap rupiah yang dipinjamkan
pertahun sebagai imbalan atas uang yang dipinjamkan.
Sertifikat Bank Indonesia/SBI (SK Direksi BI No.31/67/KEP/DIR
tertanggal 23 juli 1998) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek dengan sistem diskonto. Tingkat bunga SBI menjadi perhatian banyak
pihak karena bunga SBI ini dijadikan patokan oleh perbankan nasional untuk
menentukan tingkat suku bunganya. Selain itu, bunga SBI juga mencerminkan
pengetatan dan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pertama kali diterbitkan pada tahun 1970
dengan sasaran utama menciptakan instrumen yang diperdagangkan antar bank
pada tahun 1971. Setelah bank-bank diizinkan menerbitkan sertifikat deposito
maka SBI tidak diterbitkan karena setifikat deposito mampu menggantikan SBI.
Sejalan dengan perubahan pendekatan kebijakan moneter pemerintah
terutama setelah diregulasi perbankan 1 juni 1983 maka Bank Indonesia kembali
menerbitkan SBI sebagai instrumen dalam melakukan kebijakan operasi terbuka,
terutama untuk tujuan kontraksi moneter BI (1999).
Perubahan-perubahan suku bunga sangat mempengaruhi lembaga-lembaga
keuangan dalam menambah atau mengurangi peminjamannya. Dalam masa resesi,
bank sentral akan menurunkan tingkat bunga yang akan menggalakan bank-bank
umum meminjam dan menambah cadangannya. Pertambahan cadangan tersebut
seterusnya akan menggalakan mereka memberi pinjaman dan menciptakan uang
giral baru, sehingga akan menambah penawaran uang (Sadono Sukirno dalam
Hadi Sasana, 2006:36).
E.
Uang Primer
Menurut Boediono (1994:88), uang primer atau uang inti atau reserve money
atau base money atau high-powered money merupakan “inti” dari proses
penciptaan uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral.
Uang inti dapat didefinisikan sebagai (Boediono, 1994:89):
 Saldo rekening Koran (giro) milik bank-bank umum atau masyarakat pada
Bank Indonesia, ditambah
 Uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum maupun masyarakat
umum.
H+R
Di mana:
H = Uang inti; K = Uang kartal; R = Cadangan (reserve) bank-bank
umum.
Beberapa sebab lain uang inti tercipta, antara lain melalui (Boediono,
1994:90) :
1)
Defisit APBN yang dibiayai dengan pencetakan uang baru.
2)
Kredit langsung Bank Indonesia kepada badan-badan resmi
tertentu (misalnya: Bulog, Pertamina)
3)
Kredit Likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank umum (dalam
rangka kredit prioritas).
Pelipat Uang (money Multiplier)
Penciptaan uang kartal dilakukan oleh Bank Sentral, Apabila uang inti
tersebut berbentuk uang kartal, maka jelas ini langsung menjadi satu unsur dari
uang beredar. Jadi apabila karena suatu hal (misalnya, ekspor meningkat, deficit
APBN, dan sebagainya), uang inti di masyarakat bertambah maka sebagian akan
menjadi uang kartal, dan uang kartal yang ditimbulkan akan langsung menambah
jumlah uang beredar. Sedangkan penciptaan uang giral dan uang kuasi oleh Bank
Pencipta Uang Giral (BPUG), dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut :
1)
Melalui Transformasi
Penciptaan uang terjadi saat seseorang menyetor uang kartal ke BPUG
untuk dimasukkan ke dalam rekening giro, atau ke dalam deposito
berjangka, atau tabungan.
2)
Melalui Substitusi
Penciptaan uang terjadi apabila BPUG membeli surat-surat berharga
dan membukukan harga surat berharga tersebut ke dalam rekening giro
atau deposito atas nama yang bersangkutan (yang memiliki surat
berharga).
3)
Melalui Pemberian Kredit
Penciptaan uang terjadi saat BPUG memberikan pinjaman/kredit
kepada nasabahnya dan kemudian membukukannya ke dalam rekening
giro nasabah yang bersangkutan.
Dari sisi penawaran, yang mempengaruhi jumlah penawaran uang ditentukan
oleh dua faktor (Boediono, 1994:97) :
 Besarnya jumlah uang inti yang tersedia;
 Besarnya koefisien pelipat uang, yang ditentukan oleh:
a).
Persentase dari uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam
bentuk uang kartal. Angka ini sebenernya mencerminkan kehendak
atau kecenderungan masyarakat mengenai berapa bagian dari
seluruh uang yang dipegangnya diinginkan berupa uang kartal.
b).
Persentase “jaminan” (berapa uang tunai atau inti) yang dipegang
bank-bank umum bagi saldo rekening giro milik masyarakat yang
dikelola mereka (Giro Wajib Minimum/GWM). Persentase ini
dipengaruhi oleh cash ratio atau reserve requitment yang
diwajibkan oleh bank sentral. Dan reserve adjustment yang
merupakan besarnya reserve yang ingin dipegang bank di atas
jumlah wajib tertentu (tergantung pada keputusan bank).
F.
Kebijakan Pengendalian Jumlah Uang Beredar
Salah satu fungsi penting bank sentral adalah untuk mengawasi atau
mengendalikan supply uang (jumlah uang beredar). Kebijakannya bertujuan
sebagai berikut:
1)
Menyediakan jumlah uang yang cukup demi mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang mantap.
2)
Mengatur atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak
berlebihan atau kekurangan dari yang dibutuhkan aktivitas
ekonomi masyarakat sehingga dapat menghindari masalah inflasi
atau deflasi.
Pada dasarnya setiap kebijakan bank sentral mempunyai dua sasaran yaitu
sebagai berikut:
1)
Memperbanyak jumlah uang yang beredar apabila terjadi kelesuan
kegiatan ekonomi. Pelaksanaannya melalui kebijakan uang longgar
(easy money policy).
2)
Memperkecil jumlah uang yang beredar apabila terjadi inflasi.
Pelaksanaannya melalui kebijakan uang ketat (tight money policy).
Dalam menjalankan fungsi ini, bank sentral dapat menentukan kebijakankebijakan sebagai berikut (Sadono Sukirno. 2004:310) :
a) Kebijakan moneter kuantitatif (quantitative monetary policy),
tujuannya untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang.
b) Kebijakan moneter kualitatif (qualitative monetary policy), tujuan
untuk mengatur jenis-jenis pinjaman dan uang giral yang diciptakan.
Dalam menjalankan kebijakan moneter kuantitatif, bank sentral mempunyai
tiga instrumen utama yaitu sebagai berikut (Asfia Murni, 2006:27):
1). Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation Policy)
Kebijakan ini dijalankan oleh pemerintah dengan cara menjual atau
membeli surat-surat berharga seperti obligasi ke/dari masyarakat
melalui bank-bank umum (commercial bank). Penjualan surat-surat
berharga seperti obligasi dilakukan pemerintah jika di masyarakat
terjadi kelebihan jumlah uang beredar terutama dalam bentuk uang
giral yaitu pada masa inflasi. Sebaliknya jika di masyarakat terjadi
kekurangan jumlah uang beredar atau pada masa resesi, pemerintah
akan membeli kembali obligasi-obligasi yang pernah ditawarkan ke
masyarakat melalui bank-bank umum.
2). Kebijakan Tingkat Bunga Diskonto (Rediscount Rate Policy)
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk
mengontrol jumlah uang beredar (JUB) dengan cara menaikkan atau
menurunkan tingkat bunga dan atau tingkat diskonto. Yang dimaksud
dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum terhadap penjualan suratsurat berharga yang likuiditasnya tinggi. Tingkat bunga akan dinaikkan
apabila
kondisi
ekonomi
mengalami
inflasi.
Namun
apabila
perekonomian dalam keadaan resesi, tingkat bunga diturunkan.
3). Cadangan Minimum (Reserve Requirement Policy)
Kebijakan ini ditujukan bagi perbankan/lembaga-lembaga keuangan
bank yang ada di bawah pengawasan Bank Sentral. Adalah kebijakan
yang mengatur besarnya tingkat cadangan minimal bank yang secara
tidak langsung juga mengatur besarnya kelebihan cadangan yang dapat
disalurkan dalam bentuk kredit ke masyarakat.
Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif biasanya dibedakan dalam dua
jenis, yaitu:
1). Pengawalan pinjaman secara terpilih
Kebijakan ini dilakukan dengan menentukan jenis-jenis pinjaman mana
yang harus dikurangi atau digalakkan.
2). Pembujukan moral (Moral Suasion)
Dalam melaksanakan kebijaksanaan ini bank sentral mengadakan
pertemuan langsung dengan bank-bank perdagangan untuk meminta
mereka melakukan langkah-langkah tertentu.
G.
Kajian Sebelumnya
Studi tentang jumlah uang beredar banyak dilakukan di Indonesia dan di
negara lain, di mana antara studi terdahulu dan studi berikutnya memiliki
koherensi. Studi tersebut dapat digunakan sebagai referensi bagi kajian-kajian di
masa yang akan datang.
1.
Nilawati (2000)
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah,
cadangan devisa dan angka pengganda uang terhadap perkembangan jumlah uang
beredar di Indonesia periode 1992-1998. Hasil analisis dengan menggunakan
model analisa regresi berganda (multiple regression) menunjukan peningkatan
cadangan devisa dan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan jumlah uang
beredar. Sedangkan untuk angka pengganda uang hanya angka pengganda uang
dalam hal ini MM1 saja yang signifikan terhadap jumlah uang beredar.
2.
Lily Prayitno dan Heny Sandjaya (2002)
Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah
uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis: Sebuah Analisis
Ekonometrika. Penelitian ini menggunakan analisa regresi dengan model log
untuk menganilisa pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, serta angka
pengganda uang (money multiplier) terhadap jumlah uang beredar di Indonesia
untuk periode periode sebelum krisis (1990-1997), sesudah krisis (1997-1999) dan
secara keseluruhan (19990-1999).
Sebelum krisis hasil menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah secara
signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar (M2): cadangan
devisa tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar: sedangkan angka
pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang
beredar. Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh
positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan cadangan devisa dan money
multiplier tidak signifikan. Untuk seluruh waktu analisa, pengeluaran pemerintah
dan cadangan devisa berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap jumlah
uang beredar sedangkan angka pengganda uang tidak sinifikan.
3.
Dini Hariyanti (2002)
Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
uang beredar. Model yang dipakai adalah model permintaan uang dengan fungsi
biaya kuadrat tunggal dengan estimasi ECM (error correction model). Variabel
yang digunakan yaitu pendapatan nasional, jumlah uang beredar, suku bunga
dalam negeri dan nilai tukar yang menemukan bahwa jumlah uang beredar di
Indonesia dapat menerangkan dengan baik fenomena dari variabel tingkat suku
bunga, tingkat pendapatan dan tingkat nilai tukar. Disini jumlah uang beredar
dalam jangka panjang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional, nilai tukar
secara positif dan tingkat suku bunga secara negatif.
4.
Iman Murtono Soehandji (2003)
Penelitian ini menganilisis pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan
devisa, dan angka pengganda uang terhadap jumlah uang beredar di Indonesia
periode 1990-2002. Hasil analisis dengan menggunakan model log menunjukan
pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang
beredar. Sedangkan angka pengganda uang tidak berpengaruh secara signifikan.
5.
Dhani Agung Darmawan (2005)
Penelitian ini mengkaji tentang permintaan uang kuasi di Indonesia
periode 1983-2005 dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model
(ECM). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan pendapatan,
tingkat kurs, indeks harga konsumen, tingkat suku bunga domestik, dan tingkat
suku bunga internasional terhadap jumlah uang kuasi dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Hasil penelitian menunjukan perilaku permintaan uang kuasi dalam jangka
pendek secara serentak, pendapatan nasional, nilai tukar, indeks harga konsumen,
tingkat suku bunga dalam dan luar negeri berpengaruh signifikan. Dalam jangka
panjang hanya variabel-variabel pendapatan, nilai tukar, suku bunga deposito
yang signifikan sedangkan indeks harga konsumen dan suku bunga internasional
tidak signifikan.
6.
Suleman D., dkk. (2009)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jangka
panjang antara M2, inflasi, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi
dalam kasus Pakistan periode 1977-2007 dengan menggunakan Uji Johnsen
Kointegrasi dan Uji Granger untuk mengetahui kausalitas bilateral dan uniteral..
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah dan inflasi
berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi di jangka panjang, sementara
M2 berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.1
Kajian Sebelumnya
No Nama Penulis
Judul
Metodologi
Variabel
1
Nilawati
(2000)
Pengaruh
Pengeluaran
Pemerintah,
Cadangan Devisa
dan Angka
Pengganda Uang
Terhadap Jumlah
Uang Beredar di
Indonesia
Model
Analisa
Regresi
Berganda
(Multiple
Regression)
 Jumlah Uang
Beredar (M2)
 Pengeluaran
Pemerintah
 Cadangan
Devisa
 Angka
Pengganda
Uang
2
Lily Prayitno
dan Heny
Sandjaya
(2002)
Faktor-Faktor
yang Berpengaruh
Terhadap Jumlah
Uang Beredar di
Indonesia Sebelum
Krisis dan Sesudah
Krisis: Sebuah
Analisa
Ekonometrika
Analisa
Regresi
Berganda
Dengan
Model Log
 Jumlah Uang
Beredar (M2)
 Pengeluaran
Pemerintah
 Cadangan
Devisa
 Angka
Pengganda
Uang
3
Dini
Hariyanti
(2002)
Analisa Variabel
yang
Mempengaruhi
Jumlah Uang
Beredar di
Indonesia :
Pendekatan Error
Correction Model
(Periode 1988.12000.1)
Error
Correction
Model
 Jumlah Uang
Beredar
 Pendapatan
Nasional
 Suku Bunga
 Nilai Tukar
H.
4
Iman
Murtono
Soenhadji
(2003)
Jumlah Uang
Beredar dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhinya
Analisa
Regresi
Berganda
Dengan
Model Log
5
Dhani Agung
Darmawan
(2005)
Analisis
Permintaan Uang
Kuasi di Indonesia
Periode 19832005: Pndekatan
Error Correction
Model (ECM)
Error
Correction
Model
6
Suleman D.,
dkk
(2009)
An Empirical
Investigation
between Money
Supply
Government
Expenditure,
Output & Prices :
The Pakistan
Evidence
Error
Correction
Model
 Jumlah Uang
Beredar (M2)
 Pengeluaran
Pemerintah
 Cadangan
Devisa
 Angka
Pengganda
Uang
 Uang Kuasi
 Produk
Domestik Bruto
 Kurs
 Indeks Harga
Konsumen
 Tingkat Suku
Bunga
Domestik
 Tingkat Suku
Bunga
Internasional
 Jumlah Uang
Beredar
 Pengeluaran
Pemerintah
 Indeks Harga
Konsumen
Kerangka Pemikiran
Dalam analisis fundamental kondisi variabel makro sangat mempengaruhi
stabilitas jumlah uang beredar. Saat terjadi gejolak pada kondisi moneter dimana
indikator ekonomi makro menunjukan tren penurunan/perlambatan, maka jumlah
uang beredar cenderung mengalami penurunan. Sementara kondisi perekonomian
yang diharapkan membaik merupakan sentiment positif yang berdampak pada
kenaikan
jumlah uang beredar.
menimbulkan inflasi atau deflasi.
Kondisi ketidakstabilan tersebut dapat
Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap serta mengatur
atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak berlebihan atau kekurangan
dari yang dibutuhkan aktivitas ekonomi masyarakat, maka otoritas mengeluarkan
kebijakan moneter diantaranya operasi pasar terbuka, cadangan wajib, fasilitas
diskonto dan moral suasion (imbauan).
Berdasarkan acuan tersebut maka peneliti akan menganalisis pengaruh
PDB, KURS, SBI dan uang primer terhadap M2 dengan menggunakan model
koreksi kesalahan atau Error Corection Model (ECM) yang diperkenalkan oleh
Sargan dan dipopulerkan oleh Eagle dan Granger (1987), karena model ini
mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka
pendek dan jangka panjang serta dapat memecahkan masalah variabel time series
yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya dilakukan uji stasioner
ADF dan uji kointegrasi.
Analisis Variabel Ekonomi Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar
(Periode 2005.1-2009.12)
PDB
KURS
Uang Primer
SBI
Jumlah Uang
Beredar
Uji Stasioneritas Data
dengan ADF Test
Tidak
Stasioner?
Uji Derajat Integrasi
ya
Tidak
Dilihat apakah variable yang diuji
stasioner pada ordo yang sama
Keluarkan dari
pengujian
Uji Kointegrasi
Uji Asumsi Klasik
tidak
Pengujian
berhenti, ambil
keputusan
Uji Error Correction Model
Analisa Hasil/Pengujian
Gambar 2.2. Diagram kerangka pemikiran penelitian secara keseluruhan
I.
HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan, tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran
maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap
permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1.
Ho : b 1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pendapatan nasional
(PDB) terhadap jumlah uang beredar M2.
Ha : b1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan pendapatan nasional (PDB)
terhadap jumlah uang beredar M2.
2.
Ho : b2 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan nilai tukar (KURS)
terhadap jumlah uang beredar M2.
Ha : b2 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan nilai tukar (KURS)
terhadap jumlah uang beredar M2.
3.
Ho : b3 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga
(SBI) terhadap jumlah uang beredar M2.
Ha : b 3 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga (SBI)
terhadap jumlah uang beredar M2.
4.
Ho : b 4= 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan uang primer terhadap
jumlah uang beredar M2.
Ha : b 4 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan uang primer terhadap
jumlah uang beredar M2.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel tak
bebas (dependent variabel) dan empat variabel bebas (independent variabel).
Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas yaitu pendapatan nasional (PDB), nilai tukar/KURS,
tingkat suku bunga SBI dan uang primer.
2. Variabel tidak bebas yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2).
Data-data yang digunakan adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai
Desember 2009.
B.
Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah jumlah uang beredar
dalam arti luas (M2), produk domestik bruto, nilai tukar/kurs, tingkat suku bunga
SBI dan uang primer. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), produk domestik bruto, nilai
tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer selama periode Januari 2005Desember 2009 dengan berupa data per bulan.
C.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dengan jenis data time series, yaitu merupakan data atau informasi yang diperoleh
dari Bank Indonesia (Laporan Tahunan serta Laporan Bulanan), Badan Pusat
Statistik (BPS) Jakarta dan sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini
tahun 2005-2009.
D.
Metode Analisis Data
Dalam suatu analisis statistik, hal yang paling mendasar untuk suatu
analisis adalah deskripsi dari suatu data (Ahmad Rodoni, 2004:6). Selain
mendesksripsi hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan
tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu populasi. Peneliti dapat
mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat
serta besarnya arah hubungan yang terjadi.
Dalam penelitian ini untuk menganalisis pendapatan nasional (PDB), nilai
tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar
digunakan alat analisis regresi OLS (ordinary Least Square) dengan data time
series. Adapun metode analisis yang digunakan untuk mengestimas model
penelitian ini adalah metode Error Corection Model (ECM) yang diperkenalkan
oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Eagle dan Granger (1987). Model koreksi
kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena
ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mengkaji konsistensi
tidaknya model empirik dengan teori ekonomika. Selain itu, model ini mampu
mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner
dan regresi lancung dalam ekonometrika.
Pengujian ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya
hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel
dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji
kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Augmented Dickey-Fuller
(ADF) test. Maka dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan sebagai
berikut:
1.
Uji Stasioneritas
Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root dan
data ekonomi makro pada umumnya adalah time series yang rentan dengan
ketidakstasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan uji
stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random errornya = 0, sehingga model
regresi yang diperoleh adalah regresi semu.
Uji Augmented Dickey-Fuller memasukkan adanya autokorelasi di dalam
variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan
diferensi. Augmented Dickey-Fuller (ADF) membuat uji akar unit dengan
menggunakan metode statistik nonprametrik dalam menjelaskan adanya
autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelas
kelambanan diferensi. Adapun uji akar unit dari ADF sebagai berikut:
ΛYt = a 0 + a 1T + yYt-1 + et
Dimana t = adalah trend waktu
Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi
mengikuti distributif statistik ADF sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis
yang dikemukakan oleh Mackinnon.
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara
membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi
statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai
kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai
absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol
Ha : Data tersebut stasioner pada derajat Nol
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho
ditolak, data stasioner pada derajat nol
 Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha
ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol
2.
Uji Derajat Integrasi
Dalam uji akar unit ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak
stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses
diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Adapun formulasi uji derajat integrasi
dari ADF sebagai berikut:
Λ2Yt = a0 + a1T + yΛYt-i + et
Dimana:
Λ2Yt = ΛYt – ΛYt-1
Seperti uji akar unit ADF, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu
data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik
ADF yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik
Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya
pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu.
Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan
pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........ dan seterusnya.
Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan seterusnya.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Jika ADF test statistik > ADF table (critical value α = 5%) maka Ho
ditolak, data stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya.
 Jika ADF test statistik < ADF table (critical value α = 5%) maka Ha
ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya.
3.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuan
dilakukannya uji kointegrasi adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi
kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model
dinamis, terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi
kointegrasi terikat.
Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau
mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama,
misalnya 1(1) maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat
adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka
panjang.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent
dan variabel dependent.
Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan
variabel dependent.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho
ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan
variabel dependen
 Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha
ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel
independent dan variabel dependent.
4.
Uji Asumsi Klasik
a).
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang
baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati
normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B
test.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: residual berdistribusi tidak normal
Ha: residual berdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (distribusi
data normal)
 Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak
(distribusi data tidak normal)
b).
Uji Linieritas
Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang
dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama
Ramsey RESET test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu
variabel penjelas cocok atau tidak dimasukan dalam suatu model estimasi. Akan
tetapi menurut Kennedy (1996) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini
digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau
tidak linier.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: model tidak linier
Ha: model linier
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier)
 Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model
tidak linier)
c).
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas.
Jika
terjadi
hubungan
linear
yang
sempurna
maka
terdapat problem
multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan
yang linear diantara variabel bebasnya.
Menurut Montgomery dan Hinies dalam blog Dicky Rahardiyantoro
(2006) dijelaskan bahwa multikolinearitas data mengakibatkan koefisien regresi
yang dihasilkan oleh analisis regresi berganda menjadi sangat lemah atau tidak
dapat memberikan hasil analisis yang mewakili sifat atau pengaruh dari variable
bebas yang bersangkutan. Dalam banyak masalah multikolinearitas dapat
menyebabkan uji t menjadi tidak siginifikan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (Corelation
Matrix).
Dengan langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: tidak bersifat Multikolinearitas
Ha: bersifat Multikolinearitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat
multikolinearitas
 Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, model tidak bersifat
multikolinieritas
d).
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika nilai dari variannya tetap maka disebut homoskedastisitas,
sedangkan jika variannya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model
regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.
Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White.
Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis;
Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas
Ha: Terjadi Heteroskedastisitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas
 Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi
heteroskedatisitas
e.
Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi liniear terdapat korelasi atau tidak.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat problem
autokorelasi.
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :
a.
Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif.
b.
Bila D-W diantara -2 s.d. +2 tidak terdapat autokorelasi.
c.
Bila D-W di atas +2 terdapat autokorelasi negatif.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu
model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson.
Tabel 3.1
Uji Durbin-Watson
Ada
Tidak dapat
Tidak ada
diputuskan
autokorelasi
Tidak
Ada
dapat
autokorelasi
diputuskan
negatif
autokorelasi
positif
0
dl
1.10
du
1.54
2
4-du
2.46
4-dl
2.90
4
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: tidak terdapat Autokorelasi
Ha: Terdapat Autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model
terdapat autokorelasi
 Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak
terdapat autokorelasi
Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada
tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier
(LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05
(Gujarati: 2006)
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: tidak terjadi Autokorelasi
Ha: Terjadi Autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi autokorelasi
 Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi
5.
Uji Error Corection Model (ECM)
Pengujian ECM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Model Dasar
: M2 = f (PDB, KURS, SBI, UP)
Model Ekonometrika :M2 t = βo+β1PDB t +β2KURS t +β3SBI t + β4UP t + e
Dengan model linier dinamis menggunakan fungsi biaya kuadrat tunggal,
dapat diturunkan model koreksi kesalahan (error correction model). Bentuk ECM
dari studi ini adalah
DM2t
= βot + β1DPDBt + β2DKURSt + β3DSBIt + β4DUPt + β5BPDBt
+ β6BKURSt + β7BSBIt + β8BUPt + Β9ECTt + e
Jika diuraikan dalam bentuk natural log akan berubah menjadi sebagai
berikut:
DLNM2t = βo + β1DLNPDBt + β2DLNKURSt + β3DLNSBIt + β4DLNUPt
+ β5BLNPDBt + β6BLNKURSt + β7BLNSBIt + β8BLNUPt + β
9ECTt
+e
Sehingga rumus ECM yang terbentuk untuk penelitia ini adalah
DLNM2 C DLNPDB DLNKURS DLNSBI DLNUP LNPDB(-1) LNKURS(-1)
LNSBI(-1) LNUP(-1) ECT
Ket : βo
= Konstanta (constant)
β1, …, β9 = Koefisien regresi variabel bebas
M2
= Jumlah Uang Beredar Arti Luas
PDB
= Produk Domestik Bruto
KURS
= Nilai Tukar
SBI
= Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
UP
= Uang Primer
e
= Error Term
t
= Periode Waktu
Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap
berikutnya yaitu uji ECT
6.
Uji Error Corection Term (ECT)
ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM. Nilai ECT
diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya dikurangi
variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah:
ECT = LNPDBt(-1)+LNKURSt(-1)+LNSBIt(-1)+LNUPt(-1)–LNM2 t(-1)
Jika variabel ECT positif dan signifikan 5% maka spesifikasi model sudah
sahih (valid) dan dapat menjelaskan variabel dependen.
E.
Operasional Variabel Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka
variable-variabel dalam penelitian ini, adalah:
1)
Variabel tak bebas :
Variabel tak bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel tak bebas berupa :

Jumlah uang beredar (M2) yaitu uang dalam arti luas yang terdiri
dari M1 ditambah uang kuasi.
2)
Variabel bebas :
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel tak bebas. Variabel bebas berupa :
 Pendapatan Nasional, diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB)
atas dasar harga konstan, seluruh output yang dihasilkan baik oleh
warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang ada di
Indonesia. PDB yang dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga
tetap.
 Nilai Tukar (Exchange Rate) adalah perbandingan dan hasil interaksi
antara dua buah mata uang. Dalam hal ini digunakan nilai tukar dolar
Amerika Serikat terhadap Rupiah atas dasar kurs tengah Rupiah yang
dihitung berdasarkan kurs jual beli yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
 Tingkat Suku Bunga (SBI) adalah suatu jumlah yang diterima atas
penggunaan sejumlah uang yang dipinjam untuk membiayai suatu
keperluan tertentu dalam jangka waktu tertentu oleh pihak lain. Tingkat
suku bunga yang diuangkan dalam penelitian ini adalah tingkat suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia.
 Uang primer atau base money merupakan inti dari proses penciptaan
uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral (Boediono,
1994). Uang primer terdiri atas uang kartal yang dipegang oleh bank
umum maupun masyarakat di luar Bank Indonesia dan kas negara serta
rekening giro bank-bank umum dan sektor swasta di Bank Indonesia.
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2)
Berdasarkan kepada ciri-ciri kegiatan perdagangan yang dijalankan dalam
berbagai masyarakat, perekonomian dapat dibedakan menjadi perekonomian
barter dan perekonomian uang. Perekonomian barter adalah suatu sistem kegiatan
ekonomi masyarakat di mana kegiatan produksi dan perdagangan masih sangat
sederhana, kegiatan tukar-menukar masih terbatas, dan jual beli dilakukan secara
pertukaran barang dengan barang atau barter.
Yang diartikan sebagai perekonomian uang adalah perekonomian yang
sudah menggunakan uang sebagai alat pertukaran dalam kegiatan perdagangan.
Semua negara di dunia saat ini sudah dapat digolongkan sebagai perekonomian
uang.
Peranan uang sangat penting, ini dapat dilihat dari memperhatikan
masalah-masalah yang akan dihadapi apabila perdagangan dijalankan secara
barter, yaitu diantaranya, penentuan harga sukar dilakukan; perekonomian barter
membatasi pilihan pembeli; menyulitkan pembayaran tertunda dan sukar
menyimpan kekayaan.
Menurut
Sadono
Sukirno
(2004:267),
uang
diciptakan
dalam
perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar-menukar dan
perdagangan. Selain untuk memperlancar kegiatan tukar-menukar, uang berfungsi
sebagai satuan nilai, alat pembayaran tertunda serta alat penyimpan nilai.
Jenis uang yang mula-mula sekali digunakan terdiri dari barang-barang
yang sangat dibutuhkan masyarakat dan yang banyak mereka gunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, penggunaan emas dan perak sebagai uang.
Emas dan perak mempunyai beberapa kelemahan, yaitu merupakan benda yang
berat; memerlukan tempat yang agak besar untuk menyimpan; sukar untuk
ditambah jumlahnya (Sadono Sukirno, 2004:273).
Untuk mengatasi permasalahan kelemahan-kelemahan dari pengunaaan
mata uang emas dan perak sebagai alat perantaraan dalam tukar menukar,
mulailah diperkenalkan jenis uang yang baru, yaitu uang kertas. Pada mulanya
uang kertas yang dikeluarkan digunakan untuk menggantikan sejumlah emas yang
dimiliki seseorang yang disimpan ke dalam sesuatu bank. Apabila seseorang
memiliki sejumlah uang emas, dan uang emas ini disimpan ke dalam sesuatu
bank, maka bank tersebut akan mengeluarkan uang kertas yang sama nilainya
dengan uang emas yang disimpan ke dalam bank tersebut.
Seiring perkembangan sektor keuangan, uang kertas yang sekarang
digunakan di berbagai negara bukanlah dikeluarkan oleh bank-bank umum tetapi
oleh bank sentral, yaitu bank yang bertindak sebagai bank untuk bank-bank
umum. Bank umum tidak diberi kekuasaan lagi oleh pemerintah untuk
mengeluarkan uang kertas. Uang yang diciptakan oleh bank umum dinamakan
uang giral atau uang bank atau rekening koran. Proses penciptaannya melalui
penciptaan tabungan giral (rekening koran).
Menurut Sadono Sukirno (2004:281), uang beredar adalah seluruh jumah
mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral ditambah
dengan uang giral dalam bank-bank umum.
Secara lebih ringkas, penawaran uang yang ada di Indonesia saat ini (Asfia
Murni. 2006; 158) adalah :
a.
Penawaran uang dalam arti sempit (narrow money), diberi simbol M1,
merupakan jumlah uang beredar yang sering digunakan untuk
keperluan transaksi, yang terdiri dari:
 Uang koin/logam dan uang kertas yang biasa disebut uang kartal.
 Uang giral atau uang bank, yaitu deposito yang terdapat di bankbank umum dan dapat dikeluarkan dengan menggunakan cek.
M1 = C + DD
Dimana : M1 = uang dalam arti sempit
C = currency, uang kartal
DD = Demand deposit, uang giral
b.
Penawaran uang dalam arti luas (broad money), diberi simbol M2,
yang terdiri dari M1 (uang logam, uang kertas, dan uang giral/cek)
ditambah dengan uang kuasi/near money. Near money adalah rekening
tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan/dicairkan dalam waktu
dekat. Contohnya deposito yang ditukar menjadi uang kontan atau
liquid, tanpa kehilangan nilainya.
Total penawaran uang atau jumlah uang beredar
M2 = M1 + Near Money
M2 = M1+ TD + SD
Dimana: M2 = uang dalam arti luas
M1= uang dalam arti sempit
TD = time deposits (deposito berjangka)
SD = saving deposits (saldo tabungan)
Variabel jumlah uang yang beredar yang digunakan adalah jumlah uang
beredar dalam arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian dalam satuan milyar
rupiah
M2
Milyar Rupiah
2500000
2000000
1500000
M2
1000000
Des-O9
Jun-O9
JanO9
Mar-O8
Sep-O8
Des-O7
Jun-O7
Jan-O7
Sep-O6
Mar-O6
Des-05
Jun-O5
0
Jan-O5
500000
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2) di Indonesia
Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah uang
beredar mengalami trend meningkat. Hal ini disebakan oleh beberapa faktor,
diantaranya, faktor domestik dalam bentuk kredit kepada sektor bisnis
mendominasi kinerja likuiditas perekonomian. Faktor eksternal yang tercermin
pada perkembangan aktiva luar negeri secara keseluruhan meningkat sejalan
dengan meningkatnya cadanga devisa yang bersumber dari penerimaan harga
minyak dunia (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007:98).
2.
Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang
dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu.
Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara
berkembang, barang dan jasa diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik
penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain.
Variabel yang digunakan adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh
seluruh masyarakat Indonesia (termasuk warga negara asing yang berada di
Indonesia) dalam tahun tertentu. Nilai barang dan jasa yang diukur adalah
berdasarkan harga konstan, yaitu sebagai berikut:
GDP Rill = GDP Nominal
GDP Deflator
 GDP nominal merupakan nilai produk dihitung berdasarkan harga yang
berlaku ketika produk itu dihasilkan. GDP nominal dihitung dengan
mengalikan kuantitas dengan harga pasar setiap tahun yang berubah-ubah.
 GDP riil merupakan nilai produk dihitung berdasarkan harga tahun
tertentu yang ditetapkan sebagai tahun dasar.
 GDP deflator merupakan nilai produk berdasarkan indeks harga. GDP
deflator dihitung dengan cara membagi GDP nominal dengan GDP riil.
PDB
Milyar Rupiah
600000
500000
400000
300000
PDB
200000
100000
0
6
8
7 O7
7
O5 O5 s-05 r-O
O9 O9
O8 O9
O6 O
O r-O
n- unp- Jan un- esp- an- un- esa
Ja
J
De Ma Se
J
J
J
M
D
Se
D
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia
Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa PDB terus
meningkat. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mulai membaik, terutama
disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat, membaiknya iklim investasi
dan tingginya permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Pada sisi penawaran,
kinerja pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya
pertumbuhan pada hampir seluruh sektor ekonomi. Namun iklim yang kondusif
tersebut tidak dapat bertahan lama, karena harga minyak semakin meroket
ditambah dengan krisis subprime mortage di AS dan gejala resesi dunia serta
gejala krisis pangan dunia. Hal ini nampak terjadi pelambatan pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada 2008.
3.
Nilai Tukar (KURS)
Menurut Sadono Sukirno (2000:197), kurs (nilai tukar) valuta asing
merupakan masalah suatu nilai yang menunjukan mata uang dalam negeri yang
diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.
Variabel nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS dinyatakan dalam ribuan rupiah/USD. Kurs yang digunakan adalah kurs rill,
dimana untuk melihat hubungan antara kurs riil dan kurs nominal, secara umum
perhitungannya sebagai berikut:
Kurs Riil = Kurs Nominal x Harga Barang Domestik
Harga Barang Luar Negeri
Puluhan Ribu Rupiah
KURS
14000
12000
10000
8000
KURS
6000
4000
2000
Ja
nO5
Ju
nO
De 5
s-0
M 5
ar
-O
Se 6
pO6
Ja
nO
Ju 7
nO
De 7
s-O
M 7
ar
-O
Se 8
pO8
Ja
nO
9
Ju
nO
De 9
s-O
9
0
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Dollar/KURS Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dapat diketahui bahwa selama tahun
2005 nilai tukar rupiah berfluktuasi dengan trend melemah, dan mencapai
puncaknya pada akhir agustus 2005. Pelemahan rupiah pada tahun 2005 tidak
terlepas dari pengaruh negatif faktor eksternal dan internal, yaitu melambungnya
harga minyak dunia, serta meningkatnya permintaan valuta asing terutama untuk
memenuhi impor dan pembayaran utang luar negeri. Setelah itu, rupiah
mengalami penguatan dan relatif stabil ada tahun 2006 dan 2007. Perkembangan
tersebut dipengaruhi oleh kondisi fundamental makroekonmi yang membaik, daya
tarik investasi keuangan di dalam negeri yang terjaga, serta perkembangan
ekonomi global yang relatif lebih kondusif. Setelah itu, rupiah memiliki
kecenderungan melemah pada akhir tahun 2008 akibat penularan krisis Subprime
mortgage di AS yang berdampak pada perekonomian domestik.
4.
Tingkat Suku Bunga (SBI)
Menurut Mankiw (2005:157), tingkat bunga adalah harga yang
menghubungkan masa kini dan masa depan serta merupakan variabel paling
penting diantara variabel-variabel makro ekonomi. Atau harga pasar yang
mentransfer sumber daya masa lalu dan masa depan atau merupakan hasil
tabungan dan biaya peminjaman (Mankiw, 2005:494)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek denan sistem diskonto. Tingkat bunga SBI menjadi perhatian
banyak pihak karena suku bunga SBI ini dijadikan patokan oleh perbankan
nasiona untuk menentukan tingkat suku bunganya. Selain itu, bunga SBI juga
mencerminkan pengetatan dan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank
Indonesia.
Dalam perhitungan tingkat suku bunga, biasanya digunakan persentase
(%) dari jumah yang dipinjam atau ditanamkan seseorang.
SBI
14
Persentase
12
10
8
SBI
6
4
2
0
8
6
5
7
7
5
9
6
7
9
8
9
O5 -O
s-0 ar-O p-O an-O un-O s-O ar-O p-O anO un-O s-O
nn
e
a
u
e
e
J
J
J
D
J
J
J
M
M
S
D
Se
De
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI)
Tahun 2005-2009
Berdasarkan Grafik pada gambar 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat suku
bunga pada semester II 2005 mulai meningkat. Peningkatan tingkat suku bunga
SBI adalah usaha pemerintah dalam menghadapi defisit neraca pembayaran
dengan menekan uang yang beredar dan menarik uang tersebut untuk
meningkatkan neraca pembayaran. Sedangkan menurunnya tingkat suku bunga
SBI pada tahun 2006 dan 2007 disebabkan karena neraca pembayaran Indonesia
pada tahun tersebut mencatat kinerja yang mantap. Sehingga pemerintah
menurunkan tingkat suku bunga untuk memberikan keleluasaan perekonomian
untuk berkembang dengan jalan memacu pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009, perekonomian Indonesia mengalami
tekanan yang cukup berat sebagai akibat ketidakpastian perekonomian global,
sehingga suku bunga kembali naik.
5.
Uang Primer
Uang primer atau base money (BM) merupakan inti dari proses penciptaan
uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral (Boediono, 1994).
Uang primer terdiri atas uang kartal yang dipegang oleh bank umum maupun
masyarakat di luar Bank Indonesia dan kas negara serta rekening giro bank-bank
umum dan sektor swasta di Bank Indonesia.
Milyar Rupiah
UP
500.000
450.000
400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
0.000
UP
6
7
6
7
O8 O8 nO9 -O9 -O9
O5
O5 s-05 r-O
O7 O
O
n- unn- un- es-O ar- epn
s
pa
e
a
a
e
Ja
J
J
D
J
J
Ju De
M
M
S
D
S
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.5 Perkembangan Uang Primer di Indonesia
Tahun 2005-2009
Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 dapat diketahui bahwa adanya
peningkatan uang primer pada tahun 2006 dan 2007 merupakan cermin dari
surplusnya neraca pembayaran pada tahun tersebut. Neraca pembayaran akan
mempengaruhi cadangan internasional dan pada akhirnya mempengaruhi base
money. Selain itu, rendah tingkat suku bunga pada tahun tersebut membuat bank
merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, akibatnya pelipat uang
meningkat.
B. Hasil Analisa
1. Hasil Uji Stasioneritas
Pengolahan data dilakukan secara elektronik yakni menggunakan
Microsoft Excel Windows 2007 dan Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan
hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Variabel bebas
(independent) yaitu pendapatan nasional (PDB), nilai tukar (KURS), tingkat suku
bunga (SBI), dan uang primer. Variabel terikat (dependent) yaitu jumlah uang
beredar dalam arti luas (M2).
Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji
stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah data natural log (ln) dari variabel-variabel tersebut, dimana ln
merupakan log dengan bilangan dasar bilangan alam yang berguna untuk
memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel
lain. Dimana log sendiri adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar
10 yang kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan.
Uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada
prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model
otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol
Ha : Data tersebut stasioner pada derajat Nol
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho
ditolak, data stasioner pada derajat Nol
 Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho
diterima, data tidak stasioner pada derajat Nol
Tabel 4.1
Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test Pada Tingkat Level
No.
Variabel
Level
Ho = Tidak Stasioner
ADFtest
CV 5%
Ha = Stasioner
1
lnJUB
-0.051542
-2.911730
Terima Ho
2
lnPDB
-0.542937
-2.915522
Terima Ho
3
lnKURS
-1.977639
-2.911730
Terima Ho
4
SBI
-2.181054
-2.912631
Terima Ho
5
lnUP
-1.830217
-2.912631
Terima Ho
Sumber: output EViews 6.0 (diolah)
Dari data yang diuji pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semua variabel
menunjukkan ketidakstasioneran pada Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan
Nilai Augmented Dickey-Fuller test lebih kecil dari Mac.Kinnon Critical Value
5% (ADFtest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho
diterima yaitu semua data tidak stasioner pada tingkat Level sehingga harus
dilanjutkan pada tingkat berikut sampai data menjadi stasioner yaitu dengan
menggunakan Uji Derajat Integrasi.
2. Hasil Uji Derajat Integrasi
Dalam uji akar unit ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak
stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses
diferensi ini disebut uji derajat integrasi.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order
diferensi ke berapa (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak
stasioner pada derajat nol (Insukindro, 1992).
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........ dan seterusnya.
Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan seterusnya.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Jika ADF test statistik > ADF table (critical value α = 5%) maka
Ho ditolak, data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan
seterusnya.
 Jika ADF test statistik <ADF table (critical value α = 5%) maka Ho
diterima, data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........dan
seterusnya.
Tabel 4.2
Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test pada First Difference
No.
Variabel
first difference
Ho = Tidak Stasioner
ADFtest
CV 5%
Ha = Stasioner
1
lnJUB
-6.105921
-2.923780
Tolak Ho
2
lnPDB
-3.430479
-2.915522
Tolak Ho
3
lnIHK
-6.298574
-2.93549
Tolak Ho
4
SBI
-3.059067
-2.912631
Tolak Ho
5
lnUP
-11.17062
-2.912631
Tolak Ho
Sumber: output EViews 6.0 (diolah)
Dari data yang diuji pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semua variabel
stasioner pada first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan Nilai
Augmented Dickey-Fuller test lebih besar dari Mac.Kinnon Critical Value
5% (ADFtest > CV 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak
yaitu semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, sehingga
tidak perlu dilanjutkan pada tingkat berikutnya (second difference) dan
pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi.
3. Hasil Uji Kointegrasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antar variabel bebas dan variabel tak bebasnya dalam jangka panjang.
Dari hasil Uji derajat integrasi didapat bahwa semua variabel stasioner
pada ordo yang sama, yaitu pada I(1) atau first differeence. Sehingga dapat
diuji apakah terdapat hubungan kointegrasi .
Dalam menentukan besarnya lag dalam uji DF dan ADF terdapat berbagai
metode yaitu metode trial & error (coba-coba) metode R2 tertinggi, metode AIC
atau Schwarz criterion terkecil, rekomendasi Sims, ataupun dengan 20 persen N
atau N1/3 yang berdasarkan pada pengalaman dimana N = observasi
Tabel 4.3
Hasil Uji Kointegrasi
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.167102
-2.605442
-1.946549
-1.613181
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Dari tabel 4.3 di atas ditunjukkan nilai ADFtest > CV 5%, yaitu -4.167 artinya
residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Hal ini
berarti terdapat hubungan yang signifikan (berkointegrasi) dalam jangka panjang
antara M2 dan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu PDB, KURS, SBI
dan uang primer.
4. Hasil Uji Asumsi Klasik
a). Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang
baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati
normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B
test.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: residual berdistribusi tidak normal
Ha: residual berdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (residual
berdistribusi normal)
 Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (residual
berdistribusi tidak normal)
14
Series: Residuals
Sample 2005M03 2009M12
Observations 58
12
10
8
6
4
2
0
-0.02
-0.01
0.00
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5.80e-18
0.000578
0.014434
-0.018733
0.006614
-0.227474
3.084196
Jarque-Bera
Probability
0.517327
0.772083
0.01
Gambar 4.6 Hasil uji normalitas
Dari diagram pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pada hasil uji
normalitas nilai probabilitas sebesar 0.772 lebih besar dari obs* R2 0.05. Hal ini
berarti Ho ditolak maka distribusi data normal.
b). Hasil Uji Linieritas
Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model
estimasi linier atau tidak linier.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: model tidak linier
Ha: model linier
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier)
 Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model
tidak linier)
Tabel 4.4
Hasil Uji Ramsey RESET Test
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
1.028782
1.255865
Prob. F(1,47)
Prob. Chi-Square(1)
0.3156
0.2624
Dari uji linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada tabel 4.4 , nilai
probabilitasnya adalah 0.2624 lebih besar dari α = 0.05, artinya tidak ada
permasalahan linieritas, maka Ho ditolak (model linier).
c). Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untu menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas.
Jika
terjadi
hubungan
linear
yang
sempurna
maka
terdapat problem
multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan
yang linear diantara variabel bebasnya. pengujian dilakukan dengan menggunakan
matriks korelasi (Correlation Matrix).
Dengan langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: Tidak bersifat Multikolinearitas
Ha: Bersifat Multikolinearitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat
multikolinearitas
 Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, tidak bersifat
multikolinieritas
Tabel 4.5
Hasil Uji Correlation Matrix
LNPDB
LNKURS
LNSBI
LNUP
LNPDB
1.000000
0.349836
-0.455449
0.797684
LNKURS
0.349836
1.000000
-0.037105
0.004977
LNSBI
-0.455449
-0.037105
1.000000
-0.233986
LNUP
0.797684
0.004977
-0.233986
1.000000
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada hasil uji Corelation Matrix tidak
terdapat nilai yang berada di atas 0.8, atau hubungan antara X1 dan X2 < 0.8. Hal
ini berarti Ho diterima, maka dalam model tidak bersifat multikolinearitas.
d). Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White.
Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis;
Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas
Ha: Terjadi Heteroskedastisitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas
 Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi
heteroskedatisitas
Tabel 4.6
Hasil Uji White Heteroskedasticity
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
0.962823
8.869493
6.330441
Prob. F(9,48)
Prob. Chi-Square(9)
Prob. Chi-Square(9)
0.4819
0.4494
0.7064
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas
sebesar 0.4494 dengan Obs*R2 yaitu 8.869 diatas 0.05. Hal ini berarti dalam
model tidak terjadi heteroskedastisitas atau berarti Ho diterima.
e). Hasil Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu
model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: Model tidak terdapat Autokorelasi
Ha: Terdapat Autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model
terdapat autokorelasi
 Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak
terdapat autokorelasi
Tabel 4.7
Hasil Uji Durbin-Watson
Ada
Tidak dapat
Tidak ada
diputuskan
autokorelasi
Tidak
Ada
dapat
autokorelasi
diputuskan
negatif
autokorelasi
positif
0
dl
1.10
du
1.54
2
4-du
2.46
4-dl
2.90
4
Dari tabel 4.7 pada tabel uji Durbin-Watson dapat dilihat bahwa nilai
Durbin-watson adalah sebesar 2.122. Hal ini berarti nilai Durbin-Watson berada
diantara 1.54 - 2.46. Hal ini juga berarti dalam model ini tidak terdapat adanya
autokorelasi karena sudah terletak antara 1.54 – 2.46, atau berarti Ho diterima.
Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada
tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier
(LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05
(Gujarati: 2006)
Hipotesis:
Ho: tidak terjadi Autokorelasi
Ha: Terjadi Autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, model terjadi autokorelasi
 Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, model tidak terjadi
autokorelasi
Tabel 4.8
Hasil Langrange Multiple Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.298494
0.366030
Prob. F(1,47)
Prob. Chi-Square(1)
0.5874
0.5452
Dari tabel 4.8 pada tabel uji LM dapat dilihat bahwa nilai probabilitas ChiSquare 0.5452 atau lebih besar dari α = 0.05. Hal ini berarti dalam model ini tidak
terjadi autokorelasi, atau berarti Ho diterima.
5. Hasil Uji Error Correction Model
Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang pada setiap
variabel, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error
Correction Model (ECM) untuk menganalisis model time series yang digunakan
untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan
jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji.
Tabel 4.9
Hasil Uji Model Regresi ECM
Dependent Variable: D(LNM2)
Method: Least Squares
Date: 12/06/10 Time: 06:28
Sample (adjusted): 2005M03 2009M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable
Coefficient
C
D(LNPDB)
D(LNKURS)
D(LNSBI)
D(LNUP)
LNPDB(-1)
LNKURS(-1)
LNSBI(-1)
LNUP(-1)
ECT
0.254863
0.389048
0.337969
0.024288
0.250426
-0.051211
0.031867
-0.003613
0.024480
0.472334
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.832338
0.800902
0.007207
0.002493
209.2849
26.47678
0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.269576 0.945420
0.104933 3.707584
0.036566 9.242653
0.023732 1.023424
0.018799 13.32120
0.030098 -1.701489
0.018250 1.746182
0.006043 -0.597946
0.011354 2.155996
0.067551 6.992244
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
Prob.
0.3492
0.0005
0.0000
0.3112
0.0000
0.0953
0.0872
0.5527
0.0361
0.0000
0.012920
0.016152
-6.871894
-6.516645
-6.733517
2.122465
C.
Interprestasi
Berdasarkan output data diolah hasil regresi ECM di dapat hasil
sebagai berikut:
D(LNM2)
=
0.25486290516
+
0.389047626961*D(LNPDB)
0.337968773102*D(LNKURS)
+
+
0.0242875441604*D(LNSBI) + 0.250425617549*D(LNUP) 0.0512113917293*LNPDB(-1)
+
0.0318674591737*LNKURS(-1) - 0.0036133673828*LNSBI(1) + 0.0244796976336*LNUP(-1) + 0.472333772483*ECT
Keterangan:
D(LNM2)
= Perubahan M2 periode t
D(LNPDB)
= Perubahan Produk Domestik Bruto periode t
D(LNKURS)
= Perubahan Nilai Tukar periode t
D(LNSBI)
= Perubahan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
periode t
D(LNUP)
= Perubahan Uang Primer periode t
LNPDB(-1)
= Produk Domestik Bruto t-1
LNKURS(-1)
= Nilai Tukar t-1
LNSBI(-1)
= Bunga Setifikat Bank Indonesia t-1
LNUP(-1)
= Uang primer
t-1
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara rinci mengenai hasil
pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Produk Domestik Bruto dan Jumlah Uang Beredar M2
Variabel PDB dalam jangka pendek berhubungan positif dan signifikan.
Sedangkan dalam jangka panjang variabel PDB berhubungan negatif dan tidak
signifikan.
D(LNPDB) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 3.707. Nilai tersebut
lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0005, berarti variabel PDB
signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa
terdapat hubungan jangka pendek antara variabel PDB dan M2.
Dan pada LNPDB(-1) nilai t-statistik sebesar -1.7014. Nilai tersebut lebih
kecil dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0953, berarti variabel PDB tidak
signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa
tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel PDB dan M2
2) Kurs Rupiah Terhadap USD dan M2
Variabel kurs dalam jangka pendek berpengaruh positif dan signifikan
sesuai dengan hipotesa. Koefisien regresi sebesar 0.337 dalam persamaan jangka
pendek menunjukan bahwa kenaikan atau penguatan rupiah satu persen terhadap
dollar akan meningkatkan uang beredar sebesar 0.337 persen. Sedangkan dalam
dalam jangka panjang variabel kurs menunjukan pengaruh yang positif namun
tidak signifikan.
D(LNKURS) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 9.242. Nilai ini lebih
besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0000, berarti variabel kurs signifikan
pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa terdapat
hubungan jangka pendek antara variabel kurs dan M2
Sedangkan pada LNKURS(-1) nilai t-statistik sebesar 1.746. Nilai ini
lebih kecil dari 2 dan probabilitasnya 0.0872, berarti variabel kurs tidak signifikan
pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak
terdapat hubungan jangka panjang antara variabel kurs dan M2.
3). Tingkat Suku Bunga SBI dan M2
Variabel SBI dalam jangka pendek berpengaruh positif dan tidak
signifikan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel SBI berpengaruh negatif
dan tidak signifikan.
D(LNSBI) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 1.023. Nilai ini lebih kecil
dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.3112, berarti variabel SBI tidak signifikan
pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak
terdapat hubungan jangka pendek antara variabel SBI dan M2
Sedangkan pada LNSBI(-1) nilai t-statistik sebesar -0.597. Nilai ini lebih
kecil dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.5527, berarti variabel SBI tidak
signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa
tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel SBI dan M2.
4). Uang Primer dan M2
Variabel uang primer dalam jangka pendek maupun jangka panjang
berpengaruh positif dan signifikan sesuai dengan hipotesa. Koefisien regresi
sebesar 0.250 dalam persamaan jangka pendek menunjukan bahwa kenaikan uang
primer satu persen akan meningkatkan uang beredar sebesar 0.250 persen.
Sedangkan dalam persamaan jangka panjang, koefisien regresi sebesar 0.024
dimana apabila uang primer naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan
uang beredar sebesar 0.024 persen.
D(LNUP) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 13.323. Nilai ini lebih
besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0000, berarti variabel uang primer
signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa
terdapat hubungan jangka pendek antara variabel dan M2
Sedangkan pada LNUP (-1) nilai t-statistik sebesar 2.155. Nilai ini sudah
lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0063, berarti variabel uang primer
signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa
terdapat hubungan jangka panjang antara variabel uang primer dan M2.
Hasil pengujian pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai koefisien ECT
sudah terletak antara 0 dan 1. Nilai koefisiennya adalah 0.472 atau mendekati 1,
sehingga speed of adjustment dari jangka pendek menuju jangka panjang berjalan
relatif lambat. Dapat dilihat nilat t-statistiknya lebih dari 2 yaitu 6.992 dengan
probabilitas 0.0000. Hal ini berarti ECT sudah signifikan pada tingkat
kepercayaan α=0.05. Oleh karena itu model dari pengujian ECM ini sudah dapat
dikatakan baik.
Dari koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R-squared dapat
dilihat sebesar 0.832. Hal tersebut berarti bahwa sebesar 83% variabel dapat
dijelaskan oleh variasi variabel-variabel PDB, KURS, SBI dan uang primer.
Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Disamping itu Fstatistik signifikan sebesar 0.0000 pada tingkat kepercayaan α=0.05.
Analisa Ekonomi
Hasil analisa menunjukan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB)
terhadap jumlah uang beredar (M2) dalam jangka pendek berpengaruh positif dan
signifikan. Sedangkan dalam jangka panjang, berpengaruh negatif dan tidak
signifikan.
Peningkatan pendapatan suatu negara akan mempengaruhi posisi neraca
pembayaran, terutama peningkatan yang berasal dari ekspor atau atau
perdagangan luar negeri. Peningkatan ini (yang menandakan adanya surplus)
biasanya disimpan sebagai cadangan internasional. Cadangan internasional yang
meningkat akan menambah jumlah base money yang secara langsung
meningkatkan jumlah uang beredar. Dalam kondisi keseimbangan dimana
penawaran uang sama dengan permintaanya, kenaikan jumlah uang beredar akibat
naiknya pendapatan dapat juga menggambarkan adanya kecenderungan masarakat
memenuhi tiga motif dalam teori preferensi likuiditas Keynes. Terutama motif
transaksi dan berjaga-jaga yang sangat dipengaruhi oleh income seseorang.
Variabel nilai tukar terhadap jumlah uang beredar (M2) dalam jangka pendek
berpengaruh positif dan signifikan, sesuai dengan hipotesa. Sedangkan dalam
jangka panjang berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Berpengaruhnya nilai tukar (KURS) terhadap jumlah uang beredar secara
positif dan signifikan menunjukan melemahnya neraca pembayaran akibat
melambungnya harga minyak dunia dan krisis subprime mortgage di AS serta
meningkatnya permintaan valuta asing untuk memenuhi kebutuhan impor dan
pembayaran utang luar negeri. Hal ini menyebabkan terdepresiasinya nilai tukar
rupiah. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini yaitu menyelamatkan
cadangan devisa dengan mengadakan penjualan mata uang rupiah dan melakukan
pembelian valuta asing seperti Dollar AS. Penambahan jumlah Dollar AS akan
meningkatkan cadangan internasional dan jumlah base money sehingga dengan
sendirinya akan meningkatkan jumlah uang beredar.
Variabel tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah uang beredar (M2)
menunjukan pengaruh yang tidak signifikan baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pengaruh negatif yang ditunjukan pada jangka panjang menunjukan
bahwa pada suku bunga yang rendah masyarakat akan lebih suka memegang uang
dari membeli harta-harta keuangan. Masyarakat akan merasa bahwa hasil
(pendapatan dari bunga) tidak cukup menarik, oleh karenanya lebih baiklah
memegang uang. Sebaliknya, pada ketika suku bunga tinggi, masyarakat akan
merasa rugi memegang uang karena tidak akan mengahasilkan pendapatan.
Variabel uang primer menunjukan pengaruh yang signifikan baik jangka
pendek maupun jangka panjang dalam mempengaruhi jumlah uang beredar. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor: Keadaan neraca pembayaran (surplus atau
defisit) yang akan mempengaruhi cadangan internasional. Hal ini akan turut pula
mempengaruhi uang inti yang tersedia di masyarakat, sehingga uang beredar
berfluktuasi; Perubahan kredit langsung Bank Indonesia melalui tingkat discount
rate. Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk
menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan
dana bank sentral untuk memenuhi likuiditasnya yang tak terduga karena cara itu
menjadi terlalu mahal, akibatnya jumlah uang beredar menurun, begitupun
sebaliknya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi dan model ECM (Error
Correction Model) tentang pengaruh pendapatan nasional (PDB), nilai tukar
(KURS), tingkat suku bunga (SBI) dan uang primer terhadap jumlah uang beredar
(M2) periode 2005.1-2009.12, maka dapat ditarik kesimpuan sebagai berikut:
1. Dalam jangka pendek menunjukan bahwa variabel pendapatan nasional,
nilai tukar, uang primer berpengaruh signifikan terhadap jumlah uang
beredar. Sedangkan tingkat suku bunga SBI tidak signifikan. Dalam
jangka panjang menunjukkan bahwa hanya variabel uang primer yang
signifikan, sementara variabel pendapatan masional, nilai tukar, dan
tingkat suku bunga tidak signifikan mempengaruhi jumlah uang beredar
(M2).
2. Variabel pendapatan nasional dalam jangka pendek menunjukan hasil
yang signifkan dan memiliki pengaruh yang positif. Sementara dalam
jangka panjang, variabel pendapatan nasional menunjukan hasil yang tidak
signifikan.
Peningkatan pendapatan suatu negara akan mempengaruhi posisi neraca
pembayaran, terutama peningkatan yang berasal dari ekspor atau atau
perdagangan luar negeri. Peningkatan ini (yang menandakan adanya
surplus) biasanya disimpan sebagai cadangan internasional. Cadangan
internasional yang meningkat akan menambah jumlah base money yang
secara langsung meningkatkan jumlah uang beredar. Dalam kondisi
keseimbangan dimana penawaran uang sama dengan permintaanya,
kenaikan jumlah uang beredar akibat naiknya pendapatan dapat juga
menggambarkan adanya kecenderungan masyarakat memenuhi tiga motif
dalam teori preferensi likuiditas Keynes. Terutama motif transaksi dan
berjaga-jaga yang sangat dipengaruhi oleh income seseorang.
3. Variabel nilai tukar jangka pendek signifikan dan berpengaruh positif,
sesuai hipotesa. Sementara dalam jangka panjang berpengaruh positif
namun tidak signifikan. Fluktuasi nilai tukar akan mendorong pemerintah
melakukan intervensi dalam pasar valuta asing. Untuk menjaga kestabilan
nilai rupiah, pemerintah (bank sentral) dapat mengadakan penjualan mata
uang Rupiah dengan melakukan pembelian valuta asing seperti Dollar AS.
Penambahan jumlah Dollar AS akan meningkatkan cadangan internasional
dan jumlah base money sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan
jumlah uang beredar.
4. Variabel suku bunga SBI dalam jangka pendek dan jangka panjang
menunjukan hasil yang tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain : pelaku ekonomi tidak mengantisipasi
perubahan jumlah uang beredar pada periode yang sama melainkan pada
periode berikutnya, belum terintegrasinya sektor riil dengan sektor
moneter. Selain itu melalui pembelian Sertifikat Bank Indonesia, sesuai
suku bunga berlaku, bank-bank umum memiliki cadangan lebih banyak
untuk dipinjamkan. Namun, dalam masa krisis terbukti bahwa bank-bank
umum
tidak
mampu
melaksanakan
tugasnya
sebagai
lembaga
intermediasi, dimana sektor perbankan kesulitan menyalurkan dana pihak
ketiga menjadi kredit karena sektor riil belum memberikan kepastian
usaha.
5. Variabel uang primer dalam jangka pendek dan jangka panjang signifikan
dan positif. Hal ini disebabkan oleh keadaan neraca pembayaran (surplus
atau defisit), dimana neraca pembayaran akan mempengaruhi cadangan
internasional dan pada akhirnya mempengaruhi base money dan jumlah
uang beredar. Selain neraca pembayaran, uang primer dapat disebabkan
oleh perubahan kredit langsung Bank Indonesia melalui tingkat discount
rate. Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk
menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu
mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi likuiditasnya yang tak
terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal, akibatnya jumlah uang
beredar menurun, begitupun sebaliknya.
B.
IMPLIKASI DAN SARAN
1. Untuk menjaga pertumbuhan uang beredar agar tetap stabil pemerintah
harus terus mengupayakan peningkatan pendapatan PDB riil atau
pendapatan nasional secara umum. Salah satunya dapat dilakukan melalui
peningkatan
produktivitas
dari
setiap
sektor.
Dengan
demikian
peningkatan uang beredar dapat diimbangi oleh PDB sehingga mengurangi
risiko inflasi tinggi.
2. Mempertimbangkan besarnya tekanan depresiasi rupiah yang dapat
mengganggu kestabilan makroekonomi, Bank Indonesia selaku otoritas
moneter dapat menempuh beberapa langkah kebijakan terkait dengan
upaya stabilisasi nilai tukar. Kebijakan moneter cenderung ketat melalui
peningkatan BI rate maupun pengoptimalan penggunaan instrumen
moneter kontraksi, yaitu peningkatan GWM (Giro Wajib Minimum) dapat
membawa dampak positif terhadap nilai tukar rupiah, yaitu meredanya
aksi beli valuta asing oleh masyarakat dan memperbaiki daya saing
perbankan domestik terutama dalam upaya menarik devisa hasil ekspor
yang dapat menambah pasokan valuta asing, pada gilirannya mendorong
apresiasi rupiah.
3. Penguatan neraca pembayaran, yang tercermin pada peningkatan cadangan
devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi domestik. Dalam hal ini, pemerintah dapat mendorong
peningkatan ekspor, yaitu melalui pengembangan promosi dagang dan
peningkatan kualitas dan desain produk ekspor. Di bidang pariwisata,
dapat dilakukannya pengembangan sarana dan prasarana promosi
pariwisata serta pengembangan destinasi pariwisata unggulan berbasis
alam, sejarah, budaya, dan olahraga.
4. Tidak responsifnya posisi uang beredar terhadap berbagai kebijakan suku
bunga dalam jangka pendek maupun jangka panjang menunjukan bahwa
fungsi intermediasi perbankan Indonesia masih perlu diperbaiki. Sektor
perbankan dapat menyalurkan dana pihak ketiga menjadi kredit kepada
sektor riil dengan mempertimbangkan standar kelayakan menerima kredit,
yaitu memenuhi kriteria prudential yang basic 5C, antara lain character,
capacity dan lain-lain.
5. Pengendalian base money bisa dilakukan melalui operasi pasar terbuka
dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga seperti obligasi
ke/dari masyarakat melalui bank-bank umum (commercial bank).
Penjualan surat-surat berharga seperti obligasi dilakukan pemerintah jika
di masyarakat terjadi kelebihan jumlah uang beredar
terutama dalam
bentuk uang giral yaitu pada masa inflasi. Sebaliknya jika di masyarakat
terjadi kekurangan jumlah uang beredar atau pada masa resesi, pemerintah
dapat membeli kembali obligasi-obligasi yang pernah ditawarkan ke
masyarakat melalui bank-bank umum. Selain itu, dengan cara menaikkan
atau menurunkan tingkat bunga dan atau tingkat diskonto. Tingkat bunga
dinaikkan apabila kondisi ekonomi mengalami inflasi. Namun apabila
perekonomian dalam keadaan resesi, tingkat bunga diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2001). Ekonomi Pembangunan edisi keempat, Aditya Media:
Yogyakarta.
Atmadja, Adwin Surja. (2002). Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Dollar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar
Mengambang Bebas di Indonesia, Jurnal Akuntansi & Keuangan vol.4,
no. 1, 69-78 Mei 2002.
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (beberapa edisi).
____________ Laporan Perekonomian Indonesia. (beberapa edisi)
Boediono. (1992). Ekonomi Moneter edisi ketiga, BPFE: Yogyakarta.
Dhani Agung Darmawan. Analisis Permintaan Uang kuasi di Indonesia Periode
1983-2005: Pendekatan Error Correction Model (ECM), Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan, XIII (2). 2005.
Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia, Erlangga: Yogyakarta.
Edalmen. (1999). Penerapan Kurs Tetap dan Kurs Bebas Dalam Menentukan
Keseimbangan Nilai Tukar Mata Uang. Jurnal Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas Tarumanegara, Th. VI/01/1999.
Endri. (2002). Analisis Faktor-Faktor Fundamental Pergerakan Nilai Tukar
Rupiah, Perbanas Finance& Banking Journal, vol.4 No.1 Desember
2002.
Eric. E. Haas. (2004). Mutual Fund Expense Ratios : How High Is Too High,
Journal Financial Planning, September 2004.
Gujarati, Damodar. (1995). Basic Ekonometric, McGraw Hill: Singapura
Hamid, Abdul. (2007). Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Hamja, Yahya, Modul I Ekonometrika, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
____________ Modul II Ekonometrika, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Hariyanti, Dini. Analisa Variabel Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar di
Indonesia Pendekatan Error Correction Model (Periode 1988.1-2000.1).
Media Ekonomi Vol.7 No. 2, hal. 138-155. 2001
Judiseno, Rimsky. (2005). Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia,
Gramedia: Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana
meneliti dan Menulis Tesis?. Erlangga: Jakarta.
M.Y. Dedi Haryanto dan riyanto. (2007). Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia dan Nilai Kurs Terhadap Risiko Sistematika Saham Perusahaan
di BEJ, Jurnal Keuangan dan bisnis, Maret 2007.
Mandala, Manurung dan Rahardja, Prathama. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi dan Makroekonomi) edisi ketiga, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. (2002). Principle of Economics edisi 3, Thomson, Edisi
Indonesia. Erlangga: Jakarta.
_________________. (2003). Macroekonomics edisi 5, Harvard University, Edisi
Indonesia. Erlangga: Jakarta.
Murni, Asfia. (2006). Ekonomika Makro, PT. Refika Aditama:Bandung.
Nilawati. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Angka
Pengganda Uang Terhadap Perkembangan Jumlah Uang Beredar di
Indonesia, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, Agustus 2000. Hal. 64-72.
Nordhaus, Samuelson. (2004). Ilmu ekonomi makro, edisi 17. PT. Media Edukasi.
Prayitno, Lily. Sandjaya, Heny. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Jumlah Uang Beredar di Indonesia; Sebuah Anlisis Ekonometrika, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 4. No. 1, Maret 2002. Hal. 46-55.
Rodoni, Ahmad. (2004). Statistik Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN
Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Santoso, Singgih. (2003). Buku Latihan SPSS Statistik Versi 10,6, PT. Elek Media
Komputer : Jakarta.
Soenhadji, Iman Murtono. Jumlah Uang Beredar Dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi, Jurnal Ekonomi & Bisnis. No. 2. Jilid 8. 2003.
Sukirno, Sadono. (2000). Makroekonomi Modern, PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
______________ (2004). Pengantar Teori Makroekonomi edisi ketiga, PT. Raja
Grafindo: Jakarta.
Suleman, DKK. An Empirical Investigation Between Money Supply Government
Expenditure, Output&Prices : The Pakistan Evidence, European Journal
of Economic, Finance and Administrative Sciences.2009.
Suseno, Hadi. Analisis Variabel Ekonomi yang Mempengaruhi Jumlah Uang
Yang Beredar di Indonesia. Ventura. Vol. 9. Hal. 31-44. 2006
Tambunan, Tulus. (2001). Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia: Jakarta.
Yustika, Ahmad, Erani. (2006), “Perekonomian Indonesia, Deskripsi, Preskripsi
dan Kebijakan”, Malang: Bayumedia.
Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Ekonisia FE UII: Yogyakarta.
Zilal Hamzah, Muhammad. (2006). Pengaruh Uang Beredar, Pengeluaran
Pemerintah, Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia: Pendekatan
Error Correction Model (ECM). Jurnal Kebijakan Ekonomi,Vol. 2, No. 1
Agustus 2006.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Variabel Penelitian
Periode
M2
PDB
KURS
SBI
UP
2005.1
1015874
421018
9165
7.42
189.972
2
1012144
424010
9260
7.43
186.308
3
1020693
427003
9480
7.44
191.381
4
1044253
430039
9570
7.7
189.385
5
1046192
433075
9495
7.95
195.994
6
1073746
436110
9713
8.25
205.279
7
1088376
440237
9819
8.49
200.862
8
1115874
444364
10240
9.51
208.147
9
1150451
448493
10310
10
240.876
10
1165741
445346
10090
11
267.996
11
1168267
442199
10035
12.25
245.446
2005.12
1203215
439051
9830
12.75
269.971
2006.1
1190834
442201
9395
12.75
244.797
2
1193864
445351
9230
12.74
242.824
3
1195067
448501
9075
12.73
245.867
4
1198013
451592
8775
12.74
243.804
5
1237504
454683
9220
12.5
261.81
6
1253757
457775
9300
12.5
269.53
7
1248236
463533
9070
12.25
266.899
8
1270378
469291
9100
11.75
270.722
9
1291396
475049
9235
11.25
282.547
10
1325658
472025
9110
10.75
321.354
11
1338555
469001
9165
10.25
294.834
2006.12
1382073
465977
9020
9.75
346.492
Periode
M2
PDB
KURS
SBI
UP
2007.1
1363907
469162
9090
9.5
313.759
2
1366820
472347
9160
9.25
319.856
3
1375947
475533
9118
9
299.156
4
1383577
466344
9083
9
302.634
5
1393097
457195
8828
8.75
304.297
6
1451974
448025
9054
8.75
319.758
7
1472952
467406
9186
8.25
310.251
8
1487541
486787
9410
8.25
326.119
9
1512756
506168
9137
8.25
323.710
10
1530145
501901
9103
8.25
345.714
11
1556200
497634
9376
8.2
344.831
2007.12
1643203
493365
9419
8.2
438.460
2008.1
1588962
497309
9291
8
332.437
2
1596090
501253
9051
7.93
322
3
1586795
505198
9217
7.96
325.044
4
1608874
509855
9234
7.99
324.186
5
1636383
514512
9318
8.31
333.996
6
1699480
519170
9225
8.73
349.649
7
1679020
525646
9118
9.13
346.593
8
1675431
532122
9153
9.28
343.631
9
1768250
538599
9378
9.71
392.136
10
1802932
532182
10995
10.98
307.46
11
1841163
525765
12151
11.24
306.773
2008.12
1883851
519349
10950
10.83
344.688
2009.1
1874145
522255
11355
9.5
314.662
Periode
M2
PDB
KURS
SBI
UP
2009.2
1900208
525161
11980
8.74
303.777
3
1916752
528066
11575
8.21
304.718
4
1912623
532165
10713
7.59
308.277
5
1927070
536264
10340
7.25
309.232
6
1977533
540364
10225
6.95
322.994
7
1963180
547244
9920
6.71
322.85
8
1995294
554124
10060
6.58
324.662
9
2018031
561003
9681
6.48
354.297
10
2021517
556516
9545
6.49
364.869
11
2062206
552029
9480
6.47
376.978
2009.12
2141384
547543
9400
6.46
402.119
Lampiran 2 Hasil Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level
Hasil Uji Stasioneritas LNM2 Pada Tingkat Level
Null Hypothesis: LNM2 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-0.051542
0.9494
Test critical values:
1% level
-3.546099
5% level
-2.911730
10% level
-2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Stasioneritas LNPDB Pada Tingkat Level
Null Hypothesis: LNPDB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-0.542937
0.8742
Test critical values:
1% level
-3.555023
5% level
-2.915522
10% level
-2.595565
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Stasioneritas LNKURS Pada Tingkat Level
Null Hypothesis: LNKURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.977639
0.2957
Test critical values:
1% level
-3.546099
5% level
-2.911730
10% level
-2.593551
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Stasioneritas LNSBI pada Tingkat Level
Null Hypothesis: LNSBI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-2.067679
0.2582
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Stasioneritas LNUP Pada Tingkat Level
Null Hypothesis: LNUP has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-1.830217
0.3626
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 3 Hasil Uji Derajat Integrasi Pada Tingkat First Difference dan
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Uji Derajat Integrasi LNM2 Pada Tingkat First Difference
Null Hypothesis: D(LNM2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-8.823127
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Derajat Integrasi LNPDB Pada Tingkat First Difference
Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-3.430479
0.0140
Test critical values:
1% level
-3.555023
5% level
-2.915522
10% level
-2.595565
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Derajat Integrasi LNKURS Pada Tingkat First Difference
Null Hypothesis: D(LNKURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.298574
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.550396
5% level
-2.913549
10% level
-2.594521
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Derajat Integrasi LNSBI Pada Tingkat First Difference
Null Hypothesis: D(LNSBI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-2.999593
0.0408
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Derajat Integrasi LNUP Pada Tingkat First Difference
Null Hypothesis: D(LNUP) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-11.17062
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: KOIN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.167102
0.0001
Test critical values:
1% level
-2.605442
5% level
-1.946549
10% level
-1.613181
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Lampiran 4 Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil Uji Regresi Berganda
Dependent Variable: LNM2
Method: Least Squares
Date: 12/06/10 Time: 06:27
Sample: 2005M01 2009M12
Included observations: 60
Variable
Coefficient
C
-13.09948
LNPDB
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1.317360 -9.943737
0.0000
1.606927
0.141692
11.34099
0.0000
LNKURS
0.490863
0.085859
5.717100
0.0000
LNSBI
-0.093577
0.029832 -3.136804
0.0027
LNUP
0.345543
0.049853
0.0000
R-squared
0.971533
Mean dependent var
14.19594
Adjusted R-squared
0.969462
S.D. dependent var
0.218257
S.E. of regression
0.038140
Akaike info criterion -3.615429
Sum squared resid
0.080008
Schwarz criterion
Log likelihood
113.4629
Hannan-Quinn criter. -3.547161
F-statistic
469.2607
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.000000
6.931300
-3.440900
0.553176
Hasil Uji Normalitas
14
Series: Residuals
Sample 2005M03 2009M12
Observations 58
12
10
8
6
4
2
0
-0.02
-0.01
0.00
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
5.80e-18
0.000578
0.014434
-0.018733
0.006614
-0.227474
3.084196
Jarque-Bera
Probability
0.517327
0.772083
0.01
Hasil Uji Linieritas
Ramsey RESET Test:
F-statistic
1.028782
Prob. F(1,47)
0.3156
Log likelihood ratio
1.255865
Prob. Chi-Square(1)
0.2624
Hasil Uji Multikolinearitas
LNPDB
LNKURS
LNSBI
LNUP
LNPDB
1.000000
0.349836
-0.455449
0.797684
LNKURS
0.349836
1.000000
-0.037105
0.004977
LNSBI
-0.455449
-0.037105
1.000000
-0.233986
LNUP
0.797684
0.004977
-0.233986
1.000000
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
0.962823
Prob. F(9,48)
0.4819
Obs*R-squared
8.869493
Prob. Chi-Square(9)
0.4494
Scaled explained SS
6.330441
Prob. Chi-Square(9)
0.7064
Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.298494
Prob. F(1,47)
0.5874
Obs*R-squared
0.366030
Prob. Chi-Square(1)
0.5452
Lampiran 5 Hasil Uji Error Correction Model (ECM)
Dependent Variable: D(LNM2)
Method: Least Squares
Date: 12/06/10 Time: 11:45
Sample (adjusted): 2005M03 2009M12
Included observations: 58 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
0.254863
0.269576
0.945420
0.3492
D(LNPDB)
0.389048
0.104933
3.707584
0.0005
D(LNKURS)
0.337969
0.036566
9.242653
0.0000
D(LNSBI)
0.024288
0.023732
1.023424
0.3112
D(LNUP)
0.250426
0.018799
13.32120
0.0000
LNPDB(-1)
-0.051211
0.030098 -1.701489
0.0953
LNKURS(-1)
0.031867
0.018250
1.746182
0.0872
LNSBI(-1)
-0.003613
0.006043 -0.597946
0.5527
LNUP(-1)
0.024480
0.011354
2.155996
0.0361
ECT
0.472334
0.067551
6.992244
0.0000
R-squared
0.832338
Mean dependent var
0.012920
Adjusted R-squared
0.800902
S.D. dependent var
0.016152
S.E. of regression
0.007207
Akaike info criterion -6.871894
Sum squared resid
0.002493
Schwarz criterion
Log likelihood
209.2849
Hannan-Quinn criter. -6.733517
F-statistic
26.47678
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.000000
-6.516645
2.122465
Download