(COX) dan enzim 5-lipoksigenase

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Enzim siklooksigenase (COX) dan enzim 5-lipoksigenase (5-LOX)
merupakan enzim-enzim utama yang berperan di dalam terjadinya inflamasi.
Enzim 5-lipoksigenase (5-LOX) merupakan enzim yang berperan dalam oksidasi
asam arakidonat (AA) menjadi leukotrien-leikotrien (LTs) yang berperan penting
dalam proses terjadinya inflamasi dan penyakit-penyakit yang terkait dengan
sistem imun (seperti asma dan alergi), dan juga berperan dan dalam pertumbuhan
beberapa jenis kanker (terutama kanker payudara, kanker pankreas, dan kanker
prostat) serta berperan juga dalam penyakit kardiovaskuler (seperti arterosklerosis
dan stroke) (Werz, 2002; Helgadotti dkk., 2004; Romano & Claria, 2003).
Sedangkan enzim
siklooksigenase
adalah enzim
yang berperan
dalam
pembentukan prostaglandin-prostaglandin yang dapat menyebabkan inflamasi dan
rasa nyeri ketika terekspresi secara berlebihan (Ya-Di dkk., 2011).
Meskipun kedua jenis enzim tersebut mempunyai peran besar di dalam
proses terjadinya inflamasi, kebanyakan obat-obatan anti inflamasi (NSAID) yang
beredar di pasaran saat ini hanya bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase saja sehingga efek anti infamasi yang dihasikan kurang optimal
karena pembentukan leukotrien-leukotrien yang juga merupakan salah satu
mediator inflamasi melalui jalur 5-LOX masih berjalan. Selain itu penghambatan
aktivitas COX oleh NSAID konvensional akan meningkatkan metabolisme asam
arakidonat melalui jalur 5-LOX (up-regulated) yang berakibat pada peningkatan
1
2
jumlah leukotrien-leukotrien yang menyebabkan terjadinya respon inflamasi dan
alergi seperti luka pada saluran pencernaan dan asma (Charlier & Michaux, 2003).
Dengan mengetahui fakta tersebut, maka timbul usaha-usaha untuk membuat
senyawa-senyawa baru yang mampu menghambat aktivitas enzim 5-LOX dan
COX-2 secara bersamaan dengan harapan bahwa senyawa-senyawa tersebut tidak
hanya mempunyai aktivitas intiinflamasi yang lebih besar, tetapi juga mempunyai
tingkat keamanan yang lebih baik dibanding NSAID yang beredar di pasaran saat
ini.
Usaha untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru merupakan
proses yang membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat besar.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dalam kurun waktu beberapa dekade
terakhir ini telah merubah cara penelitian di bidang farmasi guna menghasilkan
obat-obatan baru yang poten. Kemajuan teknik-teknik komputasi yang ada saat ini
memungkingkan dilakukannya uji-uji in-silico untuk mempercepat proses
pemilihan senyawa-senyawa yang akan disintesis melalui identifikasi dan
optimasi senyawa-senyawa penuntun di dalam proses penemuan obat (computer
aided drug design/CADD) (Talele dkk., 2010).
Secara garis besar, terdapat dua macam strategi di dalam CADD, yaitu
ligand-based drug design (LBDD) dan structure-based drug design (SBDD).
Terdapat beberapa macam metode di dalam LBDD, yaitu diantaranya adalah
dengan menggunakan pemodelan farmakofor, QSAR, dan analisis kemiripan sifat
kimia secara dua dimensi (2D chemical similiarity analysis methods). Sedangkan
cara yang paling sering digunakan dalam SBDD adalah dengan cara men-
3
dockingkan ligan uji terhadap protein yang menjadi target kemudian diikuti
dengan penerapan fungsi penilaian (scoring function) untuk memperkirakan
kemungkinan apakah ligan uji tersebut akan berikatan dengan protein dengan
afinitas yang cukup kuat (McInnes, 2007).
Skrining virtual senyawa-senyawa yang berukuran kecil merupakan salah
satu aspek dari sebuah pendekatan yang modern di dalam bidang penemuan obat
(Halgren, 2004). Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa skrining virtual
berbasiskan pemodelan farmakofor dan docking molekuler telah secara luas
digunakan daan dapat menjadi salah satu metode yang efisien untuk menemukan
senyawa-senyawa baru yang poten (Sakkiah dkk., 2012). Penelitian-penelitian lain
menunjukkan bahwa penggabungan teknik docking molekuler dengan QSAR
(Quantitative Structure-Activity Relationship) dapat memberikan prediksi nilai
aktivitas yang lebih baik dari pada penggunaan docking molekuler saja (Ul-Haq
dkk., 2013; Lu dkk., 2011; Mirzaie dkk., 2013)
Salah satu senyawa yang menarik untuk diteliti lebih lanjut tentang
aktivitasnya sebagai penghambat ganda 5-LOX/COX adalah turunan senyawa
2-benziliden sikloheksana-1,3-dion. Senyawa ini dan derivatnya
aktivitas penghambatannya terhadap enzim 5-lipoksigenase
telah diteliti
(Kurniadi, 2010
dalam Wardana, 2011). Salah satu turunan dari senyawa ini yaitu 2-(4’-hidroksi
benziliden)-5-metil sikloheksana-1,3-dion (BS-08) (gambar 1) menunjukkan
aktivitas penghambatan terprediksi terhadap enzim siklooksigenase-2 yang paling
poten dibandingkan senyawa-senyawa turunan kurkumin lainnya yang diuji secara
in-silico (Wardana, 2011).
4
a
b
Gambar 1. Struktur senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dan BS-08. (a) Struktur
senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion. (b) Struktur senyawa BS-08.
Dalam penelitian ini akan dilakukan skrining secara virtual dengan
pendekatan docking molekuler, pemodelan farmakofor, dan QSAR terhadap
senyawa-senyawa yang mengandung sub-struktur 2-benziliden sikloheksana-1,3dion untuk mendapatkan suatu senyawa penuntun yang kemudian akan dioptimasi
untuk mendapatkan senyawa penghambat ganda 5-LOX/COX yang poten.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah penggunaan metode docking molekuler yang dikombinasikan dengan
pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan memberikan hasil yang lebih
baik jika dibanding dengan penggunaan metode docking molekuler saja?
2. Apakah
dari
senyawa-senyawa
dengan
sub-struktur
2-benziliden
sikloheksana-1,3-dion yang diuji terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas
penghambatan yang tinggi terhadap 5-LOX dan COX sehingga dapat
digunakan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan penghambat ganda 5LOX/COX yang baru?
3. Apakah senyawa-senyawa hasil optimasi yang dilakukan dengan pengubahan
substituen-substituen
mempunyai aktivitas sebagai penghambat ganda
5-LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang didapatkan?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah penggunaan metode docking molekuler yang
dikombinasikan dengan pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan
memberikan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan penggunaan metode
docking molekuler saja.
2. Untuk mengetahui apakah dari senyawa-senyawa dengan sub-struktur
2-benziliden sikloheksana-1,3-dion yang diuji terdapat senyawa yang
mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap 5-LOX dan COX
sehingga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan
penghambat ganda 5-LOX/COX yang baru.
3. Untuk menemukan senyawa baru yang mempunyai aktivitas sebagai
penghambat ganda 5-LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang
didapatkan dengan optimasi yang dilakukan dengan pengubahan substituensubstituen senyawa penuntun.
D. Tinjauan Pustaka
1. Peran metabolisme asam arakidonat dalam terjadinya inflamasi
a. Asam arakidonat
Asam arakidonat (asam eikosatetraenoat) adalah suatu asam lemak yang
mempunyai 20 buah atom karbon di dalam molekulnya dan mempunyai 4 ikatan
rangkap. Asam arakidonat merupakan penyusun dari membran fosfolipid yang
dapat dilepaskan oleh enzim fosfolipase-A2 yang kemudian akan menjadi substrat
bagi enzim COX dan LOX (gambar 2) (Lüllman dkk., 2000).
6
fosfolipase A2
Tromboksan
Prostasiklin
Siklooksigenase
Lipoksigenase
As. Arakidonat
Prostaglandin
Leukotrien
Gambar 2. Jalur metabolisme asam arakidonat (Lüllman dkk., 2000)
Sebagai salah satu asam lemak esensial bagi tubuh, asam arakidonat sangat
dibutuhkan bagi sebagian besar mamalia. Metabolit-metabolit dari asam
arakidonat, yang biasa disebut eikosanoid, mempunyai peran penting dalam
berbagai jalur signaling seluler yang berhubungan dengan fungsi fisiologis
maupun patologis (Hyde & Missailidis, 2009).
b. Inflamasi
Inflamasi adalah proses kompleks yang terjadi melalui beberapa
mekanisme yang menyebabkan perubahan di dalam aliran darah lokal dan
pelepasan beberapa mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi ini
menyebabkan terjadinya vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan
migrasi leukosit menuju tempat terjadinya inflamasi (Martel-Pelletier dkk., 2003).
7
Inflamasi merupakan upaya untuk menghilangkan pemicu terjadinya luka
(misalnya infeksi) dan untuk mengawali terjadinya proses penyembuhan luka.
Meskipun demikian, inflamasi yang bersifat progresif dapat menimbulkan
penyakit-penyakit tertentu yang tidak diinginkan, seperi demam, periodonitis,
atherosklerosis, rheumatoid arthritis, dan bahkan kanker. Hal-hal yang tidak
diinginkan tersebut terjadi karena keluarnya enzim-enzim fagositosis dari sel-sel
fagosit , seperti phagocyte oxydase, inducible nitric oxyde synthase, dan lysosomal
protease, yang memproduksi senyawa-senyawa radikal bebas dan superoksida
yang dapat menyebabkan luka pada jaringan sekitar (Abbas & Lichtman, 2004).
Terdapat lima tanda utama (cardinal signs) yang umumnya muncul saat
terjadinya inflamasi, yaitu nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),
bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (functio laesa). Terjadinya panas dan
kemerahan disebabkan oleh meningkatnya aliran darah, bengkak disebabkan oleh
akumulasi cairan, nyeri disebabkan oleh pelepasan berbagai senyawa yang
merangsang syaraf nyeri, dan hilangnya fungsi dipengaruhi oleh bermacammacam sebab (Chandrasoma & Taylor, 2005).
c. Ezim 5-lipoksigenase (5-LOX)
Enzim
5-lipoksigenase
merupakan
enzim
yang
berperan
dalam
metabolisme asam arakidonat menjadi leukotrien-A4 (LT-A4) yang merupakan
bentuk awal dari leukotrien-leukotrien lainnya, seperti LT-B4, LT-C4, LT-D4, dan
LT-E4
(gambar
3).
Leuketrien-leukotrien
ini
diketahui
terlibat
dalam
terbentuknya berbagai penyakit yang berkaitan dengan inflamasi dan alergi,
seperti tukak lambung, aterosklerosis, dan asma (Doiron dkk., 2009).
8
Untuk dapat melakukan aktivitas katalitiknya, enzim 5-LOX harus
diaktivasi oleh protein FLAP (Five-Lipoxygenase Activating Protein), yaitu suatu
protein membran dengan bobot molekul 18 kDa (Ding dkk., 2003). Selain itu,
aktivitas 5-LOX juga dipengaruhi oleh ion kalsium dan ATP. Hal inilah yang
menjadikan 5-LOX berbeda dengan enzim lipoxygenase lainnya (Hennig dkk.,
2002).
As. Arakidonat
5-LOX
LTC4 sintase
LTA hidrolase
γ-Glutamil
transpeptidase
Dipeptidase
γ-Glutamil transpeptidase
Gambar 3. Jalur sintesis leukotrien oleh enzim 5-LOX (Martel-Pelletier dkk., 2003)
Dari semua jenis leukotrien yang terbentuk, LT-B4 merupakan leukotrien
yang paling berperan di dalam terjadinya proses inflamasi. LT-B4 bertindak
sebagai pemicu terakivasinya sel-sel leukosit, terjadinya proses adhesi sel-sel
tersebut pada dinding endotelium pembuluh darah, terjadinya respon kemotaktik
dan kemokinetik, dan produksi dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamatory dari
sel makrofag dan sel limfosit (Martel-Pelletier dkk., 2003). Oleh karena itu, enzim
9
5-LOX merupakan target yang potensial dalam pengembangan obat-obatan anti
inflamasi.
Hingga saat ini telah banyak senyawa-senyawa yang diteliti aktivitasnya
sebagai penghambat 5-LOX. Berdasarkan mekanisme kerjanya, terdapat paling
tidak tiga jenis senyawa penghambat 5-LOX secara langsung, yaitu senyawa yang
bekerja melalui proses reduksi-oksidasi (redoks), senyawa yang bekerja tanpa
proses redoks (non-redoks), dan senyawa yang berikatan langsung dengan ion
besi yang merupakan pusat katalisis dari 5-LOX (iron chelating ligand).
Senyawa-senyawa tersebut bekerja dengan menghambat siklus ion besi yaitu saat
peralihan dari fase tidak aktif, yaitu Fe2+, menjadi fase aktif, yaitu Fe3+ (Werz,
2002). Akan tetapi senyawa-senyawa yang poten menghambat aktivitas 5-LOX
secara langsung dalam tingkatan seluler seringkali kehilangan aktivitasnya atau
bahkan menunjukkan efek toksik ketika dilakukan uji coba terhadap hewan
ataupun manusia. Dikarenakan adanya hal-hal tersebut, walaupun telah dilakukan
penelitian yang intensif, hanya zileuton (1-(1-benzothiophen-2-ylethyl)-1hydroxy-urea) (gambar 4) yang dapat masuk ke pasar untuk terapi asma (Franke
dkk., 2007).
Gambar 4. Struktur zileuton
10
d. Enzime siklooksigenase (COX)
Enzim siklooksigenase (COX) merupakan enzim dwi-fungsi yang terikat
pada membran yang berperan mengkatalisis dua tahap penting dalam
pembentukan prostanoid, yaitu siklooksigenasi dan peroksidasi (gambar 5).
Tahap sikooksigenasi merupakan tahap di mana COX melakukan proses siklisasi
dan penambahan dua molekul oksigen terhadap asam arakidonat untuk
membentuk prostaglandin G2 (PGG2). Sedangkan tahap peroksidasi merupakan
tahap reduksi terhadap PGG2 menjadi senyawa endoperoksida yang tidak stabil
yang disebut prostaglandin H2 (PGH2). PGH2 merupakan senyawa intermediet
dalam biosintesis prostanoid-protanoid aktif seperti PGE2, PGF2, PGD2, PGD2,
PGI2, dan tromboksan-A2 (TXA2) yang dilakukan oleh enzim sintase dan
isomerase yang spesifik untuk setiap produk (Claria, 2003).
Gambar 5. Jalur sintesis prostaglandin oleh enzim COX (Charlier dan Michaux, 2003)
11
Prostanoid-prostanaoid yang dihasilkan melalui jalur COX tersebut
mempunyai peran dalam mengatur berjalannya fungsi-fungsi fisiologis seperti
perlindungan terhadap mukosa lambung, agregasi platelet, dan pengaturan fungsi
ginjal. Selain itu prostanoid juga mempunyai fungsi patologi seperti saat
terjadinya inflamasi, nyeri dan demam.
Terdapat dua isoform
utama dari enzim siklooksigenase,
yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Meskipun kedua
enzim tersebut menjalankan reaksi katalisis yang sama, akan tetapi terdapat
perbedaan dalam ekspresi, fungsi dan bentuk dari kedua enzim tersebut (Charlier
dan Micchaux, 2003). Pada awalnya diduga bahwa hanya isoform COX-1 yang
diekspresikan secara terus menerus dan mempunyai fungsi sebagai pengatur
homeostasis seperti fungsi dalam melindungi mukosa lambung, menjaga integritas
platelet, dan menjaga fungsi perfusi ginjal. Sebaliknya isoform COX-2 hanya
diekspresikan bila ada rangsangan inflamasi saja. Oleh karena itu muncul
anggapan bahwa isoform COX-2 bertanggung jawab terhadap terjadinya proses
inflamasi sedangkan isoform COX-1 hanya bertanggung jawab menjaga fungsi
fisiologis saja. Akan tetapi anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena COX-1
dapat diinduksi pada kondisi tertentu dan ternyata COX-2 juga diekspresikan
secara terus menerus pada berbagai organ seperti otak dan ginjal (Claria, 2003).
e. Penghambat ganda 5-LOX/COX
Penghambat ganda enzim COX dan 5-LOX (Dual COX-LOX Inhibitor)
merupakan senyawa yang bekerja dengan menghambat kerja enzim COX (baik
COX-1 maupun COX-2) dan enzim 5-LOX secara bersamaan. Diharapkan dengan
12
penghambatan kedua enzim tersebut maka akan didapatkan aktivitas antiinflamasi
yang lebih poten daripada NSAID yang hanya menghambat enzim COX saja.
Telah banyak penilitian yang dilakukan untuk mendapatkan senyawa penghambat
ganda enzim COX dan 5-LOX dan dari penelitian-penelitian tersebut telah
dihasilkan beberapa senyawa penghambat ganda enzim COX dan 5-LOX seperti
BW-755C, BR-34122, tipoxalin, dan licofelone yang mempunyai aktivitas
antiinflamasi dan profil keamanan yang lebih baik daripada NSAID konvensional
(Martel-Pelletier, dkk., 2003).
Gambar 6. Struktur BW-755C dan Licofelone yang merupakan inhibitor ganda 5LOX/COX (Charlier dan Michaux, 2003)
2. Penggunaan komputer di bidang penemuan obat
a. Computer-aided drug design (CADD)
Computer-aided drug design (CADD) merupakan teknik-teknik yang
digunakan untuk menemukan, merancang, dan mengoptimasi obat-obatan baru
yang efektif dan aman dengan bantuan komputer. Dalam bidang biomedik, CADD
digunakan untuk memilih senyawa penuntun, mengoptimasi profil absorbsi,
distribusi, metabolisme, eliminasi, dan tokisitas, dan mengurangi masalahmasalah yang berkaitan dengan keamanan penggunaan obat (Rahman dkk., 2013).
13
b. Skrining virtual
Skrining virtual didefinisikan sebagai proses evaluasi secara otomatis
terhadap kumpulan data senyawa yang sangat besar menggunakan bantuan
program komputer (Walters dkk., 1998). Tujuan dari skrining virtual adalah untuk
menemukan dan mengidentifikasi senyawa yang baru (novel) dan mempunyai
aktivitas poten terhadap target yang dituju. Oleh karena itu, salah satu
keberhasilan skrining virtual ditunjukkan dengan ditemukannya senyawa-senyawa
dengan kerangka struktur yang baru dan menarik. Hit rate yang rendah yang
terdiri atas senyawa-senyawa dengan kerangka struktur yang baru dan menarik
lebih disukai daripada hit rate yang tinggi tetapi berisi senyawa-senyawa dengan
kerangka struktur yang telah diketahui (Irwin, 2008).
c. Pemodelan farmakofor
Farmakofor merupakan posisi geometrik tiga dimensi dari gugus-gugus
yang terdapat di dalam suatu ligan yang membentuk suatu pola yang unik yang
dapat dikenali oleh reseptor secara spesifik yang bertanggung jawab terhadap
proses pengikatan ligan dengan suatu reseptor dan aktivasi reseptor tersebut
(Thomas, 2007).
Berdasarkan cara pembuatannya farmakofor dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu farmakofor yang dibuat berdasarkan fitur-fitur kimia yang overlap dari
sekumpulan ligan-ligan aktif yang telah dijajarkan secara fleksibel (ligand-based
pharmacophore) dan farmakofor yang dibuat berdasarkan kesamaan interaksi
antara ligan-ligan dengan situs aktif reseptornya (structure-based pharmacophore)
(Wolber dkk., 2008). Structure-based pharmacophore dapat dibedakan lebih
14
lanjut menjadi dua sub-kategori, yaitu: macromolecule-ligand complex based
(berdasarkan kompleks reseptor dengan ligan) dan macromolecule based (hanya
berdasarkan stuktur reseptor saja) (Yang, 2010).
Terdapat beberapa macam fitur farmakofor yang biasa digunakan, yaitu
diantaranya adalah donor ikatan hidrogen, akseptor ikatan hirogen, hidrofobik,
dan area-area yang terionisasi negatif maupun positif. Sebuah fitur farmakofor
menggambarkan sebuah sifat tertentu dan tidak terikat hanya oleh suatu gugus
tertentu saja. Dengan demikian, gugus-gugus yang mempunyai sifat yang sama
akan mempunyai fitur farmakofor yang sama (Wermuth dkk., 1998).
Pemodelan farmakofor sangat berguna dalam skrining virtual, terutama
jika informasi tentang target sangat kurang (dengan menggunakan ligand-based
pharmacophore). Bahkan jika informasi tentang target tersedia cukup lengkap,
penggunaan farmakopor sangat berguna untuk mengurangi waktu dalam skrining
virtual secara signifikan, karena skrining dengan pemodelan farmakofor dapat
mengeliminasi senyawa-senyawa yang tidak memiliki fitur-fitur farmakofor yang
sesuai dengan cepat (Walters dkk., 1998).
d. Docking molekuler
Docking molekuler adalah suatu metode komputasi yang digunakan untuk
memperoleh suatu perkiraan dari orientasi ikatan ligan dan afinitas ikatan di
dalam interaksi ligan-protein untuk menentukan seberapa baik interaksi antara
ligan dan protein tersebut (Rosenfeld, 2003). Dengan mengetahui struktur X-ray
dari protein, maka dapat diketahui sisi aktif dari protein tersebut, sehingga ligan
15
dapat didockingkan untuk memprediksi afinitas ligan terhadap protein dan
kestabilan ikatan ligan-protein tersebut (Jensen, 2007).
Terdapat dua komponen penting di dalam setiap piranti lunak docking,
yaitu algoritma docking dan scoring function. Algoritma docking berfungsi untuk
mengeksplorasi konformasi ruang dan ligan atau target protein, sedangkan scoring
function berfungsi untuk mengevaluasi pose dengan memperhitungkan kekuatan
afinitas antara ligan dengan protein dan kemudian mengarahkan eksplorasi pose
ligan kepada pose yang memiliki afinitas lebih kuat (Moitessier dkk., 2008).
Metode docking molekuler dapat digunakan untuk melakukan skrining
secara in silico (virtual) terhadap senyawa-senyawa yang diperkirakan memiliki
afinitas tinggi terhadap suatu protein target sebelum senyawa tersebut disintesis
dan diuji secara eksperimental di laboratorium, sehingga dapat mengurangi
ketidakefisienan biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan.
e. QSAR
Dasar dari penemuan obat menggunakan pendekatan SAR (StructureActivity Relationship) adalah dari adanya penelitian bahwa senyawa-senyawa
yang mempunyai struktur yang mirip dengan senyawa yang mempunyai aktivitas
biologis tertentu maka biasanya senyawa-senyawa tersebut juga memiliki aktivitas
biologis sama. Aktivitas senyawa-senyawa tersebut mungkin sama tetapi memiliki
potensi dan efek samping yang berbeda atau sama sekali mempunyai aktivitas
yang berbeda. Aktivitas biologis senyawa-senyawa yang yang berkaitan dengan
strukturnya inilah yang disebut dengan hubungan strukutur-aktivitas (SAR).
Penelitian tentang hubungan struktur dan aktivitas dari suatu senyawa penuntun
16
dan analog-analognya dapat digunakan untuk menentukan bagian-bagian dari
senyawa tersebut yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologinya
(farmakofor) maupun efek yang tidak diinginkan. Informasi-informasi tentang
hubungan struktur-aktivitas ini dapat digunakan untuk mengembangkan obat baru
dengan aktivitasnya lebih besar dan efek samping lebih sedikit (Thomas, 2007).
Quantitative structure-activity relationship (QSAR) merupakan sebuah
usaha, yang termasuk di dalam Ligand Based Drug Design (LBDD) yang
digunakan untuk menganalisa hubungan antara deskriptor-deskriptor fisika kimia
terhadap aktivitas biologis yang ditimbulkannya,
untuk mengurangi faktor
keberuntungan dari proses penemuan obat (Zheng dkk., 2011). QSAR
menggunakan parameter-parameter fisika-kimia yang diduga memiliki pengaruh
besar pada aktivitas biologis dari suatu obat. Parameter-parameter di dalam QSAR
haruslah merupakan sifat-sifat fisika-kimia yang dapat direpresentasikan dengan
nilai yang berupa angka-angka. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menghasilkan
persamaan-persamaan umum (general) yang menunjukkan hubungan sifat-sifat
fisika-kimia dengan aktivitas biologisnya. Persamaan tersebut dapat digunakan
untuk memperkirakan aktivitas senyawa-senyawa analog dari senyawa penuntun
sehingga dapat ditentukan senyawa analog mana yang mempunyai aktifititas
terbesar dan potensi keberhasilannya besar ketika dilakukan uji secara in-vitro
maupun in-vivo.
3. Senyawa Turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion
Senyawa turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion (gambar 1) adalah
senyawa enon aromatik yang merupakan bioisoster dengan senyawa kurkumin
17
dan turunannya. Turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dikatakan sebagai
senyawa enon aromatik dan biososterisme dengan senyawa kurkumin karena
memiliki dua buah residu enon. Senyawa ini disintesis dari benzaldehid dan
sikloheksana-1,3-dion
melalui
mekanisme reaksi
kondensasi
Knovenagel
(Wardana, 2011).
E. LANDASAN TEORI
Pemodelan farmakofor dapat digunakan untuk melakukan skrining
senyawa-senyawa dengan fitur-fitur tertentu secara cepat, docking molekuler
merupakan metode yang dapat memprediksi interaksi antara ligand dengan
reseptornya, sedangkan QSAR merupakan metode yang dapat memprediksi
aktivitas biologis suatu senyawa berdasarkan parameter fisika-kimia yang dimiliki
oleh senyawa tersebut. Dengan menggabungkan pemodelan farmakofor, docking
molekuler, dan QSAR maka diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik
daripada penggunaan docking molekuler secara tunggal.
Senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dan derivatnya telah diteliti
afinitasnya terhadap enzim 5-lipoksigenase. Salah satu turunan dari senyawa ini
yaitu 2-(4-hidroksi benziliden)-5-metil sikloheksana-1,3 dion (BS-08) juga telah
diteliti aktivitas penghambatanya terhadap enzim siklooksigenase-2 dan
menunjukkan aktivitas inflamasi yang paling poten dibandingkan senyawasenyawa turunan kurkumin lainnya yang diuji secara in-silico. Sehingga senyawasenyawa dengan sub-struktur 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion merupakan
18
kandidat yang layak dijadikan sebagai senyawa penuntun dalam pencarian
senyawa penghambat ganda 5-LOX/COX yang baru.
F. HIPOTESIS
1. Penggunaan metode docking molekuler yang dikombinasikan dengan
pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan penggunaan metode docking molekuler saja.
2. Terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi
terhadap 5-LOX dan COX dari senyawa-senyawa dengan sub-struktur 2benziliden sikloheksana-1,3-dion yang diuji sehingga dapat digunakan sebagai
senyawa penuntun dalam penemuan penghambat ganda 5-LOX/COX yang
baru.
3. Senyawa-senyawa hasil optimasi yang dilakukan dengan pengubahan
substituen-substituen mempunyai aktivitas sebagai penghambat ganda 5LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang didapatkan.
Download