ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun Oleh : SAFITRI DAMAYANTI 106084002759 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : Safitri Damayanti 106084002759 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Fahmi Wibawa, SE., MBA Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203 200112 1003 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M Hari ini Jum’at Tanggal 3 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Safitri Damayanti NIM: 106084002759 dengan judul skripsi “ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 3 September 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Drs. Lukman M. Si Ketua M. Hartana I. Putra M.Si Sekretaris Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji Ahli Hari ini Rabu Tanggal Lima Belas Desember Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Safitri Damayanti NIM: 106084002759 dengan judul Skripsi “ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 15 Desember 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Fahmi Wibawa, SE, MBA Ketua Sekretaris Dr. Yahya Hamja, SE, MM M. Hartana I. Putra M.Si Penguji Ahli I Penguji Ahli II Utami Baroroh, M.Si Penguji Seminar Proposal SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama Mahasiswa : Safitri Damayanti NIM : 106084002759 Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya. Jakarta, 6 Desember 2010 (Safitri Damayanti) DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi a. b. c. d. Nama : Tempat/Tanggal Lahir: Agama : Alamat : : : Safitri Damayanti Jakarta, 24 Februari 1988 Islam Komp. Dep-Kes Blok C2/11 RT. 002/011 Sawah Lama Ciputat Tangerang Selatan 15413 021 940 71231 / 0857 15800 588 [email protected] a. Tahun 1993 - 1994 : TK PWKI Jakarta b. Tahun 1994 - 2000 : SD Negeri Kp. Sawah 2 Ciputat c. Tahun 2000 - 2003 : SLTP Negeri 2 Ciputat d. Tahun 2003 - 2006 : SMA Negeri 2 Ciputat e. Tahun 2006 – 2010 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta e. Telepon f. Email Pendidikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (Ekonomi Pembangunan). Latar belakang Keluarga a. Ayah : Tri Wiyarto b. Ibu : Siti Munarsih c. Saudara Kandung : Budi Setiawan g. Alamat : Komp. Dep-Kes Blok C2/11 RT. 002/011 Sawah Lama Ciputat Tangerang Selatan 15413 : Bendahara BEMJ IESP Pengalaman Organisasi Tahun 2007 – 2008 ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA By : Safitri Damayanti ABSTRACT Money supply plays an important role in modern economics. Therefore, its growth and condition must be well monitored. Money supply itself has a close relationship to inflation, that is, a routine economic problem in developing countries. This research has an objective to analyze the influence of some economic variables on money supply (broad money) in the period of 2005.12009.12, by using ECM. It analyzes the influence of Gross Domestic Products (GDP), exchange rate between US dollar and rupiah, interest rate of Sertifikat Bank Indonesia (SBI) and base money on money supply in short and long run. The result shows that, in short run, Gross domestic products, exchange rate and base money have a positive and significant influence on money supply. And interest rate show insignificant influence on money supply. In the long run, just base money show significant influence on money supply. Key Words : Money supply, Gross Domestic Products (GDP), exchange rate, interest rate of Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Base Money, Error Correction Model (ECM) ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA Oleh : Safitri Damayanti ABSTRAK Uang Beredar memainkan peran penting dalam ekonomi modern. Oleh karena itu, pertumbuhan dan kondisinya harus dipantau dengan baik. Uang beredar itu sendiri memiliki hubungan dekat dengan inflasi, yaitu masalah ekonomi rutin di negara-negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel ekonomi terhadap jumlah uang beredar (uang beredar dalam arti luas) pada periode 2005.1-2009.12, dengan menggunakan ECM. Hal ini menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar antara dolar AS dan rupiah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan uang primer berdasarkan jumlah uang beredar dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dalam jangka pendek, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar dan uang primer memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Dan tingkat suku bunga (SBI) menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar. Dalam jangka panjang, hanya uang primer yang menunjukan pengaruh signifikan terhadap jumlah uang beredar. Kata Kunci: Uang beredar, Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), uang primer, model koreksi kesalahan (ECM) KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim… Alhamdulillahirabbilalamin… Segala puji dan rasa syukur hanyalah milik Allah SWT, yang memiliki segala keagungan, maha pencipta semua yang ada di langit dan di bumi, sumber semua ilmu pengetahuan, serta maha pembuka pintu rahmat bagi semua hambahambaNya, sehingga nikmat terbesarpun telah penulis rasakan akan keagunganNya, izinNya dan atas semua kemudahan yang telah dibukakan bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang menjadi suri teladan bagi seluruh umat, segenap keluarga, sahabat, pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalan Allah. Setelah melalui proses dan dengan segala usaha, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul, “ANALISIS VARIABEL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA” Dalam skripsi ini, terkadang penulis menghadapi hambatan yang memang menjadi bagian dari suatu perjuangan untuk mencapai sebuah tujuan, namun penulis menyadari bahwa ini merupakan proses yang harus dijalani. Oleh karena itu banyak pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis sehingga membukakan kebuntuan yang penulis alami. Atas segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, secara spiritual maupun materil. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orang tuaku, Tri Wiyarto dan Siti Munarsih, skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian, terima kasih telah membesarkan penulis dengan penuh kesabaran, memberikan kasih sayang yang tulus, dukungan, motivasi serta doa yang tidak pernah putus. I love you ma, pak, doaku selalu menyertai kalian, semoga Allah membalas semua kesabaran mama dan bapak. Allah sayang mama dan bapak. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang secara tidak langsung mengajarkan penulis bagaimana menjadi seorang ekonom yang baik, serta mendoakan penulis menjadi seorang wartawan yang baik. 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu, pikiran dan ilmunya dengan segala profesionalitas dan kesabaran dalam membimbing sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga segala kebaikan dan ketulusan yang bapak berikan menjadi amal shaleh. 4. Bapak Fahmi Wibawa, SE., MBA., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah berkenan memberikan bimbingan dan tambahan ilmu. Semogal ilmu yang bapak berikan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. 5. Bapak Drs. Lukman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 6. Ibu Utami Baroroh, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan. 8. Seluruh staf dan dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 9. Keluarga tercinta, terima kasih karena selama ini telah memberikan penulis dukungan, semangat, pelajaran, nasehat, serta materi yang mungkin penulis belum bisa membalasnya. Semoga Allah selalu melindungi kalian, amin. 10. Sahabat-sahabat terbaik, terima kasih telah menjadi teman setia, yang selalu ada untuk menghibur dan memberikan semangat penulis dalam menghadapi segala cobaan hidup. Kalian anugerah terindah selama ini, terima kasih atas kebersamaan selama ini. Dan seluruh teman-teman IESP angkatan 2006, senang bisa berjuang bersama kalian. Tetap semangat.. 11. Dan semua pihak yang turut membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh untuk mencapai kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan untuk membuat suatu perubahan yang lebih baik. Akhirnya penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik kepada penulis maupun kepada semua pihak yang berkesempatan membaca skripsi ini. Jakarta, 6 Desember 2010 Penulis, Safitri Damayanti DAFTAR ISI Halaman Judul.................................................................................... i Lembar Pengesahan Skripsi ............................................................... ii Lembar Pengesahan Uji komprehensif .............................................. iii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi..................................................... iv Surat Pernyataan ................................................................................ v Daftar Riwayat Hidup ........................................................................ vi Abstract ............................................................................................... vii Abstrak................................................................................................ viii Kata Pengantar ................................................................................... ix Daftar Isi ............................................................................................. xiii Daftar Tabel…………………………………………………………... xvii Daftar Gambar ………………………………………………………. xviii Daftar Lampiran……………………………………………………… xix BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1 A. Latar Belakang Penelitian .................................................. 1 B. Perumusan Masalah ........................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .......................................................................... 7 A. Jumlah Uang Beredar ....................................................... 7 1. Pengertian Uang ........................................................... 7 2. Fungsi Uang ................................................................. 8 3. Bentuk Uang ................................................................. 8 4. Permintaan Uang .......................................................... 10 5. Penawaran Uang ........................................................... 15 6. Jenis Uang Beredar ....................................................... 16 B. Pendapatan Nasional ........................................................ 18 C. Nilai Tukar ....................................................................... 26 D. Tingkat Suku Bunga ......................................................... 29 E. Uang Primer ..................................................................... 31 F. Kebijakan Pengendalian Jumlah Uang Beredar ................ 34 G. Kajian Sebelumnya............................................................. 37 H. Kerangka Pemikiran ......................................................... 41 I. Hipotesis Penelitian .......................................................... 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................... 45 A. Ruang Lingkup Penelitian.................................................. 45 B. Metode Penentuan Sampel ................................................. 45 C. Metode Pengumpulan data ................................................. 45 D. Metode Analisis Data ........................................................ 46 E. Operasional Variabel Penelitian ......................................... 56 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ........................................ 60 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...................... 60 B. Hasil Analisa .................................................................... 70 1. Hasil Uji Stasioneritas ................................................. 70 2. Hasil Uji Derajat Integrasi ........................................... 72 3. Hasil Uji Kointegrasi ................................................... 73 4. Hasil Uji Asumsi Klasik .............................................. 74 a. Hasil Uji Normalitas .............................................. 74 b. Hasil Uji Liniearitas ............................................... 76 c. Hasil Uji Multikolinearitas ..................................... 76 d. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................. 78 e. Hasil Uji Autokorelasi ............................................ 78 5. Hasil Uji Error Correction Model (ECM) .................... 80 C. Intepretasi......................................................................... 82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 89 A. Kesimpulan...................................................................... 89 B. Implikasi dan Saran ......................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 94 LAMPIRAN ........................................................................................ 98 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan M2, PDB, KURS dan SBI di Indonesia 3 Periode 2005.1-2009.1 Tabel 2.1 Kajian Sebelumnya 41 Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson 55 Tabel 4.1 Hasil Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test 71 Pada Tingkat Level Tabel 4.2 Hasil Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test 73 Pada Tingkat First Difference Tabel 4.3 Hasil Uji Kointegrasi 74 Tabel 4.4 Hasil Uji Ramsey RESET Test 76 Tabel 4.5 Hasil Uji Correlation Matrix 77 Tabel 4.6 Hasil Uji White Heteroskedasticity 78 Tabel 4.7 Hasil Uji Durbin-Watson 79 Tabel 4.8 Hasil Langrange Multiple Test 80 Tabel 4.9 Hasil Uji Model Regresi ECM 81 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model Circular Flow Ekonomi Dua Sektor 26 Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian 44 Secara Keseluruhan Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2) 63 di Indonesia Tahun 2005-2009 Gambar 4.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) 65 di Indonesia Tahun 2005-2009 Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar/ 66 Kurs di Indonesia Tahun 2005-2009 Gambar 4.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) 68 Tahun 2005-2009 Gambar 4.5 Perkembangan Uang Primer di Indonesia 69 Tahun 2005-2009 Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas 75 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data Variabel Penelitian 99 Lampiran 2 Hasil Uji Stasioner Pada Tingkat Level 102 Lampiran 3 Hasil Uji Derajat Integrasi Pada Tingkat First Difference 105 Dan Hasil Uji Kointegrasi Lampiran 4 Hasil Uji Asumsi Klasik 108 Lampiran 5 Hasil Uji Error Correction Model (ECM) 111 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh suatu bangsa untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat bangsa tersebut. Pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat hanya dilakukan dengan berbekal tekad yang membaja dari seluruh rakyatnya untuk membangun, tetapi lebih dari itu harus didukung pula oleh ketersediaan sumber daya baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya modal produktif. Dengan kata lain, tanpa adanya daya dukung yang cukup kuat dari sumber daya produktif, maka pembangunan ekonomi mustahil dapat dilaksanakan dengan baik dan memuaskan (Zilal Hamzah, 2006:21). Pada banyak negara dunia berkembang, yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena masih relatif lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional (Lily Prayitno, 2002:47). Pembangunan ekonomi di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan sektor moneter dan perbankan. Sebagai salah satu unsur penting, sektor moneter dianggap mampu untuk memecahkan berbagai masalah ekonomi. Masyarakat secara positif masih memiliki pemahaman bahwa kebijakan pemerintah atas sektor moneter dan perbankan memiliki kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat tercapai melalui instrumen tersebut, akibatnya timbulah anggapan sektor moneter dan sektor perbankan mempunyai fungsi yang mampu memberikan pelayanan bagi berlangsungnya sektor riil, kegiatan investasi, kegiatan produksi, kegiatan distribusi, maupun konsumsi (Iman Murtono, 2003:56. Efektifitas pengendalian moneter di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dirasakan semakin berkurang. Masalah ini tidak terlepas dari perkembangan sistem operasi dan instrumen pasar uang yang semakin pesat dan kompleks, serta semakin besar dan cepatnya arus lalu lintas modal sehingga fluktuasi uang beredar menjadi tidak stabil (Hadi Sasana, 2006:32). Sebagimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia mempunyai fungsi mengawasi atau mengendalikan supply uang (jumlah uang beredar). Kebijakan tersebut bertujuan menyediakan jumlah uang yang cukup demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap serta mengatur atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak berlebihan atau kekurangan dari yang dibutuhkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga dapat menghindari masalah inflasi atau deflasi. Indonesia sebagai penganut perekonomian terbuka, proses pemintaanpenawaran uang selain dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu perilaku bank-bank umum dan masyarakat di negaranya, juga dipengaruhi oleh masyarakat luar negeri serta neraca pembayaran sebagai faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut merupakan kendala dalam proses penawaran uang. Fenomena ini mengarahkan pada pendekatan yang menganggap bahwa penawaran uang tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh otoritas moneter, melainkan juga dipengaruhi oleh semua partisipan di pasar uang dan pasar kredit. Permintaan uang pada perekonomian terbuka akan sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan, nisbah perdagangan melalui nilai tukar, suku bunga internasional dan pengaruh dari kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu dari suatu negara (Dhani Agung Darmawan. 2005: 2). Tabel 1.1 Perkembangan M2, PDB, KURS, dan SBI di Indonesia Periode 2005.1 -2009.1 Periode M2 PDB Nilai Tukar/KURS Suku Bunga (Milyar Rp.) (milyar Rp.) 2005.1 1015874 143.245 9165 7.42 2006.1 1190834 149.428 9395 12.75 2007.1 1363907 158.608 9090 9.5 2008.1 1588962 168.414 9291 8 2009.1 1874145 175.89 11355 9.5 (%) Sumber: Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia, Bank Indonesia Tabel 1.1 menunjukan adanya peningkatan M2 dari periode 2005.1 – 2009.1. Peningkatan M2 ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan hasil migas akibat tingginya harga minyak dunia. Tingkat suku bunga SBI pada awal 2006 menunjukan peningkatan. Hal ini dilakukan pemerintah sebagai upaya menekan uang yang beredar dan menarik uang tersebut untuk meningkatkan neraca pembayaran pada tahun 2005 yang mengalami penurunan akibat melonjaknya harga minyak serta pertumbuhan impor yang tinggi. Hal ini juga terlihat dari nilai tukar yang melemah pada awal tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 9395. Indonesia, sebagaimana halnya negara berkembang lainnya, menghadapi berbagai hambatan struktural dalam perekonomiannya, yaitu hambatan pada valuta asing, dan juga hambatan finansial. Sektor swasta yang belum kuat menyebabkan peran anggaran pemerintah menjadi sangat menentukan dalam kegiatan investasi. Di sisi lain, nilai tukar adalah harga mata uang negara asing dalam satuan mata uang domestik. Penentuan nilai tukar ini di dasarkan pada teori kesamaan tingkat bunga atau dikenal dengan interest rate parity theory. Teori ini menyatakan bahwa pasar persaingan sempurna, biaya yang harus dibayar untuk memperoleh dana yang tercermin dalam tarif bunga cenderung sama di setiap negara. Apabila terjadi perbedaan harga dana antara satu negara dengan negara lain, maka dana akan cenderung mengalir dari negara yang tarif bunganya lebih rendah ke negara lain yang tarif bunganya lebih tinggi. Demikian juga dalam kegiatan pembayaran utang luar negeri. Melemahnya nilai tukar akan merubah posisi cadangan devisa dan mempengaruhi posisi jumlah uang beredar di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel ekonomi yaitu pendapatan nasional (PDB), nilai tukar, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan uang primer terhadap pergerakan jumlah uang beredar dalam arti luas, dengan judul “Analisis Variabel Ekonomi Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar di Indonesia (periode 2005.1-2009.12)”. B. Perumusan Masalah Banyak faktor yang bisa menyebabkan naik turunnya jumlah uang beredar di Indonesia, baik dalam arti luas (M2) maupun dalam arti sempit (M1). Namun dalam penelitian ini penulis hanya mencoba untuk mengambil variabel pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer dimana penulis ingin menganalisis : 1. Bagaimana pengaruh jangka pendek pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh jangka panjang pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Menganalisis pengaruh jangka pendek pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia. 2. Menganalisis pengaruh jangka panjang pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) di Indonesia. Manfaat penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan penulis & pembaca lainnya tentang pengaruh yang ditimbulkan dari pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. 2. Bagi penulis, untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di perkuliahan khususnya mengenai mata kuliah ekonomi makro. 3. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam mengatasi permasalahan moneter, khususnya tentang jumlah uang beredar di Indonesia. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Jumlah Uang Beredar 1. Pengertian Uang Dari sudut pandang ekonomi, uang (money) merupakan aset yang dapat digunakan untuk transaksi. Menurut Samuelson (2001), uang adalah segala sesuatu yang bersifat sebagai media pertukaran atau alat pembayaran yang diterima secara umum. Menurut Sadono Sukirno (2004:267), uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Maka uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan. “Disetujui” dalam definisi adalah terdapat sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebaga alat perantaraan dalam kegiatan tukar menukar, dimana benda itu harus memenuhi syarat-syarat berikut : Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu Mudah dibawa-bawa Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya Tahan lama Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan) Bendanya mempunyai mutu yang sama 2. Fungsi Uang Uang memiliki empat fungsi (Dombusch dan Fischer dalam Asfia Murni, 2006:154), yaitu sebagai berikut: a) Satuan Hitung (Unit of Account), artinya uang dapat menentukan satuan ukur yang sama terhadap semua barang. b) Alat pembayaran dalam transaksi (Medium of Exchange), artinya dapat berfungsi sebagai alat tukar sehingga uang amat mempermudah dan mempercepat kegiatan pertukaran dalam perekonomian. c) Penyimpan nilai (Store of Value), artinya uang dapat digunakan untuk menyimpan nilai dari kekayaan yang dimiliki. d) Standar pembayaran pada masa yang datang (Standart of Deferred Payment), artinya uang juga dapat digunakan untuk pembayaran yang mungkin terjadi pada masa mendatang, misalnya pembayaran gaji pegawai, dapat diterima di akhir atau di awal bulan. Contoh lain transaksi utang piutang yang dapat diselesaikan beberapa tahun kemudian. 3. Bentuk Uang Sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi maka bentuk-bentuk uang antara lain dapat berupa sebagai berikut (Asfia Murni, 2006:155): a) Uang Komoditas (Commodity Money), yaitu uang dalam bentuk barang. Pada awalnya uang dapat berbentuk apa saja asalkan dapat diterima masyarakat secara umum. Misalnya berupa tembakau, bulu-bulu burung, atau berupa logam mulia, emas, perak, dan lain sebagainya. Pada umumnya uang komoditas nilai nominalnya sama dengan nilai intrisiknya (nilai komoditasnya). Contoh uang ringgit emas, nilai nominalnya sama dengan nilai emas untuk membuat uang tersebut. Semakin berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat, uang komoditas mengalami kesulitan dalam penggunaannya, dan dalam menemukan bahan bakunya, lalu muncul uang fiat. b) Uang fiat (fiat money atau token money) adalah komoditas yang diterima sebagai uang, namun nilai nominalnya jauh lebih besar dari nilai komoditas itu sendiri (nilai intrinsiknya atau intrinsic value-nya). Contoh yang paling mudah adalah uang kertas Rp.100.000,00. Nilai nominal uang kertas tersebut adalah jauh lebih tinggi dari nilai kertasnya. Kegiatan jual beli dalam jumlah yang sangat besar dan dilakukan jarak jauh sangat tidak memungkinkan terjadinya transaksi bila hanya mengandalkan uang fiat . Untuk mengatasi kesulitan itu muncul uang dalam bentuk near money atau uang giral. c) Uang giral adalah uang bank yang apabila digunakan untuk transaksi hanya bisa dengan menggunakan cek (demand deposit). Namun tidak semua pelaku ekonomi mau menerimanya, karena tidak bersifat liquid sempurna. Sementara uang komoditas dan uang fiat bersifat liquid sempurna. Artinya untuk dapat digunakan tidak perlu ditukarkan atau dicairkan lagi karena sudah liquid. d) Near Money dapat diartikan sebagai uang hampir liquid sempurna. Artinya jenis uang ini dalam penggunaannya harus ditukarkan atau dicairkan terlebih dahulu. Contoh kartu ATM, kartu kredit (credit card), deposito dan buku tabungan. 4. Permintaan Uang Teori permintaan uang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permintaan uang. Teori permintaan akan uang sebenarnya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tentang alokasi sumber daya ekonomi yang sifatnya terbatas. Pada prinsipnya dengan sumber ekonomi yang terbatas, manusia harus memilih alokasi yang memberikan kepuasan yang sebesar-besarnya di mana prinsip ekonomi berperan (dengan pengorbanan yang kecil untuk mendapatkan kepuasan yang maksimal). Apabila akan memperbanyak konsumsi misalnya, maka jumlah kekayaan (yang terdiri dari pendapatan dan kekayaan lainnya) akan semakin kecil. Demikian juga jika mereka ingin memiliki salah satu bentuk kekayaan lebih banyak, maka dengan sendirinya pemilihan bentuk kekayaan yang lainnya akan menjadi sedikit. Mereka akan selalu mencari keseimbangan antara keuntungan dan kerugian dari kepemilikan sesuatu bentuk kekayaan. Kekayaan dapat berwujud dalam bentuk uang, surat berharga, deposito atau barang (Dhani Agung Darmawan; 2005:6). Permintaan Uang Klasik Teori-teori permintaan uang klasik tercermin dari Irving Fisher dan teori Cambridge (Marshall - Pigou). Teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa seseorang / masyarakat menyimpan uang kas, tetapi lebih pada peranan dari pada uang, yaitu sebagai alat tukar. Karenanya jumlah uang yang diminta berbanding proposional dengan tingkat output atau pendapatan. Bila tingkat output meningkat, maka permintaan uang meningkat, begitu juga sebaliknya. Jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat bukanlah semata-mata nilai nominalnya, tetapi juga daya belinya, yaitu nilai nominal dibandingkan dengan tingkat harga (real money balances) (Asfia Murni; 2006:156). (M/P)d = k.Y di mana : (M/P)d = permintaan uang riil M = nilai nominalnya P = tingkat harga Y = pendapatan atau output k = proporsi permintaan uang terhadap pendapatan atau output Karena hanya berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral (money netrality), dalam arti uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Pendapat tersebut dinyatakan dalam persamaan kuantitas uang oleh Irving Fisher sebagai berikut : M x V = P x T atau MV = PT di mana : M = jumlah uang beredar V = velositas uang P = tingkat harga umum T = jumlah unit transaksi Dengan demikian: Jumlah uang beredar x Velositas = Harga x Transaksi Velositas uang merupakan konsep yang menunjukan berapa kali dalam setahun uang berputar di dalam sebuah perekonomian. Dalam jangka pendek, kecepatan uang beredar dianggap tetap. Versi berikutnya dari teori kuantitas (Quantity Theory) adalah teori yang dikemukakan Alfred Mashall yang kemudian dikenal dengan teori Cambridge. Teori Cambridge menitikberatkan pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Kekayaan dalam bentuk uang juga mengorbankan kemungkinan dari return yang didapatkan jika kekayaan tersebut diwujudkan dalam surat-surat berharga atau barang. Teori Cambridge lebih menekankan pada permintaan uang dengan volume transaksi yang direncanakan (dalam hal ini untung ruginya), dan permintaan uang juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, besarnya kekayaan, dan ekspetasi masa depan (Dhani Agung Darmawan, 2005:9). Permintaan Uang Keynes Teori moneter Keynes berbeda dengan teori klasik. Perbedaan tersebut dapat terlihat dalam buku General Theory of Employment, Interest and Money yang menekankan fungsi uang tidak hanya sebagai alat pertukaran (medium of exchange) tetapi juga sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian dikenal sebagai teori liquidity preference. Keynes memasukan unsur-unsur ketidakpastian (uncertainty) dan harapan (expectation), tetapi lebih dititikberatkan pada tingkat suku bunga (Insukrindo dalam Dhani Agung Darmawan, 2005:10). Keynes menyebutkan adanya tiga motif memegang uang, yakni motif transaksi (transactions motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive) and motif spekulasi/mencari keuntungan (speculation motive). 1) Motif Transaksi (Transactions Motive) Permintaan uang untuk transaksi dalam teori Keynes adalah sama dengan permintaan uang dalam teori Klasik. Masyarakat memegang uang (holding money) dalam rangka mempermudah kegiatan sehari-hari. Permintaan uang untuk transaksi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan, bila pendapatan meningkat, maka kebutuhan uang untuk transaksi meningkat. 2) Motif Berjaga-jaga (Precautionary Motive) Hal lain yang juga memotivasi orang memegang uang adalah persiapan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan dan atau tak terduga, misalnya sakit atau mengalami kecelakaan. Permintaan uang untuk berjaga-jaga juga berhubungan positif dengan pendapatan. Jika pendapatan meningkat, permintaan uang untuk berjaga-jaga juga meningkat. Karena permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga berhubungan searah dengan tingkat pendapatan, maka hubungannya dapat diekspresikan sebagai berikut : Mt = f(Y) di mana : Mt = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Y = pendapatan 3) Motif Spekulasi/ Mendapatkan Keuntungan (Speculation Motive) Sesuai dengan namanya, motif memegang uang adalah untuk memperoleh “keuntungan” yang mungkin didapat seandainya individu pemegang uang meramal kejadian dimasa depan dengan benar. Masyarakat yang memegang uang akan selalu membuat pilihan antara memegang uang atau menggunakan uang tersebut untuk membeli surat-surat berharga seperti surat pinjaman, saham dan sebagainya. Dalam melaksanakan pilihan, tingkat pendapatan yang akan diperoleh dari surat-surat berharga tersebut sangat penting peranannya. Para pemegang uang akan bersedia menggantikannya dengan surat-surat berharga tersebut apabila memberikan tingkat pendapatan yang tinggi, begitupun sebaliknya. Jika permintaan uang untuk dua tujuan sebelumnya lebih ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional atau pendapatan masyarakat, maka tujuan spekulasi permintaan uang ditentukan oleh tingkat bunga (Boediono, 1994). Msp = f(i) di mana : Msp = permintaan uang untuk spekulasi i = tingkat bunga Permintaan Uang Friedman Teori Friedman mengenai permintaan uang menyerupai teori Keynes mengenai beberapa motivasi mengapa orang memegang uang. Ia menyatakan bahwa pada prinsipnya uang merupakan suatu bentuk kekayaan. Untuk itu Friedman mengaplikasikan teori tentang permintaan aset terhadap teori permintaan uangnya. Teori Friedman diawali dengan suatu pendapat bahwa uang, seperti aset lainnya, memberikan suatu keuntungan bagi pemegangnya. Kendala dari memegang aset adalah tingkat kekayaan dan opportunity cost dari memegang uang adalah tingkat pengembalian yang didapat dari memegang aset selain uang. Bila tingkat pengembalian aset-aset ini meningkat, maka tingkat permintaan uang akan turun. Tingkat pengembalian aset-aset ini terdiri dari dua komponen, tingkat bunga serta harga pasar yang berubah-ubah yang dapat menghasilkan suatu capital gain (loss). Friedman (1956) menyebutkan bahwa permintaan uang ditentukan juga oleh wealth pemegangnya, disamping tingkat pendapatan (dalam hal ini digunakan permanent income), tingkat suku bunga, inflasi dan faktor-faktor lainnya. 5. Penawaran Uang Penawaran uang (money supply) (Asfia Murni, 2006:158) merupakan jumlah uang yang tersedia dalam kegiatan ekonomi suatu negara atau disebut juga dalam jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Uang beredar merupakan salah satu indikator penting dalam proses pengambilan kebijakan ekonomi. Hal ini disebabkan segala kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan investasi selalu melibatkan uang. Perkembangan dan pergerakan uang beredar harus benar-benar diperhatikan karena sering dikaitkan dengan pergerakan tingkat suku bunga, perubahan harga, dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu uang berperan penting dalam perekonomian dan jumlah uang beredar harus diatur supaya sesuai dengan kapasitas ekonomi, yaitu supaya tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa: Kebijakan moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan stabilitas nilai rupiah, yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan /atau suku bunga. 6. Jenis Uang Beredar Menurut Solikin dan Suseno (2002), uang yang beredar merupakan kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik atau masyarakat, yang terdiri dari uang kartal (currency), uang giral (demand deposit), dan uang kuasi (quasi money). Sistem moneter adalah otoritas moneter (bank sentral) dan bank umum, dimana Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan lembaga yang mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal, sedangkan bank umum mengeluarkan dan mengedarkan uang giral serta uang kuasi. Uang kartal dan uang giral dapat digunakan secara langsung oleh masyarakat untuk melakukan pembayaran tunai, sedangkan uang kuasi adalah yang disimpan dalam rekening tabungan dan deposito berjangka atau bank simpanan yang tidak bisa ditarik sewaktu-waktu. Masyarakat pada umumnya lebih mengenal masalah uang kartal sebagai uang tunai yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Sementara contoh uang giral adalah cek dan bilyet giro. Sedangkan uang kuasi meliputi (Dhani Agung Darmawan, 2005:5): Tabungan (saving deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. (Uang sepenuhnya tidak likuid). Deposito berjangka (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian. (Uang yang kehilangan untuk sementara fungsinya sebagai alat tukar) Rekening valuta asing milik swasta domestik (Aktiva yang hanya dapat memenuhi fungsi uang sebagai penyimpan daya beli). Secara lebih ringkas, penawaran uang yang ada di Indonesia saat ini (Asfia Murni. 2006:158) adalah : a) Penawaran uang dalam arti sempit (narrow money), diberi simbol M1, merupakan jumlah uang beredar yang sering digunakan untuk keperluan transaksi, yang terdiri dari: 1) Uang koin/logam dan uang kertas yang biasa disebut uang kartal. 2) Uang giral atau uang bank, yaitu deposito yang terdapat di bank-bank umum dan dapat dikeluarkan dengan menggunakan cek. M1 = C + DD Dimana : M1 = uang dalam arti sempit C = currency, uang kartal DD = Demand deposit, uang giral b) Penawaran uang dalam arti luas (broad money), diberi simbol M2, yang terdiri dari M1 (uang logam, uang kertas, dan uang giral/cek) ditambah dengan uang kuasi/near money. Near money adalah rekening tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan/dicairkan dalam waktu dekat. Contohnya deposito yang ditukar menjadi uang kontan atau liquid, tanpa kehilangan nilainya. Total penawaran uang atau jumlah uang beredar M2 = M1 + Near Money M2 = M1+ TD + SD Dimana: M2 = uang dalam arti luas M1= uang dalam arti sempit TD = time deposits (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan) Semua uang yang beredar dipandang sebagai liquiditas perekonomian, yaitu alat yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi. B. Pendapatan Nasional Pengertian Pendapatan Nasional Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu. Sebab, besarnya output nasional dapat menunjukan beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian (Prathama, 2008:223). Yang pertama, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang modal, uang dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Semakin besar pendapatan nasional suatu negara, semakin baik efisien alokasi sumber daya ekonominya. Yang kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara. Alat ukur yang disepakati tentang tingkat kemakmuran adalah output nasional per kapita. Nilai output per kapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Jika angka output per kapita makin besar, tingkat kemakmuran dianggap makin tinggi. Sementara itu, alat ukur tentang produktivitas rata-rata adalah output per tenaga kerja. Makin besar angkanya, makin tinggi produktivitas tenaga kerjanya. Yang ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi suatu perekonomian. Jika sebagian besar output nasional dinikmati oleh sebagian kecil penduduk, maka perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan distribusi pendapatan. Jika sebagian besar output nasional berasal dari sektor pertanian (ekstraktif), maka perekonomian tersebut bermasalah dengan masalah ketimpangan struktur produksi. Dalam arti, perekonomian harus memodernisasikan diri, dengan memperkuat industrinya, agar ada keseimbangan kontribusi antara sektor pertanian yang dianggap sebagai sektor ekonomi tradisional dengan sektor industri yang dianggap sebagai sektor ekonomi modern. Produk Domestik Bruto (PDB) di negara-negara berkembang merupakan konsep yang paling sering dipakai untuk pendapatan nasional. Menurut Sadono Sukirno (2004:61) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara dalam suatu tahun tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan milik penduduk di negara-negara lain. Biasanya dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan kepada harga yang berlaku dan harga tetap. Perhitungan Pendapatan Nasional Ada lima konsep perhitungan yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi antara lain sebagai berikut (Ace Partadiredja; 1994). a) National Income Account, menghitung jumlah produk/pendapatan nasional yang dihasilkan suatu negara. b) Input-Output Account, menghitung jumlah pembelian (input) dan penjualan (output) setiap sektor ekonomi. c) Balance of Payment Account, menghitung semua penerimaan dan pengeluaran suatu negara dengan negara-negara lain melalui eksporimpor, aliran/arus dana yang terjadi : d) Flow of Funds account, menghitung arus transaksi pinjam-meminjam antarberbagai sektor dalam kegiatan ekonomi. e) National Balance Sheet atau Capital Account, menghitung kekayaan (aktiva) dan utang (pasiva) semua unit kesatuan ekonomi atau sektorsektor ekonomi. Ada tiga metode perhitungan pendapatan nasional, yaitu metode output (output approach), metode pendapatan (income approach), dan metode pengeluaran (expenditure approach) (Prathama, 2008:229). a) Metode output (Output Approach) atau metode produksi Menurut metode ini, PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara penghitungannya adalah dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor ekonomi selama satu periode tertentu. Yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh tiap sektor yang ada dalam perekonomian. NT = NO-NI di mana : NT = nilai tambah NO= nilai output NI = nilai input antara b) Metode Pendapatan (Income Approach) Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Fungsi produksi adalah hubungan antara tingkat output dengan faktor-faktor produksi yang digunakan. Q = f(L,K,U,E) di mana : Q = output L = tenaga kerja K = barang modal U = uang/finansial E = kemampuan entrepreneur atau kewirausahaan Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN). PN = w + i + r + π di mana : w = upah/gaji (wages/salary) i = pendapatan bunga (interest) r = pendapatan sewa (rent) π = keuntungan (profit) c) Metode Pengeluaran (Expenditure Approach) Dalam teori ekonomi makro pelaku yang menyelenggarakan kegiatan ekonomi adalah masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat pelaku ekonomi dapat dibagi dalam empat kelompok dan masing-masing mempunyai peranan dan tujuan (Prathama, 2008:233). 1) Households atau Rumah Tangga Konsumen (RTK) Sebagai pemilik atau pemasok sumber daya atau faktor produksi yang diperlukan kelompok pelaku ekonomi lainnya. Sebagai pemakai barang dan jasa yang dihasilkan oleh kelompok masyarakat lainnya seperti : produsen, pemerintah, dan luar negeri. 2) Bussineses atau Rumah Tangga Produsen (RTP) Sebagai penghasil atau pemasok barang-barang hasil produksi kelompok masyarakat lainnya. 3) Sebagai pemakai faktor produksi/sumber daya dari RTK. Sebagai pemakai input dan output dari RTLN. Government Sector, Rumah Tangga Negara (RTN) Sebagai penghasil barang public. Sebagai pemakai faktor produksi dari RTK dan dari luar negeri (RTLN). 4) Sebagai pemakai hasil produksi dari RTP dan RTLN. Foreign sector, Rumah tangga Luar Negeri (RTLN) Sebagai penghasil barang dan jasa yang dibutuhkan kelompok pelaku kegiatan ekonomi lainnya. Sebagai pemasok faktor produksi yang dibutuhkan kelompok pelaku ekonomi lainnya. Sebagai pemakai barang dan jasa yang dihasilkan RTP Sebagai pemakai faktor produksi yang dimiliki RTK. Menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian: 1) Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption) 2) Konsumsi Pemerintah (Government Consumption) 3) Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure) 4) Ekspor Neto (Net Export) PDB = C + G + I + (X-M) di mana: C = konsumsi rumah tangga G = konsumsi/pengeluaran pemerintah I = Investasi X = ekspor M = impor Dalam mengamati hubungan pendapatan nasional dengan peredaran uang perlu diasumsikan bahwa permintaan uang adalah sama dengan penawaran uang, dalam kondisi keseimbangan pasar uang (Hadi Sasana, 2004:37). Md = Ms Pendapatan perekonomian sama dengan pengeluarannya karena setiap transaksi melibatkan dua pihak: pembeli dan penjual. Cara lain untuk melihat kesetaraan pendapatan dan pengeluaran adalah melalui aliran sirkuler. Aliran ini menjelaskan semua transaksi antara rumah tangga dan perusahaan dalam sebuah perekonomian sederhana. Dalam perekonomian ini rumah tangga membeli barang dan jasa dari perusahaan; pengeluaran ini mengalir melalui pasar barang dan jasa. Perusahaan kemudian menggunakan uang yang mereka terima dari penjualannya untuk membayar upah pekerja, sewa tanah, dan sisanya menjadi keuntungan pemilik perusahaan; pendapatan ini mengalir melalui pasar faktor produksi. Dalam perekonomian ini uang mengalir dari rumah tangga ke perusahaan dan kemudian kembali ke rumah tangga. Pembayaran Faktor Produksi Faktor Produksi RTK RTP Barang & Jasa Pembayaran Hasil Produksi Gambar 2.1. Model Circular Flow ekonomi dua sektor C. Nilai Tukar/Kurs (Exchange Rate) Valuta asing (foreign exchange) adalah semua mata uang negara yang dapat digunakan untuk kegiatan perekonomian suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar adalah harga dari sebuah mata uang menurut mata uang lain (misalnya harga Rupiah per Dollar). Menurut Sadono Sukirno (2000:197), kurs (nilai tukar) valuta asing merupakan masalah suatu nilai yang menunjukan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Menurut Endri (2007:74), kas atau sering disebut dengan kurs adalah jumlah atau harga uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Kurs ini dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan menjualnya bila harganya tinggi. Suatu penurunan dalam nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing disebut dengan depresiasi. Sedangkan kenaikan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing disebut apresiasi. Menurut Mankiw (2005:492), exchange rate atau kurs adalah tingkat dimana negara-negara melakukan pertukaran dipasar dunia. Menurut Boediono (1993:43), perdagangan antar negara dimana masingmasing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya yang kemudian disebut kurs. Kenaikan harga valuta asing (artinya kenaikan nilai tukar) disebut depresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, oleh karenanya nilai relatif dari mata uang dalam negeri menurun, sehingga barangbarang atau produk luar negeri dan perjalanan ke luar negeri menjadi lebih mahal. Sebaliknya jatuhnya harga mata uang asing merupakan apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, karenanya nilai relatif mata uang dalam negeri naik, maka produk luar negeri dan perjalanan ke luar negeri menjadi lebih murah (Edalmen, 1999:11). Permintaan terhadap valuta asing (Foreign Exchange Demand) (Foreign Exchange Demand) timbul apabila penduduk suatu negara membutuhkan barang yang diproduksi negara lain. Artinya bila terjadi permintaan masyarakat terhadap produk luar negeri, maka permintaan terhadap valuta asing meningkat. Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan oleh faktor-faktor diantaranya: nilai tukar atau harga mata uang asing (kurs), tingkat pendapatan, tingkat bunga relatif, selera, ekspetasi, dan kebijakan pemerintah (Asfia Murni, 2006:244). Penawaran terhadap valuta asing (Foreign Exchange Supply) (Foreign Exchange Supply) terjadi apabila negara lain mengimpor barang dan jasa atau terjadi ekspor. Semakin besar ekspor suatu negara, maka supply valuta asing akan meningkat. Sebab terjadi peningkatan capital inflow. Sama halnya dengan konsep permintaan, supply dari valuta asing sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: perubahan kurs/valuta asing, harga/biaya produksi barang impor, selera dan ekspetasi serta kebijakan pemerintah (Asfia Murni, 2006:245). Pasar valuta asing pada dasarnya merupakan jaringan kerja dari perbankan dan lembaga keuangan dalam melayani masyarakat untuk membeli (permintaan) dan menjual (penawaran) valuta asing. Seperti jenis pasar lainnya, pasar valuta asing tidak bebas dari intervensi pemerintah. Bank sentral secara teratur ikut serta dalam transakti keuangan internasional yang disebut intervensi valuta asing (foreign exchange intervention) dalam usaha mempengaruhi nilai tukar. Dalam persetujuan keuangan internasional saat ini, yang disebut managed float regineI atau dirty float, nilai tukar berfluktuasi dari hari ke hari, tetapi bank sentral berusaha untuk mempengaruhi nilai tukar dengan membeli atau menjual mata uang. Ada dua tipe berintervensi valuta asing yang dapat dilakuakan oleh bank sentral (Hadi Sasana, 2006:38). Pertama, yang disebut dengan unstrerilized foreign exchange intervention dimana bank sentral melakukan pembelian atau penjualan mata uang domestik untuk mempengaruhi base money. Pembelian mata uang domestik oleh bank sentral dan penjualan valuta asing yang sesuai dalam pasar valas mengarah pada penurunan yang sama dalam cadangan internasional dan base money. Sebaliknya, penjualan mata uang domestik akan menaikan cadangan internasional dan base money. Kedua, yang disebut dengan strerilized foreign exchange intervention. Jika bank sentral tidak ingin mempengaruhi base money dengan menjual atau membeli mata uang domestik, bank sentral dapat membalas intervensi valas dengan melakukan operasi pasar terbuka yang bersifat menyeimbangkan dalam pasar obligasi pemerintah. Sehingga posisi uang primer tidak berubah. Penentuan kurs valuta asing ini dapat dilakukan dalam dua sistem, yaitu (Hadi Sasana, 2006:38): 1). Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate) Yaitu sistem penentuan nilai valuta asing oleh otoritas moneter (bank Sentral) dengan menetapkan nilai valuta asing tersebut, dimana nilai tersebut tidak diubah dalam jangka waktu yang lama. 2). Kurs Berubah Bebas (Flexible Exchange Rate) Dalam pasar bebas, perubahan kurs dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan dan penawaran valuta asing berasal dari adanya transaksi debit dan kredit (ekspor dan impor) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: harga, pendapatan, dan tingkat suku bunga. D. Tingkat Suku Bunga (Sertifikat Bank Indonesia/SBI) Menurut Mankiw (2005:157), tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan serta merupakan variabel paling penting diantara variabel-variabel makro ekonomi. Atau harga pasar yang mentransfer sumber daya masa lalu dan masa depan atau merupakan hasil tabungan dan biaya peminjaman (Mankiw, 2005:494) Menurut Boediono (1994:75), pengertian dasar teori tingkat bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti. Hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran semacam ini. Pembeli dari satu rupiah nanti adalah debitur. Sedangkan penjual dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga pembeli dari satu rupiah nanti adalah kreditur. Debitur harus membayar kepada kreditur harga dan pertukaran tersebut dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan diterima oleh kreditur. Dalam perhitungan tingkat suku bunga, biasanya digunakan persentase (%) dari jumah yang dipinjam atau ditanamkan seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Paul A Samuelson dan William D Nordhous (1990:414) bahwa suku bunga merupakan penerimaan (dalam rupiah) dan setiap rupiah yang dipinjamkan pertahun sebagai imbalan atas uang yang dipinjamkan. Sertifikat Bank Indonesia/SBI (SK Direksi BI No.31/67/KEP/DIR tertanggal 23 juli 1998) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Tingkat bunga SBI menjadi perhatian banyak pihak karena bunga SBI ini dijadikan patokan oleh perbankan nasional untuk menentukan tingkat suku bunganya. Selain itu, bunga SBI juga mencerminkan pengetatan dan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama menciptakan instrumen yang diperdagangkan antar bank pada tahun 1971. Setelah bank-bank diizinkan menerbitkan sertifikat deposito maka SBI tidak diterbitkan karena setifikat deposito mampu menggantikan SBI. Sejalan dengan perubahan pendekatan kebijakan moneter pemerintah terutama setelah diregulasi perbankan 1 juni 1983 maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen dalam melakukan kebijakan operasi terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter BI (1999). Perubahan-perubahan suku bunga sangat mempengaruhi lembaga-lembaga keuangan dalam menambah atau mengurangi peminjamannya. Dalam masa resesi, bank sentral akan menurunkan tingkat bunga yang akan menggalakan bank-bank umum meminjam dan menambah cadangannya. Pertambahan cadangan tersebut seterusnya akan menggalakan mereka memberi pinjaman dan menciptakan uang giral baru, sehingga akan menambah penawaran uang (Sadono Sukirno dalam Hadi Sasana, 2006:36). E. Uang Primer Menurut Boediono (1994:88), uang primer atau uang inti atau reserve money atau base money atau high-powered money merupakan “inti” dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral. Uang inti dapat didefinisikan sebagai (Boediono, 1994:89): Saldo rekening Koran (giro) milik bank-bank umum atau masyarakat pada Bank Indonesia, ditambah Uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum maupun masyarakat umum. H+R Di mana: H = Uang inti; K = Uang kartal; R = Cadangan (reserve) bank-bank umum. Beberapa sebab lain uang inti tercipta, antara lain melalui (Boediono, 1994:90) : 1) Defisit APBN yang dibiayai dengan pencetakan uang baru. 2) Kredit langsung Bank Indonesia kepada badan-badan resmi tertentu (misalnya: Bulog, Pertamina) 3) Kredit Likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank umum (dalam rangka kredit prioritas). Pelipat Uang (money Multiplier) Penciptaan uang kartal dilakukan oleh Bank Sentral, Apabila uang inti tersebut berbentuk uang kartal, maka jelas ini langsung menjadi satu unsur dari uang beredar. Jadi apabila karena suatu hal (misalnya, ekspor meningkat, deficit APBN, dan sebagainya), uang inti di masyarakat bertambah maka sebagian akan menjadi uang kartal, dan uang kartal yang ditimbulkan akan langsung menambah jumlah uang beredar. Sedangkan penciptaan uang giral dan uang kuasi oleh Bank Pencipta Uang Giral (BPUG), dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut : 1) Melalui Transformasi Penciptaan uang terjadi saat seseorang menyetor uang kartal ke BPUG untuk dimasukkan ke dalam rekening giro, atau ke dalam deposito berjangka, atau tabungan. 2) Melalui Substitusi Penciptaan uang terjadi apabila BPUG membeli surat-surat berharga dan membukukan harga surat berharga tersebut ke dalam rekening giro atau deposito atas nama yang bersangkutan (yang memiliki surat berharga). 3) Melalui Pemberian Kredit Penciptaan uang terjadi saat BPUG memberikan pinjaman/kredit kepada nasabahnya dan kemudian membukukannya ke dalam rekening giro nasabah yang bersangkutan. Dari sisi penawaran, yang mempengaruhi jumlah penawaran uang ditentukan oleh dua faktor (Boediono, 1994:97) : Besarnya jumlah uang inti yang tersedia; Besarnya koefisien pelipat uang, yang ditentukan oleh: a). Persentase dari uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk uang kartal. Angka ini sebenernya mencerminkan kehendak atau kecenderungan masyarakat mengenai berapa bagian dari seluruh uang yang dipegangnya diinginkan berupa uang kartal. b). Persentase “jaminan” (berapa uang tunai atau inti) yang dipegang bank-bank umum bagi saldo rekening giro milik masyarakat yang dikelola mereka (Giro Wajib Minimum/GWM). Persentase ini dipengaruhi oleh cash ratio atau reserve requitment yang diwajibkan oleh bank sentral. Dan reserve adjustment yang merupakan besarnya reserve yang ingin dipegang bank di atas jumlah wajib tertentu (tergantung pada keputusan bank). F. Kebijakan Pengendalian Jumlah Uang Beredar Salah satu fungsi penting bank sentral adalah untuk mengawasi atau mengendalikan supply uang (jumlah uang beredar). Kebijakannya bertujuan sebagai berikut: 1) Menyediakan jumlah uang yang cukup demi mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap. 2) Mengatur atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak berlebihan atau kekurangan dari yang dibutuhkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga dapat menghindari masalah inflasi atau deflasi. Pada dasarnya setiap kebijakan bank sentral mempunyai dua sasaran yaitu sebagai berikut: 1) Memperbanyak jumlah uang yang beredar apabila terjadi kelesuan kegiatan ekonomi. Pelaksanaannya melalui kebijakan uang longgar (easy money policy). 2) Memperkecil jumlah uang yang beredar apabila terjadi inflasi. Pelaksanaannya melalui kebijakan uang ketat (tight money policy). Dalam menjalankan fungsi ini, bank sentral dapat menentukan kebijakankebijakan sebagai berikut (Sadono Sukirno. 2004:310) : a) Kebijakan moneter kuantitatif (quantitative monetary policy), tujuannya untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang. b) Kebijakan moneter kualitatif (qualitative monetary policy), tujuan untuk mengatur jenis-jenis pinjaman dan uang giral yang diciptakan. Dalam menjalankan kebijakan moneter kuantitatif, bank sentral mempunyai tiga instrumen utama yaitu sebagai berikut (Asfia Murni, 2006:27): 1). Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation Policy) Kebijakan ini dijalankan oleh pemerintah dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga seperti obligasi ke/dari masyarakat melalui bank-bank umum (commercial bank). Penjualan surat-surat berharga seperti obligasi dilakukan pemerintah jika di masyarakat terjadi kelebihan jumlah uang beredar terutama dalam bentuk uang giral yaitu pada masa inflasi. Sebaliknya jika di masyarakat terjadi kekurangan jumlah uang beredar atau pada masa resesi, pemerintah akan membeli kembali obligasi-obligasi yang pernah ditawarkan ke masyarakat melalui bank-bank umum. 2). Kebijakan Tingkat Bunga Diskonto (Rediscount Rate Policy) Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk mengontrol jumlah uang beredar (JUB) dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat bunga dan atau tingkat diskonto. Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum terhadap penjualan suratsurat berharga yang likuiditasnya tinggi. Tingkat bunga akan dinaikkan apabila kondisi ekonomi mengalami inflasi. Namun apabila perekonomian dalam keadaan resesi, tingkat bunga diturunkan. 3). Cadangan Minimum (Reserve Requirement Policy) Kebijakan ini ditujukan bagi perbankan/lembaga-lembaga keuangan bank yang ada di bawah pengawasan Bank Sentral. Adalah kebijakan yang mengatur besarnya tingkat cadangan minimal bank yang secara tidak langsung juga mengatur besarnya kelebihan cadangan yang dapat disalurkan dalam bentuk kredit ke masyarakat. Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif biasanya dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1). Pengawalan pinjaman secara terpilih Kebijakan ini dilakukan dengan menentukan jenis-jenis pinjaman mana yang harus dikurangi atau digalakkan. 2). Pembujukan moral (Moral Suasion) Dalam melaksanakan kebijaksanaan ini bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan bank-bank perdagangan untuk meminta mereka melakukan langkah-langkah tertentu. G. Kajian Sebelumnya Studi tentang jumlah uang beredar banyak dilakukan di Indonesia dan di negara lain, di mana antara studi terdahulu dan studi berikutnya memiliki koherensi. Studi tersebut dapat digunakan sebagai referensi bagi kajian-kajian di masa yang akan datang. 1. Nilawati (2000) Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa dan angka pengganda uang terhadap perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia periode 1992-1998. Hasil analisis dengan menggunakan model analisa regresi berganda (multiple regression) menunjukan peningkatan cadangan devisa dan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan jumlah uang beredar. Sedangkan untuk angka pengganda uang hanya angka pengganda uang dalam hal ini MM1 saja yang signifikan terhadap jumlah uang beredar. 2. Lily Prayitno dan Heny Sandjaya (2002) Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah uang beredar di Indonesia sebelum dan sesudah krisis: Sebuah Analisis Ekonometrika. Penelitian ini menggunakan analisa regresi dengan model log untuk menganilisa pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, serta angka pengganda uang (money multiplier) terhadap jumlah uang beredar di Indonesia untuk periode periode sebelum krisis (1990-1997), sesudah krisis (1997-1999) dan secara keseluruhan (19990-1999). Sebelum krisis hasil menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar (M2): cadangan devisa tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar: sedangkan angka pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan cadangan devisa dan money multiplier tidak signifikan. Untuk seluruh waktu analisa, pengeluaran pemerintah dan cadangan devisa berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan angka pengganda uang tidak sinifikan. 3. Dini Hariyanti (2002) Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar. Model yang dipakai adalah model permintaan uang dengan fungsi biaya kuadrat tunggal dengan estimasi ECM (error correction model). Variabel yang digunakan yaitu pendapatan nasional, jumlah uang beredar, suku bunga dalam negeri dan nilai tukar yang menemukan bahwa jumlah uang beredar di Indonesia dapat menerangkan dengan baik fenomena dari variabel tingkat suku bunga, tingkat pendapatan dan tingkat nilai tukar. Disini jumlah uang beredar dalam jangka panjang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional, nilai tukar secara positif dan tingkat suku bunga secara negatif. 4. Iman Murtono Soehandji (2003) Penelitian ini menganilisis pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, dan angka pengganda uang terhadap jumlah uang beredar di Indonesia periode 1990-2002. Hasil analisis dengan menggunakan model log menunjukan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sedangkan angka pengganda uang tidak berpengaruh secara signifikan. 5. Dhani Agung Darmawan (2005) Penelitian ini mengkaji tentang permintaan uang kuasi di Indonesia periode 1983-2005 dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan pendapatan, tingkat kurs, indeks harga konsumen, tingkat suku bunga domestik, dan tingkat suku bunga internasional terhadap jumlah uang kuasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukan perilaku permintaan uang kuasi dalam jangka pendek secara serentak, pendapatan nasional, nilai tukar, indeks harga konsumen, tingkat suku bunga dalam dan luar negeri berpengaruh signifikan. Dalam jangka panjang hanya variabel-variabel pendapatan, nilai tukar, suku bunga deposito yang signifikan sedangkan indeks harga konsumen dan suku bunga internasional tidak signifikan. 6. Suleman D., dkk. (2009) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara M2, inflasi, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi dalam kasus Pakistan periode 1977-2007 dengan menggunakan Uji Johnsen Kointegrasi dan Uji Granger untuk mengetahui kausalitas bilateral dan uniteral.. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah dan inflasi berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi di jangka panjang, sementara M2 berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Tabel 2.1 Kajian Sebelumnya No Nama Penulis Judul Metodologi Variabel 1 Nilawati (2000) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Angka Pengganda Uang Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Model Analisa Regresi Berganda (Multiple Regression) Jumlah Uang Beredar (M2) Pengeluaran Pemerintah Cadangan Devisa Angka Pengganda Uang 2 Lily Prayitno dan Heny Sandjaya (2002) Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Sebelum Krisis dan Sesudah Krisis: Sebuah Analisa Ekonometrika Analisa Regresi Berganda Dengan Model Log Jumlah Uang Beredar (M2) Pengeluaran Pemerintah Cadangan Devisa Angka Pengganda Uang 3 Dini Hariyanti (2002) Analisa Variabel yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar di Indonesia : Pendekatan Error Correction Model (Periode 1988.12000.1) Error Correction Model Jumlah Uang Beredar Pendapatan Nasional Suku Bunga Nilai Tukar H. 4 Iman Murtono Soenhadji (2003) Jumlah Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Analisa Regresi Berganda Dengan Model Log 5 Dhani Agung Darmawan (2005) Analisis Permintaan Uang Kuasi di Indonesia Periode 19832005: Pndekatan Error Correction Model (ECM) Error Correction Model 6 Suleman D., dkk (2009) An Empirical Investigation between Money Supply Government Expenditure, Output & Prices : The Pakistan Evidence Error Correction Model Jumlah Uang Beredar (M2) Pengeluaran Pemerintah Cadangan Devisa Angka Pengganda Uang Uang Kuasi Produk Domestik Bruto Kurs Indeks Harga Konsumen Tingkat Suku Bunga Domestik Tingkat Suku Bunga Internasional Jumlah Uang Beredar Pengeluaran Pemerintah Indeks Harga Konsumen Kerangka Pemikiran Dalam analisis fundamental kondisi variabel makro sangat mempengaruhi stabilitas jumlah uang beredar. Saat terjadi gejolak pada kondisi moneter dimana indikator ekonomi makro menunjukan tren penurunan/perlambatan, maka jumlah uang beredar cenderung mengalami penurunan. Sementara kondisi perekonomian yang diharapkan membaik merupakan sentiment positif yang berdampak pada kenaikan jumlah uang beredar. menimbulkan inflasi atau deflasi. Kondisi ketidakstabilan tersebut dapat Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mantap serta mengatur atau membatasi jumlah uang yang beredar agar tidak berlebihan atau kekurangan dari yang dibutuhkan aktivitas ekonomi masyarakat, maka otoritas mengeluarkan kebijakan moneter diantaranya operasi pasar terbuka, cadangan wajib, fasilitas diskonto dan moral suasion (imbauan). Berdasarkan acuan tersebut maka peneliti akan menganalisis pengaruh PDB, KURS, SBI dan uang primer terhadap M2 dengan menggunakan model koreksi kesalahan atau Error Corection Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Eagle dan Granger (1987), karena model ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta dapat memecahkan masalah variabel time series yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya dilakukan uji stasioner ADF dan uji kointegrasi. Analisis Variabel Ekonomi Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar (Periode 2005.1-2009.12) PDB KURS Uang Primer SBI Jumlah Uang Beredar Uji Stasioneritas Data dengan ADF Test Tidak Stasioner? Uji Derajat Integrasi ya Tidak Dilihat apakah variable yang diuji stasioner pada ordo yang sama Keluarkan dari pengujian Uji Kointegrasi Uji Asumsi Klasik tidak Pengujian berhenti, ambil keputusan Uji Error Correction Model Analisa Hasil/Pengujian Gambar 2.2. Diagram kerangka pemikiran penelitian secara keseluruhan I. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan permasalahan, tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Ho : b 1 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pendapatan nasional (PDB) terhadap jumlah uang beredar M2. Ha : b1 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan pendapatan nasional (PDB) terhadap jumlah uang beredar M2. 2. Ho : b2 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan nilai tukar (KURS) terhadap jumlah uang beredar M2. Ha : b2 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan nilai tukar (KURS) terhadap jumlah uang beredar M2. 3. Ho : b3 = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga (SBI) terhadap jumlah uang beredar M2. Ha : b 3 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga (SBI) terhadap jumlah uang beredar M2. 4. Ho : b 4= 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan uang primer terhadap jumlah uang beredar M2. Ha : b 4 ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan uang primer terhadap jumlah uang beredar M2. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel tak bebas (dependent variabel) dan empat variabel bebas (independent variabel). Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas yaitu pendapatan nasional (PDB), nilai tukar/KURS, tingkat suku bunga SBI dan uang primer. 2. Variabel tidak bebas yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Data-data yang digunakan adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai Desember 2009. B. Metode Penentuan Sampel Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), produk domestik bruto, nilai tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), produk domestik bruto, nilai tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer selama periode Januari 2005Desember 2009 dengan berupa data per bulan. C. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data time series, yaitu merupakan data atau informasi yang diperoleh dari Bank Indonesia (Laporan Tahunan serta Laporan Bulanan), Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini tahun 2005-2009. D. Metode Analisis Data Dalam suatu analisis statistik, hal yang paling mendasar untuk suatu analisis adalah deskripsi dari suatu data (Ahmad Rodoni, 2004:6). Selain mendesksripsi hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu populasi. Peneliti dapat mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi. Dalam penelitian ini untuk menganalisis pendapatan nasional (PDB), nilai tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar digunakan alat analisis regresi OLS (ordinary Least Square) dengan data time series. Adapun metode analisis yang digunakan untuk mengestimas model penelitian ini adalah metode Error Corection Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Eagle dan Granger (1987). Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mengkaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonomika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika. Pengujian ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Maka dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Uji Stasioneritas Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root dan data ekonomi makro pada umumnya adalah time series yang rentan dengan ketidakstasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan uji stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh adalah regresi semu. Uji Augmented Dickey-Fuller memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Augmented Dickey-Fuller (ADF) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik nonprametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelas kelambanan diferensi. Adapun uji akar unit dari ADF sebagai berikut: ΛYt = a 0 + a 1T + yYt-1 + et Dimana t = adalah trend waktu Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik ADF sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinnon. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol Ha : Data tersebut stasioner pada derajat Nol Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat nol Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol 2. Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Adapun formulasi uji derajat integrasi dari ADF sebagai berikut: Λ2Yt = a0 + a1T + yΛYt-i + et Dimana: Λ2Yt = ΛYt – ΛYt-1 Seperti uji akar unit ADF, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik ADF yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........ dan seterusnya. Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan seterusnya. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Jika ADF test statistik > ADF table (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya. Jika ADF test statistik < ADF table (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya. 3. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuan dilakukannya uji kointegrasi adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis, terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terikat. Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama, misalnya 1(1) maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent. Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependen Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent. 4. Uji Asumsi Klasik a). Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B test. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho: residual berdistribusi tidak normal Ha: residual berdistribusi normal Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (distribusi data normal) Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (distribusi data tidak normal) b). Uji Linieritas Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama Ramsey RESET test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho: model tidak linier Ha: model linier Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier) Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model tidak linier) c). Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas. Jika terjadi hubungan linear yang sempurna maka terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan yang linear diantara variabel bebasnya. Menurut Montgomery dan Hinies dalam blog Dicky Rahardiyantoro (2006) dijelaskan bahwa multikolinearitas data mengakibatkan koefisien regresi yang dihasilkan oleh analisis regresi berganda menjadi sangat lemah atau tidak dapat memberikan hasil analisis yang mewakili sifat atau pengaruh dari variable bebas yang bersangkutan. Dalam banyak masalah multikolinearitas dapat menyebabkan uji t menjadi tidak siginifikan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (Corelation Matrix). Dengan langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: tidak bersifat Multikolinearitas Ha: bersifat Multikolinearitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat multikolinearitas Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, model tidak bersifat multikolinieritas d). Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika nilai dari variannya tetap maka disebut homoskedastisitas, sedangkan jika variannya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis; Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas Ha: Terjadi Heteroskedastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi heteroskedatisitas e. Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi liniear terdapat korelasi atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat problem autokorelasi. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut : a. Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif. b. Bila D-W diantara -2 s.d. +2 tidak terdapat autokorelasi. c. Bila D-W di atas +2 terdapat autokorelasi negatif. Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson. Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson Ada Tidak dapat Tidak ada diputuskan autokorelasi Tidak Ada dapat autokorelasi diputuskan negatif autokorelasi positif 0 dl 1.10 du 1.54 2 4-du 2.46 4-dl 2.90 4 Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: tidak terdapat Autokorelasi Ha: Terdapat Autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model terdapat autokorelasi Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak terdapat autokorelasi Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05 (Gujarati: 2006) Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: tidak terjadi Autokorelasi Ha: Terjadi Autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi autokorelasi Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi 5. Uji Error Corection Model (ECM) Pengujian ECM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Model Dasar : M2 = f (PDB, KURS, SBI, UP) Model Ekonometrika :M2 t = βo+β1PDB t +β2KURS t +β3SBI t + β4UP t + e Dengan model linier dinamis menggunakan fungsi biaya kuadrat tunggal, dapat diturunkan model koreksi kesalahan (error correction model). Bentuk ECM dari studi ini adalah DM2t = βot + β1DPDBt + β2DKURSt + β3DSBIt + β4DUPt + β5BPDBt + β6BKURSt + β7BSBIt + β8BUPt + Β9ECTt + e Jika diuraikan dalam bentuk natural log akan berubah menjadi sebagai berikut: DLNM2t = βo + β1DLNPDBt + β2DLNKURSt + β3DLNSBIt + β4DLNUPt + β5BLNPDBt + β6BLNKURSt + β7BLNSBIt + β8BLNUPt + β 9ECTt +e Sehingga rumus ECM yang terbentuk untuk penelitia ini adalah DLNM2 C DLNPDB DLNKURS DLNSBI DLNUP LNPDB(-1) LNKURS(-1) LNSBI(-1) LNUP(-1) ECT Ket : βo = Konstanta (constant) β1, …, β9 = Koefisien regresi variabel bebas M2 = Jumlah Uang Beredar Arti Luas PDB = Produk Domestik Bruto KURS = Nilai Tukar SBI = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia UP = Uang Primer e = Error Term t = Periode Waktu Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu uji ECT 6. Uji Error Corection Term (ECT) ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya dikurangi variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah: ECT = LNPDBt(-1)+LNKURSt(-1)+LNSBIt(-1)+LNUPt(-1)–LNM2 t(-1) Jika variabel ECT positif dan signifikan 5% maka spesifikasi model sudah sahih (valid) dan dapat menjelaskan variabel dependen. E. Operasional Variabel Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran diatas, maka variable-variabel dalam penelitian ini, adalah: 1) Variabel tak bebas : Variabel tak bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel tak bebas berupa : Jumlah uang beredar (M2) yaitu uang dalam arti luas yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi. 2) Variabel bebas : Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel tak bebas. Variabel bebas berupa : Pendapatan Nasional, diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan, seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang ada di Indonesia. PDB yang dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap. Nilai Tukar (Exchange Rate) adalah perbandingan dan hasil interaksi antara dua buah mata uang. Dalam hal ini digunakan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah atas dasar kurs tengah Rupiah yang dihitung berdasarkan kurs jual beli yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Tingkat Suku Bunga (SBI) adalah suatu jumlah yang diterima atas penggunaan sejumlah uang yang dipinjam untuk membiayai suatu keperluan tertentu dalam jangka waktu tertentu oleh pihak lain. Tingkat suku bunga yang diuangkan dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Uang primer atau base money merupakan inti dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral (Boediono, 1994). Uang primer terdiri atas uang kartal yang dipegang oleh bank umum maupun masyarakat di luar Bank Indonesia dan kas negara serta rekening giro bank-bank umum dan sektor swasta di Bank Indonesia. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2) Berdasarkan kepada ciri-ciri kegiatan perdagangan yang dijalankan dalam berbagai masyarakat, perekonomian dapat dibedakan menjadi perekonomian barter dan perekonomian uang. Perekonomian barter adalah suatu sistem kegiatan ekonomi masyarakat di mana kegiatan produksi dan perdagangan masih sangat sederhana, kegiatan tukar-menukar masih terbatas, dan jual beli dilakukan secara pertukaran barang dengan barang atau barter. Yang diartikan sebagai perekonomian uang adalah perekonomian yang sudah menggunakan uang sebagai alat pertukaran dalam kegiatan perdagangan. Semua negara di dunia saat ini sudah dapat digolongkan sebagai perekonomian uang. Peranan uang sangat penting, ini dapat dilihat dari memperhatikan masalah-masalah yang akan dihadapi apabila perdagangan dijalankan secara barter, yaitu diantaranya, penentuan harga sukar dilakukan; perekonomian barter membatasi pilihan pembeli; menyulitkan pembayaran tertunda dan sukar menyimpan kekayaan. Menurut Sadono Sukirno (2004:267), uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar-menukar dan perdagangan. Selain untuk memperlancar kegiatan tukar-menukar, uang berfungsi sebagai satuan nilai, alat pembayaran tertunda serta alat penyimpan nilai. Jenis uang yang mula-mula sekali digunakan terdiri dari barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat dan yang banyak mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, penggunaan emas dan perak sebagai uang. Emas dan perak mempunyai beberapa kelemahan, yaitu merupakan benda yang berat; memerlukan tempat yang agak besar untuk menyimpan; sukar untuk ditambah jumlahnya (Sadono Sukirno, 2004:273). Untuk mengatasi permasalahan kelemahan-kelemahan dari pengunaaan mata uang emas dan perak sebagai alat perantaraan dalam tukar menukar, mulailah diperkenalkan jenis uang yang baru, yaitu uang kertas. Pada mulanya uang kertas yang dikeluarkan digunakan untuk menggantikan sejumlah emas yang dimiliki seseorang yang disimpan ke dalam sesuatu bank. Apabila seseorang memiliki sejumlah uang emas, dan uang emas ini disimpan ke dalam sesuatu bank, maka bank tersebut akan mengeluarkan uang kertas yang sama nilainya dengan uang emas yang disimpan ke dalam bank tersebut. Seiring perkembangan sektor keuangan, uang kertas yang sekarang digunakan di berbagai negara bukanlah dikeluarkan oleh bank-bank umum tetapi oleh bank sentral, yaitu bank yang bertindak sebagai bank untuk bank-bank umum. Bank umum tidak diberi kekuasaan lagi oleh pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas. Uang yang diciptakan oleh bank umum dinamakan uang giral atau uang bank atau rekening koran. Proses penciptaannya melalui penciptaan tabungan giral (rekening koran). Menurut Sadono Sukirno (2004:281), uang beredar adalah seluruh jumah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Secara lebih ringkas, penawaran uang yang ada di Indonesia saat ini (Asfia Murni. 2006; 158) adalah : a. Penawaran uang dalam arti sempit (narrow money), diberi simbol M1, merupakan jumlah uang beredar yang sering digunakan untuk keperluan transaksi, yang terdiri dari: Uang koin/logam dan uang kertas yang biasa disebut uang kartal. Uang giral atau uang bank, yaitu deposito yang terdapat di bankbank umum dan dapat dikeluarkan dengan menggunakan cek. M1 = C + DD Dimana : M1 = uang dalam arti sempit C = currency, uang kartal DD = Demand deposit, uang giral b. Penawaran uang dalam arti luas (broad money), diberi simbol M2, yang terdiri dari M1 (uang logam, uang kertas, dan uang giral/cek) ditambah dengan uang kuasi/near money. Near money adalah rekening tabungan dan kekayaan lain yang ditukarkan/dicairkan dalam waktu dekat. Contohnya deposito yang ditukar menjadi uang kontan atau liquid, tanpa kehilangan nilainya. Total penawaran uang atau jumlah uang beredar M2 = M1 + Near Money M2 = M1+ TD + SD Dimana: M2 = uang dalam arti luas M1= uang dalam arti sempit TD = time deposits (deposito berjangka) SD = saving deposits (saldo tabungan) Variabel jumlah uang yang beredar yang digunakan adalah jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian dalam satuan milyar rupiah M2 Milyar Rupiah 2500000 2000000 1500000 M2 1000000 Des-O9 Jun-O9 JanO9 Mar-O8 Sep-O8 Des-O7 Jun-O7 Jan-O7 Sep-O6 Mar-O6 Des-05 Jun-O5 0 Jan-O5 500000 Periode Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2) di Indonesia Tahun 2005-2009 Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah uang beredar mengalami trend meningkat. Hal ini disebakan oleh beberapa faktor, diantaranya, faktor domestik dalam bentuk kredit kepada sektor bisnis mendominasi kinerja likuiditas perekonomian. Faktor eksternal yang tercermin pada perkembangan aktiva luar negeri secara keseluruhan meningkat sejalan dengan meningkatnya cadanga devisa yang bersumber dari penerimaan harga minyak dunia (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007:98). 2. Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Variabel yang digunakan adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat Indonesia (termasuk warga negara asing yang berada di Indonesia) dalam tahun tertentu. Nilai barang dan jasa yang diukur adalah berdasarkan harga konstan, yaitu sebagai berikut: GDP Rill = GDP Nominal GDP Deflator GDP nominal merupakan nilai produk dihitung berdasarkan harga yang berlaku ketika produk itu dihasilkan. GDP nominal dihitung dengan mengalikan kuantitas dengan harga pasar setiap tahun yang berubah-ubah. GDP riil merupakan nilai produk dihitung berdasarkan harga tahun tertentu yang ditetapkan sebagai tahun dasar. GDP deflator merupakan nilai produk berdasarkan indeks harga. GDP deflator dihitung dengan cara membagi GDP nominal dengan GDP riil. PDB Milyar Rupiah 600000 500000 400000 300000 PDB 200000 100000 0 6 8 7 O7 7 O5 O5 s-05 r-O O9 O9 O8 O9 O6 O O r-O n- unp- Jan un- esp- an- un- esa Ja J De Ma Se J J J M D Se D Periode Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia Tahun 2005-2009 Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa PDB terus meningkat. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mulai membaik, terutama disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat, membaiknya iklim investasi dan tingginya permintaan dunia terhadap ekspor Indonesia. Pada sisi penawaran, kinerja pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan pada hampir seluruh sektor ekonomi. Namun iklim yang kondusif tersebut tidak dapat bertahan lama, karena harga minyak semakin meroket ditambah dengan krisis subprime mortage di AS dan gejala resesi dunia serta gejala krisis pangan dunia. Hal ini nampak terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008. 3. Nilai Tukar (KURS) Menurut Sadono Sukirno (2000:197), kurs (nilai tukar) valuta asing merupakan masalah suatu nilai yang menunjukan mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Variabel nilai tukar yang dipakai adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dinyatakan dalam ribuan rupiah/USD. Kurs yang digunakan adalah kurs rill, dimana untuk melihat hubungan antara kurs riil dan kurs nominal, secara umum perhitungannya sebagai berikut: Kurs Riil = Kurs Nominal x Harga Barang Domestik Harga Barang Luar Negeri Puluhan Ribu Rupiah KURS 14000 12000 10000 8000 KURS 6000 4000 2000 Ja nO5 Ju nO De 5 s-0 M 5 ar -O Se 6 pO6 Ja nO Ju 7 nO De 7 s-O M 7 ar -O Se 8 pO8 Ja nO 9 Ju nO De 9 s-O 9 0 Periode Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar/KURS Tahun 2005-2009 Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dapat diketahui bahwa selama tahun 2005 nilai tukar rupiah berfluktuasi dengan trend melemah, dan mencapai puncaknya pada akhir agustus 2005. Pelemahan rupiah pada tahun 2005 tidak terlepas dari pengaruh negatif faktor eksternal dan internal, yaitu melambungnya harga minyak dunia, serta meningkatnya permintaan valuta asing terutama untuk memenuhi impor dan pembayaran utang luar negeri. Setelah itu, rupiah mengalami penguatan dan relatif stabil ada tahun 2006 dan 2007. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kondisi fundamental makroekonmi yang membaik, daya tarik investasi keuangan di dalam negeri yang terjaga, serta perkembangan ekonomi global yang relatif lebih kondusif. Setelah itu, rupiah memiliki kecenderungan melemah pada akhir tahun 2008 akibat penularan krisis Subprime mortgage di AS yang berdampak pada perekonomian domestik. 4. Tingkat Suku Bunga (SBI) Menurut Mankiw (2005:157), tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan serta merupakan variabel paling penting diantara variabel-variabel makro ekonomi. Atau harga pasar yang mentransfer sumber daya masa lalu dan masa depan atau merupakan hasil tabungan dan biaya peminjaman (Mankiw, 2005:494) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek denan sistem diskonto. Tingkat bunga SBI menjadi perhatian banyak pihak karena suku bunga SBI ini dijadikan patokan oleh perbankan nasiona untuk menentukan tingkat suku bunganya. Selain itu, bunga SBI juga mencerminkan pengetatan dan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia. Dalam perhitungan tingkat suku bunga, biasanya digunakan persentase (%) dari jumah yang dipinjam atau ditanamkan seseorang. SBI 14 Persentase 12 10 8 SBI 6 4 2 0 8 6 5 7 7 5 9 6 7 9 8 9 O5 -O s-0 ar-O p-O an-O un-O s-O ar-O p-O anO un-O s-O nn e a u e e J J J D J J J M M S D Se De Periode Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga (SBI) Tahun 2005-2009 Berdasarkan Grafik pada gambar 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat suku bunga pada semester II 2005 mulai meningkat. Peningkatan tingkat suku bunga SBI adalah usaha pemerintah dalam menghadapi defisit neraca pembayaran dengan menekan uang yang beredar dan menarik uang tersebut untuk meningkatkan neraca pembayaran. Sedangkan menurunnya tingkat suku bunga SBI pada tahun 2006 dan 2007 disebabkan karena neraca pembayaran Indonesia pada tahun tersebut mencatat kinerja yang mantap. Sehingga pemerintah menurunkan tingkat suku bunga untuk memberikan keleluasaan perekonomian untuk berkembang dengan jalan memacu pertumbuhan konsumsi masyarakat. Pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009, perekonomian Indonesia mengalami tekanan yang cukup berat sebagai akibat ketidakpastian perekonomian global, sehingga suku bunga kembali naik. 5. Uang Primer Uang primer atau base money (BM) merupakan inti dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan uang kartal maupun uang giral (Boediono, 1994). Uang primer terdiri atas uang kartal yang dipegang oleh bank umum maupun masyarakat di luar Bank Indonesia dan kas negara serta rekening giro bank-bank umum dan sektor swasta di Bank Indonesia. Milyar Rupiah UP 500.000 450.000 400.000 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0.000 UP 6 7 6 7 O8 O8 nO9 -O9 -O9 O5 O5 s-05 r-O O7 O O n- unn- un- es-O ar- epn s pa e a a e Ja J J D J J Ju De M M S D S Periode Sumber: Bank Indonesia Gambar 4.5 Perkembangan Uang Primer di Indonesia Tahun 2005-2009 Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 dapat diketahui bahwa adanya peningkatan uang primer pada tahun 2006 dan 2007 merupakan cermin dari surplusnya neraca pembayaran pada tahun tersebut. Neraca pembayaran akan mempengaruhi cadangan internasional dan pada akhirnya mempengaruhi base money. Selain itu, rendah tingkat suku bunga pada tahun tersebut membuat bank merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, akibatnya pelipat uang meningkat. B. Hasil Analisa 1. Hasil Uji Stasioneritas Pengolahan data dilakukan secara elektronik yakni menggunakan Microsoft Excel Windows 2007 dan Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Variabel bebas (independent) yaitu pendapatan nasional (PDB), nilai tukar (KURS), tingkat suku bunga (SBI), dan uang primer. Variabel terikat (dependent) yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data natural log (ln) dari variabel-variabel tersebut, dimana ln merupakan log dengan bilangan dasar bilangan alam yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan. Uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol Ha : Data tersebut stasioner pada derajat Nol Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat Nol Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho diterima, data tidak stasioner pada derajat Nol Tabel 4.1 Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test Pada Tingkat Level No. Variabel Level Ho = Tidak Stasioner ADFtest CV 5% Ha = Stasioner 1 lnJUB -0.051542 -2.911730 Terima Ho 2 lnPDB -0.542937 -2.915522 Terima Ho 3 lnKURS -1.977639 -2.911730 Terima Ho 4 SBI -2.181054 -2.912631 Terima Ho 5 lnUP -1.830217 -2.912631 Terima Ho Sumber: output EViews 6.0 (diolah) Dari data yang diuji pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semua variabel menunjukkan ketidakstasioneran pada Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan Nilai Augmented Dickey-Fuller test lebih kecil dari Mac.Kinnon Critical Value 5% (ADFtest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho diterima yaitu semua data tidak stasioner pada tingkat Level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat berikut sampai data menjadi stasioner yaitu dengan menggunakan Uji Derajat Integrasi. 2. Hasil Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi ke berapa (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat nol (Insukindro, 1992). Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........ dan seterusnya. Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan seterusnya. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Jika ADF test statistik > ADF table (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, .........dan seterusnya. Jika ADF test statistik <ADF table (critical value α = 5%) maka Ho diterima, data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ........dan seterusnya. Tabel 4.2 Uji Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test pada First Difference No. Variabel first difference Ho = Tidak Stasioner ADFtest CV 5% Ha = Stasioner 1 lnJUB -6.105921 -2.923780 Tolak Ho 2 lnPDB -3.430479 -2.915522 Tolak Ho 3 lnIHK -6.298574 -2.93549 Tolak Ho 4 SBI -3.059067 -2.912631 Tolak Ho 5 lnUP -11.17062 -2.912631 Tolak Ho Sumber: output EViews 6.0 (diolah) Dari data yang diuji pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semua variabel stasioner pada first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan Nilai Augmented Dickey-Fuller test lebih besar dari Mac.Kinnon Critical Value 5% (ADFtest > CV 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada tingkat berikutnya (second difference) dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi. 3. Hasil Uji Kointegrasi Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel tak bebasnya dalam jangka panjang. Dari hasil Uji derajat integrasi didapat bahwa semua variabel stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada I(1) atau first differeence. Sehingga dapat diuji apakah terdapat hubungan kointegrasi . Dalam menentukan besarnya lag dalam uji DF dan ADF terdapat berbagai metode yaitu metode trial & error (coba-coba) metode R2 tertinggi, metode AIC atau Schwarz criterion terkecil, rekomendasi Sims, ataupun dengan 20 persen N atau N1/3 yang berdasarkan pada pengalaman dimana N = observasi Tabel 4.3 Hasil Uji Kointegrasi Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.167102 -2.605442 -1.946549 -1.613181 0.0001 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Dari tabel 4.3 di atas ditunjukkan nilai ADFtest > CV 5%, yaitu -4.167 artinya residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan (berkointegrasi) dalam jangka panjang antara M2 dan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu PDB, KURS, SBI dan uang primer. 4. Hasil Uji Asumsi Klasik a). Hasil Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B test. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho: residual berdistribusi tidak normal Ha: residual berdistribusi normal Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (residual berdistribusi normal) Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (residual berdistribusi tidak normal) 14 Series: Residuals Sample 2005M03 2009M12 Observations 58 12 10 8 6 4 2 0 -0.02 -0.01 0.00 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 5.80e-18 0.000578 0.014434 -0.018733 0.006614 -0.227474 3.084196 Jarque-Bera Probability 0.517327 0.772083 0.01 Gambar 4.6 Hasil uji normalitas Dari diagram pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pada hasil uji normalitas nilai probabilitas sebesar 0.772 lebih besar dari obs* R2 0.05. Hal ini berarti Ho ditolak maka distribusi data normal. b). Hasil Uji Linieritas Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho: model tidak linier Ha: model linier Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier) Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model tidak linier) Tabel 4.4 Hasil Uji Ramsey RESET Test Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 1.028782 1.255865 Prob. F(1,47) Prob. Chi-Square(1) 0.3156 0.2624 Dari uji linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada tabel 4.4 , nilai probabilitasnya adalah 0.2624 lebih besar dari α = 0.05, artinya tidak ada permasalahan linieritas, maka Ho ditolak (model linier). c). Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untu menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas. Jika terjadi hubungan linear yang sempurna maka terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan yang linear diantara variabel bebasnya. pengujian dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (Correlation Matrix). Dengan langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: Tidak bersifat Multikolinearitas Ha: Bersifat Multikolinearitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat multikolinearitas Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, tidak bersifat multikolinieritas Tabel 4.5 Hasil Uji Correlation Matrix LNPDB LNKURS LNSBI LNUP LNPDB 1.000000 0.349836 -0.455449 0.797684 LNKURS 0.349836 1.000000 -0.037105 0.004977 LNSBI -0.455449 -0.037105 1.000000 -0.233986 LNUP 0.797684 0.004977 -0.233986 1.000000 Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada hasil uji Corelation Matrix tidak terdapat nilai yang berada di atas 0.8, atau hubungan antara X1 dan X2 < 0.8. Hal ini berarti Ho diterima, maka dalam model tidak bersifat multikolinearitas. d). Hasil Uji Heteroskedastisitas Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis; Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas Ha: Terjadi Heteroskedastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi heteroskedatisitas Tabel 4.6 Hasil Uji White Heteroskedasticity Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 0.962823 8.869493 6.330441 Prob. F(9,48) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9) 0.4819 0.4494 0.7064 Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas sebesar 0.4494 dengan Obs*R2 yaitu 8.869 diatas 0.05. Hal ini berarti dalam model tidak terjadi heteroskedastisitas atau berarti Ho diterima. e). Hasil Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: Ho: Model tidak terdapat Autokorelasi Ha: Terdapat Autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model terdapat autokorelasi Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak terdapat autokorelasi Tabel 4.7 Hasil Uji Durbin-Watson Ada Tidak dapat Tidak ada diputuskan autokorelasi Tidak Ada dapat autokorelasi diputuskan negatif autokorelasi positif 0 dl 1.10 du 1.54 2 4-du 2.46 4-dl 2.90 4 Dari tabel 4.7 pada tabel uji Durbin-Watson dapat dilihat bahwa nilai Durbin-watson adalah sebesar 2.122. Hal ini berarti nilai Durbin-Watson berada diantara 1.54 - 2.46. Hal ini juga berarti dalam model ini tidak terdapat adanya autokorelasi karena sudah terletak antara 1.54 – 2.46, atau berarti Ho diterima. Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05 (Gujarati: 2006) Hipotesis: Ho: tidak terjadi Autokorelasi Ha: Terjadi Autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria: Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, model terjadi autokorelasi Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, model tidak terjadi autokorelasi Tabel 4.8 Hasil Langrange Multiple Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.298494 0.366030 Prob. F(1,47) Prob. Chi-Square(1) 0.5874 0.5452 Dari tabel 4.8 pada tabel uji LM dapat dilihat bahwa nilai probabilitas ChiSquare 0.5452 atau lebih besar dari α = 0.05. Hal ini berarti dalam model ini tidak terjadi autokorelasi, atau berarti Ho diterima. 5. Hasil Uji Error Correction Model Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang pada setiap variabel, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. Tabel 4.9 Hasil Uji Model Regresi ECM Dependent Variable: D(LNM2) Method: Least Squares Date: 12/06/10 Time: 06:28 Sample (adjusted): 2005M03 2009M12 Included observations: 58 after adjustments Variable Coefficient C D(LNPDB) D(LNKURS) D(LNSBI) D(LNUP) LNPDB(-1) LNKURS(-1) LNSBI(-1) LNUP(-1) ECT 0.254863 0.389048 0.337969 0.024288 0.250426 -0.051211 0.031867 -0.003613 0.024480 0.472334 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.832338 0.800902 0.007207 0.002493 209.2849 26.47678 0.000000 Std. Error t-Statistic 0.269576 0.945420 0.104933 3.707584 0.036566 9.242653 0.023732 1.023424 0.018799 13.32120 0.030098 -1.701489 0.018250 1.746182 0.006043 -0.597946 0.011354 2.155996 0.067551 6.992244 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat Prob. 0.3492 0.0005 0.0000 0.3112 0.0000 0.0953 0.0872 0.5527 0.0361 0.0000 0.012920 0.016152 -6.871894 -6.516645 -6.733517 2.122465 C. Interprestasi Berdasarkan output data diolah hasil regresi ECM di dapat hasil sebagai berikut: D(LNM2) = 0.25486290516 + 0.389047626961*D(LNPDB) 0.337968773102*D(LNKURS) + + 0.0242875441604*D(LNSBI) + 0.250425617549*D(LNUP) 0.0512113917293*LNPDB(-1) + 0.0318674591737*LNKURS(-1) - 0.0036133673828*LNSBI(1) + 0.0244796976336*LNUP(-1) + 0.472333772483*ECT Keterangan: D(LNM2) = Perubahan M2 periode t D(LNPDB) = Perubahan Produk Domestik Bruto periode t D(LNKURS) = Perubahan Nilai Tukar periode t D(LNSBI) = Perubahan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia periode t D(LNUP) = Perubahan Uang Primer periode t LNPDB(-1) = Produk Domestik Bruto t-1 LNKURS(-1) = Nilai Tukar t-1 LNSBI(-1) = Bunga Setifikat Bank Indonesia t-1 LNUP(-1) = Uang primer t-1 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara rinci mengenai hasil pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Produk Domestik Bruto dan Jumlah Uang Beredar M2 Variabel PDB dalam jangka pendek berhubungan positif dan signifikan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel PDB berhubungan negatif dan tidak signifikan. D(LNPDB) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 3.707. Nilai tersebut lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0005, berarti variabel PDB signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara variabel PDB dan M2. Dan pada LNPDB(-1) nilai t-statistik sebesar -1.7014. Nilai tersebut lebih kecil dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0953, berarti variabel PDB tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel PDB dan M2 2) Kurs Rupiah Terhadap USD dan M2 Variabel kurs dalam jangka pendek berpengaruh positif dan signifikan sesuai dengan hipotesa. Koefisien regresi sebesar 0.337 dalam persamaan jangka pendek menunjukan bahwa kenaikan atau penguatan rupiah satu persen terhadap dollar akan meningkatkan uang beredar sebesar 0.337 persen. Sedangkan dalam dalam jangka panjang variabel kurs menunjukan pengaruh yang positif namun tidak signifikan. D(LNKURS) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 9.242. Nilai ini lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0000, berarti variabel kurs signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara variabel kurs dan M2 Sedangkan pada LNKURS(-1) nilai t-statistik sebesar 1.746. Nilai ini lebih kecil dari 2 dan probabilitasnya 0.0872, berarti variabel kurs tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel kurs dan M2. 3). Tingkat Suku Bunga SBI dan M2 Variabel SBI dalam jangka pendek berpengaruh positif dan tidak signifikan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel SBI berpengaruh negatif dan tidak signifikan. D(LNSBI) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 1.023. Nilai ini lebih kecil dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.3112, berarti variabel SBI tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak terdapat hubungan jangka pendek antara variabel SBI dan M2 Sedangkan pada LNSBI(-1) nilai t-statistik sebesar -0.597. Nilai ini lebih kecil dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.5527, berarti variabel SBI tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel SBI dan M2. 4). Uang Primer dan M2 Variabel uang primer dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan sesuai dengan hipotesa. Koefisien regresi sebesar 0.250 dalam persamaan jangka pendek menunjukan bahwa kenaikan uang primer satu persen akan meningkatkan uang beredar sebesar 0.250 persen. Sedangkan dalam persamaan jangka panjang, koefisien regresi sebesar 0.024 dimana apabila uang primer naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan uang beredar sebesar 0.024 persen. D(LNUP) menunjukkan nilai t-statistik sebesar 13.323. Nilai ini lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0000, berarti variabel uang primer signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara variabel dan M2 Sedangkan pada LNUP (-1) nilai t-statistik sebesar 2.155. Nilai ini sudah lebih besar dari 2 dan probabilitasnya sebesar 0.0063, berarti variabel uang primer signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Hal ini membawa implikasi bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara variabel uang primer dan M2. Hasil pengujian pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai koefisien ECT sudah terletak antara 0 dan 1. Nilai koefisiennya adalah 0.472 atau mendekati 1, sehingga speed of adjustment dari jangka pendek menuju jangka panjang berjalan relatif lambat. Dapat dilihat nilat t-statistiknya lebih dari 2 yaitu 6.992 dengan probabilitas 0.0000. Hal ini berarti ECT sudah signifikan pada tingkat kepercayaan α=0.05. Oleh karena itu model dari pengujian ECM ini sudah dapat dikatakan baik. Dari koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R-squared dapat dilihat sebesar 0.832. Hal tersebut berarti bahwa sebesar 83% variabel dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel PDB, KURS, SBI dan uang primer. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Disamping itu Fstatistik signifikan sebesar 0.0000 pada tingkat kepercayaan α=0.05. Analisa Ekonomi Hasil analisa menunjukan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB) terhadap jumlah uang beredar (M2) dalam jangka pendek berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan dalam jangka panjang, berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Peningkatan pendapatan suatu negara akan mempengaruhi posisi neraca pembayaran, terutama peningkatan yang berasal dari ekspor atau atau perdagangan luar negeri. Peningkatan ini (yang menandakan adanya surplus) biasanya disimpan sebagai cadangan internasional. Cadangan internasional yang meningkat akan menambah jumlah base money yang secara langsung meningkatkan jumlah uang beredar. Dalam kondisi keseimbangan dimana penawaran uang sama dengan permintaanya, kenaikan jumlah uang beredar akibat naiknya pendapatan dapat juga menggambarkan adanya kecenderungan masarakat memenuhi tiga motif dalam teori preferensi likuiditas Keynes. Terutama motif transaksi dan berjaga-jaga yang sangat dipengaruhi oleh income seseorang. Variabel nilai tukar terhadap jumlah uang beredar (M2) dalam jangka pendek berpengaruh positif dan signifikan, sesuai dengan hipotesa. Sedangkan dalam jangka panjang berpengaruh positif namun tidak signifikan. Berpengaruhnya nilai tukar (KURS) terhadap jumlah uang beredar secara positif dan signifikan menunjukan melemahnya neraca pembayaran akibat melambungnya harga minyak dunia dan krisis subprime mortgage di AS serta meningkatnya permintaan valuta asing untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri. Hal ini menyebabkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini yaitu menyelamatkan cadangan devisa dengan mengadakan penjualan mata uang rupiah dan melakukan pembelian valuta asing seperti Dollar AS. Penambahan jumlah Dollar AS akan meningkatkan cadangan internasional dan jumlah base money sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah uang beredar. Variabel tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah uang beredar (M2) menunjukan pengaruh yang tidak signifikan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pengaruh negatif yang ditunjukan pada jangka panjang menunjukan bahwa pada suku bunga yang rendah masyarakat akan lebih suka memegang uang dari membeli harta-harta keuangan. Masyarakat akan merasa bahwa hasil (pendapatan dari bunga) tidak cukup menarik, oleh karenanya lebih baiklah memegang uang. Sebaliknya, pada ketika suku bunga tinggi, masyarakat akan merasa rugi memegang uang karena tidak akan mengahasilkan pendapatan. Variabel uang primer menunjukan pengaruh yang signifikan baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam mempengaruhi jumlah uang beredar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit) yang akan mempengaruhi cadangan internasional. Hal ini akan turut pula mempengaruhi uang inti yang tersedia di masyarakat, sehingga uang beredar berfluktuasi; Perubahan kredit langsung Bank Indonesia melalui tingkat discount rate. Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi likuiditasnya yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal, akibatnya jumlah uang beredar menurun, begitupun sebaliknya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi dan model ECM (Error Correction Model) tentang pengaruh pendapatan nasional (PDB), nilai tukar (KURS), tingkat suku bunga (SBI) dan uang primer terhadap jumlah uang beredar (M2) periode 2005.1-2009.12, maka dapat ditarik kesimpuan sebagai berikut: 1. Dalam jangka pendek menunjukan bahwa variabel pendapatan nasional, nilai tukar, uang primer berpengaruh signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sedangkan tingkat suku bunga SBI tidak signifikan. Dalam jangka panjang menunjukkan bahwa hanya variabel uang primer yang signifikan, sementara variabel pendapatan masional, nilai tukar, dan tingkat suku bunga tidak signifikan mempengaruhi jumlah uang beredar (M2). 2. Variabel pendapatan nasional dalam jangka pendek menunjukan hasil yang signifkan dan memiliki pengaruh yang positif. Sementara dalam jangka panjang, variabel pendapatan nasional menunjukan hasil yang tidak signifikan. Peningkatan pendapatan suatu negara akan mempengaruhi posisi neraca pembayaran, terutama peningkatan yang berasal dari ekspor atau atau perdagangan luar negeri. Peningkatan ini (yang menandakan adanya surplus) biasanya disimpan sebagai cadangan internasional. Cadangan internasional yang meningkat akan menambah jumlah base money yang secara langsung meningkatkan jumlah uang beredar. Dalam kondisi keseimbangan dimana penawaran uang sama dengan permintaanya, kenaikan jumlah uang beredar akibat naiknya pendapatan dapat juga menggambarkan adanya kecenderungan masyarakat memenuhi tiga motif dalam teori preferensi likuiditas Keynes. Terutama motif transaksi dan berjaga-jaga yang sangat dipengaruhi oleh income seseorang. 3. Variabel nilai tukar jangka pendek signifikan dan berpengaruh positif, sesuai hipotesa. Sementara dalam jangka panjang berpengaruh positif namun tidak signifikan. Fluktuasi nilai tukar akan mendorong pemerintah melakukan intervensi dalam pasar valuta asing. Untuk menjaga kestabilan nilai rupiah, pemerintah (bank sentral) dapat mengadakan penjualan mata uang Rupiah dengan melakukan pembelian valuta asing seperti Dollar AS. Penambahan jumlah Dollar AS akan meningkatkan cadangan internasional dan jumlah base money sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah uang beredar. 4. Variabel suku bunga SBI dalam jangka pendek dan jangka panjang menunjukan hasil yang tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pelaku ekonomi tidak mengantisipasi perubahan jumlah uang beredar pada periode yang sama melainkan pada periode berikutnya, belum terintegrasinya sektor riil dengan sektor moneter. Selain itu melalui pembelian Sertifikat Bank Indonesia, sesuai suku bunga berlaku, bank-bank umum memiliki cadangan lebih banyak untuk dipinjamkan. Namun, dalam masa krisis terbukti bahwa bank-bank umum tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai lembaga intermediasi, dimana sektor perbankan kesulitan menyalurkan dana pihak ketiga menjadi kredit karena sektor riil belum memberikan kepastian usaha. 5. Variabel uang primer dalam jangka pendek dan jangka panjang signifikan dan positif. Hal ini disebabkan oleh keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit), dimana neraca pembayaran akan mempengaruhi cadangan internasional dan pada akhirnya mempengaruhi base money dan jumlah uang beredar. Selain neraca pembayaran, uang primer dapat disebabkan oleh perubahan kredit langsung Bank Indonesia melalui tingkat discount rate. Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi likuiditasnya yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal, akibatnya jumlah uang beredar menurun, begitupun sebaliknya. B. IMPLIKASI DAN SARAN 1. Untuk menjaga pertumbuhan uang beredar agar tetap stabil pemerintah harus terus mengupayakan peningkatan pendapatan PDB riil atau pendapatan nasional secara umum. Salah satunya dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dari setiap sektor. Dengan demikian peningkatan uang beredar dapat diimbangi oleh PDB sehingga mengurangi risiko inflasi tinggi. 2. Mempertimbangkan besarnya tekanan depresiasi rupiah yang dapat mengganggu kestabilan makroekonomi, Bank Indonesia selaku otoritas moneter dapat menempuh beberapa langkah kebijakan terkait dengan upaya stabilisasi nilai tukar. Kebijakan moneter cenderung ketat melalui peningkatan BI rate maupun pengoptimalan penggunaan instrumen moneter kontraksi, yaitu peningkatan GWM (Giro Wajib Minimum) dapat membawa dampak positif terhadap nilai tukar rupiah, yaitu meredanya aksi beli valuta asing oleh masyarakat dan memperbaiki daya saing perbankan domestik terutama dalam upaya menarik devisa hasil ekspor yang dapat menambah pasokan valuta asing, pada gilirannya mendorong apresiasi rupiah. 3. Penguatan neraca pembayaran, yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Dalam hal ini, pemerintah dapat mendorong peningkatan ekspor, yaitu melalui pengembangan promosi dagang dan peningkatan kualitas dan desain produk ekspor. Di bidang pariwisata, dapat dilakukannya pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata serta pengembangan destinasi pariwisata unggulan berbasis alam, sejarah, budaya, dan olahraga. 4. Tidak responsifnya posisi uang beredar terhadap berbagai kebijakan suku bunga dalam jangka pendek maupun jangka panjang menunjukan bahwa fungsi intermediasi perbankan Indonesia masih perlu diperbaiki. Sektor perbankan dapat menyalurkan dana pihak ketiga menjadi kredit kepada sektor riil dengan mempertimbangkan standar kelayakan menerima kredit, yaitu memenuhi kriteria prudential yang basic 5C, antara lain character, capacity dan lain-lain. 5. Pengendalian base money bisa dilakukan melalui operasi pasar terbuka dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga seperti obligasi ke/dari masyarakat melalui bank-bank umum (commercial bank). Penjualan surat-surat berharga seperti obligasi dilakukan pemerintah jika di masyarakat terjadi kelebihan jumlah uang beredar terutama dalam bentuk uang giral yaitu pada masa inflasi. Sebaliknya jika di masyarakat terjadi kekurangan jumlah uang beredar atau pada masa resesi, pemerintah dapat membeli kembali obligasi-obligasi yang pernah ditawarkan ke masyarakat melalui bank-bank umum. Selain itu, dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat bunga dan atau tingkat diskonto. Tingkat bunga dinaikkan apabila kondisi ekonomi mengalami inflasi. Namun apabila perekonomian dalam keadaan resesi, tingkat bunga diturunkan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. (2001). Ekonomi Pembangunan edisi keempat, Aditya Media: Yogyakarta. Atmadja, Adwin Surja. (2002). Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas di Indonesia, Jurnal Akuntansi & Keuangan vol.4, no. 1, 69-78 Mei 2002. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (beberapa edisi). ____________ Laporan Perekonomian Indonesia. (beberapa edisi) Boediono. (1992). Ekonomi Moneter edisi ketiga, BPFE: Yogyakarta. Dhani Agung Darmawan. Analisis Permintaan Uang kuasi di Indonesia Periode 1983-2005: Pendekatan Error Correction Model (ECM), Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, XIII (2). 2005. Dumairy. (1996). Perekonomian Indonesia, Erlangga: Yogyakarta. Edalmen. (1999). Penerapan Kurs Tetap dan Kurs Bebas Dalam Menentukan Keseimbangan Nilai Tukar Mata Uang. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara, Th. VI/01/1999. Endri. (2002). Analisis Faktor-Faktor Fundamental Pergerakan Nilai Tukar Rupiah, Perbanas Finance& Banking Journal, vol.4 No.1 Desember 2002. Eric. E. Haas. (2004). Mutual Fund Expense Ratios : How High Is Too High, Journal Financial Planning, September 2004. Gujarati, Damodar. (1995). Basic Ekonometric, McGraw Hill: Singapura Hamid, Abdul. (2007). Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta. Hamja, Yahya, Modul I Ekonometrika, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. ____________ Modul II Ekonometrika, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Hariyanti, Dini. Analisa Variabel Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar di Indonesia Pendekatan Error Correction Model (Periode 1988.1-2000.1). Media Ekonomi Vol.7 No. 2, hal. 138-155. 2001 Judiseno, Rimsky. (2005). Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia: Jakarta. Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana meneliti dan Menulis Tesis?. Erlangga: Jakarta. M.Y. Dedi Haryanto dan riyanto. (2007). Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs Terhadap Risiko Sistematika Saham Perusahaan di BEJ, Jurnal Keuangan dan bisnis, Maret 2007. Mandala, Manurung dan Rahardja, Prathama. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi) edisi ketiga, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta. Mankiw, N. Gregory. (2002). Principle of Economics edisi 3, Thomson, Edisi Indonesia. Erlangga: Jakarta. _________________. (2003). Macroekonomics edisi 5, Harvard University, Edisi Indonesia. Erlangga: Jakarta. Murni, Asfia. (2006). Ekonomika Makro, PT. Refika Aditama:Bandung. Nilawati. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Angka Pengganda Uang Terhadap Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, Agustus 2000. Hal. 64-72. Nordhaus, Samuelson. (2004). Ilmu ekonomi makro, edisi 17. PT. Media Edukasi. Prayitno, Lily. Sandjaya, Heny. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia; Sebuah Anlisis Ekonometrika, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 4. No. 1, Maret 2002. Hal. 46-55. Rodoni, Ahmad. (2004). Statistik Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta. Santoso, Singgih. (2003). Buku Latihan SPSS Statistik Versi 10,6, PT. Elek Media Komputer : Jakarta. Soenhadji, Iman Murtono. Jumlah Uang Beredar Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Jurnal Ekonomi & Bisnis. No. 2. Jilid 8. 2003. Sukirno, Sadono. (2000). Makroekonomi Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. ______________ (2004). Pengantar Teori Makroekonomi edisi ketiga, PT. Raja Grafindo: Jakarta. Suleman, DKK. An Empirical Investigation Between Money Supply Government Expenditure, Output&Prices : The Pakistan Evidence, European Journal of Economic, Finance and Administrative Sciences.2009. Suseno, Hadi. Analisis Variabel Ekonomi yang Mempengaruhi Jumlah Uang Yang Beredar di Indonesia. Ventura. Vol. 9. Hal. 31-44. 2006 Tambunan, Tulus. (2001). Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia: Jakarta. Yustika, Ahmad, Erani. (2006), “Perekonomian Indonesia, Deskripsi, Preskripsi dan Kebijakan”, Malang: Bayumedia. Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia FE UII: Yogyakarta. Zilal Hamzah, Muhammad. (2006). Pengaruh Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah, Dan Nilai Tukar Terhadap Inflasi Di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM). Jurnal Kebijakan Ekonomi,Vol. 2, No. 1 Agustus 2006. LAMPIRAN Lampiran 1 Data Variabel Penelitian Periode M2 PDB KURS SBI UP 2005.1 1015874 421018 9165 7.42 189.972 2 1012144 424010 9260 7.43 186.308 3 1020693 427003 9480 7.44 191.381 4 1044253 430039 9570 7.7 189.385 5 1046192 433075 9495 7.95 195.994 6 1073746 436110 9713 8.25 205.279 7 1088376 440237 9819 8.49 200.862 8 1115874 444364 10240 9.51 208.147 9 1150451 448493 10310 10 240.876 10 1165741 445346 10090 11 267.996 11 1168267 442199 10035 12.25 245.446 2005.12 1203215 439051 9830 12.75 269.971 2006.1 1190834 442201 9395 12.75 244.797 2 1193864 445351 9230 12.74 242.824 3 1195067 448501 9075 12.73 245.867 4 1198013 451592 8775 12.74 243.804 5 1237504 454683 9220 12.5 261.81 6 1253757 457775 9300 12.5 269.53 7 1248236 463533 9070 12.25 266.899 8 1270378 469291 9100 11.75 270.722 9 1291396 475049 9235 11.25 282.547 10 1325658 472025 9110 10.75 321.354 11 1338555 469001 9165 10.25 294.834 2006.12 1382073 465977 9020 9.75 346.492 Periode M2 PDB KURS SBI UP 2007.1 1363907 469162 9090 9.5 313.759 2 1366820 472347 9160 9.25 319.856 3 1375947 475533 9118 9 299.156 4 1383577 466344 9083 9 302.634 5 1393097 457195 8828 8.75 304.297 6 1451974 448025 9054 8.75 319.758 7 1472952 467406 9186 8.25 310.251 8 1487541 486787 9410 8.25 326.119 9 1512756 506168 9137 8.25 323.710 10 1530145 501901 9103 8.25 345.714 11 1556200 497634 9376 8.2 344.831 2007.12 1643203 493365 9419 8.2 438.460 2008.1 1588962 497309 9291 8 332.437 2 1596090 501253 9051 7.93 322 3 1586795 505198 9217 7.96 325.044 4 1608874 509855 9234 7.99 324.186 5 1636383 514512 9318 8.31 333.996 6 1699480 519170 9225 8.73 349.649 7 1679020 525646 9118 9.13 346.593 8 1675431 532122 9153 9.28 343.631 9 1768250 538599 9378 9.71 392.136 10 1802932 532182 10995 10.98 307.46 11 1841163 525765 12151 11.24 306.773 2008.12 1883851 519349 10950 10.83 344.688 2009.1 1874145 522255 11355 9.5 314.662 Periode M2 PDB KURS SBI UP 2009.2 1900208 525161 11980 8.74 303.777 3 1916752 528066 11575 8.21 304.718 4 1912623 532165 10713 7.59 308.277 5 1927070 536264 10340 7.25 309.232 6 1977533 540364 10225 6.95 322.994 7 1963180 547244 9920 6.71 322.85 8 1995294 554124 10060 6.58 324.662 9 2018031 561003 9681 6.48 354.297 10 2021517 556516 9545 6.49 364.869 11 2062206 552029 9480 6.47 376.978 2009.12 2141384 547543 9400 6.46 402.119 Lampiran 2 Hasil Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level Hasil Uji Stasioneritas LNM2 Pada Tingkat Level Null Hypothesis: LNM2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.051542 0.9494 Test critical values: 1% level -3.546099 5% level -2.911730 10% level -2.593551 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Stasioneritas LNPDB Pada Tingkat Level Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.542937 0.8742 Test critical values: 1% level -3.555023 5% level -2.915522 10% level -2.595565 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Stasioneritas LNKURS Pada Tingkat Level Null Hypothesis: LNKURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.977639 0.2957 Test critical values: 1% level -3.546099 5% level -2.911730 10% level -2.593551 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Stasioneritas LNSBI pada Tingkat Level Null Hypothesis: LNSBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.067679 0.2582 Test critical values: 1% level -3.548208 5% level -2.912631 10% level -2.594027 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Stasioneritas LNUP Pada Tingkat Level Null Hypothesis: LNUP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.830217 0.3626 Test critical values: 1% level -3.548208 5% level -2.912631 10% level -2.594027 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Lampiran 3 Hasil Uji Derajat Integrasi Pada Tingkat First Difference dan Hasil Uji Kointegrasi Hasil Uji Derajat Integrasi LNM2 Pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(LNM2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.823127 0.0000 Test critical values: 1% level -3.548208 5% level -2.912631 10% level -2.594027 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Derajat Integrasi LNPDB Pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.430479 0.0140 Test critical values: 1% level -3.555023 5% level -2.915522 10% level -2.595565 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Derajat Integrasi LNKURS Pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(LNKURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.298574 0.0000 Test critical values: 1% level -3.550396 5% level -2.913549 10% level -2.594521 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Derajat Integrasi LNSBI Pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(LNSBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.999593 0.0408 Test critical values: 1% level -3.548208 5% level -2.912631 10% level -2.594027 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Derajat Integrasi LNUP Pada Tingkat First Difference Null Hypothesis: D(LNUP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.17062 0.0000 Test critical values: 1% level -3.548208 5% level -2.912631 10% level -2.594027 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Hasil Uji Kointegrasi Null Hypothesis: KOIN has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.167102 0.0001 Test critical values: 1% level -2.605442 5% level -1.946549 10% level -1.613181 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Lampiran 4 Hasil Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Regresi Berganda Dependent Variable: LNM2 Method: Least Squares Date: 12/06/10 Time: 06:27 Sample: 2005M01 2009M12 Included observations: 60 Variable Coefficient C -13.09948 LNPDB Std. Error t-Statistic Prob. 1.317360 -9.943737 0.0000 1.606927 0.141692 11.34099 0.0000 LNKURS 0.490863 0.085859 5.717100 0.0000 LNSBI -0.093577 0.029832 -3.136804 0.0027 LNUP 0.345543 0.049853 0.0000 R-squared 0.971533 Mean dependent var 14.19594 Adjusted R-squared 0.969462 S.D. dependent var 0.218257 S.E. of regression 0.038140 Akaike info criterion -3.615429 Sum squared resid 0.080008 Schwarz criterion Log likelihood 113.4629 Hannan-Quinn criter. -3.547161 F-statistic 469.2607 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000000 6.931300 -3.440900 0.553176 Hasil Uji Normalitas 14 Series: Residuals Sample 2005M03 2009M12 Observations 58 12 10 8 6 4 2 0 -0.02 -0.01 0.00 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 5.80e-18 0.000578 0.014434 -0.018733 0.006614 -0.227474 3.084196 Jarque-Bera Probability 0.517327 0.772083 0.01 Hasil Uji Linieritas Ramsey RESET Test: F-statistic 1.028782 Prob. F(1,47) 0.3156 Log likelihood ratio 1.255865 Prob. Chi-Square(1) 0.2624 Hasil Uji Multikolinearitas LNPDB LNKURS LNSBI LNUP LNPDB 1.000000 0.349836 -0.455449 0.797684 LNKURS 0.349836 1.000000 -0.037105 0.004977 LNSBI -0.455449 -0.037105 1.000000 -0.233986 LNUP 0.797684 0.004977 -0.233986 1.000000 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.962823 Prob. F(9,48) 0.4819 Obs*R-squared 8.869493 Prob. Chi-Square(9) 0.4494 Scaled explained SS 6.330441 Prob. Chi-Square(9) 0.7064 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.298494 Prob. F(1,47) 0.5874 Obs*R-squared 0.366030 Prob. Chi-Square(1) 0.5452 Lampiran 5 Hasil Uji Error Correction Model (ECM) Dependent Variable: D(LNM2) Method: Least Squares Date: 12/06/10 Time: 11:45 Sample (adjusted): 2005M03 2009M12 Included observations: 58 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.254863 0.269576 0.945420 0.3492 D(LNPDB) 0.389048 0.104933 3.707584 0.0005 D(LNKURS) 0.337969 0.036566 9.242653 0.0000 D(LNSBI) 0.024288 0.023732 1.023424 0.3112 D(LNUP) 0.250426 0.018799 13.32120 0.0000 LNPDB(-1) -0.051211 0.030098 -1.701489 0.0953 LNKURS(-1) 0.031867 0.018250 1.746182 0.0872 LNSBI(-1) -0.003613 0.006043 -0.597946 0.5527 LNUP(-1) 0.024480 0.011354 2.155996 0.0361 ECT 0.472334 0.067551 6.992244 0.0000 R-squared 0.832338 Mean dependent var 0.012920 Adjusted R-squared 0.800902 S.D. dependent var 0.016152 S.E. of regression 0.007207 Akaike info criterion -6.871894 Sum squared resid 0.002493 Schwarz criterion Log likelihood 209.2849 Hannan-Quinn criter. -6.733517 F-statistic 26.47678 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000000 -6.516645 2.122465