Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 PENGARUH CARA EKSTRAKSI DALAM UJI TINGKAT KEMATANGAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN METODE MERAH-KRESOL SAULINA SITOMPUL Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Bungkil kedelai yang digunakan sebagai sumber protein dan asam amino pada pakan unggas banyak didatangkan dari berbagai negara seperti Amerika, Brazil, Argentina, Cina dan India . Karena itu mutu dan komposisinya sangat bervariasi, proses pembuatannya terutama tingkat pemanasan atau tahap pemasakan memegang peranan penting dalam penentuan mutu . Salah satu uji penentuan tingkat kematangan bungkil yaitu cara merah-kresol, dimana ekstraksi dilakukan dengan alat pengocok dan alat pemusing (sentrifus) . Karena tidak semua laboratorium memiliki peralatan ini maka dilakukan percobaan uji penetapan tingkat kematangan bungkil dengan metode merahkresol (metode OLUMUCKI dan BORNSTEIN) sebagai cara I dan membandingkannya dengan membedakan proses ekstraksi pada cara II, menggunakan alat pengocok dan tidak menggunakan sentrifus, tetapi menggunakan kertas saring Whatman no . 41 ; cara III pengocokan dilakukan secara manual/ tanpa alat dan mengkombinasikannya dengan penggunaan sentrifus, serta cara IV merupakan kombinasi pengocokan secara manual dan penyaringan dengan kertas saring Whatman no . 41 . Sebanyak 7 contoh bungkil digunakan dalam percobaan ini, dilakukan uji tingkat kematangannya dimana proses ekstraksi dilakukan dengan cara 1,11,111 dan IV serta 3 kali ulangan untuk setiap contoh dan cara . Contoh SBM 48 digunakan sebagai kontrol dengan tingkat kematangan yang sudah diketahui . Hasil pengamatan dari uji tingkat kematangan dengan ekstraksi cara I,11,III dan IV dari tiap contoh yang sama menunjukan hasil yang relatif sama sehingga cara ekstraksi dapat dilakukan dengan alat maupun manual . Pengamatan dari daya simpan pereaksi merah-kresol dengan cara pengukuran absorbannya menunjukkan penurunan dengan bertambahnya waktu penyimpanan maka dari itu larutan merah kresol dibuat dan digunakan pada hari yang sama . PENDAHULUAN Bungkil kedelai banyak digunakan sebagai sumber protein dan asam amino, terutama untuk pakan unggas . Kandungan proteinnya berkisar antara 41,3-51,9% (HARTADI dkk, 1980) . Penggunaan bungkil kedelai untuk ayam pedaging sekitar 1530% dan untuk ayam petelur 10-25% (wINA, 1999) . 35 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 Umumnya bungkil kedelai didatangkan dari beberapa negara seperti Amerika, Argentina, Brazil, Cina dan India ., sehingga mutu dan komposisinyapun sangat bervariasi . Komposisi dan mutu bungkil harus ditentukan terlebih dahulu sebelum diformulasikan menjadi pakan ternak . Proses pembuatan bungkil dilakukan melalui beberapa tahap seperti pemanasan, ekstraksi baik secara mekanis atau menggunakan pelarut organik, pengeringan dan penggilingan (HARTADI dkk, 1980) . Mutu bungkil sangat ditentukan oleh proses pemanasan atau tingkat pemanasan ketika pembuatannya . Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan bungkil yang terlalu matang dan mengakibatkan turunnya mutu (VOHRA dan KRATZER, 1991), hal ini dikarenakan rusaknya protein dan asam amino terutama lisin (SIBBALD, 1980) . Pemanasanan yang kurang akan menghasilkan bungkil yang masih mentah atau kurang matang, hal ini dapat menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap mutu, karena zat anti nutrisi pada bungkil belum hilang . Zat anti nutrisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan unggas yang mengkonsumsinya . Salah satu cara penentuan tingkat pemanasan untuk melihat tingkat kematangan bungkil kedelai yaitu dengan pengikatan zat warna merah-kresol yang dinyatakan dalam miligram (mg) merah-kresol yang terserap oleh tiap gram (g) bungkil (OLOMUCKI dan BORNSTEIN, 1960) . Penetapan ini menggunakan spektrofotometer sebagai alat ukur dan peralatan ekstraksi seperti alat pengocok yang menggunakan listrik serta alat pemusing (sentrifus) . Umumnya beberapa laboratorium terutama yang dimiliki pabrik pakan ternak tidaklah semuanya dilengkapi dengan peralatan ekstraksi tersebut . Bertitik tolak dari alat ekstraksi ini, maka dilakukan percobaan penentuan tingkat pemanasan atau kematangan bungkil kedelai dengan cara merah-kresol dan melihat pengaruh perbedaan dalam proses ekstraksinya . Metode Olomucki dan Bornstein atau yang dikenal dengan cara merah-kresol digunakan sebagai cara I (ekstraksi dengan alat pengocok dan sentrifus) dan membandingkannya dengan ekstraksi dalam cara II kombinasi antara penggunaan alat pengocok dan penyaringan secara manual dengan kertas saring Whatman no .41 ; cara III ekstraksi tanpa alat pengocok/ manual dan mengkombinasikannya dengan penggunaan sentrifus serta cara IV ekstraksi tanpa alat pengocok/ manual dan penyaringan secara manual dengan kertas Whatman no . 41 . Disamping itu dilakukan juga pengamatan untuk melihat daya simpan larutan merahkresol dengan mengukur absorbannya pada waktu penyimpanan tertentu . BAHAN DAN CARA KERJA Bahan Larutan Na OH 0,02 N (0,8 gram Na OH dalam 100 ml air suling) ; HCL 0,1 N (1,13 ml HCL dijadikan volumenya hingga 1 .000 ml dengan air suling) ; larutan pereaksi merah-kresol (0,2 gr merah-kresol dalam 100 ml etanol absolut, dicampurkan dengan 9 ml HCL 0,1 N ; beberapa contoh bungkil kedelai, dan contoh SBM 48 (dari Amerika) digunakan sebagai kontrol . 36 Lokakarya Fungsional Non Penelui 1999 Alat Spektrofotometer Genesys 5, alat pengocok Clements, alat pemusing (sentrifus), timbangan, corong, tabung bertutup dengan volume 50 ml dan 15 ml, pipet 1 ml dan 10 ml, labu ukur 100 ml serta kertas saring Whatman no . 41 . Cara kerja Cara 1 Ditimbang sebanyak 400 mg contoh bungkil kedelai kering dan halus ke dalam 100 ml yang bertutup, ditambahkan 10 ml larutan merah-kresol, dikocok selama tabung 1 jam dengan menggunakan alat berputar, dipusingkan dengan sentrifus pada kecepatan 3 .000 rpm selama 10 menit . Sebanyak 1 ml larutan dipipet ke dalam tabung bertutup yang sudah berisi 10 ml larutan Na OH 0,02 N, dikocok sampai homogen dan dibaca pada spektrofotometer pada panjang gelombang 573 nm . Dilakukan juga pembacaan 1 ml larutan merah-kresol (tanpa contoh) yang ditambahkan 10 ml larutan Na OH 0 .02 N (OLOMUCKI dan BORNSTEIN, 1960) . Cara 2 Cara ini sama seperti cara I tetapi proses ekstraksinya dilakukan dengan mengkombinasikan penggunaan alat pengocok dan penyaringan secara manual dengan kertas saring Whatman no . 41 (tanpa sentrifus) . Cara 3 Cara ini sama seperti cara I tetapi ekstraksi dilakukan dengan pengocokan secara manual (tanpa alat), yaitu contoh yang sudah ditambahkan dengan larutan merahkresol didiamkan selama 1 jam sambil dilakukan pengocokan dengan kuat setiap 15 menit sekali selama 10-15 detik, serta langkah selanjutnya menggunakan sentrifus . Cara 4 Cara ini sama seperti cara I, akan tetapi proses ekstraksi semuanya dilakukan secara manual (pengocokan tanpa alat) seperti dalam cara III dan penyaringan secara manual (dengan kertas saring Whatman no . 41) .Ringkasan cara kerja I, II,III dan IV terlihat pada diagram 1 . Uji daya simpan pereaksi merah-kresol Larutan merah-kresol disimpan dalam botol tembus cahaya (botol kaca) dan dibiarkan diatas meja dalam suhu ruang selama 14 hari . Pada hari ke 0, 2, 5, 7 dan 14 larutan merah-kresol diukur absorbannya pada spektrofotometer pada 573 nm . Perhitungan : Banyaknya merah-kresol yang diserap dalam tiap gram contoh A,_A,xCxdf _ A, a Berat Contoh 37 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 A, A2 C Df Bobot contoh = = = = = Absorban merah kresol (tanpa contoh) Absorban merah kresol yang terdapat dalam larutan contoh . Konsentrasi merah kresol = 0,2 mg. Faktor pengenceran dalam gram HASIL DAN PEMBAHASAN Contoh SBM 48, diketahui mengandung 48% protein, tingkat dalam tahapan pemanasannya cukup matang, digunakan sebagai kontrol dalam percobaan ini dan dilakukan juga penentuan tingkat kematangannya dengan ekstraksi cara I,11,III dan IV . Banyaknya merah-kresol yang terserap dalam tiap gram bungkil dapat menetukan tingkat pemanasan yang kriteria tahapan prosesnya atau tingkat kematangannya dinyatakan dalam tabel 1 (HOLMES, 1988) . Tabel 1 . Standar pengikatan warna merah-kresol dengan tahapan proses pemanasan/ pemasakannya Tahapan Proses Belum matang Agak belum matang Cukup matang Agak terlalu matang Terlalu matang Sumber : Holmes, 1988. Mg zat warn merah-kresol yang terserap/ gram bungkil . < 3,4 3,4-3,7 3,7-4,3 4,3-4,5 > 4,5 Hasil uji tingkat kematangan dari berbagai contoh bungkil yang proses ekstraksinya dengan cara I,11,III dan IV dapat dilihat dalam tabel 2 . Hasil analisis contoh SBM 48 dengan menggunakan cara ekstraksi I,11,III dan IV berkisar antara 4,12 - 4,20 mg/ g dan hasil ini berada dalam kriteria tahapan proses cukup matang (3,7 - 4,3 mg/ g) . Tingkat pemanasan atau tahapan proses SBM 48 ini sesuai seperti dengan kategori contoh . Tingkat pemanasan contoh bungkil USA dengan proses ekstraksi cara I,11,III dan IV berkisar antara 4,10 - 4,19 mg/g termasuk kategori tingkat kematangannya berada dalam tahapan proses cukup matang . Contoh bungkil Betagro (Thailand) menunjukan kisaran hasil 4,06-4,18 mg/g, berada dalam tahapan proses cukup matang . Contoh bungkil kedelai asal Cina (I dan II) dengan proses ekstraksi yang berbeda memberikan hasil yang berkisar antara 4,13-4,20 mg/g dimana klasifikasi tahapan prosesnya adalah cukup matang, sedangkan bungkil kedelai Metro (Indonesia) berkisar antara 4,40-4,43 mg/ g dan kategori pemanasannya agak terlalu matang . Untuk contoh kedelai yang dikeringkan tanpa pemanasan (dengan "freeze dryer") didapatkan hasil dari cara ekstraksi 1,11,III dan IV 3,08-3,09 mg/ g . Hasil ini menunjukkan tahapan proses yang masih mentah atau belum matang (< 3,4 mg/ g) . 38 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 Secara umum dapat dikatakan bahwa tahapan proses cukup matang menunjukkan mutu yang baik, sedangkan yang masih mentah mencerminkan mutu yang kurang baik karena masih terdapatnya zat antinutrisi dalam bungkil tersebut . Untuk nilai tahapan yang agak terlalu matang, mutu bungkil kurang baik, kemungkinan protein mengalami kerusakan terutama asam amino . Analisis dari beberapa contoh bungkil (Tabel 2) dengan cara ekstraksi 1,II,111 dan IV menunjukkan hasil yang relatif sama untuk setiap contohnya . Tabel 2 . Hasil penentuan tingkat kematangan bungkil kedelai dengan proses ekstraksi yang berbeda Contoh bungkil kedelai SBM 48 (USA) USA Betagro (Thailand) Cina I Cina II Metro (Indonesia) Kedelai (freeze dryer) (Indonesia) Merah kresol yang diserap mg/ g contoh bungkil Cara II Cara III Cara IV Cara I 4,14 ± 0,01 4,16± 0,07 4,20 ± 4,12 ± 0,01 0,06 4,10 ± 4,13 ± 0,05 4,15± 0,01 4,19 ± 0,03 0,04 4,18 ± 4,16 ± 0,05 4,10± 0,01 4,18 ± 0,01 0,01 4,15 ± 0,02 4,13± 0,01 4,20 ±0,04 4,19 ± 0,03 4,14 ± 0,02 4,13 ± 4,16± 0,01 4,13 ± 0,01 0,01 4,40 ± 4,40 ± 0,01 4,42± 0,01 4,43 ± 0,02 0,01 3,09 ± 0,03 3,08 ± 3,09± 0,00 3,08 ± 0,01 0,04 Tingkat tahapan kernatangan Cukup matang Cukup matang Cukup matang Cukup matang Cukup matang Agak terlalu mtg Belum matang Hal ini menunjukkan proses ekstraksi dengan alat, kombinasi alat dengan cara manual serta ekstraksi tanpa alat (semua dilakukan manual) menampilkan hasil yang relatif sama . Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan alat ataupun manual . Pengamatan nilai absorban larutan merah kresol setelah melalui penyimpanan ditampilkan dalam label 3 . Tabel 3 . Absorban larutan merah kresol dan lamanya penyimpanan Lama Penyimpanan (hari) Absorban pada panjang gelombang 573 mm . 2,62 2,40 1,95 1,69 1,35 0 2 5 7 14 Absorban larutan merah kresol menunjukkan penurunan setelah melalui penyimpanan 2 hari atau lebih . Hal ini menggambarkan bahwa merah kresol sebaiknya dibuat dan digunakan pada hari yang sama, karena dengan penyimpanan kemungkinan terjadinya kerusakan pada larutan merah kresol tersebut . 39 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 KESIMPULAN Proses ekstraksi dapat dilakukan secara manual yaitu tanpa alat pengocok dan sentrifus dalam penentuan uji tingkat kematangan bungkil dengan metode merah kresol . Absorban merah kresol menurun setelah melalui penyimpanan, sehingga sebaiknya larutan tersebut dibuat dan digunakan pada hari yang sama . UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Elizabeth Wina, M .Sc yang memberikan kesempatan untuk melakukan percobaan hingga terbentuknya hingga terbentuknya tulisan ini . DAFTAR BACAAN Hartadi, H ., S . Reksohadiprojo .,S . Labosukodjo dan A . D . Tillman . 1980. Tabel dari komposisi bahan makanan ternak untuk Indonesia, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta . Hal 131-139 . Holmes, B . 1988 . Quality control of raw material and finished product in fullfat soya production . Technical Bulletin American Soybean Association vol . 2 AQ 91988 . Olomucki, E . and S, Bronstein . 1960 . The dye absorption test for the evaluation of soybean meal quality . J .A .O .A .C . 43 : 440-441 . Sibbald, I .R . 1980 . The effect of heat treatment on the clearance time, true metabolizable energy, and true available amino acids of raw soybean flakes . Poultry Sci . 59 : 2658-2660 . Vohra, P . and F . H . Kratzer . 1991 . Evaluating of soybean meal determines adequacy of heat treatment . Proceeding of the aquaculture feed processing and nutrition workshop . P226-233 . Wina, E . 1999 . Kualitas protein bungkil kedelai : Metode analisis dan hubungannya dengan penampilan ayam . Kumpulan makalah Feed Quality Management Workshop . American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak . Hal 17. 40 Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1999 Diagram 1 . Uji tingkat kematangan bungkil kedelai dengan cara ekstraksi yang berbeda Cara I 400 mg contoh +pereaksi merah kresol Dikocok dengan alat Dipusingkan dengan alat 1 ml larutan + 10 ml Na OH 0,02 N Dibaca dengan spektro Cara II 400 mg contoh 4+pereaksi merah kresol 4Dikocok dengan alat 1 Disaring/ kertas saring Whatman no .41 . 4I ml larutan + 10 ml Na OH 0,02 N 4, Dibaca dengan spektro Cara III 400 mg contoh 4+pereaksi merah kresol Dokocok secara manual! tanpa alat 1. Dipusingkan/ dengan alat 1 1 ml larutan + 10 ml Na OH 0,02 n 4dibaca dengan spektro Cara IV 400 mg contoh +pereaksi merah kresol 1Dikocok secara manual! tanpa alat . Disaring/ kertas Whatman no .41 . 1 ml larutan + 10 ml Na OH 0,02 n dibaca dengan spektro 41