Daftar Pustaka - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
ISSUE & CRISIS
MANAGEMENT
Pengelolaan Krisis (2)
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
Kode MK
07
Disusun Oleh
Dr. Ispawati Asri, MM
Abstract
Kompetensi
Banyak yang berasumsi bahwa peran PR
identik
dengan
profesi
pemadam
kebakaran, saat tidak terjadi kebakaran,
peran PR cenderung diabaikan, jika
sudah terjadi kebakaran, PR lah yang
menjadi orang pertama yang diincar oleh
berbagai media.
Mahasiswa dapat mengelola krisis
dalam public relations
Pengelolaan Krisis
(2)
------------------------------------------------------------------Public Relations (PR) semestinya tidak hanya bekerja hanya pada saat perusahaan
mengalami krisis saja. Banyak yang berasumsi bahwa peran PR identik dengan
profesi pemadam kebakaran, saat tidak terjadi kebakaran, peran PR cenderung
diabaikan, jika sudah terjadi kebakaran, PR lah yang menjadi orang pertama yang
diincar oleh berbagai media.
Ada beberapa hal yang sebenarnya bisa dilakukan oleh PR untuk meyakinkan
manajemen mengenai seberapa jauh peran Public Relations dalam mendukung kinerja
manajemen yang secara umum bisa dibedakan dalam dua pendekatan (Wasesa,
2005: 126-128) :
Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis merupakan pendekatan yang butuh waktu relatif singkat untuk
membuktikan kepada manajemen bahwa peran PR sangat dibutuhkan oleh
perusahaan. Secara singkat, pendekatan ini dilakukan dengan menciptakan krisis
terkendali, dan lantas PR akan tampil sebagai pemadam kebakaran untuk mengatasi
krisis tersebut.
Sekalipun butuh waktu yang relatif singkat, namun energi yang dikeluarkan pada
pendekatan ini relatif banyak. Satu hal yang dibutuhkan untuk melakukan pendekatan
krisis ini adalah bagaimana kapasitas personal pelaku PR itu sendiri, plus ketajaman
intuisi untuk menerka secara jitu apa yang akan terjadi kemudian sebagai
perkembangan sebuah krisis. Ada dua pendekatan Krisis :
A. Krisis Parsial
Krisis Parsial merupakan krisis yang dibuat sedikit demi sedikit, sekadar untuk
membangkitkan kesadaran pada manajemen bahwa citra perusahaan dapat
melorot jika terjadi krisis sekecil apa pun. Selain energi yang dibutuhkan hanya
sedikit, penciptaan krisis parsial tidak akan membawa dampak yang besar dan
berlarut-larut. Beberapa hal yang biasanya dilakukan untuk menciptakan krisis
parsial adalah:

Memfasilitasi keluhan stakeholders menjadi Surat Pembaca di harian
yang dibaca oleh manajemen ataupun CEO.
‘15
2
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Memberikan akses langsung kepada wartawan/media yang mau
mengkonfirmasikan satu isu yang muncul.
Krisis parsial ini efektif dilakukan jika PR officer yang pada perusahaan yang
belum memiliki sumber daya yang cukup banyak untuk mengelola sebuah
krisis.
B. Krisis Menyeluruh
Krisis Menyeluruh ini membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi serta jaringan
yang kuat dan baik dengan media massa karena krisis semacam ini didesain
dengan memanfaatkan masalah internal dan mengubahnya menjadi krisis citra
yang kuat. Kemampuan menganalisis perkembangan krisis juga mutlak
diperlukan untuk menghindari perkembangan krisis pada tingkat yang tidak
diinginkan. Selain itu, diperlukan juga kemampuan membuat alternatif
perencanaan, karena krisis yang menyeluruh seringkali membutuhkan
antisipasi yang cepat dan bahkan di luar perencanaan yang sudah ada.
Seberapa jauh etika PR untuk menciptakan krisis, tentu saja masih merupakan
perdebatan tersendiri yang tidak semua pihak menyetujuinya. Selain itu, satu
hal yang harus dipahami dari sebuah krisis adalah bahwa seringkali krisis
membutuhkan korban, baik pada saat krisis tersebut berlangsung ataupun
pada saat krisis tersebut diselesaikan. Itulah sebabnya, banyak pihak lebih
memilih menggunakan pendekatan sistem dalam meyakinkan manajemen
mengenai fungsi strategik Public Relations. Selain caranya lebih halus, risiko
yang ditanggung pun tidak terlalu besar, dan yang pasti tidak harus ada yang
dikorbankan untuk itu.
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang dibuat secara sistematis untuk
memasukkan peran Public Relations ke dalam fungsi manajemen secara utuh.
Sekalipun pendekatan ini tidak membutuhkan korban, dan juga tidak membuat panik
manajemen sebagaimana melalui krisis, tapi sangat dibutuhkan kecerdasan serta
kemampuan personal relationships yang tinggi. Secara bertahap fungsi PR dimasukkan ke dalam setiap sisi manajemen, kemudian dikembangkan menjadi bentukbentuk yang menguntungkan sisi-sisi tersebut. Maka, mutlak diperlukan kemampuan
menganalisis data, baik data sekunder ataupun primer. Hasil analisis data tersebut
digunakan untuk menunjukkan kepada manajemen, terutama pada sisi-sisi yang
‘15
3
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sudah disentuh oleh PR, seberapa jauh pekerjaan PR dapat berguna untuk menunjang
kinerja perusahaan terutama dalam pencitraan.
Anatomi Krisis
Krisis memang sering menimbulkan kecemasan, rasa tidak pasti, dan bisa
berbuntut pada kebrutalan. Beberapa pihak bahkan mencoba tampil sebagai
pahlawan. Bila ia menang, ia akan menjadi pahlawan. Bila tidak, ia malah akan
terperosok ke dalam persoalan.
Steven Fink, konsultan krisis terkemuka dari Amerika mengembangkan konsep
anatomi krisis. Fink mengidentikkan krisis PR dengan penyakit yang
menyerang manusia. Oleh karenanya Fink membagi tahapan yang dilalui suatu
krisis dengan menggunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk
melihat stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Tahap-tahap itu
menurut Fink adalah sebagai berikut (Kasali, 1994:225-230):
1. Tahap Prodromal
2. Tahap Akut
3. Tahap Kronik
4. Tahap Resolusi (penyembuhan)
Masing-masing tahap itu saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya
masing-masing tahap itu sangat tergantung pada sejumlah variabel, sama
seperti ketika seorang dokter menangani pasiennya. Misalnya, jenis virus (jenis
bahaya), usia pasien (usia perusahaan), kondisi kesehatan pasien (kondisi
perusahaan), potensi untuk menerima pengobatan, dan keterampilan doktemya
(keterampilan para manajer). Kadang-kadang keempat fase itu berlangsung
begitu singkat seperti seorang yang terjangkit flu ringan sembuh setelah cukup
beristirahat selama 24 jam. Namun ada kalanya orang membutuhkan waktu
satu bulan untuk menyembuhkan sakit pileknya. Orang yang lain mungkin
langsung meninggal dunia ketika flu berat menyerangnya saat kondisi fisiknya
sangat lemah. Semua gambaran ini analog dengan krisis yang menimpa
perusahaan.
Sebagai aktor yang berperan penting dalam upaya mengatasi krisis yang timbul dalam suatu perusahaan atau organisasi, seorang praktisi PR berupaya
mempercepat masa turning point dari tahap prodromal ke tahap resolusi.
‘15
4
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untuk mengubah siklus, dibutuhkan diagnosis yang mendalam dan tindakan
yang cermat. Karena kurangnya pengalaman berhadapan langsung dengan
publiknya dan terlalu sering mendapat perlindungan dari pemerintah, dewasa
ini sering kita saksikan perusahaan besar nasional mengalami kesulitan ketika
harus berhadapan langsung dengan krisis.
Para eksekutif tampaknya sangat kurang berpengalaman dalam menangani
krisis sehingga sedikit sekali di antaranya yang dapat mengubah siklus.
Biasanya, semakin sering krisis sejenis menyerang perusahaan, semakin
mampu
perusahaan
menghadapinya.
Perusahaan
akan
lebih
mampu
menghadapi krisis karena krisis melahirkan sistem penangkalan (daya tahan).
1. Tahap Prodromal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa
bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini—bukan pada tahap krisis
sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering
disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai
simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning
point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan
bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap akut.
Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai tahap sebelum krisis
(precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat krisis secara
keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap akut sebagai
retrospeksi.
Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk ini:

Jelas sekali
Gejala-gejala awal kelihatan jelas sekali. Misalnya, ketika muncul
selebaran gelap di masyarakat, ketika terjadi kebocoran pipa gas di
pabrik, ketika karyawan datang pada manajemen meminta kenaikan
upah, ketika para manajer berbeda pendapat secara tegas, dan lain
sebagainya

‘15
5
Samar-samar
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya,
peraturan pemerintah (deregulasi), munculnya pesaing baru, tindakan
(ucapan) pemimpin opini, dan sebagainya. Deregulasi perbankan
beberapa tahun belakangan ini, misalnya, dengan cepat merangsang
respon-respon baru dari publik. Muncul bank-bank baru, cabangcabang bank baru, meningkatnya intensitas persaingan, perputaran
uang yang semakin cepat, konsumsi meningkat, inflasi meningkat, lalu
terjadi perebutan pembelian lahan di kota-kota besar, lalu muncul
kebijakan uang ketat, bunga semakin mahal, uang sulit lagi, dan bankbank menghadapi krisis. Semuanya terjadi secara samar-samar. Ini
artinya perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analis
untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung
oleh ombak krisis.

Sama sekali tidak kelihatan
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak
dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja.
Laba perusahaan meningkat dengan baik. Perusahaan beranggapan
“sulit untuk memuaskan semua pihak”. Maka, kalau ada kerugian pada
salah satu produk atau keburukan pada salah satu lini, itu adalah
sangat wajar. Yang perusahaan tidak pikirkan adalah, seberapa jauh
kerugian itu dapat menjadi kanibal, seperti Bank Summa yang menelan
hampir seluruh saham milik keluarga Suryadjaya pada PT Astra Internasional.
Untuk itu perusahaan perlu melakukan general check-up secara rutin, misalnya 3 atau
6 bulan sekali, dengan memanggil konsultan. Metode yang biasanya dipakai adalah
Management Audit yang menyangkut segala aspek di dalam perusahaan.
Para ahli krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat
ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting. Alasannya adalah karena masih
mudah untuk ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak, dan
sebelum menimbulkan komplikasi.
Namun, sekalipun Anda tidak dapat mengatasi tahap prodromal ini, Anda tetap dapat
mengambil manfaat dari perkenalan ini. Setidaknya Anda akan lebih siap menghadapi
‘15
6
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
gejala-gejala
pada
tahap
akut.
Anda
dapat
melakukan
persiapan
untuk
menyelamatkan manusia, harta benda, dan reputasi.
Sebagai contoh para pelaut umumnya berupaya keras mengenali gejala-gejala
prodromal. Mereka dibekali dengan alas dan pengalaman untuk membaca tanda-tanda
alarm, termasuk kemungkinan datangnya badai. Para pelaut tidak dapat menghentikan
badai. Namun, mengetahui kedatangan badai akan membuat mereka lebih siap
memutar haluan, menaikkan layar, bersiaga 24 jam, melakukan kontak dengan
menara-menara penyelamat dan lain sebagainya, untuk mencegah mereka dari krisis
akut.
2. Tahap Akut
Inilah tahap ketika orang mengatakan: “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini
awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala
yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Sebagai contoh, Pers menyebut krisis Dili muncul sejak tanggal 12 November 1991
(Lihat laporan utama majalah Tempo, 7 Desember 1991), ketika demonstrasi yang
dilakukan anak-anak muda Timor Timur di pemakaman Santa Cruz menimbulkan
korban jiwa. Segera setelah itu muncul reaksi-reaksi internasional yang mengecam
kejadian itu, bahkan beberapa negara sahabat, yang memberi pinjaman,
mengancam akan melakukan penghentian bantuan. Setelah itu Indonesia
memutuskan kerja samanya dengan IGGI yang telah banyak membantu pembangunan Indonesia dalam bentuk pinjaman sejak Februari 1967. Di Indonesia juga
muncul reaksi yang dapat menimbulkan gangguan. Tapi pemerintah Indonesia cepat tanggap. Berdasarkan laporan Komisi Penyelidik Nasional, Presiden membebaskan sejumlah perwira yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mereka
dikenal sebagai “Jenderal berhati emas” yang harus menerima kenyataan pahit
karena ulah orang lain.
Benarkah krisis itu mulai muncul pada 12 November 1991? Menurut beberapa
pengamat, gejala prodromal dari krisis ini sudah mulai kelihatan beberapa bulan
sebelumnya, bahkan setahun sebelumnya, ketika pemerintah mengatakan bahwa
Timor Timur adalah propinsi terbuka. Ini artinya orang-orang asing akan bebas keluar masuk Dili. Beberapa hari sebelum kejadian bahkan sudah diperoleh informasi
yang mengatakan bahwa anak-anak muda akan melakukan demonstrasi. Krisis
yang meletus pada 12 November 1991 itu adalah krisis yang sudah mulai meletus,
dan sudah memasuki tahap akut.
‘15
7
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sama halnya dengan krisis yang ditimbulkan oleh pusat reaktor nuklir Three Mile
Island di Pennsylvania, Amerika. Pers menyebut krisis mulai muncul tanggal 28
Maret 1979 ketika reaktor tersebut mengalami kebocoran yang menimbulkan efek
radiasi. Tetapi ditinjau dari analisis krisis, hal itu sama sekali tidak tepat. Krisis
sudah muncul 13 bulan sebelumnya ketika para karyawan menemukan kebocoran
kecil yang dapat diatasi sejenak. Tanggal 28 Maret 1979 adalah saat tahap krisis
sudah memasuki keadaan yang akut.
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering di sebut sebagai the point of no return.
Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal stage)
tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan
sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun,
berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor
yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut — sekalipun
Anda sangat siap — adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari
berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis
yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya
permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan
dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki
tahap kronis.
3. Tahap Kronis
Badai mulai reda. Yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah
bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan
langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem.
Surat kabar telah memberitakan peristiwa secara jelas. Dalam kasus Dili, tahap ini
dimulai ketika pemerintah mulai menugaskan Djaelani, S.H., memimpin Komisi
Penyelidik Nasional untuk memberi laporan kepada Presiden. Tim ini berangkat ke
Dili awal Desember, sebulan setelah tahap akut berjalan.
Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam
perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggantian
‘15
8
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
manajemen, mungkin penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru
sebagai pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang crisis manager harus bisa memperpendek tahap ini karena semua orang
sudah merasa letih. Juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun
yang paling penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau
tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang
baik.
Tahap kronis adalah tahap yang terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan
seorang crisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang
lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution)
mulai berlangsung.
4. Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4
tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya sudah mulai pulih kembali; yang
tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal linu karena harus banyak menahan sakit
dan sisa-sisa sakit. Demikian juga perusahaan.
Meski bencana benar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu berhatihati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan
berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan
membawa kembali keadaan semula (prodromal stage). Bila pasien yang sedang
dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila
penyembuhannya tidak tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal.
Sinyal Peringatan Krisis
Untuk mengatasi krisis manusia membentuk sistem penangkal. Sebelum kebakaran
meluas, misalnya, gedung-gedung modem akan menangkap adanya asap dan
membunyikan alarmnya. Namun, di samping sistem buatan manusia, alam juga
memberikan sistem peringatan agar menjauhi krisis. Ketika krisis terjadi, biasanya
sinyal berikut ini turut menyertai (Fraser P. Seitel, The Practice of Public Relations, fifth
edition (New York: Macmillan, 1992), hal. 541-542 dalam Kasali, 1994: 230-231):
1. Surprise.
Ketika krisis meletus biasanya manusia terkejut karena kedatangannya tidak
diharapkan. Ada dua macam bencana, yakni bencana alam dan bencana
‘15
9
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
buatan manusia. Biasanya manusia baru menyadari krisis ini setelah media
memberitakannya secara luas.
2. Meluasnya Isu.
Isu timbul karena aktor-aktor yang menangani krisis tidak segera mengontrol
informasi. Karena terlalu hati-hati dan kurangnya informasi yang secara resmi
bisa diperoleh, masyarakat akhirnya membuat cerita sendiri sesuai dengan
imajinasi mereka. Bank-bank diisukan bahwa pemiliknya telah melarikan diri ke
luar negeri; produk makanan diisukan mengandung barang tak halal; pabrik
diisukan telah memecat pimpinan serikat pekerja; koramil diisukan telah
“mengkarungkan” tokoh masyarakat yang memimpin anti penggusuran dan
sebagainya.
3. Eskalasi.
Krisis meluas dengan cepat. Semua pihak yang berkepentingan (the
stakeholders) mengajukan pertanyaan secara bersamaan untuk mengamankan
kepentingannya: apakah isu yang beredar di masyarakat benar? Akan lebih
parah lagi bila mereka percaya pada isu itu, karena informasi resmi tidak
diperoleh. Eskalasi berarti krisis dengan cepat meluas dan mengait ke atas.
4. Lepas Kendali.
Bila perusahaan tidak segera membentuk suatu pusat pengendalian krisis,
praktisi PR pun menjadi kehilangan kendali. Semua orang sibuk sendiri-sendiri
dan tak ada koordinasi. Eskalasi menimbulkan hal-hal baru yang timbul secara
simultan.
5. Penyelidikan Pihak Luar Meningkat.
Badan pengelola pasar modal mengirim tim pemeriksa, bank membentuk tim
untuk menyelidiki keamanan uang mereka, asosiasi usaha sejenis juga
meminta keterangan, pers silih berganti berdatangan, penyalur dan pemasok
berkali-kali menelepon. Penyelidikan pihak luar itu dilakukan karena mereka
berkepentingan terhadap perusahaan. Mereka butuh kepastian dan perlu
mengambil langkah-langkah penyesuaian.
6. Panik.
‘15
10
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ini adalah gejala umum yang selalu terjadi. Bila kebakaran terjadi, hanya satu
dari seratus orang yang mencapai alat pemadam, sedang yang 99 berteriak
dan menonton sambil terperangah. Semuanya panik, jantung berdenyut keras,
tetapi tak bisa melakukan apa-apa. Sulit sekali bagi manajemen mengambil
langkah-langkah untuk mengkomunikasikan apa yang telah terjadi.
Sehubungan dengan tanda-tanda tersebut, perusahaan-perusahaan besar umumnya
mempunyai suatu tim tetap untuk menanggulangi krisis. Ada yang langsung dikepalai
oleh seorang crisis manager yang mempunyai hotline langsung dengan CEO, ada pula
yang langsung dikepalai oleh CEO. Biasanya yang menjadi crisis manager adalah
praktisi PR senior yang mempunyai pengalaman luas dan kapabilitas untuk bekerja
antar departemen.
Menurut studi yang dilakukan oleh Western Union Corporation di Amerika Serikat,
ditemukan bahwa 207 dari 390 perusahaan besar sudah memiliki rencana yang jelas
bila perusahaan menghadapi krisis (“Crisis: Not All Firms Prepared”, USA Today, 16
August 1984). Meski begitu, mereka tentu tidak dengan sendirinya bebas dari krisis.
Tetapi, mungkin situasi akan menjadi lebih buruk bila mereka tidak mempunyai sistem
itu sama sekali.
Mengelola Krisis
Sekarang sampailah kita pada pembahasan yang penting, yakni mengelola krisis.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah (Kasali, 1994: 231-233):
1. Identifikasi Krisis
Untuk dapat mengidentifikasi suatu krisis, praktisi PR perlu melakukan penelitian. Bila krisis terjadi dengan cepat penelitian harus dilakukan secara informal
dan kilat. Hari itu tim diterjunkan dan mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan harus ditarik. Hal ini hanya dimungkinkan bila praktisi PR mempunyai
kecakapan dan kepekaan untuk mengumpulkan data. Biasanya mantan
wartawanlah yang piawai melakukan hal ini. Mereka biasa bekerja dengan
kepekaan, deadline, dan kecermatan.
Pekerjaan ini dilakukan persis seperti seorang dokter melakukan diagnosis,
meneliti simpton dan set back untuk memperoleh gambaran yang utuh. Untuk
mengidentifikasi krisis, perusahaan bisa menghubungi pihak-pihak lain di luar
perusahaan seperti para ilmuwan di universitas, para akademisi, futurolog atau
pengamat, dan konsultan.
‘15
11
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Analisis Krisis
Praktisi PR bukanlah sekadar petugas penerangan yang melulu mengandalkan
aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan analisis atas
masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah “pekerjaan belakang meja” dengan
keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai
cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang kait
mengait.
3. Isolasi Krisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit
biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia
harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan seriu dilakukan.
Pada waktu krisis Dili meletus pada 12 November 1991, pemerintah Indonesia
segera
melakukan
langkah
isolasi
untuk
mencegah
tindakan-tindakan
internasional seperti yang menimpa Cina sehubungan dengan “kasus TienAnmen”. Sebelum KPN (Komisi Penyelidik Nasional) melaporkan hasil-hasil
penyelidikannya, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah,
seperti menarik Batalyon 303 (empat bulan sebelum jadwal penarikan
resminya) (“Mereka yang dibekah 10 hari”, Tempo, 7 Desember 1991, hal. 26)
dan memberi infomasi kepada negara-negara lain. Tujuannya adalah agar
masing-masing pihak menahan diri sampai diterimanya laporan KPN.
4. Pilihan Strategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis,
perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil.
Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:

Defensive
Strategy
(Strategi
Defensif).
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
‘15
12
o
Mengulur waktu
o
Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
o
Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Adaptive Strategy (Strategi Adaptif).
Langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas,
seperti:

o
Mengubah kebijakan
o
Modifikasi operasional
o
Kompromi
o
Meluruskan citra
Dynamic
Strategy
(Strategi
Dinamis).
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan
berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah:
o
Merger dan akuisisi
o
Investasi baru
o
Menjual saham
o
Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama
o
Menggandeng kekuasaan
o
Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian
5. Program Pengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju
strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan
jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para
eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik,
program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Implementasi pengendalian diterapkan pada:
‘15
13

Perusahaan (beserta cabang)

Industri (gabungan usaha sejenis)

Komunitas

Divisi-divisi perusahaan
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. John Doorley, Helio Fred Garcia, Reputation Management: The Key to Successful
Public Relations and Corporate Communication, Routledge, 2007.
2. Jerry A Hendrix, Public Relations Cases, Wadsworth, 2001.
3. Kim Harrison, Strategic Public Relations: A Practical Guide to Succes, second edition,
Vineyard Publishing, 2001.
4. Sandra M Oliver, Handbook of Corporate Communication and Public Relations: Pure
and Applied, Routledge, 2004.
5. Joep Cornelissen, Corporate Communications: Theory and practice, Sage, 2005.
6. Gary Davies, Rosa Chun, Rui Vinhas Dasilva, Stuart Roper, Corporate reputation and
competitiveness, Routledge, 2003.
7. Dennis L. Wilcox, Glen T. Cameron, Public Relations Strategies and Tactics, edisi ke
Sembilan, Pearson International Edition, 2009.
8. Andre Hardjana, Audit Komunikasi, PT Granada Media, Jakarta, 2001.
9. Alison Theaker, The Public Relations Handbook, Routledge, 2001
10. Soleh Soemirat, dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations.
11. Khasali, Rhenald, 1994, Manajemen Public Relations, Jakarta: Grafiti.
12. Wasesa, Silih Agung, 2005, Strategi Public Relations, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
13. A.B.
Susanto,
Reputasi
dan
Public
Relations
(Artikel),
http://
manajemenkomunikasi.blogspot.com/2011/02/reputasi-dalam-public-relations. html
‘15
14
Issue and Crisis Management
Isparwati
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download