12 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Pengertian Pemasaran

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran mengandung arti yang luas karena membahas mengenai masalah
yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan
jasa.
Menurut (Stanton, 2004, p. 113) pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari
kegiatan–kegiatan binis yang ditujukan untuk merencanakan, menetukan harga,
mepromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan,
baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Konsep pemasaran menurut (Belch & Belch, 2007) pemasaran sebagai fungsi
organisasi dan seperangkat proses untuk kreasi, komunikasi dan penyampaian nilai
kepada para pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan yang memberikan
manfaat bagi organisasi dan para pemangku kepentingan (stakeholders) yang
memiliki hubungan erat dengan organisasi.
Sedangkan definisi pemasaran menurut (Cutlip, Erna, Center, & Broom,
2006, p. 7) menyatakan bahwa:
“Marketing is the management function that identifies human needs and wants,
offers products and services to satisfy those demands, and causes transactions that
deliver products and services in exchange for something of value to the provider”
Terjemahan dari pendapat di atas: “Pemasaran adalah fungsi manajemen yang
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan manusia, menawarkan produk dan jasa
untuk memuaskan permintaan tersebut, dan menyebabkan transaksi yang
mengantarkan produk dan jasa dengan pertukaran sesuatu yang berharga kepada
penyedia”.
Berdasarkan definisi-definisi pemasaran yang telah diuraikan, penulis
berpendapat bahwa pemasaran adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
perusahaan dengan tujuan mengenalkan produk yang dibuat olh perusahaan kepada
konsumen.
12
13
2.1.1 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran merupakan manajemen pemasaran adalah seni dan
ilmu untuk memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan
pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan yang unggul (Kotler & Keller, 2009, p. 6).
Pengertian manajemen pemasaran menurut (Alma, 2004, p. 130) adalah
merencanakan, pengarahan, dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan
ataupun bagian dipemasaran.
Sedangkan menurut (Lupiyoadi & Hamdani, 2006, p. 6) juga menyatakan
bahwa manajemen pemasaran adalah suatu analisis, perencana, pelaksanaan serta
kontrol program-program yang telah direncanakan dalam hubungannya dengan
pertukaran-pertukaran yang diinginkan terhadap konsumen yang dituju untuk
memperoleh keuntungan pribadi maupun bersama.
Menurut saya sebagai peneliti, manajemen pemasaran dapat diartikan sebagai
analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program yang dirancang untuk
menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan
dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi.
2.1.2 Bauran Pemasaran
Menurut (Kotler P. , 2005, p. 17) pengertian bauran pemasaran adalah
seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus- menerus
mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
Pemasaran terdiri dari strategi bauran pemasaran (marketing mix) dimana
organisasi atau perusahaan mengembangkan untuk mentransfer nilai melalui
pertukaran untuk pelanggannya. Pendapat (Kotler & Armstrong, Prinsip-prinsip
Pemasaran, 2008, p. 62) berpendapat bahwa, bauran pemasaran (marketing mix)
adalah kumpulan alat pemasaran secara taktis atau taktik terkendali yang dipadukan
perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran.
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan
pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan
(Fandy Tjiptono, 2006).
14
2.1.2.1 Komponen bauran pemasaran
Marketing mix terdiri dari empat komponen biasanya disebut empat P (4P),
yaitu Product (Produk), Price (Harga), Place (Tempat), dan Promotion (Promosi).
Menurut Tijptono (2006) elemen- elemen bauran pemasaran dalam 4P untuk
jasa dapat diartikan sebagai berikut:
1. Product
Produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditunjukan
untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuas kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Dalam konteks ini, produk bisa berupa apa saja
(baik yang berwujud fisik maupun tidak) yang dapat ditawarkan kepada
pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu.
2. Price
Keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis
seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat
diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan.
3. Place
Keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi
para pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi keputusan lokasi fisik.
Misalnya keputusan mengenai dimana sebuah hotel dan restoran harus
didirikan.
4. Promotion
Bauran
promosi
tradisional meliputi
berbagai
metode
untuk
mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan
aktual. Metode-metode tersebut terdiri atas periklanan, promosi
penjualan, direct marketing, personal selling dan public relation.
2.1.3 Konsep Brand
American Marketing Association (Kotler & Keller, 2009) mendefinisikan
merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau
kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.
Definisi merek dijelaskan oleh (Kotler & Armstrong, Principle of Marketing,
2007) adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua ini
yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan
untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi merek mengidentifikasi pembuat
15
atau penjual dari suatu produk.Merek juga merupakan janji penjual untuk
menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada
pembeli.
Menutut (Alma, 2004) mengemukakan bahwa merek adalah suatu tanda atau
simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa
kata-kata gambar, atau kombinasi keduanya.
Dalam peneliatian (Roffman & Sally, 2008) menyatakan bahwa sebagai
komponen utama dari campuran goodwill atau milik, merek berdampak nilai
intangible atau suatu yang tidak dapat diraba suatu perusahaan. Hal ini cukup
beralasan bahwa merek yang hebat secara dramatis dapat meningkatkan nilai pasar
perusahaan.
Menurut (Swastha, 2007, p. 135) mengemukakan bahwa merek adalah suatu
nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasinya yang di maksudkan untuk
memberi tanda pengenal barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang di hasilkan oleh
pesaing.
Menurut pendapat saya sebagai peneliti, konsep merek merupakan suatu
tanda atau nama yang diberikan pada suatu produk penjual supaya dapat dibedakan
dari produk pesaing yang sejnisnya.
2.1.3.1 Peran merek
Menurut (Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009), merek memiliki
peran atau fungsi bagi perusahaan sebagai berikut:
1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.
2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.
3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau
aspek unik produk. Bagi perusahaan, merek mempresentasikan bagian
properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat
dibeli dan dijual, serta memberikan keamanan pendapatan masa depan yang
langgeng.
2.1.3.2 Ruang Lingkup Penetapan Merek
Penetapan merek (branding) adalah memberikan kekuatan merek kepada
produk dan jasa. Penetapan merek adalah menciptakan perbedaan antar produk
(Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran, 2009, p. 260). Pemasar dapat menetapkan
16
merek pada seluruh jenis produk, baik berupa barang fisik, jasa, orang, tempat, ide,
ataupun organisasi.
Penetapan merek dapat membantu konsumen mengatur pengetahuan mereka
tentang produk dan jasa dengan cara menjelaskan pengambilan keputusan mereka
dan dalam prosesnya, memberikan nilai bagi perusahaan. Agar strategi penetapan
merek berhasil dan nilai merek dapat tercipta, maka pemasar harus dapat
meyakinkan konsumen bahwa terdapat perbedaan berarti di antara merek dalam
kategori produk ataupun jasa.
2.1.3.3 Elemen merek
Menurut Kotler & Keller (2009, p 269), elemen merek itu kredibel dan
mengindikasikan kategori yang berhubungan dengannya. Yaitu bagaimana elemen
merek itu menandakan sesuatu tentang bahan produk atau tipe orang yang mungkin
menggunakan merek.
Merek harus dapat dapat diingat. Jadi seberapa mudah elemen merek itu
dapat diingat dan dikenali.
Merek juga harus dapat disukai oleh konsumen. Jadi, seberapa menarik
estetika elemen merek itu bagi konsumen.
Merek dapat dapat di ditransfer, jadi apakah elemen merek itu dapat
digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau
berbeda. Serta elemen merek itu manambah ekuitas merek melintasi batas geografis
dan segmen pasar.
Merek juga harus dapat disesuaikan, jadi seberapa mudah elemen merek itu
disesuaikan dan diperbarui merek juga harus dapat dilindungi jadi seberapa mudah
elemen merek itu dapat dilindungi secara hukum. Selain nama merek, semboyan juga
merupakan sarana yang efisien untuk membangun ekuitas merek. Fungsinya sebagai
pegangan untuk membantu konsumen memahami merek dan menerjemahkan
maksud program pemasaran.
Menurut pendapat saya sebagai peneliti, merek adalah suatu nama dan desain
untuk dipakai sebagai identitas organisasi atau perusahaan pada barang dan jasa yang
dimiliki untuk membedakan dengan produk jasa lainnya.
Jadi, elemen merek (brand element) adalah alat pemberi nama dagang yang
mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Indikator merek yaitu
1. Dapat diingat
2. Bermakna
17
3. Disukai
4. Dapat dirubah
5. Dapat diabdaptasikan
6. Dapat dilindungi
2.1.3.4 Strategi Merek
Produsen, distributor atau pedagang pengecer dapat melakukan strategi merek
sebagai berikut di bawah ini:
1. Individual Branding atau merek individu.
Individual branding adalah memberi merek berbeda pada produk baru seperti
pada deterjen surf dan rinso dari unilever untuk membidik segmen pasar yang
berbeda seperti halnya pada wings yang memproduksi deterjen merek so klin
dan daia untuk segmen pasar yang beda.
2. Family Branding atau merek keluarga.
Family branding adalah memberi merek yang sama pada beberapa produk
dengan alasan mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal mesyarakat.
2.1.3.5 Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Merek
1. ManufacturerBrand.
Manufacturer brand atau merek perusahaan adalah merek yang dimiliki oleh
suatu perusahaan yang memproduksi produk atau jasa.
2. Private brand atau merek pribadi.
Adalah merek yang dimiliki oleh distributor atau pedagang dari produk atau
jasa.
2.1.4 Private label
Baltas, 1997 dalam Ramakrishnan, M; Ravindran, Sudharani (2012)
meyatakan bahwa merek private label adalah merek yang dimiliki, dikuasai, dan
dijual secara eksklusif oleh pengecer. Konsep merek private label dipopulerkan oleh
jaringan supermarket perusahaan besar yang memperluas bisnis private label mereka
dengan mengorbankan beberapa merek nasional sangat di iklankan (Stern, 1966).
Jurnal A study On the Consumer Perception towards Private Label Brands With
Special Reference to Big Bazaar, Coimbatore, Tamil, Nadu.
Sedangkan menurut (Susanti, 2012) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa private label adalah merek yang dimiliki oleh pengecer atau peretail. Private
label diperkirakan akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
dan meningkatkan margin usaha ritel modern. Pelanggan dibagi menjadi segmen
18
yang berbeda, segmen yang berfokus pada merek dan segmen bahwa faktor
mengutamakan faktor harga.
Menurut (Tjandrasa, 2006) dalam penelitiannya menyatakan konsep private
label sebenarnya adalah pengembangan dari konsep merek (brand). Definisi
sederhana dari private label adalah produk yang dijual di sebuah toko atau peritel
dengan merek yang dibuat khusus oleh toko atau peritel tersebut. Private label
dikenal juga sebagai store brand, strategi private label ini lazimnya dilakukan oleh
jaringan peritel modern. Hadi (2009) menyatakan berdasarkan definisi dari para ahli,
bahwa yang dimaksud dengan private label brands adalah merek utama pada suatu
alat sebagai identitas perusahaan dan kualitas, serta dilihat sebagai sumber penting
dari profitabilitas perusahaan. Private label brands juga didefinisikan sebagai
strategi merek yang dikelola distributor untuk mengembangkan usahanya.
Lincoln dan Thomassen (2008:6) mendefinisikan private label hanya sebagai,
merek yang dimiliki dan dijual oleh pengecer dan didistribusikan oleh pengecer. Juga
sebagai praktek pengembangan private label meningkat selama bertahun-tahun,
akademisi mulai menyelidiki aspek yang berbeda dari efektivitas dari rantai pasokan,
perusahaan dan konsumen perspektif.
Private label adalah barang-barang dagangan yang menggunakan nama
merek distributor atau peritail atau nama merek yang diciptakan eksklusif untuk
distributor atau peritail. (Sachon 2009,p1)
Menurut Harcar, Kara, dan Kucukemiroglu (2006), store brand atau private
label adalah barang-barang dagangan yang menggunakan nama merek distributor
atau peritel atau nama merek yang diciptakan eksklusif untuk distributor atau peritel.
Private label dibuat oleh perusahaan pemasok yang telah terikat kontrak dengan
peritel.
Persepsi konsumen terhadap private label telah berubah dimana pengecer
telah mereposisi mereka dari waktu ke waktu. Pengurangan kesenjangan antara label
sendiri dan merek nasional dari segi harga dan kualitas, bersama-sama dengan
promosi meningkatnya nama pengecer dan merek mereka sendiri, telah mengubah
persepsi konsumen terhadap label sendiri dan mengurangi risiko yang dirasakan
terkait dengan pembelian mereka (McGoldrick 1984).
Penamaan merek pada produk private label dapat dikategorikan menjadi:
1. Store brands, menggunakan nama peritel pada kemasan produk private
label.
19
2. Strore Sub-brands, mengggunakan merek yang berisikan nama, nama peritel
dan nama produk.
3. Umbrella brands, produk private label yang diberi merek independen, tidak
ada kaitan dengan nama peritel. Umbrella brand digunakan untuk produk
dengan kategori yang berbeda.
4. Individual brands, nama merek yang digunakan hanya untuk kategori produk.
5. Exclusive brands, nama merek yang digunakan untuk satu kategori yang
sama. Namun produk ini mempromosikan value added.
Menurut saya sebagai peneliti, private label merupakan suatu nama yang
diberikan kepada retailer kepada merek produk yang dipasarkan sehingga merek
tersebut dijadikan suatu strategi khusus untuk menjual produk mereka ke konsumen.
2.1.4.1 Dimensi Private Label
Menurut (Lincoln & Lincoln, 2008) dimensi private label brands, yaitu:
1.
Kualitas produk
Kualitas produk private label brands seharusnya tidak kalah dari kualitas
yang dimiliki existing brands. Jika tidak konsumen hanya akan mencoba dan
akan beralih kembali ke existing brands.
2. Harga
Private label brands seharusnya menetapkan harga dibawah existing brand
dan market leader. Jika tidak, sulit bagi target pasar untuk mencoba
menggunakan merek-merek private label brands ini.
3. Presentasi
Ketersediaan produk provate label brands di shelving haruslah terjaga dengan
baik. Pihak pemilik private label brands harus memastikan kepada supplier,
agar merek ini tersedia dengan harga yang tetap di bawah existing brands.
4. Promotion in store
Promosi yang dilakukan oleh private label brands berbeda dengab yang
dilakukan oleh existing brand. Perbedaan ini karena tujuan utama dari private
label brands adalah untuk mengarahkan konsumen beralih ke merek-merek
pribadi milik retailer.
5. Kemasan
20
Kemasan yang menarik memiliki dua aspek pertimbangan, yaitu kepraktisan
teknis dan daya tarik visual dari kemasan itu.
2.2 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen menurut (Supranto & Nandan, 2007, p. 4) merupakan
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai,
mengkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap
(Prasetijo, Kristiyanti, & J.O.I, 2007, p. 9)
1. Tahap perolehan mencari dan membeli.
2. Tahap konsumsi, menggunakan dan mengevaluasi.
3. Tahap tindakan pasca beli, apa yang dilakukan oleh konsumen setelah
produk itu digunakan atau dikonsumsi.
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Menurut (Quester, Neal, & Hawkins, 2004, pp. 20-24) perilaku pembelian
konsumen dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Pengaruh Internal:
1. Faktor persepsi:
Faktor persepsi berurusan dengan proses pengambilan dan
pengolahan informasi. Namun, berkaitan dengan persepsi, yang
sangat penting untuk proses pengambilan keputusan dan juga
merupakan fenomena internal yang sangat mempengaruhi oleh
pengaruh internal. Persepsi aktivitas penting yang menghubungkan
konsumen individu ke grup, situasi dan pengaruh pasar.
2. Pembelajaran dan memori:
Keinginan, selera dan preferensi melalui proses pembelajaran,
seperti persepsi konsumen terhadap harga dan kualitas. Seperti
pengalaman pembelian meningkat, konsumen mempelajari sumber
informasi yang paling efektif, tempat terbaik untuk berbelanja, namanama merek yang dihandalkan dan dihindari. Oleh karena itu penting
21
bagi pemasar untuk memahami bagaimana orang belajar dan apa yang
harus dilakukan untuk mempengaruhi dari pembelajaran mereka.
3. Faktor motif, kepribadian dan emosi:
Faktor yang menganalisis individu serta mengarahkan dan
membentuk pola tertentu pembelian dan perilaku konsumsi.
4. Faktor sikap:
Suatu individu berorientasi dasar terhadap resiko beberapa
objek, baik itu produk atau layanan. Sikap terbentuk dari keterkaitan
antara pengalaman pribadi dan gaya hidup. Sikap terdiri dari tiga
komponen (keyakinan, perasaan dan respon)
Faktor eksternal:
1. Faktor rumah tangga:
Faktor rumah tangga merupakan enititas yang sangat istimewa
dan berpengaruh yang dimiliki setiap konsumen.
2. Faktor budaya:
Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam
terhadap perilaku konsumen dalam pembelian. Peran budaya (anakanak mendapat kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari
keluarganya), sub budaya (misalnya agama, kelompok ras, daerah
geografis), dan kelas sosial konsumen(strata sosial) sangatlah penting.
3. Faktor sosial:
Faktor sosial seperti kelompok acuan (rekan kerja, teman,
tetangga) ,keluarga(misalnya orang tua, saudara kandung) serta peran
dan status sosial.
4. Faktor kelompok referensi:
Faktor kelompok referensi yaitu latar belakang budaya dan
kelas sosial yang berdiri bersama dengan nilai dan pengetahuan yang
diberitahukan kepada kita, tanpa adanya kesadaran.
22
5. Faktor nilai
Faktor nilai menganalisis nilai dasar dalam membangun pada
pembahasan nilai-nilai budaya tertentu
2.2.2 Konsep Persepsi
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh induvidu untuk memilih,
mengkgordinasi, dan menginterprestasi masukan informasi guna menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti menurut (Kotler & Keller, Manajemen
Pemasaran, 2007) Kotler Philip dan Kevinlane Keller (2007:288).
Persepsi didefenisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk
memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan
masuk akal mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai “bagaimana kita
melihat dunia yang terdapat di sekeliling kita (Schiffman & Kanuk, 2007, p. 148).
Menurut (Solomon, 2007, p. 49) persepsi adalah Persepsi adalah proses
dimana orang memilih, mengatur dan menafsirkan manfaat ini. studi persepsi,
kemudian, berfokus pada apa yang kita perbuat dalam menambahkan sesuatu yang
mentah untuk memberi mereka makna.
Menurut (Schiffman & Kanuk, 2004) ada tiga prinsip paling dasar mengenai
pengelompokkan persepsi yaitu:
1. Figur dan Dasar.
Stimuli yang kontras dengan lingkungan akan cenderung lebih diperhatikan.
Orang cenderung untuk mengorganisasikan persepsi mereka ke dalam
hubungan figur dan dasar. Para pemasang iklan harus merencanakan iklan
dengan teliti untuk memastikan agar stimuli yang mereka harapkan mendapat
perhatian menjadi diperhatikan, dipandang sebagai figur dan bukan sebagai
dasar, karena figur lebih menonjol dari pada dasar. Sehingga jangan sampai
latar belakang iklan mengurangi arti produk,yang bisa menyebabkan stimuli
tidak bekerja maksimal.
2. Pengelompokkan.
Individu cenderung mengelompokkan stimuli, sehingga stimuli tersebut
membentuk gambar atau kesan yang menyatu. Persepsi mengenai stimuli
23
sebagai kelompok-kelompok atau potongan-potongan informasi lebih
mempermudah ingatan untuk mengingat kembali. Pengelompokkan dapat
digunakan secara menguntungkan oleh para pemasar untuk menyatakan
secara tidak langsung arti-arti tertentu yang diinginkan terkait dengan produk
mereka. Contoh, sebuah iklan rokok dapat mempertunjukkan seorang pria
yang berpenampilan menarik berkumpul dengan teman-temannya dalam
suatu pesta yang mewah, sambil menghisap rokok tersebut. Maka
keseluruhan
suasana
yang
secara
tidak
langsung
dinyatakan
oleh
pengelompokkan stimuli menyebabkan konsumen menghubungkan, bahwa
menghisap rokok tersebut identik dengan suasana santai dan kesan mewah
(prestisius)
3. Penyelesaian.
Kebutuhan akan penyelesaian mempunyai beberapa implikasi menarik bagi
para pemasar. Penyajian pesan iklan yang tidak lengkap, “meminta” untuk
dilengkapi oleh para konsumen. Dan tindakan melengkapi itu sendiri
membantu untuk melibatkan mereka lebih dalam pada pesan itu. Itulah
sebabnya banyak pemasang iklan dengan sengaja meminta keikutsertaan
penonton pada iklan-iklan mereka. Sehingga orang yang melihat iklan
tersebut menjadi penasaran dan tertarik mencoba produk tersebut.
Menurut penulis, persepsi merupakan suatu pemikiran awal yang dapat
berupa pemikiran positif atau negatif terhadap suatu produk atau iklan yang akan
dilihat.
2.2.2.1 Proses Persepsi
Menurut (Solomon, 2007) Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat – sifat
rangsangan fisik tetapi juga pada hubungan antara rangsangan dengan lingkungan
dan individu. Seseorang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama
karena tiga proses persepsi : exposure, attention, dan interpretation.
Exposure
Attention
Sumber: Solomon (2007)
Gambar 2. 1Proses Persepsi
Interpretation
nn
24
1. Exposure adalah kecenderungan bagi manusia untuk menyaring
sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa
pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian
konsumen. Tantangan yang sesungguhnya adalah menjelaskan
rangsangan mana yang akan diperhatikan orang.
2. Attention ; Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian bahkan
tidak selalu muncul di pikiran orang persis seperti yang diinginkan
oleh pengirimnya. Distorsi selektif adalah kecenderungan
menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan pra-konsepsi kita.
Konsumen akan sering memelintir informasi sehingga menjadi
konsisten dengan keyakinan awal mereka atas merek dan produk.
3. Interpretation ; Orang akan melupakan banyak hal yang mereka
pelajari, tapi cenderung mengingat informasi yang mendukung
pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif,
kita cenderung mengingat hal – hal baik yang disebutkan tentang
produk yang kita sukai dan melupakan hal – hal baik yang
disebutkan tentang produk pesaing. Ingatan selektif menjelaskan
mengapa para pemasar menggunakan drama dan pengulangan
dalam mengirimkan pesan ke pasar sasaran mereka untuk
memastikan bahwa pesan mereka tidak diremehkan.
2.2.2.2 Faktor Persepsi
Menurut (Setiadi, 2003) ,Faktor yang mempengaruhi persepsi adalah
penglihatan dan sasaran yang diterima dan dimana situasi persepsi terjadi
penglihatan.
Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan dipengaruhi sifat-sifat individu yang
melihatnya,, sifat yang dapat mempengaruhi persepsi yaitu :
1. Sikap
Sikap yang dapat mempengaruhi positif atau negatifnya tanggapan yang akan
diberikan seseorang.
2. Motivasi
Motif merupakan hal yang mendorong seseorang mendasari sikap tindakan
yang dilakukannya.
25
3. Minat
Merupakan faktor lain yang membedakan penilaian seseorang terhadap suatu
hal atau objek tertentu, yang mendasari kesukaan ataupun ketidaksukaan
terhadap objek tersebut.
4. Pengalaman masa lalu
Dapat mempengaruhi persepsi seseorang karena kita biasanya akan menarik
kesimpulan yang sama dengan apa yang pernah dilihat dan didengar.
5.
Harapan
Mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat keputusan, kita akan
cenderung menolak gagasan, ajakan, atau tawaran yang tidak sesuai dengan
apa yang kita harapkan.
6. Sasaran
Sasaran
dapat
mempengaruhi
penglihatan
yang
akhirnhya
akan
mempengaruhi persepsi.
7.
Situasi
Situasi atau keadaan disekita kita atau disekitar sasaran yang kita lihat akan
turut mempengaruhi persepsi. Sasaran atau benda yang sama yang kita lihat dalam
situasi yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda pula.
2.2.3 Persepsi Konsumen
Persepsi konsumen terhadap suatu produk akan menjadi pertimbangan
konsumen dalam menentukan pilihan produk mana yang akan dibeli. Jika persepsi
tersebut tinggi maka konsumen akan tertarik untuk membeli produk tersebut.
Menurut (Foedjiawati & Semuel, 2007) persepsi konsumen merupakan salah satu
faktor internal konsumen yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian
Persepsi timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang akan
mempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya. Stimulus tersebut akan
diseleksi, diorganisir, dan diinterprestasikan oleh setiap orang dengan caranya
masing-masing.
Persepsi konsumen dilihat dari persepsi produk dari keseluruhan kualitas dan
keunggulan produk yang diharapkan oleh pelanggan tersebut (Durianto, Darmadi,
Sugiarto, & Sitinjak, 2004)
2.2.3.1 Persepsi kualitas suatu produk
Menurut (Kotler & Armstrong, Principles of Marketing, 2006, p. 299), kualitas
produk adalah : “product quality is the ability of a product to perform its function, it
26
includes the product’s several durability, reliability, precision, ease of operation and
repair, and other valued attributes”.
Aaker dalam (Tjiptono, 2005, p. 40) menyatakan bahwa persepsi kualitas
merek adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk
secara
keseluruhan.
Sementara
(Durianto,
Sugiarto,
&
Sitinjak,
Strategi
Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, 2004, p. 96)
menerangkan bahwa persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Zeithaml dalam Killa (Killa & Felipus, 2008, p. 417) menyebutkan persepsi
kualitas merek sebagai penilaian subyektif konsumen tentang keunggulan atau
kelebihan produk secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
persepsi kualitas merek adalah persepsi atau penilaian pelanggan terkait dengan
keunggulan suatu produk atau jasa secara keseluruhan.
Menurut penulis, kualitas produk adalah kemampuan suatu produk dalam
menjalankan fungsinya, yang berupa daya tahan, keandalan, ketepatan, dan
kemudahan penggunaan pada produk tersebut. Pengaruh persepsi konsumen terhadap
kualitas akan membentuk persepsi kualitas terhdap suatu produk yang dapat
menetukan nilai dari produk tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada
keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Karena
persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi
kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama
dipasar. Sebaliknya, jika persepsi kualitas positf maka produk akan disukai. Maka,
dapat dinyatakan bahwa membahas persepsi kualitas akan membahas keterlibatan
dan kepentingan pelanggan.
2.2.3.2 Dimensi persepsi kualitas produk
Menurut (Singh & Jha, 2013) penelitiannya menyatakan bahwa persepsi
produk private label menurut jurnal konsumen serta harga dan kualitas dari private
label. Persepsi konsumen mengenai private label telah mengalami perubahan seiring
penjual eceran yang telah melakukan reposisi dari waktu ke waktu.
Persepsi konsumen dilihat dari persepsi produk dari keseluruhan kualitas dan
keunggulan produk yang diharapkan oleh pelanggan tersebut (Durianto, 2004: 96).
27
Maka menrut Garvin dalam Durianto, Sugiarto & Sitinjak (2004:98) dapat
disimpulkan bahwa dimensi-dimensi persepsi konsumen pada kualitas produk antara
lain:
1. Kinerja
Melibatkan karakteristik operasional utama, fungsi utama dari produk
tersebut. Dalam hal ini konsumen menilai produk beserta atribut atau produk
didalamnya.
2. Pelayanan
Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan kepada konsumen
berkaitan dengan produk yang dipasarkan. Semakin baik pelayanan yang
diberikan perusahaan kepada konsumen, semakin baik pula penilaian
konsumen terhadap perusahaan tersebut.
3. Ketahanan
Mencerminkan unsur ekonomis produk dimana konsumen mempercayai daya
tahan produk, apakah tahan lama atau tidak. Konsumen mempercayai produk
yang sudah benar-benar teruji dan tahan lama.
4.
K
eandalan produk
Merupakan konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu
pembelian ke pembelian berikutnya. Dalam hal ini produk akan terus
mempertahankan
atau
meningkatkan
kinerjanya
yang
menunjukkan
keandalan dari produk tersebut.
5. Karakteristik produk,
Bagian dari produk yang membedakan produk dengan produk pesaing.
Dalam hal ini konsumen melihat nilai lebih dari produk tersebut.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi
Pandangan konsumen akan kualitas produk dimana informasi yang diberikan
sesuai dengan hasil dari produk yang ditawarkan dengan konsumen.
7. Hasil
Mengarah pada enam dimensi sebelumnya. Apabila produk yang diberikan
perusahaan baik maka produk tersebut dipandang konsumen sebagai produk
yang baik (sebagai hasil akhir).
28
2.2.4 Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen
Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2007: p.508)
adalah “the selection of an option from two or alternative choice”. Jadi,
keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih
salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada.
Menurut (Peter & Olson, 2010, pp. 160-161) Pengambilan keputusan
konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses
pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif
sebagai keinginan berperilaku.
Dalam jurnal (Mohammad Doostar, 2012) yang berjudul “Analysis of
the Impact of Brand Assets on the Buying Decisions of Final Consumers
Brand of Iran's Milk Industry Company” keputusan pembelian adalah
:pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang rumit dan konsumen
dapat mengandalkan informasi tentang produk dan merek dan pengalaman
konsumen mereka untuk memutuskan keputusan pembelian yang tepat.
Dalam jurnal (Korir, Korir, Musyoki, & William, 2012) yang
berjudul” Determinants of Consumer Purchase Decisions in Zero Rated
Hotels in Eldoret Town, Kenya” Keputusan pembelian konsumen adalah
proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli,
menggunakan atau membuang produk, jasa atau pengalaman dan ide-ide
untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Menurut penulis, Keputusan pembelian adalah proses perilaku yang
dilalui konsumen dalam memilih salah satu atau lebih dari beberapa produk
atau jasa yang hendak dipilih oleh konsumen.
2.2.4.1 Proses pengambilan keputusan konsumen
Menurut Peter & Olson (2010:p.165-170) meyatakan bahwa hasil dari
proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif
sebagai keinginan berperilaku.
Model pengambilan keputusan konsumen menonjolkan tiga ciri
interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan. Proses
interpretasi mensyaratkan eksposur pada informasi dan melibatkan dua proses
kognitif yaitu perhatian dan pemahaman.
29
Perhatian mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana
yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang harus diabaikan.
Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan arti subjektf
dan informasi dan karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan
personal.
Pengetahuan (knowledge), arti (meaning), dan kepercayaan (beliefs)
dapat saling dipertukarkan untuk mengacu pada berbagai tipe interpretasi
personal atau subjektif yang dihasilkan oleh proses interpretasi. Pengetahuan,
arti dan kepercayaan dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat
dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan digunakan dalam proses
integrasi.
Proses integrasi (integration process) menyangkut bagaimana
konsumen mengkombinasikan berbagai jenis pengetahuan (1) untuk
membentuk evaluasi produk, objek lain serta perilaku, dan (2) untuk
membentuk pilihan diantara beberapa perilaku alternative seperti pembelian.
Pengetahuan produk dan keterlibatan (product knowledge and
involvement) mengacu pada berbagai jenis pengetahuan, arti dan kepercayaan
yang direkam dalam ingatan konsumen. Pengetahuan produk yang diambil
dari ingatan memiliki potensi untuk mempengaruhi dan
proses produk
tentang personal dalam interpretasi, integrasi dan keterlibatan mengacu pada
pengetahuan kinsmen relevansi suatu produk hidupnya.
30
Sumber: Peter & Olson (2010: p.161)
Gambar 2. 2 Proses Kognitif dalam Pembuatan Keputusan Konsumen
2.2.4.2 Dimensi Keputusan pembelian
Menurut Peter & Olson (2010: p.162-163) keputusan pembelian
terjadi melalui proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen mengenali suatu masalah atau
kebutuhan, konsumen akan membeli suatu produk atau jasa
sebagai solusi atau permasalahan yang dihadapinya.
2. Pencarian informasi, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih
banyak informasi, konsumen mungkin hanya meningkatkan
perhatian atau mencari informasi. Terdapat berbagai macam
sumber informasi yaitu sumber pribadi, komersial, public, dan
pengalaman.
3. Evaluasi terhadap berbagai macam alternatif, yaitu proses
pengambilan
keputusan
menggunakan
informasi
pembelian
untuk
dimana
melakukan
konsumen
evaluasi
untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya terhadap berbagai
pilihan.
4. Keputusan pembelian, yaitu proses pengambilan keputusan
pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk.
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternative strategis
yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian.
Terkadang waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan
pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama
dikarenakan adanya hal-hal yang perlu dipertimbangkan.
5. Evaluasi keputusan pembelian, yaitu proses melakukan evaluasi
terhadap keputusan pembelian yang telah dilakukan sebelumnya
apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang perlu
diperlukan sebelumnya, konsumen akan melakukan evaluasi
apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapannya.
31
2.3 Kerangka Pikir
X
Y
Z
Sumber: Peneliti (2013)
Gambar 2. 3 Gambar Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian berdasarkan tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
H1: Ada pengaruh antara produk private label (X) merek KATO dengan persepsi
kualitas produk (Y).
H2: Ada pengaruh private label (X) merek KATO terhadap keputusan pembelian (Z)
yang berdampak pada pengambilan keputusan konsumen pada PT. Anugerah Kasih
Sejati.
H3: Ada pengaruh antara persepsi konsumen (Y) akan kualitas produk (Z) terhadap
keputusan pembelian pada PT. Anugerah Kasih Sejati.
Download