1 I. 1.1. PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa. sawit (Elaeis.guineensis.Jacq.) merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang berasal dari Afrika Barat. Tanaman ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden), dua berasal dari Bourbon (Mauritius), dua lainnya berasal dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor hingga tahun 2014 masih hidup dengan ketinggian sekitar 12 m. Tanaman tersebut merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika (Pardamean, 2014). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15○ LU - 15○ LS) dengan ketinggian tempat 0 - 500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80 - 90 %. Kelapa sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil 2000 – 2500 mm setahun yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi prilaku pembungaan dan produksi buah sawit ( Wikipedia, 2015 ). Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis yang bergerak pada sektor pertanian yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Hasilnya biasa digunakan sebagai bahan dasar industri seperti industri makanan, komestika dan industri sabun. Perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah 2 produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah padat, cair dan gas (Agustina, 2006). Limbah padat yang dihasilkan antara lain tandan kosong, cangkang/fiber, abu boiler, solid decanter, sampah loading ramp dan shell. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak kelapa sawit yang berbentuk cair. Air limbah hasil samping dari pengolahan kelapa sawit sangat banyak mengandung bahan organik dan dapat mencemari lingkungan bila langsung dibuang ke perairan (Pardamean, 2014). Fauzi et all. (2014) mengatakan bahwa jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) berkisar antara 600 - 700 liter/ton. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit dapat mencemari lingkungan, menjadi racun, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan limbah tersebut ke lapangan. Dari penjelasan di atas, maka penulis mengambil judul Tugas Akhir “Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit (Elais quineensis Jacq.) di PT. Jamika Raya Kabupaten Muara Bungo Provinsi Jambi“ 3 1.2. Tujuan Adapun tujuan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah mahasiswa diharapkan mampu : a) Memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pemahaman kegiatan di perusahaan perkebunan khususnya di bidang pemanfaatan limbah industri pada pabrik kelapa sawit b) Mengetahui tentang kandungan unsur hara yang terdapat didalam limbah padat dan cair kelapa sawit yang dapat menambah unsur hara pada tanah 1.3. Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah : a) Memperoleh pengalaman di lapangan tentang pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit b) Memberikan rangsangan kepada mahasiswa agar dapat berpikir dan bekerja secara positif, kritis, inovatif dan meningkatkan motivasi untuk senantiasa meningkatkan kinerja dikemudian hari c) Memberikan pengalaman kerja pada kondisi sesungguhnya sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja 4 II. 2.1. TINJUAN PUSTAKA Jenis Limbah Industri Kelapa Sawit Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas (Mahida, 1984) 2.1.1. Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, solid, serat dan tempurung. Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah tidak lepas di antara celah-celah di bagian dalam. Kejadian ini timbul, bila perebusan dan bantingan yang tidak sempurna sehingga pelepasan buah sangat sulit (Naibaho, 2003). Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstaksi di screw press dan pemisahan pada fibre cyclone. Tempurung yang dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator masih mengandung biji bulat dan inti kelapa sawit ( Naibaho, 2003). Beberapa limbah padat hasil pengolahan minyak kelapa sawit : A. Tandan kosong Tandan kosong merupakan produk dari pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) setelah TBS diproses sterilizer dan tippler. Tandan kosong kaya akan unsur organik 5 nutrisi bagi tanaman. Menurut Pahan (2012), kandungan unsur hara 1 ton tandan kosong kelapa dan fungsi tandan kosong kelapa sawit adalah : Kandungan unsur hara 1 ton tandan kosong kelapa sawit : 8 kg Urea 2,90 kg TSP 18,30 kg MOP 5,00 kg Kieserit Fungsi tandan kosong kelapa sawit : Mengatur kelembaban tanah Meningkatkan infiltrasi tanah Menambah bahan organic tanah Meningkatkan KTK tanah Menstabilkan temperature tanah Memperbaiki struktur tanah Meningkatkan mikroba tanah Mengendalikan laju aliran permukaan dan erosi tanah B. Dried Decanter Solid Dried Decanter Solid atau sering disebut dengan solid merupakan limbah padat pabrik kelapa sawit. Solid sebenarnya berasal dari mesocarp atau serabut berondolan sawit yang telah mengalami pengolahan di pabrik kelapa sawit. 6 Rata-rata 1 ton solid mengandung unsur hara sebanding dengan : 10,3 kg Urea 3,3 kg TSP 6,1 kg MOP 4,5 kg Kieserit Kandungan hara tersebut hampir sama dengan janjangan kosong, akan tetapi kandungan MOP pada solid lebih rendah (Pahan, 2012). C. Cangkang Cangkang sawit yang awalnya dari tempurung kelapa sawit, merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang kelapa sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Cangkang memiliki kegunaan sebagai bahan bahan arang, bahan bakar untuk boiler ( Purba, 2004 ). Kelebihan dari cangkang kelapa sawit dibandingkan dengan batu bara adalah cangkang kelapa sawit lebih ramah bagi lingkungan dan orang sekitar. Unsur batu bara mengandung sulfur dan nitrogen sehingga pembuangan uap dari boiler akan menggangu kesehatan masyarakat. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit diberbagai industri pengolahan minyak CPO masih belum digunakkan sepenuhnya, sehingga masih meninggalkan residu, yang akhirnya cangkang ini dijual mentah ke pasaran (Purba, 2004). 7 2.1.2. Limbah Cair Limbah cair kelapa sawit berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan hidrocyclon atau yang lebih dikenal dengan istilah Palm Oil Mill Effluent (POME). POME merupakan sisa buangan yang tidak memiliki racun tetapi memiliki daya pencemaran yang tinggi karena kandungan organiknya dengan nilai BOD berkisar 18.000 - 48.000 mg/L dan nilai COD berkisar 45.000 - 65.000 mg/L (Rusmery, T. 2009). Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari beberapa unit pengolahan adalah 120 m3/hari berupa kondensat rebusan, 450 m3/hari dari stasiun klarifikasi, dan 30 m3/hari dari buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar /hari adalah 600 m3/hari (Rusmery, T. 2009). PROPER (Program Penilaian Kinerja Perusahaan) adalah Salah satu kebijaksanaan (policy tool) yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dalam rangka mendorong penaatan penanggung jawab usaha atau kegiatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup melalui instrument informasi dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Oleh karena itu, proper terkait erat dengan penyebaran informasi kinerja penaatan masing-masing perusahaan kepada seluruh stakeholder pada skala nasional (Kementerian lingkungan hidup, 2015). Tujuan PROPER yaitu mendorong perusahaan agar taat terhadap peraturan lingkungan hidup. 8 Beberapa jenis PROPER : Emas yaitu telah konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksi dan jasa melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat Hijau yaitu telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dan yang dipersyaratkan dalam peraturan Biru yaitu telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan Merah yaitu pengelolaan lingkungan hidup telah sesuai dengan persyaratan sebagai mana diatur dalam per undang-undang Hitam yaitu sengaja melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran A. Fungsi limbah cair Sebagai sumber air bagi tanaman Meningkatkan aktivitas mikroba tanah Sumber hara setelah terurai Mengatur kelembaban tanah B. Kandungan unsur hara dalam 1 ton limbah cair 1 kg Urea 0,5 kg TSP 2,4 kg MOP 1,7 kg Kieserit 9 C. Pelaksanaan penanganan limbah cair kelapa sawit Penanganan limbah cair secara umum dikelompokkan menjadi 6 bagian yaitu, penanganan pendahuluan (pretreatment), penanganan pertama (primary treatment), penanganan kedua 9 (secondary treatment), penanganan ketiga (tertiary treatment), pembunuhan kuman (disinfection), dan pembuangan lanjutan (ultimate disposal). Penanganan buangan cair tidak harus melalui tahap-tahap seperti di atas, tetapi sesuai dengan kebutuhan. Penanganan pendahuluan dan penanganan pertama mencakup proses pemisahan bahan-bahan mengapung dan mengendap, baik secara fisik maupun kimia. Penanganan kedua umumnya mencakup proses biologi, untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada didalamnya. Penanganan ketiga merupakan kelanjutan dari penanganan sebelumnya bila masih terdapat bahan berbahaya. Beberapa jenis penanganan ketiga ini adalah penyaringan pasir, penyerapan, vakum filter, dan lain-lain. Penanganan lanjutan dilakukan untuk menangani lumpur yang dihasilkan pada penanganan sebelumnya ( Said, 1996 ). Limbah lumpur aktif maupun limbah organik lainnya dapat ditangani dengan proses pencernaan aerobic. Beberapa keuntungan proses pencernaan aerobic antara lain tidak berbau, bersifat sepert humus, mudah dibuang, dan mudah dikeringkan. Selain itu, pencernaan aerobik lebih mudah dilakukan dan biayanya lebih murah dibandingkan pencernaan anaerobic. Beberapa kerugian pencernaan aerobic adalah penambahan energy untuk memasok oksigen sehingga biaya operasinya lebih mahal, tidak menghasilkan gas metana, dan lebih banyak menghasilkan lumpur sisa dibandingkan pencernaan anaerobik ( Said, 1996 ). 10 1. Kolam pendinginan Air limbah segar yang keluar dari pabrik pada umumnya masih panas berkisar antara 50-70○C dan masih dilakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian limbah yang berbakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri mesophill memerlukan pendinginan hingga 40○C, sedangkan pengendalian dengan menggunakan bakteri thermophill memerlukan suhu pengendalian 60○C (Naibaho, 2003). Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu : Menara pendingin Menara pendingin yaitu pendingin air limbah dengan menggunakan menara yang kemudian dibantu dengan bak pendingin. Menara dibuat dari plat staimlessteel yang tahan karat atau dengan kontruksi kayu. Alat ini mampu menurunkan suhu limbah dari 60-40○C. Kolam pendingin Kolam pendingin yaitu pendinginan limbah dengan kolam. Pendinginan ini dikombinasikan dengan pengutipan minyak. Pendinginan di dalam kolam dilakukan selama 48 jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama akibat aliran didalam pendingin tidak baik yaitu seolah-olah ada aliran yang terlokaliser. Oleh sebab itu, dicoba memperbesar ukuran kolam pendingin yang mampu menampung limbah 10 hari olah. 11 2. Deoiling pond Deoling pond berfungsi untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4 %. Deoling pond ini merupakan instalasi tambahan membantu fat pit yang hanya mampu mengutip minyak (Naibaho, 2003). 3. Kolam pengasaman Pada kolam pengasaman akan terjadinya penurunan pH dan pembentukan karbondioksida. Proses pengasaman ini dibiarkan selam 30 hari. Limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan menghasilkan senyawa asam. Agar senyawa ini tidak mengganggu proses pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman (acidification). Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 - 4 kemudian pH nya naik setelah asam-asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut (Naibaho, 2003). 4. Netralisasi Seperti dikemukakan di atas bahwa limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Bahan yang sering ditambahkan ialah soda api, kapur tohor, abu tandan kosong dan cairan limbah yang sudah netral (Naibaho, 2003). Pemakaian bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar mnyak yang terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium. Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang sedikit lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan kosong. Jumlah kapur 12 tohor yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH netral (Naibaho, 2003). 5. Kolam pembiakan bakteri Pada fase ini terjadi pembiakkan bakteri, bakteri tersebut berfungsi untuk pembentukkan methane, karbondioksida dan kenaikan pH. Proses pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat di aplikasikan memerlukan waktu 30-40 hari (Naibaho, 2003). Kolam pembiakkan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian kolam pengendalian limbah. Menurut Naibaho (2003), Untuk membiakkan bakteri diperlukan kondisi yang optimum dalam hal : a. pH netral yaitu 7,0 b. Suhu 30 – 400 C untuk bakteri mesophill dan 57 – 650 C untuk baakteri thermophill c. Nutrisi yang cukup mengandung nitrogen dan posfat d. Kedalaman kolam 5 – 6 m e. Ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam 6. Kolam anaerobik Limbah yang telah dinetralkan dialirkan kedalam kolam anaerobik untuk diproses. Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah 13 dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakkan lebih baik. Menurut Naibaho (2003), Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam kolam anaerobik maka perlu diperhatikan beberapa faktor, diantaranya : a. Sirkulasi Untuk mempertinggi frekuensi persinggungan antara bakteri dengan substart maka dilakukan sirkulasi dalam kolam itu sendiri. Hisapan sirkulasi ditempatkan didasar kolam limbah dan dicegah agar tidak bersinggungan dengan udara. b. Resirkulasi Resirkulasi adalah pemasukan hasil olah limbah dari kolam hilir ke kolam hulu dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi substrat dalam hal pH, nutrisi dan kelarutan. c. Kandungan minyak Kandungan minyak yang masuk ke dalam kolam akan mempengaruhi aktifitas bakteri, yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara substrat dengan bakteri. minyak tersebut jika bereaksi dengan alkali dapat membentuk sabun berbusa yang sering mengapung dipermukaan kolam dan bercampur dengan benda-benda yang lain dan disebut dengan “scum”. Untuk mengaktifkan proses perombakan maka scum yang terlalu tebal di atas permukaan limbah perlu dibuang. Karena scum yang tebal sangat menyulitkan gas methan yang terbentuk keluar ke udara terbuka. Scum juga dapat menghambat pergerakan limbah sehingga penyebaran bakteri dan lumpur aktif yang dimasukkan tidak merata. 14 d. Kedalaman dan volume kolam Kedalaman kolam anaerobik tetap harus dipertahankan dengan cara melakukan pengorekkan secara terjadwal. Kedalaman yang berkurang akan menyebabkan aktifitas bakteri menurun, dapat terlihat pada kedalaman yang kurang dari 3 m. Volume kolam yang kecil akan menurunkan retention time, yang berarti menghentikan perombakan bahan organik pada tingkat BOD tertentu. e. Jenis Bakteri yang Dikembangkan Bahan organik yang terkandung dalam limbah didominasi oleh karbohidrat, selulosa, protein, lignin dan minyak. Oleh sebab itu, dalam perombakan perlu dikembangkan jenis bakteri spesifik yang mampu merombak bahan organik tersebut. Seperti halnya yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang terdiri dari beberapa bakteri dan disebut “ Betagen”. 7. Kolam fakultatif Kolam ini adalah kolam peralihan dari dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Volume kolam ini dipersipkan untuk menahan limbah selama 25 hari. Didalam kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan yaitu menyelesaikan pekerjaan–pekerjaan yang belum diselesaikan pada kolam anaerobik. Pada bagian hulu kolam masih menunjukkan adanya gelembung-gelembung udara yang keluar dari kolam air limbah sedangkan pada bagian hilir kolam hampir tidak ada. Karakteristik limbah di dalam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8 BOD 600- 800 ppm, COD 1250 – 1750 ppm (Naibaho, 2003). 15 8. Kolam aerobik Proses yang terjadi pada kolam aerobik adalah pada kolam ini telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam, metoda pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan atau menggunakan aerator. 2.1.3. Limbah Gas Industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah gas. Limbah gas ini antara lain berasal dari gas cerobong da uap air buangan pabrik kelapa sawit (Fauzi, et all. 2014). 2.2. Manfaat Limbah Kelapa Sawit Berbagai penelitian menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Menurut Fauzi, et al. ( 2014 ), manfaat limbah kelapa sawit antara lain : 2.2.1. Tandan kosong kelapa sawit untuk pupuk organik Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari segi ekonomi. 16 a. Pupuk kompos Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada prinsipnya pengomposan tandan kosong untuk menurunkan nisbah c/n yang terkandung dalam tandan agar mendekati standar nisbah c/n tanah. Nisbah c/n yang mendekati nisbah c/n tanah akan mudah diserap oleh tanaman. Kompos TKKS dapat dimanfaatkan untuk memupuk semua jenis tanaman. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menuntungkan antara lain : Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman Bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah b. Dapat diaplikasikan pada sembarang musim Pupuk Kalium Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut memiliki kandungan 30 – 40 % K2O, 7 % P2P5, 9 % CaO dan 3 % MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200 ppm Fe, 100 ppm Mn, 400 ppm Zn dan 100 ppm Cu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang 17 mengelola kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8 % per hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton Kiserit dan 0,7 ton TSP. Dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38 % dengan pH 8 - 9. 2.2.2. Tandan kosong kelapa sawit untuk bahan serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan industri. Serat tandan kosong dapat diperoleh dengan cara mengepresnya sehingga keluar air, minyak, dan kotoran yang terkandung didalamnya. Selanjutnya tandan kosong tersebut diurai memakai mesin pengurai sehingga seratnya terpisah komponen bukan serat seperti gabus, pati, dan kotoran. Setelai terurai, serat diayak untuk memisahkan serat panjang, pendek, dan debu yang menempel. Serat kelapa sawit memiliki diameter yang lebih besar, lebih kaku, dan lebih lentur dibandingkan dengan serat kelapa. Pabrik dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar per jam mampu mengahsilkan serat sebanyak 30 ton per hari. 2.2.3. Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber karotenoid Pemanfaatan TKKS sebagai sumber karotenoid merupakan suatu inovasi yang bermanfaat bagi dunia industri makanan. Hasil penelitian menunjukkan TKKS yang mengalami satu sterilisasi rata-rata mengandung karotenoid total sebesar 37,8 ppm; sedangkan TKKS yang mengalami 2 kali sterilisasi kandungnnya rata-rata sebesar 18 25,9 ppm. Komposisi karotenoid di dalam TKKS didominsi oleh alpha-karoten (12,9) ppm, beta-karoten (6,4 ppm), lutein (4,1 ppm), dan zeakaroten (3,9 ppm), sedangkan karotenoid lainnya sebesar 5,2 ppm. Senyawa beta-karoten bersifat lebih stabil dari pada senyawa karotenoid lainnya. 2.2.4. Tempurung buah sawit sebagai bahan aktif Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar dapat mencapai 60 % dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri seperti industri minyak, karet, gula dan farmasi. Selama ini tempurung kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar pembangkit uap dan pengeras jalan. Arang aktif dapat dibuat melalui proses karbonasi pada suhu 550○C selama kurang lebih 3 jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut memenuhi standar industri Indonesia, kecuali untuk kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya serap larutan ionnya sebesar 28,9 %. 2.2.5. Dried decanter solid untuk pupuk organik Dried decanter solid adalah limbah padat pabrik pengolahan kelapa sawit. Solid berasal dari bahan dasar daging buah (mesocarp) yang tampak serabut-serabut berondolan dan telah mengalami serangkaian pengolahan di pabrik. Dari total berat tandan buah segar yang diolah akan dihasilkan solid basah sekitar 5 % dan solid kring sekitar 2 % ( Iman, 2014 ) 19 Solid mudah terurai oleh mikroorganisme. Proses penguraiannya memakan waktu kurang lebih 6 minggu. Solid basah harus segera dipakai karena memang tidak dapat tahan lama. Dalam berat yang sama, kandungan unsur-unsur hara solid lebih tinggi dibandingkan dengan janjangan kosong. Kadar unsur-unsur hara ini dipengaruhi oleh tingkat kadar airnya ( Nurhakim, 2014 ). 2.2.6. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pulp kertas dan papan serat. 2.2.7. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel Batang kelapa sawit yang sudah tua dan tidak produktif lagi dapat dimanfaatkan menjadi perabot yang bernilali tinggi. Batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture atau sebagai papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0,34 m3. 2.2.8. Batang dan pelepah sawit untuk pakan Batang dan pelepah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan 20 ternak. Pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan ketiga pengolahan dengan menggunakan uap. 2.3. Dampak Limbah Industri Kelapa Sawit Peningkatan produksi dan konsumsi dunia terhadap minyak sawit secara langsung dapat meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada proses produksi minyak sawit limbah berwujud padat, cair dan gas yang dihasilkan dari berbagai stasiun kerja dari pabrik. Setiap ton TBS yang dihasilkan diolah menjadi efluen sebanyak 600 liter. Limbah tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Sekarang ini mulai dikenal pengolahan lingkungan yang bersifat pencegahan terhadap sumber-sumber dihasilkan limbah, seperti eco-efficient, pollution prevention, wate minimization atau source reduction. United Nation Environment Programme (UNEP) menggunakan istilah cleaner production atau produksi bersih sebagai upaya preventif dan integrasi yang dilaksanakan secara berkesinambungan terhadap proses dan jasa untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena merupakan sumber penyakit (sebagai vehicle). Limbah industri dapat merugikan dari segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan, tanaman, peternakan dan dapat merusak bahkan membunuh kehidupan yang ada didalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya. Limbah industri dapat merusak keindahan karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang (Rusmery, T. 2009). 21 2.4. Analisa COD dan BOD pada Limbah Cair 2.4.1. COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg 02) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada didalam satu liter sampel air, dimana pengoksidasinya adalah K2Cr207 atau KmnO4. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat di oksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD ini di oksidasi oleh K2Cr207 dalam keadaan asam yang mendidih optimum. Perak sulfat ( Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan. Untuk memeastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr207 masih harus tersisa sesudah di reflluks. K2Cr207 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr207 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut : 6Fe2+ - Cr2O72- + 14h+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O Indikator ferroin digunakan untuk menetukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru dilarutkan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2Cr207 dalam laruutan blanko adalah K2Cr207 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang di oksidasi oleh K2Cr207 (Sasongko, 1990). 22 2.4.2. BOD (Biological Oxygen Demand) Biologycal Oxygen Demand menunjukan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air (Rusmery, T, 2009). Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah. Apabila suatu badar air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik maupun zat an organik dapat bersifat racun misalnya sianida dan tembaga sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan (Rusmery, T, 2009). Berkurangnya oksigen selama bioksidasi selain digunakan untuk oksidasi bahan organik juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu, uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya. Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD ini dapat diketahui dengan menginkubasikan contoh air pada suhu 200C selama 5 hari (Rusmery, T, 2009). 23 Untuk memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 200C sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari tetapi untuk praktisnya di ambil waktu 5 hari sebagai standar. Inkubasi selama 5 hari tersebut hanya dapat mengukur kira-kira 68 % dari total BOD (Rusmery, T, 2009). Pada Tabel 1 dibawah dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik di dalam air. Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkkubasi selama lima hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat (Rusmery, T, 2009). Kemudian dilanjutkan dengan metode alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4 dan alkali iodida azida. Sampel titrasi dengan natrium thiosulfate memakai indikaator amilum (Rusmery, T, 2009). 24 Tabel 1. Waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik pada suhu 200C. Waktu (hari) Bahan Organik Waktu (hari) Bahan Organik Teroksidasi (%) Terosidasi (%) 0,5 11 8,0 84 1,0 21 9,0 87 1,5 30 10,0 90 2,0 37 11,0 92 2,5 44 12,0 94 3,0 50 13,0 95 4,0 60 14,0 96 5,0 68 16,0 97 6,0 75 18,0 98 7,0 80 20,0 99 Ket : Standard Methods For Eximination Of Water and Waste Water 1965 Sumber : Sasongko, B (1990) 2.4.3. Cara Perhitungan COD dan BOD Menentukan nilai BOD dan COD limbah sebelum dan sesudah perlakuan menurut Sasongko (1990) : a. Menghitung BOD DO (mg/l) = V Thiosulfat x N Thisulfat x 1000 x BeOZ x P V Sampel BOD = DO0 – DO5 Keterangan : DO0 = Oksigen terlarut 0 hari DO5 = Oksigen terlarut 5 hari Be O2 = 8 P = Pengenceran 25 b. Menghitung COD COD = (A-B)x N FAS x 1000 x Be02 x P V sampel Keterangan : A = ml titran blanko B = Ml titrasi sampel N = Normalitas FAS BeO2 = 8 P = Pengenceran 2.4.4. Menghitung penurunan BOD dan COD limbah setelah selesai perlakuan ( Sasongko, 1990 ) a. Penurunan BOD Penurunan BOD = (BOD awal – BOD sampel) x 100% BOD awal b. Penurunan COD Penurunan COD = (COD awal – COD sampel) x 100% COD awal 26 III. 3.1. METODE PELAKSANAAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir di lakukan di PT. JAMIKA RAYA dimulai dari tanggal 19 Maret 2015 sampai 13 Juni 2015 3.2. Metode Pelaksanaan Dalam pelaksanaan kegiatan Tugas Akhir di PT. JAMIKA RAYA yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan dan data yang diperlukan adalah dengan cara : 3.2.1. Bekerja Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa dengan cara ikut melakukan kegiatan yang sedang berlangsung dilapangan. 3.2.2. Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan apabila kondisi tidak memungkinkan apabila mahasiswa melakukan kegiatan tersebut. 3.2.3. Diskusi Kegiatan ini dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang tidak ada di perusahaan tempat mahasiswa PKPM. 3.2.4. Pengumpulan data Kegiatan ini dilakukan sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir. 27 IV. 4.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah singkat perusahaan PT. Jamika Raya didirikan pada tahun 1983 yang berada di tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Jujuhan, Bathin II Pelayang dan Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi merupakan salah satu anak perusahaan dari Incasi Raya Group yang berpusat di Padang (Jalan Diponegoro No. 7 kode pos 25117 Sumatera Barat). PT. Incasi Raya dan anak perusahaan Incasi Raya Group lainnya merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang bergerak dibidang usaha perkebunan kelapa sawit yang berpengalaman dalam pembangunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi baik untuk kebun inti maupun untuk kebun plasma, PT. Incasi Raya Groub berdiri di Jakarta sejak 31 Juli 1992. 4.1.2. Luas areal perusahaan PT. Jamika Raya yang telah ditanami seluas 4.910,402 Ha, Area pabrik seluas 7,624 Ha, Perumahan/camp seluas 15,097 Ha, Area limbah seluas 2,669 Ha, Jalan poros seluas 52,427 Ha, dan jalan blok seluas 90,763 Ha. Terdiri dari 4 divisi yaitu divisi I terdiri dari 5 afdeling (A,B,C,D,S) dengan luas 1.218,490 Ha, divisi II terdiri dari 4 afdeling (F,G,H,I) dengan luas 1.019,100 Ha, divisi III terdiri dari 4 afdeling (J,K,P,Q) dengan luas 1.117,626 Ha, divisi IV terdiri 6 afdeling (E,L,M,N,O,NR) 28 dengan luas 1,555,186 Ha. Selain itu sebagai wujud komitmen perusahaan terhadap pemberdayaan masyarakat telah membuat kebun Plasma seluas 4.200 Ha. 4.1.3. Produk yang dihasilkan Produk yang dihasilkan oleh kebun PT. JAMIKA RAYA yaitu CPO (Crude Palm Oil) dan KPO (Kernel Palm Oil). 4.1.4. Tugas dari sturuktur organisasi perusahaan Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing bagian dalam struktur organisasi adalah sebagai berikut : 1. Plant Controller ( Pengontrolan Rencana ) Tugas Pokok, wewenang dan tanggung jawab : Mengkoordinir, memonitor, dan mengevaluasi penggunaan pupuk serta persediaan pupuk diwilayahnya Pelaksanaan sistem penilaian staf diwilayahnya Bertanggung jawab kepada direksi Menyetujui rencana bulanan dari Estate Manager/Senior Estate Manager Mengawasi dan terjun langsung pada semua pekerjaan personil organisasi Mengambil keputusan untuk tingkat kebun dan pabrik 29 2. Senior Estate Manager Tugas Pokok, wewenang dan tanggung jawab : Mengkoordinir, memonitor, dan mengevaluasi penggunaan pupuk serta persediaan pupuk diwilayahnya 3. Pelaksanaan sistem penilaian staf diwilayahnya Bertanggung jawab kepada Plant Controller Menyetujui rencana bulanan dari Estate Manager Menyusun usulan budged Mengawasi dan terjun langsung pada semua pekerjaan personil organisasi Estate Manager Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab : Membuat planning atau rencana kerja dan kebutuhan keuangan yang dibutuhkan oleh perusahaan Melakukan pengontrolan terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh bawahan 4. Pimpinan Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab : Pimpinan harus meninjau daftar hadir dan pembagian kerja karyawan, seperti absensi karyawan, muster chit (laporan panen harian), stock pengeluaran gudang, dan lain-lain setiap paginya, kemudian terus mengontrol ke lapangan, (pada waktu kerja lapangan) 30 Pekerjaan kantor dan surat-meyurat hanya dilaksanakan sesudah jam istirahat atau sore hari, dan untuk surat-surat yang ditujukan kepada pimpinan harus dijawab oleh pimpinan yang bersangkutan, atau minimal dikonsepkan oleh pimpinan dan bukan diserahkan kepada orang lain sepenuhnya untuk dijawab Seorang pimpinan harus selalu merespon dengan baik setiap masukanmasukan dari para bawahannya, dan juga harus konsisten/konsekwen terhadap segala kebijaksanaan yang telah dibicarakan dan ditetapkan dengan para bawahannya tersebut. 5. Financial Controller (FC) Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab : Mengontrol dan memeriksa uang/dana yang ada di kas, lalu dicocokkan dengan saldo buku kas yang telah dicatat Melakukan kontrol terhadap penyelesaian/pemotongan ataupun mutasi terhadap pinjaman karyawan Mengatur jumlah kebutuhan uang di kas agar jangan sampai terjadi penyimpanan dana yang terlalu besar (maksimal Rp 50.000.000,-), karena akan menyebabkan kerawanan terhadap kas Memeriksa dan mengawasi jumlah piutang/pinjaman, baik karyawan maupun kontraktor/pemborong, agar jumlahnya tidak sampai melampaui batas peminjaman, guna menghindari terjadinya piutang macet. 31 6. Kepala Tata Usaha (KTU) Kepala kantor merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan administrasi di perkebunan. Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab kepala kantor adalah sebagai berikut: Menangani administrasi kantor kebun Membuat laporan rutin setiap bulan Mengecek laporan dengan baik Memastikan semua laporan, surat-surat dan tembusannya jika ada, apakah sudah sampai di Kantor Padang, sesuai dengan tanggal yang ditetapkan Mengontrol penggunaan barang-barang/stock stationery, seperti alat tulis, kertas, buku, dll Mengawasi penggunaan telepon Mengecek segala bentuk inventaris, baik inventaris kantor maupun perumahan Mengarsipkan surat PC/SEM yang ditujukan kepada CPC dan mengarsipkan semua rekord cuti staf 7. Divisi Manager Divisi Manager ini mempunyai tanggung jawab kepada Pimpinan kebun dan mempunyai tanggung jawab penuh kepada afdeling-afdeling yang dipimpinnya. 32 Tugas dan tanggung jawab Divisi Manager : DM harus menyerahkan laporan muster chit dan laporan kerja kepada Pimpinan pada pagi dan sore harinya, serta mengadakan diskusi dengan Pimpinan, sehubungan dengan masalah pekerjaan Muster chit yang dilaporkan harus berdasarkan absensi yang benar, baik pagi maupun sore hari, sesuai dengan sistim atau kebiasaan kerja masingmasingnya DM mesti memasukkan semua jenis pekerjaan baik di lapangan maupun kantor kedalam muster chit, sesuai instruksi Pimpinan DM juga harus melakukan pengecekkan terhadap semua pekerjaan lapangan di divisi masing-masing, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan 8. Asisten Afdeling Asisten Afdeling bertanggung jawab kepada pimpinan melalui divisi manager. Tugas dari Asisten Afdeling adalah : Staf/asisten wajib mengisi absensi pagi dan menyerahkan laporan kerja kepada DM, kemudian langsung berangkat ke lapangan sesegera mungkin untuk mengontrol dan mengawasi pekerjaan lapangan Laporan progress report, pengambilan barang di gudang dan pengajuan laporan hasil kerja, sesuai dengan pekerjaan lapangan, yang dikerjakan pada sore harinya 33 Untuk memastikan supaya pimpinan bisa mengawasi dan mengendalikan semua aktivitas kebun pada setiap waktu, maka semua dokumen kantor dan lapangan harus melewati meja pimpinan atau wakil pimpinan untuk diparaf Dalam keadaan normal atau pada saat masuk jam kantor, pergaulan antara staf kantor dan lapangan harus dikurangi, untuk mencegah terjadinya penyelewengan 9. Pengawas Afdeling Pengawas Afdeling merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan dalam kelancaran semua kegiatan yang ada di afdeling. Tugas dan wewenang pengawas afdeling adalah : 10. Mengawasi semua kegiatan pemeliharaan yang ada di afdeling Mengatur rotasi panen dan melaporkannya kepada asisten afdeling Mengawasi dan mengatur anggota panen Mengumpulkan absesi pekerja Membantu asisten afdeling dalam membuat dan menyusun aggaran Bertanggung jawab kepada asisten afdeling Supervisor Pemupukan Supervisor Pemupukan merupakan orang yang bertanggung jawab kepada kelancaran dan kesuksesan kegiatan pemupukan di afdelingnya, mengatur rotasi pupuk, menilai hasil kerja pemupukan, dan membuat laporan pemupukan. Supervisor pemupukan ini bertanggung jawab langsung kepada pimpinan kebun 34 11. Supervisor Hama Penyakit Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian dan pemanotoring hama dan penyakit yang dilakukan setiap afdeling, mengatur rotasi pengamatan dan pengendalian terhadap hama dan penyakit dan dapat menegur asisten kalau pengendalian tidak sesuai target yang diharapkan. 12. Mandor Pada PT. JAMIKA RAYA terdiri dari 2, yaitu mandor harian dan mandor panen yang bertanggung jawab terhadap asisten afdeling. Adapun tugas dari mandor harian mengatur dan mengontrol kerja harian serta absensi pekerja sedangkan mandor panen yang mengatur dan mengawasi anggota panen, bertanggung jawab terhadap jumlah hasil dan kualitas TBS ke TPH serta membantu administrasi panen dan secara rutin melaporkan setiap harinya kepada asisten afdeling. 13. Kepala Gudang Kepala gudang adalah orang yang bertanggung jawab terhadap semua barang- barang inventaris yang di miliki perusahaan sedangkan tugasnya adalah sebagai berikut: mencatat keluar masuknya barang-barang inventaris perusahaan dan bertanggung jawab kepada kepala kantor (KTU). 14. Kepala Bengkel Kepala bengkel bertanggung jawab terhadap semua kendaraan dan alat-alat mesin yang dimiliki perusahaan, sedangkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai berikut: 35 Melaksanakan perbaikan terhadap alat mesin dan kendaraan yang rusak berikut servicenya Mengatur penggunaan alat-alat berat dan alat mesin dalam penggunaanya disetiap afdeling 4.2. Bertanggung jawab kepada pimpinan kebun Hasil Produk sampingan PKS PT. JAMIKA RAYA terdiri dari dua bagian yaitu limbah padat yang terdiri dari tandan kosong, cangkang, fiber, solid dan limbah cair. Semua limbah dimanfaatkan sehingga tidak ada yang terbuang yang akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. 4.2.1. Limbah padat A. Tandan kosong kelapa sawit (empty bunch) Tandan kosong kelapa sawit di PT. JAMIKA RAYA diaplikasikan kelapangan untuk menambah bahan organik yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit dengan cara disusun di gawangan mati kelapa sawit supaya terdekomposisi. a. Persiapan aplikasi tandan kosong Dalam pengaplikasian tanadan kosong kelapa sawit dilakukan persiapan sebagai berikut : o Menentukan lokasi yang akan diberikan tandan kosong, diutamakan lokasi yang tanahnya kurang subur 36 o Merancang titik pembongkaran tandan kosong di peta blok o Menghubungi armada angkutan yang akan membawa tandan kosong dari pabrik dan menunjukkan cara dan titik pembongkarannya o Membentuk tim penyusun tandan kosong (tergantung luas lokasi dan banyaknya tandan kosong) o Tim penyusun diberi pengarahan dan cara menyusun tandan kosong kelapa sawit o Mempersiapkan alat yang dibutuhkan yaitu gancu, sarung tangan, sepatu bot dan gerobak b. Pengaplikasian tandan kosong kelapa sawit Aplikasi tandan kosong kelapa sawit dengan cara : Tandan kosong dimuat di pabrik dan dibongkar di pinggir jalan pada titik yang ditentukan Tandan kosong dilangsir dengan gerobak ke setiap pokok tanaman sesuai dengan dosis TM 300 kg/tanaman Selanjutnya tandan kosong disebarkan dan disusun dengan menggunakan gancu secara merata digawangan mati dan gawangan antar pokok dengan ketebalan tidak boleh lebih dari 1 lapis. 37 Gambar 1. Aplikasi tandan kosong kelapa sawit di PT. Jamika Raya 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung unsur hara : 8 kg Urea 2,90 kg TSP 18,30 kg MOP 5,00 kg Kieserit Perhitungan mengenai penggunaan pupuk setelah diaplikasikan tandan kosong kelapa sawit : Urea Dosis tandan kosong = 300 kg/pohon Setara dengan = 300 1000 x 8 kg Urea = 2,4 kg Urea/pohon TSP Dosis tandan kosong = 300 kg/pohon Setara dengan = 300 1000 x 2,90 kg TSP = 0,87 kg TSP/pohon 38 MOP Dosis tandan kosong = 300 kg/pohon Setara dengan = 300 1000 x 18,3 kg MOP = 5,49 kg MOP/pohon Kieserit Dosis tandan kosong = 300 kg/pohon 1 pokok = 300 x 5 kg Kieserit 1000 = 1,5 kg Kieserit/pohon Pupuk yang diberikan N - P - K - Mg = 13 % : 6 % : 27 % : 4 % dengan dosis pemupukan 10 kg/pohon. Unsur N = 13 % x 10 kg = 2,6 kg N 50 % Urea = 100 x 2,6 46 = 5,65 kg Urea Unsur P = 6 % x 10 kg = 1,2 kg P2O5 50 % TSP = 100 x 1,2 46 = 2,61 kg TSP Pupuk K = 27 % x 10 kg = 5,4 kg K2O 50 % MOP = 100 x 5,4 60 = 9 kg MOP 39 Pupuk Mg = 4 % x 10 kg = 0,8 kg MgO 50 % Kieserit = 100 x 0,8 30 = 2,67 kg Kieserit Persentase penghematan penggunaan pupuk jika menggunakan pupuk tunggal yaitu : Urea = 2,4 5,65 x 100 % = 42,48 % TSP = 0,87 2,61 x 100 % = 33,33 % MOP = 5,49 9 x 100 % = 61 % Kieserit = 1,5 2,67 x 100 % = 56,18 % Fungsi dari tandan kosong kelapa sawit adalah sebagi berikut : Mengatur kelembaban tanah Sebagai mulsa Penambahan bahan organik tanah Menstabilkan temperatur tanah Memperbaiki struktur tanah Meningkatkan mikroba tanah Mengendalikan laju aliran permukaan dan erosi tanah 40 B. Solid Solid adalah limbah padat hasil samping proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) dipabrik kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil (pada proses press/pengempaan). Jumlah Solid yang dihasilkan dari proses pengolahan TBS ini adalah 3 % terhadap Ton TBS. Rata-rata 1 ton solid mengandung unsur hara sebanding dengan : 10,3 kg Urea 3,3 kg TSP 6,1 kg MOP 4,5 kg Kieserit Perhitungan mengenai penggunaan pupuk setelah diaplikasikan solid : Urea Dosis solid = 100 kg/pohon Setara dengan = 100 1000 x 10,3 kg Urea = 1,03 kg Urea/pohon TSP Dosis solid = 100 kg/pohon Setara dengan = 100 1000 x 3,3 kg TSP = 0,33 kg TSP/pohon MOP Dosis solid = 100 kg/pohon Setara dengan = 100 1000 x 6,1 kg MOP = 0,61 kg MOP/pohon 41 Kieserit Dosis solid = 100 kg/pohon 1 pokok = 100 x 4,5 kg Kieserit = 0,451 kg Kieserit/pohon 1000 Pupuk yang diberikan N - P - K - Mg = 13 % : 6 % : 27 % : 4 % dengan dosis pemupukan 10 kg/pohon. Unsur N = 13 % x 10 kg = 2,6 kg N 50 % Urea = 100 x 2,6 46 = 5,65 kg Urea Unsur P = 6 % x 10 kg = 1,2 kg P2O5 50 % TSP = 100 x 1,2 46 = 2,61 kg TSP Pupuk K = 27 % x 10 kg = 5,4 kg K2O 50 % MOP = 100 x 5,4 60 = 9 kg MOP Pupuk Mg = 4 % x 10 kg = 0,8 kg MgO 50 % Kieserit = 100 x 0,8 30 = 2,67 kg Kieserit 42 Persentase penghematan penggunaan pupuk jika menggunakan pupuk tunggal yaitu : Urea = 1,03 5,65 x 100 % = 18,23 % TSP = 0,33 2,61 x 100 % = 12,64 % MOP = 0,61 9 x 100 % = 6,78 % Kieserit = 0,45 2,67 x 100 % = 16,85 % Aplikasi Solid Aplikasi limbah Solid dilakukan dengan cara manual yaitu : Solid dimuat dipabrik dan dibongkar dipinggir jalan pada titik yang tentukan Solid dimasukkan kedalam karung goni sebanyak 25 kg/karung Selanjutnya solid disebarkan dan disusun secara merata pada pokok ke pokok kelapa sawit menggunakan gerobak sebanyak 4 karung goni solid setiap pokok kelapa sawit atau 100 kg/tanaman Aplikasi dselesaikan blok per blok C. Fiber Fiber adalah limbah pabrik kelapa sawit yang dihasilkan dari pemurniaan buah kelapa sawit berupa serat yang dipisahkan dengan minyak. Manajemen PT. Jamika Raya telah membuat Fiber untuk merecycle sisa-sisa fiber yang menumpuk dilantai. Pada saat tidak produksi, sisa-sisa fiber ini digunakan sebagai bahan bakar boiler, dan steam dari boiler ini digunakan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan listrik. Hal ini dapat menghemat pemakaian genset karena selama ini, 43 bila pabrik tidak proses maka digunakan genset sebagai sumber penerangan. Sedangkan bila fiber ini direceycle, maka operasional genset dapat diminimalkan. Gambar 2. Limbah Fiber di PT. Jamika Raya D. Cangkang Cangkang kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari proses pengolahan pemisahan cangkang dengan inti. Pada PT. Jamika Raya cangkang dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler saat proses mengolah TBS menjadi minyak. 4.2.2. Limbah cair Limbah cair adalah limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit yang berbentuk cair. Tujuan aplikasi limbah pabrik di PT. JAMIKA RAYA dari sisi pabrik adalah untuk mengurangi biaya pengolahan limbah dan tujuan aplikasi limbah pabrik di PT. JAMIKA RAYA dari sisi kebun yaitu sebagai sumber air dan sumber hara bagi tanaman. Mengaplikasikan limbah pabrik ke kebun dapat mengurangi pencemaran lingkungan, memperbaiki kondisi fisik dan biologis tanah sehingga perkembangan 44 akar, ketersediaan unsur hara lebih baik, mudah diserap oleh tanaman terutama pada tanah kurang subur. A. Pembuatan kolam penampungan limbah cair Dalam pembuatan kolam penampungan limbah cair kelapa sawit dengan cara mekanis yaitu dengan menggunakan alat berat. Kolam penampungan limbah terdiri dari 7 kolam yaitu : a. Sludge Pit Kolam Sludge Pit adalah kolam pertama penampung limbah kelapa sawit dimana limbahnya masih panas sekitar 50 - 60○C dan masih mengandung minyak. Kolam ini berada di dalam lingkungan pabrik. Pada kolam ini dilakukan lagi pengambilan minyak menggunakan alat skimmer dengan cara memutar alat tersebut seperti stir mobil tersebut memiliki pipa untuk mengalirkan minyak yang didapat ke tempat pemungutan hasil yang kemudian minyak tesebut disalurkan kembali ke pabrik untuk diolah sehingga tidak ada minyak yang terbuang ke lahan. Setelah kolam ini penuh dengan limbah akan mengalir secara otomatis ke kolam selanjutnya dengan cara menggunakan pipa stim yang dibuat pada kolam dengan cara under flow. Kolam Sludge Pit mempunyai panjang 15,5 m, lebar 10,5 m, dan tinggi 7 m. Pada kolam ini dilakukan pembersihan kolam dengan cara pengorekan lumpur dengan alat berat. 45 Gambar 3. Kolam Sludge Pit b. Acidification Pond Kolam Acidification Pond adalah kolam limbah yang masih mengandung minyak yang bersifat panas dan mengandung asam. Pada kolam ini dilakukan penurunan pH. Pada proses pengasaan ini dibiarkan selama 30 hari. Pada kolam ini masih dilakukan pengambilan minyak dengan alat skimer yang kemudian disimpan di tempat pemungutan minyak dan selanjutnya dialirkan lagi ke pabrik untuk diolah sehingga tidak ada minyak yang terbuang. Setelah kolam ini penuh akan dialirkan ke kolam selanjutnya dengan cara otomatis menggunakan pipa stim dengan cara Under flow. Kolam Acidification Pond mempunyai panjang 117,2 m, lebar 40,6 m, tinggi 2 m, dan voume 9.029,44 m3. Pada kolam ini dilakukan pembersihan dengan cara pengorekan lumpur menggunakan alat berat. Kolam ini mempunyai sumur kontrol yang berfungsi untuk mengatur aliran limbah dari kolam ke kolam yang lain. 46 Gambar 4. Kolam Acid Pond c. An Aerobic Pond 1 Kolam Anaerobic Pond 1 adalah kolam dimana pada kolam ini dilakukan penambahan mikroorganisme yang berfungsi untuk menguraikan limbah, mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman, dan membantu mempercepat proses pelapukan limbah. Hasil pelapukan limbah dapat diaplikasikan memerlukan waktu 30-40 hari. Perombakan bahan organik tergantung pada jumlah bakteri, jenis bakteri dan kondisi limbah. Bakteri yang digunakan adalah hasil dari perbanyakan EM4 selama 1 hari. Pengambilan sampel dilakukan untuk mengetahui berapa pH, BOD, dan COD limbah supaya bisa diaplikasikan kelahan. BOD limbah cair yang diaplikasikan kelahan adalah 3.000-5.000 mg/liter dengan pH 7. Setelah kolam ini penuh limbah akan mengalir secara otomatis kekolam selanjutnya. Kolam Anaerobic Pond 1 mempunyai panjang 116,5 m, lebar 54,8 m, tinggi 4,59 m, volume 20.303,40 m3 dan terdapat sumur kontrol yang berfungsi untuk mengatur aliran limbah. 47 Gambar 5. Kolam An Aerobik Pond 1 d. Anaerobic Pond 2 Kolam Anaerobik Pond 2 adalah Kolam limbah yang sudah memiliki mikroorganisme yang mulai berkembang dan tidak panas lagi. Pada kolam ini dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisa di laboratorium guna menentukan BOD 3.000-5.000 mg/liter dan pH 7 limbah. Kolam Anaerobik Pond 2 memiliki panjang 114,4 m, lebar 46,5 m, tinggi 2,22 m, dan volume 11.820,15 m3. Limbah yang ada di kolam ini akan mengalir secara otomatis setelah penuh dengan sistem Under flow menggunakan pipa stim. Gambar 6. Kolam An Aerobik Pond 2 48 e. Fakultatif Pond Fakultatif Pond adalah kolam limbah yang tidak panas lagi dan sudah memiliki tanda-tanda kehidupan mikroorganisme dengan bintik-bintik dipermukaan air limbah dan adanya pertumbuhan lumut. Pada kolam ini juga masih dilakukan pengambilan sampel untuk menentukan BOD 3.000-5.000 mg/liter limbah dan pH 7. Fakultatif Pond memiliki panjang 115,8 m, lebar 53,9 m, tinggi 4,65 m, dan volume 20.042,26 m3. Setelah kolam ini penuh limbah akan mengalir secara otomatis ke kolam Fakultatif Pond 2 dengan sistem Under flow menggunakan pipa stim. Gambar 7. Kolam Fakultatif Pond f. Fakultatif Pond 2 Kolam Fakultatif Pond 2 memiliki panjang 83,2 m, lebar 50,9 m, tinggi 1,58 m, dan volume 6691,11 m3. Setelah kolam ini penuh limbah akan mengalir secara otomatis ke kolam Fakultatif Pond 3 dengan sistem Under flow menggunakan pipa stim. 49 Gambar 8. Kolam Fakultatif Pond 2 g. Fakultatif Pond 3 Kolam Fakultatif Pond 3 memiliki panjang 181,6 m, lebar 27 m, tinggi 2 m, dan volume 9.806 m3. Setelah kolam ini penuh limbah akan di alirkan ke sumur pantau limbah. Gambar 9. Kolam Fakultatif pond 3 50 B. Analisa COD, BOD dan pH (1) COD COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 Liter sampel air. Analisa COD yang dilakukan di PT. JAMIKA RAYA POM dengan cara : Prosedur ini dilaksanakan oleh petugas labor Pipet 50 ml sampel kedalam labu reflux 250 mL Kemudian 1 gram HgSO4 dan beberapa batu didih. Kocok seperlunya untuk meratakan sampel. Tambahkan perlahan-lahan sambil diaduk 5 mL reagen H2SO4 untuk melarutkan HgSO4 Dinginkan selama pencampuran untuk mencegah kemungkinan hilangnya material yang sudah menguap dalam sampel Tambahkan 50 ml larutan K2Cr2O7 0,25 N dan kocok rata Tambahkan lagi 70 ml reagen H2SO4 melalui buret perlahan-lahan kedalam labu reflux sambil didinginkan Kocok rata larutan didalam reflux. Hubungkan labu reflux dengan pendingin balik, dan reflux selama 2 jam Setelah selesai di reflux, dinginkan sampel dan bilas bagian dalam kondensor dengan aquadest Pindahkan campuran dalam gelas piala 500 ml. tambahkan 3-5 tetes larutan indikator ferroin, dan titrasi dengan larutan Ferro Amonium Sulfat hingga warna berubah dari biru hijau ke coklat kemerahan 51 Catat volume Larutan Ferro Amonium Sulfat terpakai (S) Ulangi lagi prosedur diatas untuk blanko dengan menggunakan aquadest Catat volume Larutan Ferro Amonium Sulfat terpakai (B), untuk menitrasi blanko Hitung nilai COD dengan rumus : COD = ( B – S ) x N x 8.000 Vs (2) ppm Catat nilai COD ini dalam form analisi limbah BOD BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir seluruh zat organik yang terlarut dan sebagian zat organik yang tersuspensi dalam air. Analisa BOD yang dilakukan di PT. JAMIKA RAYA POM dengan cara : Sebelum dilakukan analisis BOD, sebaiknya dilakukan analisi COD terlebih dahulu untuk menentukan faktor pengenceran yang kan dipakai untuk analisa BOD. Untuk 1 sampel, kita lakukan analisa pada 3 nilai penafsiran yang berbeda yaitu : - Penafsiran rendah (R) = BOD = 0,16 x COD - Penafsiran sedang (S) = BOD = 0,12 x COD - Penafsiran tinggi (T) = BOD = 0,65 x COD Dari tafsiran nilai masing-masing tersebut, kita tentukan faktor pengenceran yang dipakai, sebagai berikut : 52 Nilai BOD Perlakuan terhadap sampel Pengenceran 500 – 250 10 ml diencerkan menjadi 1000 ml 100 x 250 – 100 20 ml diencerkan menjadi 1000 ml 50 x 100 – 40 50 ml diencerkan menjadi 1000 ml 20 x Setelah sampel diencerkan, penuhkan botol BOD 300 ml dan tutup Buka tutup botol BOD, tambahkan 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml larutan alkali – iodide – azida dengan pipet. Ketika penambahan reagent tersebut, ujung pipet harus berada di bawah permukaan sampel Tutup kembali botol dengan hati-hati untuk mencegah masuknya gelembung udara Campur isi botol dengan cara membalikkan dan menggoyang-goyangkan botol 10 kali Biarkan endapan menggumpal dan mengendap didasar botol dalam 5 sampai 10 menit. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan pipet, tutup kembali botol dan aduk isi botol dengan cara yang sama diatas Pipet 100 ml larutan kedalam 250 ml, titrasi segera dengan larutan standar Na2S2O3 1/80 N hingga warna kuning hamper hilang Tambahkan 3-5 tetes larutan indikator starch 1 % lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang Lakukan hal yang sama untuk air pengencer yang telah diaerasi sebagai blanko. Untuk sampel yang diinkubasi, isi botol BOD dengan sampel yang telah diencerkan dan air pengencer sebagai blanko. Tutup botol dengan hati- 53 hati untuk mencegah masuknya gelembung udara dalam botol. Inkubasi sampel dalam suhu 30 ± 1 ○C selama 3 hari dalam incubator Hitung Biological Oxygen Demand (BOD) dengan rumus : BOD = ( A – ( B+C) )x D x E ppm Keterangan : A = Kandungan oksigen terlarut dalam sampel yang diencerkan B = Kandungan oksigen terlarut dalam sampel yang telah diencerkan setelah inkubasi C = Nilai blanko (Kandungan oksigen terlarut awal – kandungan oksigen terlarut akhir) D = Faktor pengenceran E = Faktor koreksi untuk volume reagen yang ditambahkan = 1,014 jika volume 300 ml dan reagen yang ditambahkan 3. Catat nilai BOD ini dalam form analisa limbah FR-S9 1-17 Tingkat keasaman (pH) Analisa tingkat keasamaan yang dilakukan di PT. JAMIKA RAYA POM dengan cara : Limbah cair dimasukkan ke dalam gelas piala secukupnya pH meter ditera sehingga titik netral skala 7 Electode pH meter dicelupkan kedalam gelas piala Angka menunjukkan pH limbah akan terbaca 54 Penentuan tingkat keasaman juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus, kertas lakmus dimasukkan ke dalam piala dan disesuaikan dengan warna ketentuan pH pH limbah cair yang diaplikasikan di PT. Jamika Raya adalah 7 Gambar 10. Alat untuk analisa BOD, COD dan pH di PT. Jamika Raya C. Pembuatan sumur pantau Sumur pantau adalah sumur yang berfungsi untuk memantau limbah apakah mencemari lingkungan sekitar pengaplikasian limbah cair dengan cara melakukan analisa yang dilaksanakan oleh Bapedalda yang dilakukan 1 kali dalam setahun, yang dianalisa adalah kualitas air sungai. Sumur pantau juga berfungsi untuk mengatur aliran limbah dari Bed ke Bed yang lain. Sumur pantau dibuat dengan menggunakan alat berat. Sumur pantau berukuran dengan panjang 3,7 m, lebar 4 m dan tinggi 4 m. 55 Gambar 11. Sumur pantau limbah cair di PT. Jamika Raya D. Persiapan aplikasi limbah cair Sebelum dilaksanakan pengaplikasian limbah cair terlebih dahulu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut : Menentukan lokasi yang akan diaplikasikan limbah cair, diutamakan lokasi dekat dengan pabrik Menentukan sistem aplikasi yang cocok, apakah Flat bed, Long bed, Furrow bed, dan Spraying. Jika yang dipilih sistem bed, maka terlebih dahulu dibuat Bed nya dan dipasang jaringan pipa saluran limbah cair serta kran pengaturnya Jika yang dipilih sistem Spraying, maka dipersiapkan traktor, tangki dan pompanya Membuat jadwal aplikasi selama setahun Mempersiapkan petugas untuk mengoperasikan sistem aplikasi yang digunakan, diberi petunjuk dan pelatihan yang memadai 56 E. Pembuatan Bed Pembuatan Bed aplikasi limbah cair dengan cara manual yaitu menggunakan cangkul. Bed aplikasi limbah cair ada 2 jenis system aplikasi yaitu : Flat bed system Flat bed system adalah Bed aplikasi limbah cair yang dibuat pada areal dengan slope bukit. Flat bed system bisa maminimalkan kerusakan akar tanaman pada saat pembuatan Bed dengan menggunakan cangkul. Flat bed berukuran panjang 300 cm, lebar 200 cm, kedalaman 110 cm, tinggi kemiringan 50 cm, dan kapasitas 22,5 kubik. Long bed system Long bed system adalah Bed aplikasi limbah cair yang dibuat pada areal topografi datar. Long bed system bisa meminimalkan kerusakan akar tanaman saat pembuatan Bed dengan menggunakan cangkul. Long bed system berukuran panjang 70-200 m tergantung panjangnya lahan, lebar 200 cm dan dalamnya 110 cm. Gambar 12. Pembuatan bed aplikasi limbah cair 57 F. Aplikasi limbah cair Setelah Bed aplikasi limbah cair selesai dibuat, pipa salurannya siap dipasang dan limbah cair sudah memenuhi syarat BOD dan COD 3.000 – 5.000 mg/L dan pH 7. Limbah cair disalurkan kelapangan dengan cara sebagai berikut : Kran utama dibuka lalu dikontrol aliran limbah dari parit utama pipa utama ke Bed, dimana ada yang macet dibersihkan Lalu dibuka kran dari bak pembagi ke Flat bed system dan long bed system sampai penuh Setelah semua Bed hamper penuh kran utama ditutup Aplikasi limbah cair dilakukan 3 kali setahun untuk Flat bed dan Long bed Gambar 13. Aplikasi limbah cair di PT. Jamika Raya 58 4.3. PEMBAHASAN 4.3.1. Limbah Padat a. Pengaplikasian tandan kosong kelapa sawit Proses pengaplikasian tandan kosong kelapa sawit di PT. Jamika Raya sudah baik dimana tandan kosong disusun satu lapis pada gawangan mati sebanyak 300 kg/tanaman dilakukan secara manual menggunakan gancu dan gerobak dan membutuhkan waktu yang lama. Tandan kosong kelapa sawit memiliki kandungan unsur hara 2,4 kg Urea/pohon; 0,87 kg TSP/pohon; 5,49 kg MOP/pohon dan 1,5 kg Kieserit/pohon. Dan persentase penghematan penggunaan pupuk jika menggunakan pupuk tunggal yaitu Urea 42,48 %; TSP 33,33 %; MOP 61 % dan Kieserit 56,18 %. Dengan demikian, pemberian tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kimia. Tandan kosong yang ada di pabrik dapat dimanfaatkan ke tanaman kelapa sawit. Jika tandan kosong kelapa sawit tidak dimanfaatkan ke tanaman kelapa sawit tandan kosong tersebut dapat mencemari lingkungan, racun, dan lain-lain. Tandan kosong melapuk relatif lambat yaitu 8 bulan. Menurut Napi (2015), tidak semua hara yang terkandung didalam tandan kosong dapat diserap oleh akar tanaman disebabkan beberapa hal yaitu : Unsur hara N termobilisasi atau digunakan mikroorganisme tanah untuk kelangsungan hidupnya, tercuci oleh air perkolasi kelapisan tanah yang lebih dalam Unsur hara P termobilisasi dan berubah menjadi senyawa yang sukar larut 59 Unsur hara K dan Mg tercuci oleh air perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam Menurut Ditjen PPHP (2006), tandan kosong dapat berfungsi ganda yaitu selain menambah unsur hara ke dalam tanah, juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang diperlukan untuk memperbaiki struktur fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap, dan kemampuan tanah menahan air semakin baik. Perbaikan fisik tanah tersebut berdampak posotif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara. Namun, setelah diketahui bahwa tandan kosong kaya akan unsur hara N, P, K dan Mg tandan kosong sekarang banyak dijadikan sebagai pupuk organik untuk perkebunan kelapa sawit. b. Pengaplikasian solid Pada proses pengaplikasian solid di PT. Jamika Raya sudah baik. pengaplikasian solid ini sering karung goni tempat solid tidak disayat sehingga pada saat solid sudah terurai tidak langsung ketanah harus menunggu karung goni hancur atau dilakukan penyayatan lagi sehingga menambah HK. Dalam pengaplikasian solid ke tanaman kelapa sawit sama halnya dengan pengaplikasian tandan kosong kelapa sawit. Solid juga mempunyai kandungan unsur hara 1,03 kg Urea/pohon; 0,33 kg TSP/pohon; 0,61 kg MOP/pohon, 0,45 kg Kieserit/pohon. Persentase penghematan penggunaan pupuk jika menggunakan pupuk tunggal yaitu Urea 18,23 %; TSP 12,64 %; MOP 6,78 % dan Kieserit 16,85 %. 60 Dari penjelasan di atas, maka perusahaan dapat menghemat penggunaan pupuk kimia dan menghemat biaya pembelian pupuk untuk tananam kelapa sawit setelah diaplikasikan solid. Menurut Napi (2015), tidak semua hara yang terkandung dalam solid dapat diserap oleh akar tanaman disebabkan beberapa hal yaitu : Unsur hara N termobilisasi atau digunakan mikroorganisme tanah untuk kelangsungan hidupnya, tercuci oleh air perkolasi kelapisan tanah yang lebih dalam Unsur hara P termobilisasi dan berubah menjadi senyawa yang sukar larut Unsur hara K dan Mg tercuci oleh air perkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam Menurut Naibaho (2003), solid basah adalah by product yang dihasilkan dari pengolahan TBS di PKS yang menggunakan sistem decanter. Sistem decanter ini berfungsi untuk memisahkan sludge dengan minyak. c. Pengaplikasian fiber Proses pengaplikasian fiber di PT. Jamika Raya sudah berjalan dengan baik dimana fiber dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler. Manfaat dari penggunaan fiber menjadi bahan bakar boiler dipergunakan menjadi pembangkit tenaga listrik dan proses pengolahan di pabrik kelapa sawit. Dengan semakin mahalnya bahan bakar fosil terutama minyak bumi, boiler terus melakukan pengembangan-pengembangan terhadap produknya sehingga mendapatkan produk yang lebih efisien yang berbahan bakar dari limbah fiber hasil pengolahan kelapa sawit. 61 Menurut Santika (1987), fiber akan disalurkan melalui konveyor menuju ke boiler sebagai bahan bakar. Namun pada perjalanannya, sebagian fiber akan disisihkan untuk dimasukkan ke pembakaran pada boiler dan menjadi bahan bakar utama boiler. d. Pengaplikasian cangkang Pengaplikasian cangkang di PT. Jamika Raya sudah berjalan dengan baik dimana cangkang dimafaatkan sebagai bahan bakar boiler. Sekarang cangkang tidak lagi menjadi sampah di pabrik pengolahan kelapa sawit, namun saat ini cangkang sudah menjadi barang komoditi yang diperjual-belikan. Menurut fauzi (2014), cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60 % dari produksi minyak. Sebagai arang aktif dapat dimanfaatkan oleh berbagai industry. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi. 4.3.2. Limbah cair Persiapan lahan untuk kolam limbah cair adalah kegiatan yang penting dan perlu diperhatikan sangat baik karena merupakan kegiatan membuka lahan untuk tempat pembuatan kolam limbah cair yang sesuai. Lahan yang dibuat untuk kolam limbah cair yang berasal dari pabrik di PT. Jamika Raya adalah : Lahan tempat kolam penampungan limbah kelapa sawit dekat dengan pabrik agar mudah dalam pengaliran dan pengawasan limbah cair Kolam penampungan limbah cair tidak jauh dari pemukiman masyarakat 62 Kolam penampungan limbah terdiri dari 7 kolam Disekitar kolam penampungan limbah cair terdapat rumah tempat mesin penyalur limbah dari kolam ke kolam dan tempat untuk mengatur aliran limbah Lahan untuk kolam penampungan limbah datar Penanganan limbah cair adalah serangkaian kegiatan yang dimulai dari persiapan lahan untuk kolam limbah cair, pembuatan kolam penampungan limbah, pembuatan sumur pantau dan pengaplikasian limbah cair ke lapangan atau ke perkebunan kelapa sawit yang dikenal dengan istilah land aplikasi. Berdasarkan literature yang diperoleh bahwa kegiatan persiapan lahan pembuatan kolam penampungan limbah yang diterapkan di PT. Jamika Raya sama dengan teori. Menurut Hermanto (2013), syarat-syarat lahan yang sesuai untuk pembuatan kolam penampungan limbah adalah sebagai berikut : Lahan tempat kolam penampungan limbah kelapa sawit dekat dengan pabrik sehingga dapat memudahkan proses pengelolaan dan pengawasan Kolam penampungan limbah kelapa sawit jauh dari pemukiman masyarakat. Kolam penampungan limbah kelapa sawit yang ada disepanjang gawangan mati Lingkungan sekitar kolam penampungan limbah harus bersih dari gulma dan sampah-sampah dan tidak boleh dilakukan kegiatan penyemprotan bahan kimia 63 Di sekitar kolam penampungan limbah harus ada rumah mesin penyalur limbah dari kolam ke kolam dan tempat pengawasan limbah Adanya kolam kontrol di setiap kolam penampungan limbah untuk mengatur aliran limbah Lahan tempat kolam penampungan limbah harus datar. Tujuan dari aplikasi limbah cair di PT. Jamika Raya adalah untuk mengurangi biaya pengolahan limbah, mendaur ulang limbah pabrik dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan penambahan bahan organik tanah. Limbah cair yang dihasilkan di PT. Jamika Raya sudah mengikuti standard yang sudah ditetapkan dan dapat diaplikasikan secara langsung ke lapangan karena tidak berdampak pada pencemaran lingkungan. Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah cair adalah angka Biological Oxygen Demand (BOD). Angka BOD berarti angka yang menunjukkan kebutuhan oksigen. Jika air limbah mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka oksigen yang ada di sungai tersebut akan terhisap material organik tersebut sehingga makhluk hidup lainnya akan kekurangan oksigen. Sedangkan angka Chemical Oxygen Demand (COD) adalah angka yang menunjukkan suatu ukuran apakah dapat secara kimiawi dioksidasi. Fungsi dari pengolahan limbah cair kelapa sawit adalah untuk menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum diaplikasikan (land aplication). 64 Proses analisa BOD dan COD dilakukuan di laboratorium PT. Jamika Raya dan di laboratorium BLHD Jambi. Hasil dari laboratorium BLHD Jambi dikirim ke laboratorium PT. Jamika Raya. Land aplikasi adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam areal perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Dasar dari land application ini adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah. Unsur-unsur tersebut adalah Nitrogen, Phosphor dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan. Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.000 mg/l sampai 5.000 mg/ l. Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk anorganik. Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. Jadi land application akan mengurangi beban biaya dan waktu untuk pengolahan limbah. Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pengolahan limbah sekitar 50% – 60% (Kurniawan, 2014). Namun, berdasarkan survey dan wawancara yang telah dilakukan langsung di Pabrik Kelapa Sawit yang ada di PT. Jamika Raya, diperoleh gambaran bahwa pabrik kelapa sawit belum melaksanakan pengolahan yang benar terhadap limbah cair yang 65 dihasilkannya, kolam-kolam tersebut tidak dioperasikan dan dipelihara dengan benar. Akibatnya keberadaan kolam-kolam tersebut hanya menjadi formalitas belaka. Karena itu, saat ini sudah harus dibutuhkan suatu sistem yang baku tentang pengolahan limbah cair dari suatu pabrik kelapa sawit. Secara umum pengolahan limbah cair dari pabrik kelapa sawit PT. Jamika Raya dapat dikatakan tidak memenuhi syarat sebagai instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengoperasian dan pemeliharaan pada unit Fatpit tidak dijalankan secara benar, sehingga endapan lumpur yang begitu banyak mengisi seluruh sub unit terakhir dari bagian fatpit tersebut. Kolam-kolam anaerobik mau pun aerobik tidak dipelihara dengan baik, sehingga endapan lumpur yang semakin lama semakin banyak. Tetapi berdasarkan hasil analisa kualitas limbah cair yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu unit-unit pengolahan yang dimiliki oleh pabrik kelapa sawit PT. Jamika Raya masih dapat menurunkan beban pencemaran hingga memenuhi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh Mentri Lingkungan Hidup Indonesia. PROPER yang diberikan oleh kementerian Lingkungan hidup kepada PT. Jamika Raya POM adalah warna biru yaitu perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan. 66 V. 5.1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan : a. Limbah pabrik kelapa sawit mengandung unsur hara yang dapat di aplikasikan ke lapangan berupa tandan kosong, solid, dan limbah cair sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia b. Unsur hara yang ada pada : 1 ton tandan kosong kelapa sawit mengandung 8 kg Urea; 2,90 kg TSP; 18,30 kg MOP; 5 kg Kieserit 1 ton solid mengandung 10,3 kg Urea; 3,3 kg TSP; 6,1 kg MOP; 4,5 kg Kieserit 1 ton limbah cair mengandung 1 kg Urea; 0,5 kg TSP; 2,4 kg MOP; 1,7 kg Kieserit c. Efisiensi penghematan penggunaan pupuk jika menggunakan pupuk tunggal setelah diaplikasikan : Tandan kosong yaitu Urea 42,48 %; TSP 33,33 %; MOP 61 % dan Kieserit 56,18 % Solid yaitu Urea 18,23 %; TSP 12,64 %; MOP 6,78 % dan Kieserit 16,85 %. 67 5.2. Saran Dari uraian di atas dapat disarankan : Sebaiknya kolam penampungan limbah dipelihara dan dibersihkan dengan cara pengorekan lumpur sesuai dengan ketetapan oleh perusahaan yaitu 1 kali dalam setahun. 68 DAFTAR PUSTAKA Agustina. 2006. Land Aplication sebagai alternative 3R pada industri kelapa sawit. Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta. Hal 45 – 78. Ditjen PPHP, Departemen Pertanian. 2006. Pedoman pengelolaan limbah industri kelapa sawit. Jakarta. 130 hal. Fauzi, Y. Yustina EW. Iman S. dan Rudi Hartono. 2014. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 212 hal. Hermanto, H. 2013. Pengolahan Limbah Sawit. https://www.wordpress.com. Diakses 15 Juni 2015 Kurniawan, D. 2014. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. http://www.academia.edu. Diakses 15 Juni 2015 Kementerian, L. I. 2015. PROPER. www.menlh.go.id. Diakses 12 Agustus 2015 Loebis, B dan P, L. Tobing. 1992. Potensi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit. Buletin Perkebunan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 279 hal. Mahida. 1984. Limbah kelapa sawit. Yogyakarta. 145 hal. Naibaho, P, 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 165 hal. Napi, 2015. Berbagai pemanfaatan limbah kelapa http://www.piterest.com/gubuktani. Diakses 4 Agustus 2015 sawit. Nurhakim, Y.I. 2014. Perkebunan kelapa sawit cepat panen. Infra Pustaka. Jakarta. Pahan, I, 2012, Manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal. Pardamean, M. 2011. Panduan lengkap pengelolaan kebun dan pabrik sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Rusmery, T. 2009. Korelasi Antara Biological Oxygen Demand (Bod) Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terhadap pH, Total Suspended Solid (Tss), Alkaliniti dan Minyak/ Lemak. Medan. 167 hal. 69 Said, G. 1996. Penanganan dan pemanfaatan limbah kelapa sawit. Ungarun Trubus Agriwidya. 89 hal. Santika. 1987. Metode penelitian air. Usaha Nasional. Surabaya. 138 hal. Sasongko, Setia B. 1990. Beberapa parameter kimia sebagai analisis air. Edisi keempat. Semarang. 128 hal. Standard Operating Procedures. 2005. PT. Incasi Raya Jamika Raya. Jambi. 324 hal. Wikipedia. 2013. Limbah industri kelapa sawit. http://www.wikipedia.go.id. Diakses 27 Mei 2015.