Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Rakyat Melalui Penyediaan Barang Publik Oleh: Moh. Syarif (100231100009) Peran Pemerintah Dalam Perekonomian Tidak ada satupun di Negara ini yang tidak melibatkan peranan pemerintah dalam sisitem perekonomiannya. Bahkan Negara yang menganut sistem kapitalispun yang mana dalam sistem perekonomian lebih condong di gerakkan oleh pihak swasta disisi lain juga membutuhkan peranan pemerintah didalamnya. Menurut Adam Smith, ahli ekonomi kapitalis, dalam teorinya bahwa dalam perekonomian segala sesuatunya akan berjalan sendiri-sendiri menyesuaikan diri menuju pada keseimbangan menurut mekanisme pasar. Tarik-menarik kekuatan dalam sistem perekonoian tersebut seperti dikendalikan oleh “the invisible hand”, sehingga dengan demikian tidak memerlukan begitu banyak campur tangan pemerintah. Maka menurut Adam Smith, peranan pemerintah hanya meliputi tiga fungsi saja, yaitu: 1. Memelihara keamanan dan pertahanan dalam negeri 2. Menyelenggarakan peradilan 3. Menyediakan barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh pemerintah. Di era globalisasi sekarang ini, banyak perkembangan dan kemajuan akibat semakin banyaknya tekhnologi baru serta terbuka perekonomian antar Negara, menyebabkan bagitunya banyaknya kepentingan yang saling terkait dan berbenturan. Hal ini menyebabkan peran pemerintah semakin dibutuhkan dalam mengatur jalannya sistem perekonomian, karena pada dasarnya tidak semua bidang perekonomian itu dilimpahkan pada pihak swasta. Dengan demikian sistem perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: 1. Peranan alokasi 2. Peranan distribusi, 3. Peranan stabilisasi. dari ketiga peranan itulah pemerintah dapat membuat suatu kebijakan dalam mengatur sistem perekonomian dengan baik. Pada pembahasan ini, makalah lebih cenderung pada peranan pemerintah dalam peranan pemerintah sebagai fungsi alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam penyediaan barang public. Peran Pemerintah Dalam Penyediaan Barang Publik Peranan pemerintah sebagai fungsi alokasi sangat dibutuhkan dalam penyediaan barangbarang yang tidak mampu disediakan oleh pihak swasta yaitu barang-barang yang bersifat umum atau yang disebut dengan barang publik. Karena dalam sistem perekonomian suatu negara, tidak semua barang dapat disediakan oleh pihak swasta dan dapat diperoleh melalui sistem pasar. Sedangkan barang yang dapat diperoleh melalui sistem pasar, yaitu melalui transaksi antar penjual dan pembeli disebut barang swasta. Tidak dapat tersedianya barang public oleh sistem atau mekanisme pasar ini disebut kegagalan pasar (market failure). Tidak disediakan barangbarang tersebut oleh sistem pasar dikarenakan manfaat dari barang tersebut tidak dapat dinikmati oleh satu orang tetapi juga dimiliki / dinikmati oleh yang lain. Sepeti contoh: udara bersih, jalan umum, jembatan dan lain-lain, dan contoh dari barang public murni yaitu peradilan dan pertahanan nasional. Dalam barang-barang yang diciptakan oleh swasta orang tidak mengalami kesulitan dalam mengemukakan dalam kesukaannya, sedangkan hal ini tidak untuk barang public. Untuk barang public yang dapat dirasakan oleh semua orang, ketika barang tersebut ada , dan sudah tersedia, tidak akan ada orang yang mau bersedia untuk membayarnya penyediaan barang tersebut. Sebagaimana dalam teori Bowen yang mengemukakan suatu teori mengenai penyediaan barang-barang publik dan teorinya didasarkan dengan teori harga seperti halnya pada penentuan harga pada barang-barang swasta. Pada Bab yang terdahulu telah di kemukakan definisi mengenai barang swasta dan barang publik. Barang swasta adalah barang yang mempunyai sifat pengecualian, dimana pemilik suatu barang dapat mengecualikan orang lain dari manfaat barang tersebut, misalnya saja sepatu.sedangkan barang publik sebagai barang dimana pengecualian tidak dapat di tetapkan. Jadi sekali suatu barang publik tersedia maka tidak ada seorangpun yang dapat dikecualikan dari manfaat barang tersebut, misalnya saja pertahanan nasional. Sekali pemerintah menyediakan pertahanan nasional, tidak ada seorangpun yang bisa dikeculaikan dari menerima manfaat pertahanan. Disinilah fungsi alokasi pemerintah dibutukan, karena hanya pemerintahlah yang bisa dan harus menyediakan barang public tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pemrintah menentukan biaya untuk penyediaan barang public, sebab terdapat kesulitan dalam nilai kesukaan. Maka pembayaran penyediaan barang public tidak bisa melalui sistem harga, melainkan dengan sistem pemungutan suara yang diharapkan dapat mendekati yang sistem yang efisien, meskipun jelas tidak dapat memuaskan setiap orang. Dalam teori barang public Untuk membahas pemilihan masyarakat kombinasi barang swasta dan barang publik dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi kesejahteraan masyarakat (FKM = social welfare function). Kurva FKM mencerminkan tingkat pertukaran marginal (marginal rate of substitution) antara konsumsi masyarakat terhadap barang publik dan barang swasta yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama bagi masyarakat sebagai mana di tunjukkan pada diagram 4.2. Barang pemerintah A P0 X P1 P2 S3 B S2 P3 S1 0 T0 T1 T2 T3 Barang swasta Diagram 4.2. Fungsi Kesejahteraan Masyarakat (FKM) Bentuk FKM yang cekung (convex) mencerminkan adanya tingkat pertukaran marginal (marginal rate of substitution) yang menurun antara barang swasta dan barang publik. Berarti, untuk menambah satu unit barang swasta diperlukan pengurangan barang publik terlalu banyak (yaitu sebesar 0P0) dan barang swasta dalam jumlah yang terlalu sedikit.dengan kepuasan yang sama masyarakat bersedia mengorbankan barang publik sebesar P0P1 agar masyarakat dapat memiliki satu unit tambahan barang swasta (T0 T1). Pada titik B, masyarakat sudah terlalu banyak memilki barang swasta (0T2) dan barang publik yang sangat sedikit (0P2). Karena itu, untuk menambah barang swasta sebesar satu unit, masyarakat hanya bersedia mengorbankan barang publik dalam jumlah yang lebih kecil, yaitu sebesar P2 P3 dimana jumlah P2 P3 lebih kecil dari pada P0 P1. Jumlah sumber-sumber ekonomi yang ada dalam masyarakat pada suatu waktu tertentu sudah tetap. Walaupun demikian, dengan berkembangnya waktu, bertabahnya jumlah penduduk dan modal maka sumber-sumber ekonomi dalam akan selalu mengalami perubahan. Untuk menenttukan berapa jumlah barang yang dapat di hasilkan masyarakat dengan sumber-sumber ekonomi yang ada kita menggunakan kurva kemungkinan produksi (KKP). Suatu kurva KKP menunjukan apabila semua sumber ekonomi digunakan untuk menghasilkan barang swasta maka barang swasta yang dapat di hasilkan sebesar 0B unit. Sebaliknya, apabila semua sumber ekonomi digunakan untuk menghasilkan barang publik maka jumlah barang publik yang dapat di hasilkan sebesar 0A. Kurva AFCDEB menunjukkan kombinasi berbagai jenis barang swasta dan barang publik yang dapat di hasilkan oleh faktor produksi yang tersedia. Pada titik A, terlalu banyak sumber ekonomi yang di gunakan untuk menghasilkan barang publik, sehingga perubahan alokasi sumber ekonomi untuk menghasilkan barang publik sebanyak P1 P2 unit akan menambahkan barang swasta yang dapat di hasilkan sebanyak L1 L2, dimana P1 P2 jumlahnya lebih kecil dari pada L1 L2. Sebaliknya pada titik E barang publik yang di hasilkan terlalu sedikit, atau dengan kata lain sumber ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan barang swasta terlalu banyak. Barang pemerintah F A P1 C P2 D P3 P4 E 0 L2 L1 L3 L4 B Barang swasta Kurva Kemungkinan Produksi Akibatnya terjadi penggunaan faktor produksi secara kurang efisien di sektor swasta sehingga akan ada faktor produksi yang di alihkan untuk menghasilkan barang publik. Pengurangan produksi barang swasta dari L34 ke L3 menyebabkan barang publik bertambah sebesar P4 P3 unit di mana L34 L3 lebih kecil dari pada P4 P3. Garis kemungkinan produksi dan kurva indiverens sosial menentukan jumlah kombinasi barang swasta dan barang publik yang obtimum sebagai mana di tunjukkan dalam diagram di bawah ini. Barang pemerintah F A C E PE S4 D S3 S2 B S1 S0 G 0 LE Barang swasta Alokasi Sumber Yang Optimum Titik A dan B terletak pada kurva indiverens sosial memotong garis kemungkinan produksi AB, titik A bukan merupakan kombinasi barang publik dan swasta yang optimum. Perubahan alokasi sumber ekonomi yang mengurangi jumlah barang publik dan menaikkan jumlah barang swasta yang di hasilkan yaitu berubah kombinasi barang swasta dan barang publik dari A ke C akan menaikan kesejahteraan masyarakat. Hal ini di tujukkan dengan perpindahan dari kurva-kurva indiferen sosial dari S1 ke S2, yaitu perpindahan kurfa dari indiferen yang lebih rendah kekurfa yang lebih tinggi. Perpindahan lebih lanjut dari C ke E menyebabkan kenaikan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi perpindahan lebih lanjut dari E ke D atau B akan menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat. Jadi titik E merupakan kesejahteraan masyarakat obtimum yang dapat mencapai dalam menghasilkan barang publik sebanyak OPE dan barang swasta sebanyak OLE. kurva indiferens S4 menunjukan kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari pada S3 akan tetapi tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut tidak dapat di capai oleh karena faktor-faktor produksi yang ada hanya dapat menghasilkan secara maksimal barang swasta dan barang publik sebagai mana di tunjukkan oleh garis kemungkinan produksi FACEDGB. jadi dalam analisa ini, titik optimum E tidak hanya di anggap sebagai titik optimum akan tetapi titik E juga merupakan titik yang di kehendaki oleh masyarakat yang di cerminkan dalam kurva indiverens sosial yang merupakan pencerminan dari distribusi pendapatan kekayaan dan peranan masyarakat dalam bidang politik. Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Dengan Pengadaan Barang Publik Salah satu tugas utama pemerintah adalah memberi pelayanan kepada masyarakat baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. hal utama yang perlu diperbaiki adalah pelayanan publik di negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak menuju negara maju juga memprioritaskan pelayanan publik sebagai salah satu aspek yang perlu ditingkatkan. Karena pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa jika masyarakat sudah mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu pelayanan yang baik, maka masyarakat juga akan menjalankan kewajibannya dengan penuh kesadaran sebagaimana yang tertera dalam UU No 25.tahun 2009. Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Kristiadi ( 1994:23) menyatakan bahwa tugas pemerintah yang paling dominan adalah menyediakan barang-barang publik (publik utility) dan memberikan pelayanan ( publik service) misalnya dalam bidang pendidikan, kesejahteraan social, kesehatan, perkembangan perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan dan sebagainya. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan pengobatan, tenaga medis yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotik dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar-benar memperoleh pelayanan kesehatan yang cepat dan cepat. Contoh kasus yang terjadi saat ini Dari beberapa kasus kita menemukan suatu kenyataan bahwa sering sekali pasien harus menunggu dalam waktu yang tidak wajar untuk mendapatkan pelayanan media karena urusan birokrasi, misalnya urusan kartu berobat yang terlalu berbelit-belit. Bahkan bukan merupakan hal yang berlebihan apabila dikatakan bahwa jiwa pasien yang seharusnya dapat tertolong menjadi melayang sia-sia karena keterlambatan penanganan akibat birokrasi yang harus dipenuhi pasien atau keluarga pasien. Biasanya hal ini terjadi bagi pasien yang menggunakan layanan berobat gratis seperti Jamkesmas, Jamkesda, Askes, maupun layanan gratis lainnya. Menurut Sulastomo (2000:127) setidak-tidaknya ada beberapa alasan untuk meningkatkan kemampuan manajemen rumah sakit dalam rangka penyediaan pelayanan yang memuaskan yaitu: 1. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang semakin cepat. Dalam 10 sampai 20 tahun terakhir ini, ilmu kedokteran di dunia, termasuk di Indonesia telah berkembang tidak saja di tingkat spesialisasi dalam bidang-bidang ilmu kedokteran, tetapi sudah ke superspesialisasi. Sejalan dengan ini, teknologi yang dipergunakan juga semakin meningkat. Bisa dipahami bahwa modal dalam dunia kedokteran juga akan semakin mahal, demikian juga dengan biaya rumah sakit. Karena itu, manajemen rumah sakit yang tidak baik akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang semakin mahal atau apabila tidak memiliki fasilitas yang memadai maka rumah sakit tersebut tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Dengan menghadapi dilema ini, rumah sakit dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik tetapi dengan biaya yang terjangkau. 2. Permintaan masyarakat yang semakin meningkat dan kompleks. Masyarakat tidak saja menghendaki pelayanan kedoteran yang baik tetapi juga semakin meluas. Masalah-masalah yang pada masa lalu tidak menjadi tugas seorang dokter, saat ini juga menjadi tugas seorang dokter. Dapat dimengerti bahwa karenanya beban rumah sakit dan dokter juga menjadi semakin berat. 3. Dengan semakin meluasnya bidang kegiatan rumah sakit. diperlukan unsur-unsur penunjang medis yang semakin meluas juga, misalnya masalah administrasi, pengelolaan keuangan, hubungan masyarakat dan aspek-aspek hukum/legalitas. Ditambah lagi dengan unsur-unsur penunjang non medis lainnya, misalnya penyediaan sarana penginapan bagi keluarga pasien. Dengan adanya berbagai tuntutan ini, manajemen rumah sakit dituntut untuk terus meningkatkan mutu pelayanannya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya pembenahan yang bukan hanya berkisar pada pelayanan medis rumah sakit, tetapi juga terkait dengan masalah birokrasi administrasi seperti pengurusan kartu berobat maupun berkas-berkas lainnya. Pembenahan di bidang administrasi ini meliputi pembenahan fasilitas administrasi maupun peningkatan kemampuan dan ketrampilan petugas di rumah sakit tersebut. Misalnya menambah fasilitas komputer dan membekali petugas dengan ilmu dan ketrampilan agar dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan tetap menjaga etika profesi. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan mengukur dan mengevaluasi bagaimana kualitas pelayanan publik di bidang kesehatan yaitu dengan membandingkan antara indikator pelayanan publik dengan yang terjadi di lapangan atau yang dirasakan oleh konsumen. Dan salah satu hal yang dapat dievaluasi adalah prosedur administrasi yang harus dilalui oleh pasien sebelum mendapatkan pelayanan atau berobat. Setelah mengetahui hasil dari evaluasi tersebut, apabila hasilnya menunjukkan hasil yang buruk, langkah selanjutnya adalah mencari penyebab dari buruknya kualitas pelayanan tersebut, untuk selanjutnya dicari bagaimana penyelesaian yang tepat. Contoh Kasus yang lain juga terdapat pada penyelenggaraan otonomi daerah secara faktual yang memberikan dampak yang positif, khususnya dalam rangka pemerataan dan peningkatan pembangunan di daerah, namun hal ini bertolak belakang dengan kenyataannya otonomi belum mampu untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Disisi lain beberapa fakta menunjukkan otonomi daerah juga menjadi sumber rasa ketidak-adilan rakyat karena tindakan kesewenangwenangan dan penyelewengan para penguasa di daerah. Berdasarkan Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia, menyebutkan bahwa pada tahun 2007 terdapat 17 (tujuh belas) kasus tindak pidana korupsi yang baru ditangani, diantaranya 9 (sembilan) kasus tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada Pemerintah Daerah. Selain itu yang menjadi perhatian adalah semua tindak pinana korupsi yang terjadi di daerah tersebut terkait dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Menurut TA. Legowo terdapat tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya desentralisasi korupsi pada era otonomi daerah. Pertama, program otonomi daerah hanya terfokus pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat. Kedua, tidak ada institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif penyimpangan wewenang di daerah. Ketiga, legislative gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga control, justru sebaliknya terjadi kolusi yang erat antara pihak eksekutif dan legislative di daerah, sementara kontrol dari kalangan civil society masih lemah. Sistem pengadaan pemerintah yang efektif sangat penting dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Sistem pengadaan yang buruk mengakibatkan biayabiaya tinggi bagi pemerintah maupun masyarakat. Sistem yang demikian mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan proyek yang selanjutnya memperbesar biaya, menghasilkan kinerja proyek yang buruk dan menunda manfaat proyek bagi masyarakat. Ketidak beresan sistem pengadaan juga membuka peluang korupsi, menimbulkan banyak protes dan kecurigaan terhadap integritas proses pengadaan. Menurut teori Pigou bahwa barang publik harus disediakan sampai suatu tingkat di mana kepuasan marginal akan barang publik sama dengan ketidak puasan marginal (marginal disutility) akan pajak yang di pungut untuk membiayai program-program pemerintah atau untuk menyediakan barang publik. Maksud teori ini adalah ketika pemerintah semakin banyak menghasilkan barang publik maka akan semakin rendah kepuasan marginal yang di rasakan oleh masyarakat. Karena Di lain pihak, pajak merupakan pungutan yang di paksa oleh pemerintah sehingga pembayaran pajak menimbulkan rasa tidak puas bagi masyarakat yang membayar pajak. sehingga pemerintah diharapkan untuk memperkecil anggaran untuk menghasilkan barang-barang publik yang lebih sedikit. Jadi jika dikaitkan dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak birokrasi yang mempunyai wewenang dalam pengadaan barang public, hal ini justru akan membantu menghambat terbukanya pintu penyelewengan dari pihak yang berwenang, karena pemerintah perlu menghemat dalam proses anggaran belanja, dan anggaran harus dipergunakan sebagaimana mestinya. Kesimpulan Dari pembahsan diatas, dapat disimpulkan bahwa barang publik memiliki dua sifat, yaitu tidak perlu bersaing untuk menikmatinya dan tidak dibatasi akses penggunaannya bagi siapapun. Contoh barang publik yang paling murni adalah pertahanan nasional. Jika suatu barang publik telah tersedia, maka barang tersebut tersedia untuk semua dan sulit untuk membatasinya dari siapapun yang tidak memberikan kontribusi untuk turut menikmatinya. Dua sifat dari barang publik inilah yang menciptakan kesulitan utama untuk dapat menyediakan barang publik dari transaksi pasar secara sukarela. Masyarakat tergoda untuk menjadi pengguna bebas dan dapat menikmati barang-barang yang dibiayai oleh orang lain. Sehingga hampir semua masyarakat, bahkan pasar ekonomi memilih penyediaan barang publik melalui penerimaan pajak. Daftar Pustaka 1. Prof. Dr. Mubyarto. 2000. Membangun sistem ekonomi. Yogyakarta PT. BPFEYogyakarta 2. I.B.Wirawan, Sukidin, Basrowi, 2001, “Perencanaan Dan Strategi Pembangunan”, Surabaya, November. 3. Dr. Guritno Mangkoesoebroto, M.Ec. Ekonomi Publik Edisi Ketiga