KONSERVASI I. PENGERTIAN Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut : 1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary). 2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982). 3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968). 4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980). II. PRINSIP DASAR Prinsip dasar konservasi berdasarkan UU No. 5 / 1990 yaitu tentang : - Protection (perlindungan) : Perlindungan sistem penyangga kehidupan. - Perpetuation (pelestarian) : Pemanfaatan secara lestari SDA hayati dan ekosistemnya. - Preservation (pengawetan) : Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta ekosistemnya. 1. PerlindunganSistem Penyangga Kehidupan Ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan human. Kehidupan adalah merupakan suatu sistem yang terdiri dari proses yang terkait satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi yang apabila terputus akan mempengaruhi kehidupan. - Tujuan : terpeliharanya proses ekologis kehidupan sehingga dapat mendukung tujuan dari kegiatan konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. - Pelaksanaannya: dengan cara menetapkan wilayah yang dilindungi. Wilayah perlindungan system penyangga kehidupan ini antara lain meliputi; hutan lindung dan DAS. 2. Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistemnya SDA Hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur hayati dan non hayati (baik fisik maupun non fisik). Semua unsur ini sangat berkaitan dan pengaruh mempengaruhi. Pengawetan keanekaragaman flora fauna beserta ekosistemnya ini bertujuan untuk menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a. In-situ : dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya (habitat aslinya). b. Ex-situ : dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan (diluar habitatnya). - Tujuan : agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam dan senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. 3. Pemanfaatan secara Lestari Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan. Pelestarian jenis tumbuhan dan satwa liar dengan memperhatikan kelangsungan potensial, daya dukung dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar. Pada hakekatnya upaya ini merupakan usaha pengendalian/pembatasan dalam memanfaatkan SDAH dan ekosistemnya sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus dan pada masa mendatang. Cagar Alam III. MACAM-MACAM 1. Kawasan Cagar Alam Adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam : a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami; e. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan kawasan - Inventarisasi potensi kawasan - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah : - Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan - Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan - Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan - Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau Taman Nasional 2. Taman Nasional Adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut : a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh sebagai pariwisata alam; d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan. e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan kosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: - Ekonomi - : Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara. Ekologi : Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. Estetika : Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari. Pendidikan / Penelitian : Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian. Jaminan Masa Depan : Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasionali kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspekaspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Pengelolaan Taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas : a. Kriteria zona inti, yaitu : - Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. - Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya. - Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau tidak atau belum diganggu manusia. - Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. - Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. - Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. Upaya pengawetan pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan. - Inventarisasi potensi kawasan. - Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan. Pemanfaatan Zona inti : - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. - Pendidikan dan Ilmu pengetahuan - Kegiatan penunjang budidaya. b. Kriteria zona pemanfaatan, yaitu : - Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. - Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. - Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan - Inventarisasi potensi kawasan - Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam Pemanfaatan zona pemanfaatan : - Pariwisata alam dan rekreasi. - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. - Pendidikan dan atau - Kegiatan penunjang budidaya. c. Kriteria zona rimba, yaitu : - Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi. - Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu. Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan - Inventarisasi potensi kawasan - Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan - Pembinaan habitat dan populasi satwa. Pemanfaatan zona rimba : - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. - Pendidikan dan Ilmu pengetahuan - Kegiatan penunjang budidaya.arga 3. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan suaka margasatwa : a. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya; b. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah; c. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; d. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau e. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. Pemerintah bertugas mengelola kawasan suaka margasatwa. Suatu kawasan suaka margasatwa dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan suaka margasatwa sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan suaka margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan kawasan. - Inventarisasi potensi kawasan. - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. - Pembinaan habitat dan populasi satwa. Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk : - Penelitian dan pengembangan - Ilmu pengetahuan - Pendidikan - Wisata alam terbatas - Kegiatan penunjang budidaya. 4. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam : a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan - Inventarisasi potensi kawasan - Penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi - Pembinaan habitat dan populasi satwa Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk : - Pariwisata alam dan rekreasi - Penelitian dan pengembangan (kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut). - Pendidikan - Kegiatan penunjang budaya. Taman Hutan Raya 5. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Adapun kriteria penunjukkan dan penetaan sebagai kawasan taman hutan raya : a. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah; b. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; dan c. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspekaspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman hutan raya sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : - Perlindungan dan pengamanan Inventarisasi potensi kawasan Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan Pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa. Pembinaan dan pengembangan bertujuan untuk koleksi. Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk : - Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut). - Pendidikan dan Ilmu pengetahuan - Kegiatan penunjang budidaya - Pariwisata alam dan rekreasi - Pelestarian buda VI. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk dan pada dasarnya keragaman ekosistem di alam terbagi dalam beberapa tipe. Kanekaragaman tipe-tipe ekosistem tersebut pada umumnya dikenali dari ciri-ciri komunitasnya yang paling menonjol, dimana untuk ekosistem daratan digunakan ciri komunitas tumbuhan atau vegetasinya karena wujud vegetasi merupakan pencerminan fisiognomi atau penampakan luar interaksi antara tumbuhan, hewan dan lingkungannya. Negara Indonesia sebagai salah satu pusat biodiversity dunia menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Selama ini lebih dari 6000 species tanaman dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehati-hari masyarakat, dan lebih dari 7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini mendukung kebutuhan masyarakat. Manfaat keragaman hayati antara lain : - Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain - Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi - Mengembangkan sosial budaya umat manusia - Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya. Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan. A. TINGKATAN KERAGAMAN 1. Keragaman Tingkat Genetik Genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara fisik dari induknya (orang tuanya). Genetik ini dibentuk dari AND (Asam Deoksiribo Nukleat) yang berbentuk molekul-molekul yang terdapat pada hampir semua sel. Dalam satu spesies tumbuhan atau hewan bisa terdapat variasi genetik, sehingga menimbulkan perbedaan yang jelas. Manusia meskipun satu spesies (Homo sapiens), tapi ada orang kulit putih, Negro, Melayu, Mandarin, dan lainnya. Macan Tutul dan Kumbang sama-sama spesies Panthera pardus. Bahkan sering kakak beradik yang satu tutul yang lain hitam. Variasi genetik misalnya terlihat pada jagung. Ada berbagai bentuk, ukuran dan warna jagung: jagung Metro, jagung Kuning, jagung Merah. Contoh lain adalah padi. Kita mengenal ribuan varietas padi, walaupun padi itu hanya satu spesies (Oriza sativa). Variasi genetika merupakan sumber daya pokok yang penting untuk menciptakan varietas unggul tanaman pertanian baru. Karena itu istilahnya “sumberdaya genetika tanaman”. Indonesia menawarkan berbagai sumberdaya genetika tanaman dan binatang yang sangat berharga guna pemanfaatan saat ini atau di masa mendatang. Sedikitnya 6.000 spesies flora dan fauna asli Indonesia dimanfaatkan sehari-hari oleh orang Indonesia untuk makanan, obat, pewarna, dll. Pembentukan genetik suatu individu tidak statis. Selalu berubah akibat faktor internal dan eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi seleksi alam. Umumnya, kian besar populasi suatu spesies kian besar keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil kemungkinannya punah. 2. Keragaman Tingkat Spesies Spesies didefinisikan secara biologis dan morfologis. Secara biologis, spesies adalah Sekelompok individu yang berpotensi untuk ber-reproduksi diantara mereka, dan tidak mampu ber-reproduksi dengan kelompok lain. Sedangkan secara morfologis, spesies adalah Sekelompok individu yang mempunyai karakter morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dengan kelompok lain. Suatu wilayah yang memiliki banyak spesies satwa dan tumbuhan, keragaman spesiesnya lebi besar, dibandingkan wilayah yang hanya memiliki sedikit spesies yang menonjol. Pulau dengan 2 spesies burung dan 1 spesies kadal, lebih besar keragamannya daripada pulau dengan 3 spesies burung tanpa kadal. Indonesia sangat kaya spesies. Walau luasnya Cuma 1,3% luas daratan dunia, Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies di dunia. Paling tidak negara kita memiliki 11% spesies tumbuhan berbunga, 12% spesies mamalia, 15% spesies amphibi dan reptilia, 17% spesies burung, dan 37% spesies ikan dunia. Kekayaan dunia serangga kita terwakili oleh 666 spesies capung dan 122 spesies kupu-kupu. Ancaman bagi spesies adalah kepunahan. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu pun individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Terdapat berbagai tingkatan kepunahan, yaitu : - Punah dalam skala global jika beberapa individu hanya dijumpai di dalam kurungan atau pada situasi yang diatur oleh manusia, dikatakan telah punah di alam - Punah dalam skala lokal (extirpated) jika tidak ditemukan di tempat mereka dulu berada tetapi masih ditemukan di tempat lain di alam - Punah secara ekologi jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan - Kepunahan yang terutang (extinction debt) hilangnya spesies di masa depan akibat kegiatan manusia pada saat ini Kepunahan sesungguhnya merupakan fenomena alamiah, namun mengapa hilangnya spesies menjadi masalah? Pengurangan atau penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh laju kepunahan dan laju spesiasi. Spesiasi adalah proses yang lambat. Selama laju spesiasi sama atau leih cepat daripada laju kepunahan maka keanekaragaman hayati akan tetap konstan atau bertambah. Pada periode geologi yang lalu hilangnya spesies diimbangi atau dilampaui oleh evolusi dan pembentukan spesies baru. Saat ini tingkat kepunahan mencapai 100-1000 kali dari tingkat kepunahan. Disebabkan oleh aktivitas manusia. Kepunahan saat ini disebut kepunahan keenam. Secara konseptual, biologis, dan hukum, spesies merupakan fokus utama dalam konservasi. Sebagian besar masyarakat telah memahami konsepsi spesies dan mengetahui bahwa dunia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi sebagian di antaranya sedang menuju kepunahan. Ahli biologi telah memfokuskan pada spesies selama berabad abad dan telah mengembangkan sistem penamaan, pengkatalogan, dan perbandingan antar spesies. Berbagai upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari pendanaan sampai program recovery difokuskan pada spesies. Peraturan perundangan tentang konservasi juga memfokuskan pada spesies. Misalnya: US Endangered Species Act, Convention on International Trade in Endangered Species, Perlindungan Floran dan Fauna di Indonesia. Faktor-faktor yang mendorong semakin meningkatnya kepunahan antara lain : Kerusakan hutan tropis, Kehilangan berbagai spesies, Kerusakan habitat, fragmentasi habitat, Kerusakan ekosistem, Polusi, Perubahan iklim global, Perburuan, eksploitasi berlebihan, Spesies asing/pengganggu, dan Penyakit. Masing-masing faktor saling mempengaruhi satu sama lain. a. Hilangnya habitat Ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati adalah penghancuran habitat oleh manusia. Pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi sumberdaya alam, menyusutkan luasan ekosistem secara dramatis. Pembangunan bendungan, pengurugan danau, merusak banyak habitat perairan. Pembangunan pesisir menyapu bersih karang dan komunitas pantai. Hilangnya hutan tropis sering disebabkan perluasan lahan pertanian dan pemungutan hasil hutan secara besarbesaran. Sekitar 17 juta hektar hutan hujan tropis dibabat habis tiap tahun, sehingga sekitar 5-10 % species dari hutan hujan tropis akan punah dalam 30 tahun mendatang. b. Species pendatang Dalam ekosistem yang terisolasi, seperti pada pulau kecil yang jauh dari pulau lain, kedatangan species pemangsa , pesaing atau penyakit baru akan cepat membahayakan species asli. Di Indonesia, kedatangan padi-padi varietas unggul secara perlahan dan sistematis menggususr varietas padi lokal. Kini kita sulit menemukan padi lokal seperti rojo lele, jong bebe, dll. Yang rasanya jauh lebih enak dari jenis pendatang. Menurut catatan, 1500 jenis padi lokal Indonesia punah dalam 15 tahun terakhir. c. Eksploitasi berlebihan Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan. Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi alami, hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan. d. Pencemaran Pencemaran mengancam, bahkan melenyapkan species yang peka. Pestisida ilegal yang digunakan untuk mengendalikan udang karang sepanjang perbatasan Taman Nasional Coto Donana di Spanyol, telah membunuh 30.000 ekor burung. Pertambakan udang yang intensif di sepanjang pantai utara pulau Jawa telah merusakkan sebagian besar terumbu karang dan hutan mangrove, karena sisa makanan udang dan pemupukan tambak merangsang pertumbuhan alga yang menghancurkan terumbu karang. e. Perubahan iklim global Di masa mendatang efek samping pencemaran udara yang menimbulkan pemanasan global, mengancam keragaman hayati. Efek rumah kaca menaikkan suhu bumi 1-3 o C, sehingga permukaan laut naik 1-2 meter. Banyak species flora dan fauna tidak akan mampu menyesuaikan diri. f. Monokulturisasi Industri pertanian dan kehutanan yang memprioritaskan ekonomi terbukti memberi andil besar bagi hilangnya keragaman hayati. Pertanian dan kehutanan modern cenderung monokultur, menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil sebesar-besarnya. Hutan tanaman industri (HTI) memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium, eucalyptus sp, sehingga menggususr jenis lokal dan mengubah ekosistem hutan secara drastis. Berbagai uraian tentang keanekaragaman hayati, mulai dari berbagai kriteria keragaman hayati, species terancam punah beserta kategorisasinya, serta berbagai ancaman yang dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, melengkapi pemahaman mahasiswa mengenai pentingnya melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati bagi kepentingan umat manusia dan keselamatan bumi. polusi Kerusakan habitat Kerusakan hutan tropis manusia Perubahan iklim global Kehilangan berbagai spesies Perburu an Saling keterkaitan antara faktor-faktor penyebab kepunahan spesies Fokus konservasi tingkat spesies dilakukan pada tingkat populasi. Populasi suatu spesies dapat lestari sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Kunci menyelamatkan spesies adalah dengan melindungi populasi yang ada. •Perubahan landuse Tingkat Lansekap •Perubahan iklim •Suksesi •Kerusakan •Laju kelahiran Tingkat Populasi •Laju kematian •Imigrasi •Emigrasi Tingkat Individu •Laju konsumsi •Laju pertumbuhan •Seleksi habitat •Penghindaran dari predator Spesies yang rentan terhadap kepunahan adalah spesies yang: Sebaran geografi yang sempit Terdiri atas satu atau beberapa (tidak banyak) populasi •Perubahan pada tingkat lansekap terutama pada ketersediaan habitat yang bersifat menentukan sampai sejauh mana suatu habitat sesuai bagi suatu spesies. •Ketersediaan habitat yang sesuai, perilaku, dan physiologi suatu individu organisme saling berinteraksi mempengaruhi dinamika suatu populasi. Populasinya sedikit Ukuran populasinya menurun Kepadatan populasi rendah Memerlukan daerah jelajah yang luas Hewan dengan ukuran tubuh besar Kemampuan menyebar yang lemah Bermigrasi musiman (tergantung pada 2 atau lebih haitat yang berlainan) Variasi genetik rendah Memerlukan habitat khusus Hanya dijumpai pada lingkungan utuh stabil Membentuk kelompok, permanen atau sementara Terisolasi atau belum pernah kontak dengan manusia Diburu atau dipanen manusia Berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah Kategori IUCN untuk Spesies-spesies Yang Terancam Kepunahan Saat menerbitkan edisi pertama Red Data Booksnya, IUCN telah memperkenalkan pengkatagorian spesies yang terancam kepunahan berdasarkan status ekologis dan besarnya ancaman yang diterima spesies tersebut. Pengkatagorian tersebut kemudian dikritik Georgina Mace dan Russel Lande, dua peneliti yang tergabung dalam Panitia Pengarah IUCN/SSC karena dinilai amat subyektif sifatnya. Kedua peneliti tersebut mengajukan usulan untuk memperbaiki pengkatagorian dan mendefinisikan ulang katagorikatagori tertentu agar lebih obyektif dan kuantitatif. Hingga sekarang, usulan Mace dan Lande itu masih dalam tahap pembahasan dan penilaian kemungkinan penerapannya, karena penggunaan sistem katagori baru secara meluas sudah tentu akan menyangkut berbagai level sumberdaya yang tersedia. Katagori yang lama adalah: Extinct (Punah), yakni apabila selama 50 tahun terakhir tidak ada lagi data yang menunjukkan secara jelas keberadaan spesies tersebut (kriteria menurut CITES). Endangered (Terbahayakan), yakni spesies yang berada dalam bahaya kepunahan dan tidak mungkin bertahan lestari tanpa menghentikan sumber-sumber penyebab kepunahannya. Termasuk ke dalam katagori ini spesies-spesies yang populasinya di alam terus menurun menuju titik kritis, atau yan ghabitatnya menyusut drastis hingga membahayakan kelestariannya. Juga spesies yang diperkirakan punah, namun dalam jangka 50 tahun terakhir keberadaannya sempat tercatat secara akurat. Vulnerable (Rawan), yakni spesies-spesies yang diperkirakan tengah menuju ke dalam katagori ‘terbahayakan’ di saat-saat mendatang, apabila sumber-sumber yang mengancamnya tidak dihentikan atau ditanggulangi Termasuk ke dalamnya adalah spesies-spesies yang sebagian besar atau seluruh populasinya tengah menyusut karena permanenan yang berlebihan (overeksploitasi), kerusakan habitat yang meluas ataupun gangguan lingkungan yang lain; spesies-spesies yang populasinya menyusut dengan gawat, sementara upaya pengamanan yang (tengah) dilakukan tidap dapat mengantisipasinya; dan spesies-spesies yang walaupun masih terdapat dalam jumlah yang cukup, namun terancam oleh faktor-faktor yang dapat merugikannya yang berada di lingkungannya. Rare (Langka), yakni spesies-spesies yang total populasinya kecil, yang walaupun tidak termasuk ke dalam katagori-katagori di atas namun berada pada kondisi yang riskan. Mungkin penyebarannya terbatas secara geografis atau pada habitat-habitat tertentu; atau menyebar luas namun dalam populasi-populasi yang kecil saja. Indeterminate, spesies-spesies yang diketahui ‘terbahayakan’, ‘rawan’ atau ‘langka’, namun tidak cukup informasi untuk menyatakan secara tepat termasuk jyang mana dari tiga katagori tersebut. Insufficiently Known, ialah spesies-spesies yang disangka kuat namun belum dapat secara tegas masuk ke dalam katagori-katagori di atas karena informasinya masih kurang. Di samping itu masih ada katagori tambahan, yakni ‘terancam komersial’ yang menunjukkan bahwa spesies-spesies tersebut belum terancam kepunahan, namun sebagian besar atau keseluruhan populasinya tak ‘kan dapat bertahan sebagai sumberdaya komersial yang berkelanjutan tanpa adanya pengaturan terhadap eksploitasinya. Umumnya katagori terakhir ini diterapkan pada spesies-spesies yang memiliki ukuran populasi yang besar, seperti halnya spesies-spesies ikan komersial di laut. Suatu spesies dikatakan terancam jika diperkirakan mengalami kepunahan dalam masa yang tak lama lagi. Persatuan Konservasi Dunia (The World Conservation Union, IUCN) menerbitkan sebuah buku dengan nama Dartar Merah ini terancam satu demi satu. Daftar Merah ini direvisi setiap 2 tahun sejak 1986 oleh Pusat Monitor Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring Centre), bersama jaringan kelompok khusus dari Komisi Ketahanan Spesies (Spesies Survival Commission Spesial Groups) IUCN. Menurut Daftar Merah IUCN edisi 1990, terdapat 4.452 spesies satwa yang terancam punah. Kelas satwa dengan jumlah spesies terbesar yang terancam adalah serangga (1.083 spesies) dan burung (1.029). disusul ikan (713), mamalia (507), kerang-kerangan (409), reptillia (169), karang (154), cacing anelida (139), krustasea (126), dan amfibia (57). Demikian juga dengan tumbuhan, kondisinya tak kalah memprihatinkan. Tumbuhan yang terancam di Asia mencapai 6.608 spesies, eropa tanpa Jerman 2.677, Amerika Tengah dan utara 5.747, Amerika Selatan 2.061, Oceania 2.673 dan Afrika 3.308. jumlah yang sebenarnya di lapangan bahkan bisa lebih banyak dari itu. Selanjutnya setiap spesies di dalam Daftar Merah tersebut dikategorikan terancam dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhinya sebagaimana tingkatan/status yang telah diungkapkan di atas. Pada waktu selanjutnya, IUCN melakukan revisi dalam pengkategorisasian species terancam punah ke dalam berbagai kategori sebagai berikut : PUNAH Extinc (EX) Suatu taxon dikatakan punah jika tidak ada keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati. PUNAH DI ALAM Extinct in the wild (EW) Suatu taxon dikatakan punah di alam jika dengan pasti diketahui bahwa taxon tersebut hanya hidup di penangkaran, atau hidup di alam sebagai hasil pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya. Suatu taxon dianggap punah di alam jika telah dilakukan survai menyeluruh di daerah sebarannya atau di daerah yang memiliki potensi sebagai daerah sebarannya di alam, survai dilakukan pada waktu yang tepat, dan survai tersebut gagal menemukan individu taxon tersebut. Survai harus dilakukan sepanjang siklus hidup taxon tersebut. KRITIS Critically Endangered (CR) Suatu taxon dikatakan kritis jika taxon tersebut menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam GENTING Endangered (EN) Suatu taxon dikatakan genting jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis saat menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu dekat RENTAN Vulnerable (VU) Suatu taxon dikatakan rentan jika taxon tersebut tidak termasuk kategori kritis atau genting tetapi menghadapi resiko kepunahan tinggi di alam KEBERADAANNYA TERGANTUNG AKSI KONSERVASI Conservation Dependent (CD) Untuk dianggap sebagai CD suatu taxon harus merupakan fokus dari program konservasi jenis atau habitat yang secara langsung mempengaruhi taxon dimaksud. RESIKO RENDAH Low Risk (LR) Suatu taxon dikatakan beresiko rendah jika setelah dievaluasi ternyata taxon tersebut tidak layak dikategorikan dalam kritis, genting, rentan, Conservation Dependent atau Data Deficient. Kategori ini masih dapat di bagi lagi menjadi tiga, yaitu: (i) taxon yang nyaris memenuhi syarat untuk dikatakan terancam punah (Near-Threatened), (ii) taxon yang tidak begitu menjadi perhatian, (iii) taxon yang saat ini jumlahnya besar tetapi memiliki peluang yang sangat kecil untuk punah di masa depan. KURANG DATA Data Deficient (DD) Suatu taxon dikatakan kekurangan data jika informasi yang diperlukan, baik sifatnya langsung maupun tidak langsung, untuk menelaah resiko kepunahan taxon dimaksud berdasarkan distribusi atau status tidak memadai. Taxon dalam kategori ini mungkin telah banyak dipelajari aspek biologinya, tetapi data kelimpahan dan atau distribusinya masih kurang. Berdasarkan hal tersebut DD tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori terancam punah atau beresiko kecil. Dengan memasukkan taxon ke dalam kategori ini menunjukkan bahwa informasi tentang taxon tersebut sangat diperlukan. TIDAK DIEVALUASI Not Evaluated (NE) Suatu taxon dikatakan tidak dievaluasi jika taxon tersebut tidak dinilai berdasarkan kriteria di atas. Gambar 3, berikut menjelaskan hubungan kategori keterancaman dan proses dalam penentuan kategori keterancamannya. Punah Punah di Alam punah Kritis Genting Rentan Terancam punah Tdk terancam Tergantung Aksi Konservasi punah Kurang data Semua jenis Resiko rendah Tdk dievaluasi Mendekati Terancam Punah Bukan Jenis yang Diperhatikan Melimpah 3. Keragaman Tingkat Ekosistem Ekosistem adalah suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dan antara komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan produktivitas. Dunia yang beraneka ragam ini dapat dikelompokkan menjadi berbagai tipe ekosistem. Mulai dari puncak pegunungan hingga dasar lautan, dari kutub hingga daerah tropis. Ekosistem yang paling kaya keragaman hayatinya adalah hutan hujan tropis. Negeri kita Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem alam khas, mulai padang salju di Irian Jaya hingga hutan hujan dataran rendah, dari danau dalam hingga rawa dangkal, dan dari terumbu karang hingga taman rumput laut dan mangrove. Keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia disebabkan karena letaknya pada persilangan pengaruh antara benua Asia dan Australia. Pencetus gagasan pemisahan biogeografi kedua benua itu adalah Alfred Russel Wallace, pakar biologi yang hidup sezaman dengan Charles Darwin. Garis itu berawal dari sebelah selatan Pulau Mindanao (Filipina) menyusuri Selat Makasar, Selat Lombok hingga ujung barat Australia. Kawasan biogeografi Asia dan bagian-bagiannya disebut Orientalis. Wilayah Indonesia yang termasuk kawasan ini adalah Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Seluruh Pulau Irian, Australia dan Tasmania termasuk kawasan Australis. Sedangkan Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku peralihan antara keduanya. Pemisahan ini terutama belaku bagi jenis-jenis mamalia. Untuk satwa yang bisa terbang, garis pemisahan lebih rumit. Pada umumnya, semakin ke timur jenis-jenis burung IndoMalaya semakin berkurang, demikian pula sebaliknya. Beberapa hewan khas kawasan Wallacea adalah Nuri, Kesuari, Cendrawasih, Maleo, Babirusa, Anoa, Komodo, Kuskus. a. Ekosistem Padang Rumput Padang rumput adalah kawasan yang didominasi oleh rumput dan spesies lain sejenisnya dengan beberapa pohon (kurang dari 10-15 pohon/ha), akibat kekeringan yang periodik. Mereka dikenal dengan berbagai nama di berbagai belahan dunia: savanah di Afrika, rangeland di Australia, steppe di Eurasia, prairie di Amerika Utara, cerrados atau pampas di Amerika Selatan. Padang rumput ini terjadi secara alami, semi alami, atau diolah. Padang rumput yang diolah biasanya ditanami dan dirawat secara intensif, seperti padang rumput gandum di Eropa Barat. Tipe padang rumput ini hanya mempunyai andil kecil bagi pemeliharaan keanekaragaman hayati. Sedangkan padang rumput semi alami, walaupun tidak ditanami tapi mereka berkembang secara luas akibat penggembalaan ternak domestik. Mereka penting bagi keragaman hayati karena sejumlah spesies di padang rumput tergantung padanya. Tingkat keanekaragaman flora di padang rumput alami dan semi alami tinggi, namun kekayaan spesies satwanya rendah. Kurang dari 5% spesies burung dunia dan 6% spesies mamalia dunia beradaptasi atau hidupnya tergantung pada padang rumput. b. Ekosistem Hutan Hutan menyediakan bahan makanan, sandang, bahan bakar, bahan bangunan dan bahanbahan lain bagi kehidupan manusia. Jutaan orang menggantungkan hidup pada sumber daya hutan, bagi hajat mereka di bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan religi. Berdasarkan faktor iklim, hutan dibagi menjadi dua: hutan hujan dan hutan musim. Hutan hujan ada yang terletak pada daerah tropis, ada yang di daerah beriklim sedang. Hutan hujan tropis sangat kaya akan spesies. Walaupun luas seluruh hutan hujan tropis hanya 0,2 persen (292.000 km2) dari luas permukaan bumi, mengandung tak kurang dari 34.400 spesies tanaman endemik. Sekitar 13 persen spesies tumbuhan dunia hidup di hutan hujan tropis. Kawasan tropika juga punya jenis hutan ranggas musiman, yaitu di tempat yang curah hujan pada musim keringnya di bawah 100 mm. Pada musim itu pepohonan menggugurkan daun. Tapi juga ada beberapa tumbuhan yang justru berbunga pada masa itu. Jadi berbeda dengan hutan ranggas di daerah beriklim sedang, yang pada musim dingin tampak seolah mati sama sekali. c. Ekosistem Lahan Basah Lahan basah mencakup berbagai jenis habitat dan komunitas, yang sangat dipengaruhi uleh kehadiran perairan di sekitarnya. Hampir ¼ lahan basah dunia terdapat di Kanada, yaitu lebih dari 1,2 juta km2. Daerah lahan basah utama yang lain terdapat di Afrika Tengah, Asia (khususnya Cina dan Indonesia), Amerika Selatan dan bekas Uni Soviet. Lahan basah di Indonesia mencapai 4,34% dari luas daratan. Lahan basah dapat dibagi menjadi dua: Lahan basah pesisir. Meliputi pesisir yang tergenang air, umumnya payau, permanen atau musiman. Umumnya dipengaruhi pasang surut air laut. Termasuk dalam kelompok ini ekosistem hutan mangrove, dataran lumpur dan pasir, muara sungai, padang lamun, dan rawa-rawa pesisir. Lahan basah daratan. Meliputi daerah yang tergenang air permanen maupun musiman, di darat atau dikelilingi daratan, tapi tidak terkena pengaruh air laut. Kelompok ini meliputi ekosistem danau, telaga, sungai, rawa air tawar, kolam dan danau musiman. Ciri ekosistem lahan basah antara lain: Paling tidak secara periodik ditumbuhi tumbuhan air; Kondisi substratnya jenuh air atau tertutup air dangkal, paling tidak secara periodik yaitu pada musim tumbuh. Mengacu pada sistem klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi Ramsar, Indonesia memiliki jenisjenis ekosistem lahan basah sbb.: 1. Kawasan laut (marin) meliputi kelompok lahan basah pesisir yang berair asin, termasuk pantai berbatu, terumbu karang dan padang lumut. 2. Kawasan muara (estuarin) meliputi muara sungai, delta, rawa pasang surut, yang berair payau dan hutan bakau (hutan mangrove). 3. Kawasan rawa (palustrin) meliputi tempat-tempat yang bersifat ‘merawa (berair tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, dan rawa rumput. 4. Kawasan danau (lakustrin) meliputi semua lahan basah yang berhubungan dengan danau dan rawa rumput. 5. Kawasan sungai (riverin) meliputi lahan basah yang terdapat sepanjang sungai atau perairan yang mengalir. Hutan Mangrove Salah satu lahan basah utama adalah kawasan mangrove. Areal mangrove terluas terdapat di Indonesia (lebih dari 4 juta ha) dan Asia lainnya, Afrika, Australia, Karibia, Amerika Tengah dan Selatan. 1. Ekosistem Laut Laut merupakan habitat terbesar di bumi, tapi sisi bioliginya paling sedikit diketahui dan diteliti. Ekosistem laut dimulai dari perbatasan ekosistem lahan basah pesisir, yaitu daerah pantai pasang surut, terumbu karang, laut dangkal, hingga pakung-palung laut dalam yang tidak pernah terkena cahaya matahari. Walaupun saling berhubungan, namun semua eksistem di laut memiliki ‘batas’ wilayah. Masing-masing merupakan tempat hidup dan mencari makan dari satwa laut yang berbeda. Ekosistem terumbu kkarang adalah satu ekosistem alami dunia yang paling beragam, sehingga serign desebut hutan hujan tropiknya laut. Secara global terdapat sekutar 600.000 km2 terumbu karang; lebih dari setengahnya terdapat di Samudra Hindia (termasuk Laut Merah dan teluk Persia). Sisanya dibagi rata antara Kepulauan Karibia, Pasifik Selatan (termasuk Australia) dan Pasifik Utara. Luas terumbu karang di Indonesia 0,38% dari seluruh wilayah. Namun sayang, data terakhir menunjukkan hanya 7% terumbu karang Indonesia yang masih baik kondisinya. Selebihnya telah rusak, terganggu atau agak rusak. Ekosistem laut dalam adalah bagian laut dengan kedalaman lebih dari 200 m, sehingga hampir berada dalam suasana gelap abadi. Bagian terdalam, yaitu 600 meter lebih, disebut zona afotik, yang tidak mendapat cahaya sama sekali. Sedangkan zona eufotik masih mendapat cahaya, sehingga di sinilah berlangsung semua produksi primer. Pernah ada anggapan, laut dalam adalah gurun biologis, karena rendahnya populasi organisme. Tapi sejak awal tahun 1960-an tabir tersingkap, keragaman komunitas laut dalam cukup tinggi. Kondisi hidup memaksa penghuni laut dalam melakukan adaptasi besar-besaran. Contoh yang paling jelas adalah dalam hal warna, yang cenderung abu-abu keperakan atau hitam kelam. Bahkan banyak biota laut dalam yang tubuhnya transparan saja. Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pembinaan padang rumput Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa Penjarangan populasi satwa Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu. Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional adalah : 1. 2. 3. 4. Merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem Merusak keindahan dan gejala alam Mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana Pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah : 1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan. 2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan. Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pembinaan padang rumput Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa Penjarangan populasi satwa. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan suaka margasatwa alam adalah : Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa. Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti : 1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau 2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan. Kegiatan penelitian di atas, meliputi : 1. Penelitian dasar 2. Penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya. 3. Restorasi 4. Restorasi adalah upaya untuk memperbaiki bagian-bagian yang rusak, atau jika memungkinkan, mengganti bagian-bagian yang hilang dari suatu koleksi. Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pembinaan padang rumput Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa Penjarangan populasi satwa Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman wisata alam adalah : Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman hutan raya adalah : 1. 2. 3. 4. Merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem Merusak keindahan dan gejala alam Mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah : 1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan 2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan. Berburu adalah menangkap dan/atau membunuh satwa buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan/atau sarang satwa buru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 tetantang perburuan satwa buru, jenis kegiatan berburu di Indonesia digolongkan menjadi : 1. Berburu untuk keperluan olah raga dan trofi. 2. Berburu tradisional 3. Berburu untuk keperluan lain-lain. Sedangkan berdasarkan tempat/lokasinya dapat dibedakan menjadi : 1. Taman Buru; Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakannya perburuan secara teratur. 2. Kebun Buru; adalah lahan di luar kawasan hutan yang diusahakan oleh badan usaha dengan sesuatu alas hak untuk kegiatan perburuan. 3. Areal Buru; adalah areal di luar taman buru dan kebun buru yang didalamnya terdapat satwa buru, yang dapat diselenggarakan perburuan. Konservasi Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman Hayati Konservasi Tingkat Genetik Konservasi Tingkat Spesies Konservasi Tingkat Ekosistem