PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 1

advertisement
PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 1
( Modul )
Oleh:
M. Coesamin
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
Materi:
1. Bilangan Bulat dan Bilangan Pecah
a. Bilangan Bulat
b. Bilangan Pecah: Pecahan Biasa, Desimal, dan Persen
2.
Model Matematika
a. Pemodelan Matematika
b. Penyelesaian Model Matematika
3. Pengelolaan data
a Model-model penyajian data
b Ukuran pemusatan data
c Ukuran penyebaran data
4. Geometri Dasar
a. Bangun Datar
b. Bangun Ruang
c. Pengukuran Panjang, Luas, dan Volum
d. Sistem Koordinat
5. Transformasi geometri
a Translasi
b Refleksi
c Rotasi
d Dilatasi
BAB I
BILANGAN BULAT DAN BILANGAN PECAH
A. Bilangan Bulat
1. Pengertian Bilangan Bulat
Pada pembahasan bilangan cacah telah dikemukakan bahwa operasi penjumlahan dan
perkalian pada bilangan cacah bersifat tertutup. Operasi pengurangan pada bilangan
cacah dapat dilakukan hanya jika besar pengurangnya tidak melebihi besar bilangan
yang dikurangi. Masalah timbul ketika pengurangnya lebih besar dari bilangan yang
dikurangi. Tidak ada bilangan cacah c yang memenuhi “6  c  4”. Pada operasi
pengurangan, tidak ada bilangan cacah d yang memenuhi “4  6  d”. Jadi operasi
pengurangan pada bilangan cacah bersifat tidak tertutup. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan sistem bilangan lain, yang disebut bilangan bulat.
Untuk setiap bilangan cacah a selain 0 (nol), diciptakan dua simbol, yaitu “+a” dan
“-a”. Selanjutnya “+a” dnamakan positip a dan “-a” disebut negatip a. Dengan
demikian terbentuk dua himpunan bilangan, yaitu {+1, +2, +3, +4, +5, …} yang
disebut himpunan bilangan bulat positip dan {-1, -2, -3, -4, -5, …}.yang disebut
himpunan bulat negatip. Dalam penulisan selanjutnya tanda “+“ pada bilangan bulat
positip boleh tidak dicantumkan, sehingga himpunan bilangan bulat positip menjadi
{1, 2, 3, 4, 5, …}. Penulisan “4” misalnya, berarti “+4”.
Gabungan himpunan bilangan cacah dan {-1, -2, -3, -4, -5, …}membentuk himpunan
bilangan bulat. Jadi himpunan bilangan bulat terbentuk dari himpunan bilangan cacah
dan bilangan bulat negatip.Jika ditulis secara tabulasi, himpunan bilangan bulat adalah
sebagai berikut.
{… , -4 ,-3 ,-2 ,-1 ,0 ,1 ,2 ,3 ,4 ,5 ,…}
Jika diberikan ilustrasi bilangan bulat secara konkret, maka dapat diikuti ilustrasi
berikut.
Seseorang yang melangkah maju 1 langkah mengilustrasikan bilangan +1.
Seseorang yang melangkah maju 2 langkah mengilustrasikan bilangan +2.
Seseorang yang melangkah maju 3 langkah mengilustrasikan bilangan +3.
Seseorang yang melangkah maju 4 langkah mengilustrasikan bilangan +4.
Dan seterusnya
Seseorang yang melangkah mundur 1 langkah mengilustrasikan bilangan -1.
Seseorang yang melangkah mundur 2 langkah mengilustrasikan bilangan -2.
Seseorang yang melangkah mundur 3 langkah mengilustrasikan bilangan -3.
Seseorang yang melangkah mundur 4 langkah mengilustrasikan bilangan -4.
Dan seterusnya
Himpunan bilangan bulat juga dapat dipandang sebagai gabungan himpunan semua
bilangan bulat negati, himpunan bilangan nol, dan himpunan semua bilangan bulat
positip.
B = B-  {0}  B+
Himpunan bilangan cacah yang bukan nol, yaitu bilangan asli disebut juga bilangan
bilangan bulat positip. Dengan demikian himpunan bilangan bulat terdiri dari: (a)
himpunan bilangan asli, (b) himpunan bilangan nol, dan (c) himpunan bilangan bulat
negatip. Bilangan cacah disebut.
Bilangan bulat dapat digambarkan pada garis bilangan sebagai berikut.










-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-5  5  0 dan 5  -5  0
-4  4  0 dan 4  -4  0
-3  3  0 dan 3  -3  0
-2  2  0 dan 2  -2  0
-1  1  0 dan 1  -1  0
-9  9  0 dan 9  -9  0
-7  7  0 dan 7  -7  0
-6  6  0 dan 6  -6  0
Setiap penjumlahan di atas selalu menghasilkan 0 (nol). Dikatakan bahwa:
(a) -2 adalah lawan (invers penjumlahan) dari 2
(b) -5 adalah lawan (invers penjumlahan) dari 5
(c) -7 adalah lawan (invers penjumlahan) dari 7
(d) 8 adalah lawan (invers penjumlahan) dari -8
(e) 3 adalah lawan (invers penjumlahan) dari -3
Lawan dari bilangan bulat positip adalah bilangan bulat negatip, sebaliknya lawan
dari bilangan bulat negatip adalah bilangan bulat positip. Jarak noktah suatu bilangan
bulat positip ke noktah bilangan nol sama dengan jarak noktah lawan bilangan itu ke
noktah bilangan nol. Jarak -3 ke 0 sama dengan jarak dari 3 ke 0.
Pada bilangan bulat dikenal adanya relasi “sama dengan’ dan relasi “urutan”. Jika ada
dua bilangan bulat a dan b, maka berlaku salah satu di antara: (i) a = b, (ii) a < b, atau
(iii) a > b. Sifat ini dinamakan sifat trikhotomi. Pada relasi “sama dengan” berlaku
sifat refleksif, simetris, dan transitif.
(1) Sifat refleksif
a = a, untuk setiap a bilangan bulat.
(2) Sifat Simetris
Jika a = b, maka b = a, untuk sebarang bilangan bulat a dan b.
(3) Sifat Transitif.
Jika a = b dan b = c maka a = c.
Jika a dan b adalah dua bilangan bulat yang berbeda dan pada garis bilangan posisi a
di sebelah kiri posisi b maka dikatakan:
(1) “a kurang dari b” ditulis dengan notasi “a < b”
(2) “ b lebih besar dari a” ditulis dengan notasi “a > b”
Jika tidak menggunakan garis bilangan maka relasi urutan didefinisikan sebagai
berikut.
Bilangan bulat a dikatakan kurang dari b (atau a < b) jika dan hanya jika ada
bilangan bulat positip c sehingga a  c  b
Contoh: 4 < 7 karena ada bilangan bulat 3 sehingga 4  3  7
Bilangan bulat a dikatakan lebih besar dari b (atau a > b) jika dan hanya jika b lebih
kecil dari a.
Pada sifat urutan bilangan bulat tidak berlaku sifat refleksif dan simetris, tetapi
berlaku sifat transitif (Jika a < b dan b < c maka a < c). Jika 4 < 7 dan 7 < 12 maka
4 < 12.
2. Operasi pada bilangan Bulat
Ada tiga operasi dasar (pokok) pada bilangan bulat, yaitu penjumlahan, pengurangan,
dan perkalian. Penjumlahan, pengurangan, dan perkalian pada bilangan bulat bersifat
tertutup, sedangkan operasi pembagian pada bilangan bulat tidak tertutup.
a. Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan bulat memuat bilangan cacah, berarti pengertian penjumlahan bilangan bulat
non negatip sama seperti pengertian penjumlahan pada bilangan cacah. Untuk setiap a
dan b bilangan bulat tak negatip, penjumlahan bulat bulat didefinisikan sebagai
berikut.
(a) a  b  (a  b)
(b) a  (b)  (a  b) , jika a > b
(c) a  ( a )  0 dan (a )  a  0
(d) a  (b)  (b  a) , jika a < b
Sifat-sifat penjumlahan bilangan bulat:
(a) Tertutup
Setiap a dan b bilangan bulat selalu ada bilangan bulat c sehingga a + b = c.
Hasil penjumlahan dua bilangan bulat selalu merupakan bilangan bulat.
(b) Komutatif (pertukaran)
a + b = b + a, untuk setiap a dan b bilangan bulat.
Jika dua bilangan bulat dijumlahkan maka urutan letak suku-suku penjumlahan
tidak mempengaruhi hasil penjumlahan tersebut.
(c) Asosiatif (pengelompokan)
Jika a, b, dan c bilangan bulat maka (a + b ) + c = a + (b + c)
Dalam menjumlahkan bilangan-bilangan bulat, suku-suku mana-mana saja yang
dijumlahkan lebih dahulu tidak akan mempengaruhi hasil penjumlahan itu.
(d) Ada unsur identitas penjumlahan
Ada bilangan bulat 0 (nol) yang bersifat a + 0 = 0 + a = a untuk setiap bilangan
bulat a.
Pada himpunan bilangan bulat terdapat bilangan 0 (nol), dan setiap bilangan
bulat yang diditambah atau ditambahkan dengan 0 (nol) menghasilkan bilangan
yang sama dengan bilangan itu sendiri.
(e) Ada unsur invers penjumlahan
Setiap a bilangan bulat selalu ada bilangan bulat b sehingga a + b = b + a = 0.
Dikatakan bahwa b adalah invers penjumlahan (lawan) dari bilangan a. Biasanya
lawan dari a dilambangkan dengan -a sehingga a + -a = -a + a = 0.
(f) Kanselasi
Jika a + d = b + d maka a = b.
Jika dua bilangan bulat masing-masing ditambah dengan bilangan yang sama
dan menghaslkan bilangan yang sama, maka kedua bilangan semula adalah
sama.
Teknik penjumlahan bilangan-bilangan bulat dapat dilakukan melalui pola bilangan.
Dibuat penjumlahan-penjumlahan dua bilangan bulat yang jawaban-jawabannya
berbentuk pola sehingga siswa dapat melanjutkan pola itu.
Contoh:
5+3 8
8 + 6  14
3+5 8
6 + 8  14
4+3 7
6 + 6  12
3+4 7
6 + 6  12
3+3 6
4 + 6  10
3+3 6
6 + 4  10
2+3 5
2+6 8
3+2 5
6+2 8
1+3 4
0+6 6
3+1 4
6+0 6
0+3 3
-2 + 6  4
3+0 3
6 + -2  4
-1 + 3  2
-4 + 6  2
3 + -1  2
6 + -4  2
-2 + 3  1
-6 + 6  0
3 + -2  1
6 + -6  0
-3 + 3  0
-8 + 6  -2
3 + -3  0
6 + -8  -2
-4 + 3  -1
-10 + 6  -4
3 + -4  -1
6 + -10  -4
-5 + 3  -2
-12 + 6  -6
3 + -5  -2
6 + -12  -6
Pada kelompok penjumlahan pertama dan ketiga, jika diperhatikan hasil-hasil
penjumlahannya maka diperoleh pola bilangan: 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, 0, -1, -2
Pada kelompok penjumlahan kelompok kedua dan keempat, jika diperhatikan hasilhasil penjumlahannya maka diperoleh pola bilangan: 14, 12, 10, 8, 6, 4, 2, 0, -2, -4,
-6.
Berdasarkan keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam menjumlahkan dua
bilangan bulat yang berbeda tanda dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
(a) Mula-mula kedua bilangan dianggap positip
(b) Pada langkah pertama tersebut dipilih bilangan yang lebih besar, tanda hasil
penjumlahan mengikuti tanda bilangan yang lebih besar tersebut sesuai
dengan bilangan semula sebelum dianggap positip.
(c) Berdasarkan langkah pertama dihitung selisih keduanya. Selisih tersebut
ditempatkan sebagai hasil penjumlahan dengan tanda mengikuti langkah
kedua di atas.
Penjumlahan dua bilangan bulat yang bertanda sama menyesuaikan dengan tabel
berikut.
+
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-5
-10
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
-4
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
-3
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
-2
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
-1
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
0
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
1
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
2
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
4
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Berdasarkan tabel di atas, dapat diperoleh sebagai berikut.
-1 + -4  -5
-3 + -1  -4
-5 + -2  -7
-4 + -5  -9
-2 + -3  -5
2+4 6
Selanjutnya penjumlahan dua bilangan bulat yang bertanda sama dilakukan sebagai
berikut.
(a) Mula-mula kedua bilangan yang akan dijumlahkan itu dianggap positip
(b) Kedua bilangan yang diperoleh pada langkah pertama itu dijumlahkan.
(c) Hasil pada langkah kedua itu merupakan hasil penjumlahan dengan tanda
mengikuti tanda bilangan-bilangan yang dijumlahkan.
Operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dapat disajikan pada garis
bilangan. Prinsip yang digunakan untuk memperagakan operasi-operasi tersebut
adalah:
(a) Bilangan positip dinyatakan dengan anak panah menghadap ke kanan.
(b) Bilangan negatip dinyatakan dengan anak panah menghadap ke kiri.
(c) Operasi penjumlahan (+) dinyatakan dengan gerak maju
(d) Operasi pengurangan (–) dinyatakan dengan gerak mundur
Penjumlahan bilangan bulat a  b yang diperagakan dengan garis bilangan
menggunakan prinsip sebagai berikut.
(a) Bilangan positip dinyatakan dengan anak panah arah ke kanan, dan bilangan
negatip dinyatakan dengan anak panah arah ke kiri.
(b) Anak panah yang mewakili bilangan pertama (yaitu bilangan a) digambarkan
dengan anak panah yang pangkalnya berimpit dengan posisi 0 (nol) pada garis
bilangan, dan ujungnya berada pada posisi yang sesuai bilangan a.
(c) Gerakan operasi dimulai dari ujung anak panah yang menyatakan bilangan a,
arahnya mengikuti tanda bilangan b dan. geraknya maju.
(d) Posisi setelah gerakan terakhir menyatakan hasil penjumlahan.
Contoh:
(a) 4  2

-2

-1
Jadi 4  2  6

0

1

2

3

4

5

6

7
(b) 5  (2)

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-6

-5

-4

-3

-2

-1

0

1
Jadi 5  (2)  3
(c)  4  2

-5

-4
Jadi  4  2  -2
(d)  5  (3)

-8

-7
Jadi  5  (3)  -8
Pengurangan bilangan bulat a  b yang diperagakan dengan garis bilangan
menggunakan prinsip sebagai berikut.
(a) Bilangan positip dinyatakan dengan anak panah arah ke kanan, dan bilangan
negatip dinyatakan dengan anak panah arah ke kiri.
(b) Anak panah yang mewakili bilangan pertama (yaitu bilangan a) digambarkan
dengan anak panah yang pangkalnya berimpit dengan posisi 0 (nol) pada garis
bilangan, dan ujungnya berada pada posisi yang sesuai bilangan a.
(c) Gerakan operasi dimulai dari ujung anak panah yang menyatakan bilangan a,
arahnya mengikuti tanda bilangan b dan. geraknya mundur.
(d) Posisi setelah gerakan terakhir menyatakan hasil pengurangan.
Selanjutnya perhatikan contoh pengurangan berikut ini.
(a) 3  5  …

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8
Jadi 3  5  -2
Bilangan pertama adalah 3, maka ujung anak panah tepat di atas poisi ”3” pada garis
bilangan. Bilangan kedua adalah 5 (positip) maka anak panah yang kedua menghadap
ke kanan. Operasinya pengurangan, maka panah yang kedua dibuat dengan proses
mundur dari arah anak panah yang kedua. Posisi setelah gerakan terakhir berada pada
posisi ”-2”, berarti 3  5  -2.
Berikut ini adalah contoh pengurangan bilangan bulat positip dengan bilangan bulat
negatip.
(b) 2  (4)  ….

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8
Jadi 2  (4)  6.
Pengurangan dengan -4 (negatip) dilakukan dengan membuat anak panah arah ke kiri
dan proses pembuatannya mundur dengan start ujung anak panah pertama. Posisi
setelah gerakan terakhir berada pada posisi ”6”, berarti 2  (4)  6.
Berdasarkan peoses-proses tersebut dapat disimpulkan bahwa mengurangi dengan
suatu bilangan bulat berarti menjumlahkan dengan lawan bilangan bulat itu. Dengan
demikian kedua pengurangan di atas dpat dikerjakan sebagai penjumlahan seperti
berikut.
3  5  3  (5)  2
2  (4)  2  (4)  6 atau 2  (4)  2  4  6
b. Perkalian
Pada bilangan cacah, perkalian dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang,
seperti 4  5  5  5  5  5  20. Pada perkalian tersebut berlaku sifat komutatif,
seperti 4  5  5  4 . Perkalian dengan bilangan bulat positip mendasarkan pada
penjumlahan berulang sebagai arti perkalian.
Contoh:
4  (5)  (5)  (5)  (5)  (5)  20 .
Perkalian bilangan bulat positip dengan bilangan bulat negatip dilakukan mula-mula
dengan menggunakan sifat komutatif perkalian, kemudian mendasarkan pada arti
perkalian sebagai penjumlahan berulang.
Contoh:
 4  5  5  (4)  (4)  (4)  (4)  (4)  20
Penentuan hasil perkalian dua bilangan bulat negatip dapat ditentukan menggunakan
pola seperti berikut.
5  (2)  10
4  (2)  8
3  (2)  6
2  (2)  4
1  (2)  2
0  (2)  0
 1  (2)  2
 2  (2)  4
 3  (2)  6
 4  (2)  8
Berdasarkan fakta di atas dapat disimpulkan bahwa hasil kali dua bilangan bulat
negatip adalah bilangan bulat positip.
Operasi perkalian pada bilangan bulat memenuhi sifat-sifat berikut.
(1)
Tertutup
Setiap bilangan bulat a dan b selalu ada bilangan bulat c sehingga a  b = c.
Hasil perkalian dua bilangan bulat selalu merupakan bilangan bulat.
(2)
Komutatif (pertukaran)
a  b = b  a, untuk setiap a dan b bilangan bulat.
Jika bilangan bulat dikalikan dengan bilangan bulat maka urutan letak faktorfaktor perkalian tidak mempengaruhi hasil perkalian tersebut.
(3)
Asosiatif (pengelompokan)
Jika a, b, dan c bilangan bulat maka (a  b )  c = a  (b  c)
Dalam perkalian bilangan-bilangan bulat, faktor-faktor mana saja yang dihitung
lebih dahulu tidak akan mempengaruhi hasil perkalian itu.
(4)
Sfiat penyebaran (distributif) perkalian terhadap penjumlahan dan juga terhadap
pengurangan.
Untuk setiap a, b, dan c bilangan bulat selalu berlaku:
a  (b  c)  (a  b)  (a  c) .
a  (b  c)  (a  b)  (a  c)
(5)
Ada unsur identitas perkalian
Ada bilangan bulat 1 (satu) yang bersifat a  1 = 1  a = a untuk setiap
bilangan bulat a.
Pada himpunan bilangan bulat terdapat bilangan 1 (satu), dan setiap bilangan
bulat yang dikalikan dengan 1 (satu) menghasilkan bilangan yang sama dengan
bilangan itu sendiri.
(6)
Kanselasi
Jika a  d  b  d maka a = b, asal a,b, dan c ketiganya tidak nol.
Jika dua bilangan bulat masing-masing dikalikan dengan bilangan yang sama
(selain nol) menghaslkan bilangan yang sama, maka kedua bilangan semula
adalah sama.
Pembagian pada bilangan bulat dapat dijelaskan sebagai berikut.
Jika a dan b adalah bilangan bulat dan b  0, maka a dibagi b, ditulis dengan notasi
“ a : b ” adalah suatu bilangan bulat x, jika ada, yang bersifat b·x  a.
Penentuan tanda untuk hasilbagi x perlu dipedomani definisi bahwa a : b  x jika dan
hanya jika b·x  a. Dengan demikian hasilbagi dua bilangan bulat yang keduanya
bertanda sama, jika ada, adalah positip. Hasilbagi dua bilangan bulat yang keduanya
berbeda tanda, jika ada, adalah negatip.
Contoh:
-8:(-2) = 4
karena
(-2)  4 = -8
42 : 7 = 6
karena
7  6 = 42
-12 : 3 = -4
karena
3  (-4) = -12
15 : (-3) = -5
karena
(-3)  (-5) = 15
Perlu diperhatikan bahwa pembagian pada bilangan bulat tidak bersifat tertutup.
Jelaskanlah mengapa. Bilangan 0 (nol) dibagi dengan bilangan bulat yang tidak nol
menghasilkan bilangan nol. Sedangkan pembagian bilangan bulat dengan 0 (nol)
adalah tidak didefinisikan (tidak terdefinisi).
B. Bilangan Pecah: Pecahan Biasa, Desimal dan Persen
1 Pecahan Biasa
a Konsep Bilangan Pecah
Istilah pecahan (fraction) dapat diartikan sebagai bilangan rasional, tetapi juga dapat
diartikan sebagai lambang bilangan untuk bilangan rasional. Pecahan sebagai bilangan
rasional dinamakan bilangan pecah.
Himpunan bilangan cacah adalah {0, 1, 2, 3, …}. Operasi penjumlahan dan perkalian
pada bilangan cacah bersifat tertutup. Hal ini berarti penjumlahan dua bilangan cacah
selalu menghasilkan suatu bilangan cacah, dan perkalian dua bilangan cacah selalu
menghasilkan suatu bilangan cacah. Di pihak lain, operasi pembagian pada bilangan
cacah tidak bersifat tertutup, maksudnya hasil pembagian dua bilangan cacah tidak
selalu merupakan bilangan cacah.
Berkaitan dengan pembagian pada bilangan cacah diperlukan bilangan baru sebagai
perluasan bilangan cacah sehinga operasi pembagian bersifat tertutup pada bilangan
baru itu. Bilangan baru tersebut adalah bilangan pecah. Hasil dari pembagian 3 : 7 =
… adalah bilangan pecah. Ilustrasi berikut berkaitan dengan konsep bilangan pecah.
Sebuah apel dipotong dengan pisau menjadi 3 bagian yang sama. Tiap-tiap bagian
apel masing-masing memberikan gambaran tentang pecahan 1/3. Gabungan dua
bagian apel yang disatukan menggambarkan 2/3. Gabungan 3 apel yang disatukan
menggambarkan 3/3.
Suatu daerah lingkaran dibagi oleh sebuah diameternya menjadi dua bagian yang
sama. Masing-masing bagian memberikan gambaran tentang pecahan 1/2. Gabungan
kedua bagian tersebut menggambarkan pecahan 2/2.
Gambar 1
Ilustrasi di atas menggambarkan pecahan sebagai suatu bagian dari sebuah benda atau
bagian dari sesuatu yang utuh.
Selanjutnya perhatikan cerita berikut ini.
Gambar 2
Banyak anggota suatu himpunan ada tiga. Yang hitam adalah satu per tiga bagian dari
seluruhnya, dan dilambangkan dengan 1/3. Yang putih adalah dua per tiga bagian dari
seluruhnya, dan dilambangkan dengan 2/3. Ilustrasi di atas menggambarkan pecahan
sebagai partisi atau bagian dari keseluruhan.
Bilangan pecah sebagai perluasan dari bilangan cacah dapat didefinisikan sebagai
berikut. Bilangan pecah adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan
dua bilangan cacah a dan b, lambangnya ditulis dalam bentuk
a
dengan b ≠ 0.
b
Suatu pecahan didefinisikan sebagai lambang atau nama dari suatu bilangan pecah
yang berbentuk
a
dengan a dan b nama-nama bilangan cacah dan b ≠ 0. Dalam hal
b
ini a disebut pembilang (numerator) dan b disebut penyebut (denumerator). Pecahan
yang pembilangnya satu dinamakan pecahan satuan.
Bilangan pecah yang diberi nama dengan pecahan
a
didefinisikan sebagai suatu nilai
b
x yang memenuhi a : b = x .
Contoh :
3:5=
3
5
2 : 3 = 2/3
1 : 4 = 1/4
b Pecahan Senilai
Pecahan-pecahan yang senilai dapat diperoleh dengan cara pembilang dan penyebut
pecahan yang diketahui dikalikan dengan bilangan yang sama. Cara lain untuk
memperoleh pecahan yang senilai yaitu dengan cara pembilang dan penyebut pecahan
yang diketahui dibagi dengan bilangan yang sama, tentu saja membaginya masih pada
batas di mana hasil baginya merupakan bilangan cacah.
Gambar 3
Pada gambar di atas tampak bahwa 4/16, 2/8, dan 1/4 ditunjukkan oleh daerah yang
sama luasnya.
Pada garis bilangan biasanya suatu pecahan dinyatakan sebagai sebuah titik yang
terletak pada garis bilangan itu. Pecahan-pecahan yang senilai dinyatakan oleh sebuah
titik yang sama. Perhatikan Gambar 4 berikut.
‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗
0
1
2
2
2
2
‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗
0
1
2
3
4
4
4
4
4
4
‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗‗
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
Gambar 4
c
Menyederhanakan Pecahan
Pecahan-pecahan tidak berubah nilainya jika pembilang dan penyebut masing-masing
dibagi dengan bilangan yang sama. Agar pembilang dan penyebut masing-masing
habis dibagi dengan bilangan yang sama maka keduanya haruslah mempunyai faktor
persekutuan. Jika pembilang dan penyebutnya tidak mempunyai faktor persekutuan
(maksudnya selain satu) berarti tidak dapat diperoleh pecahan senilai hanya dengan
membagi dengan bilangan yang sama. Pecahan yang demikian disebut sebagai
pecahan paling sederhana.
Jadi pecahan disederhanakan dengan cara pembilang dan penyebut masing-masing
dibagi dengan bilangan yang sama. Jika tidak dapat disederhanakan lagi berarti
pecahan itu disebut pecahan paling sederhana.
1 2 3
, ,
adalah pecahan-pecahan yang paling sederhana.
3 5 4
8
bukan pecahan paling sederhana sebab 8 dan 12 mempunyai factor persekutuan
12
(selain 1) yaitu 4. Pecahan ini dapat disedehanakan menjadi
paling sederhana dari
4
2
atau . Bentuk yang
6
3
8
2
adalah .
12
3
d Pecahan Senama (Sejenis)
Perhatikan pecahan
1 5
7
, , dan
. Ketiga pecahan tersebut masing-masing
4 6
12
penyebutnya berbeda. Ketiga pecahan tersebut dapat dinyatakan dalam penyebut yang
sama, yaitu:
3 10
7
1 3
5 10
,
, dan
karena =
dan = . Pecahan-pecahan yang
12 12
12
4 12
6 12
penyebutnya sama dikatakan senama.
Berikut adalah contoh pecahan senama.
(a)
6 3 5
2
, , , dan
8 8 8
8
(b)
3
10
dan
.
12
12
Pecahan-pecahan yang senama dapat dibanding-bandingkan satu dengan yang lain
berdasarkan pembilangnya.
Contoh:
6 5

12 12
1 1
4 6

 karena
12 12
3 2
Dengan demikian pecahan dapat diurutkan berdasarkan nilainya.
3 1 1
1 1 3
4 6 9
, , dapat diurutkan menjadi , , karena
  .
4 3 2
3 2 4
12 12 12
Pecahan-pecahan yang tak senama dapat diubah bentuknya agar menjadi pecahan
yang senama. Hal ini dilakukan dengan cara masing-masing pecahan diubah
bentuknya sehingga penyebut yang baru adalah Kelipatan Persekutuan Terkecil
(KPK) dari penyebut-penyebut sebelumnya. Dengan demikian pecahan yang tak
senama juga dapat diurutkan berdasarkan nilainya. Pengurutan pecahan juga dapat
dilakukan berdasarkan posisinya pada garis bilangan. Pecahan yang posisinya berada
di sebelah kanan (pada garis bilangan) nilainya lebih besar daripada yang berada di
sebelah kiri.
Pecahan
3
1
dan
tidak senama karena penyebutnya berbeda. KPK(4,6) = 12,
4
6
sedangkan
3 3 3 9
1 1 2 2
=
=
dan =
= . Maka kedua pecahan tersebut dapat dinyatakan
4 4  3 12
6 6  2 12
dalam pecahan senama sebagai
e
9
2
dan
.
12
12
Pecahan Campuran
Pecahan yang telah dibicarakan di atas adalah pecahan dengan pembilang lebih kecil
daripada penyebutnya. Sesuai dengan definisi bilangan pecah, penulisan pecahan
dapat berbentuk
a
11 7 19
dengan a  b . Contoh: , ,
.
b
2 4 7
7 4 3
3
3
=  = 1 = 1
4 4 4
4
4
Gambar 5
1
11 : 2 = 5 sisa 1 maka
7 : 4 = 1 sisa 3 maka
3
4
11
1
=5
2
2
7
3
=1
4
4
19 : 7 = 2 sisa 5 maka
19
5
=2
7
7
Pecahan dengan pembilang lebih besar daripada penyebutnya dapat disederhanakan
sehingga ada bagian bulat dan ada bagian yang tidak bulat. Pecahan yang demikian
disebut pecahan campuran.
f
Operasi pada Pecahan
(1) Penjumlahan dan Pengurangan pada Pecahan
Pecahan-pecahan yang senama dapat saling dijumlahkan atau dikurangkan dengan
mudah. Operasi penjumlahan atau pengurangan dilakukan hanya pada pembilangnya
saja, sedangkan penyebiutnya tidak berubah.
Contoh:
3
2 3 2 5
+ =
=
7
7
7
7
Jika pecahan-pecahan tak senama akan dijumlahkan atau dikurangkan, maka salah
satu atau kedua pecahan itu mula-mula diubah sehingga keduanya menjadi pecahan
senama, kemudian penjumlahan atau pengurangan dapat dilakukan. Perlu diingat
bahwa hasil akhir hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang paling sederhana.
3
1
9
2
+ =
+
4
6 12 12
=
92
12
=
11
12
(2) Perkalian pada Pecahan
Untuk memahami perkalian pecahan dapat diperhatikan contoh berikut.
Gambar 6
Pada Gambar 6, arsiran mendatar menyatakan pecahan 1/2, dan arsiran vertikal
menyatakan pecahan 1/3. Daerah yang mendapat arsiran mendatar dan juga arsiran
vertikal menyatakan hasil perkalian
Ternyata luas daerah tersebut adalah
1 1
 .
2 3
1
.
6
1 1
1
1
 dapat diartikan sebagai 1/2 dari 1/3. Jadi yang ada mula-mula . Kemudian
2 3
3
3
itu dibagi dua.
Gambar 7
Aturan dalam penentuan hasil perkalian adalah “pembilang dikalikan dengan
pembilang dan penyebut dikalikan dengan penyebut”.
1 1 11 1
 

2 3 23 6
4 2 4 2 8
 

5 3 5  3 15
Jika dalam perkalian ada pecahan campuran, maka pecahan tersebut diubah dahulu ke
bentuk pecahan biasa.
1
2 1 14 1  14 14
4   

5
3 5 3
5  3 15
(3) Pembagian Pecahan
Perhatikan pembagian 1 :
1
.
2

Jika satu satuan dibagi menjadi bagian-bagian setengahan maka akan menghasilkan
dua bagian setengahan. Jadi 1 :
1
2
2
1
Perhatikan pembagian 1 : .
3

Jika satu satuan dibagi menjadi bagian-bagian sepertigaan maka akan menghasilkan
tiga bagian sepertigaan. Jadi 1 :
1
3
3

Jika satu satuan dibagi menjadi bagian-bagian seperempatan maka akan menghasilkan
empat bagian seperempatan. Jadi 1 :
1
4
4
Berdasarkan tiga kasus di atas tampak bahwa suatu pembagian hasilnya tidak berubah
jika pembaginya dibalik (pembilang dan penyebutnya saling dipertukarkan) dan tanda
“:” diganti dengan tanda “  ”. Dengan demikian tiga kasus di atas dapat ditulis
sebagai berikut.
1:
1
2 1 2 2
 1 
 2
2
1
1
1
1:
1
3 1 3 3
 1 
 3
3
1
1
1
1:
1
4 1 4 4
 1 
 4
4
1
1
1
Prinsip di atas dapat diperluas untuk pembagian dengan pecahan jika bilangan yang
dibagi bukan bilangan bulat, sehingga diperoleh rumus umum sebagai berikut.
a c a d
:  
b d b c
Contoh:
2 5 2 7
:  
3 7 3 5
=
14
15
2 5 2 7
:  
3 7 3 5
=
14
15
2 Desimal dan Persen
a. Desimal
Sisitem numerasi yang banyak digunakan dalam matematika adalah sistem nilai
tempat. Berikut adalah contoh sistem nilai tempat.
Lambang bilangan “3746”.
Nilai tempat angka 3 adalah seribu, dan nama tempat angka 3 adalah ribuan.
Nilai tempat angka 7 adalah seratus, dan nama tempat angka 7 adalah ratusan.
Nilai tempat angka 4 adalah sepuluh, dan nama tempat angka 4 adalah puluhan.
Nilai tempat angka 6 adalah satu, dan nama tempat angka 6 adalah satuan.
Nilai angka 3 adalah tiga ribu
Bentuk panjang dari lambang 3746 adalah sebagai berikut.
3746 = 3 1000  7 100  4 10  6 1
3746 = 3000 + 700 + 40 + 6
Perhatikan bahwa nilai tempat untuk 3, 7, 4, dan 6 berturut-turut adalah 1000, 100,
10,1.
Nilai tempat ini dapat dilanjutkan dengan:
1
1
1
,
,
, dan seterusnya. Bagian
10 100 1000
yang lebih dari nol dan yang kurang dari nol dibatasi dengan tanda “,” (dibaca
“koma”).
3746,825 = 3  1000  7  100  4  10  6  1  8 
1
1
1
 2
 5
10
100
1000
Angka-angka di sebelah kiri tanda koma menyatakan bagian bulat (bilangan bulat)
dan sebelah kanan menyatakan bagian pecahan.
Pecahan-pecahan satuan dalam bentuk desimal antara lain sebagai berikut.
0,1 yang berarti
1
10
0,01 yang berarti
1
100
0,001 yang berarti
1
1000
0,0001 yang berarti
1
10000
Perhatikan perubahan pecahan desimal ke pecahan biasa berikut.
0,7 =
7
10
0,53 =
53
100
0,205 =
205
1000
0,0052 =
52
10000
0,7219 =
7219
10000
Penulisan angka-angka di belakang koma yang berulang dapat disingkat dengan
memberi tanda ruas garis di atas bagian yang diulang-ulang itu.
0,72191919191919...  0,7219
0,7219219219219219...  0,7219
Pada prinsipnya pengubahan pecahan biasa ke bentuk desimal dilakukan dengan lebih
dahulu mencari nama lain dari pecahan itu yang penyebutnya sepuluh, seratus, seribu
dan seterusnya sesuai dengan kebutuhannya (membentuk sistem penulisan dengan
basis sepuluh).
Contoh:
(a) Ubahlah
1
ke pecahan desimal.
2
Jawab:
1 1 5 5


 0,5
2 2  5 10
(b) Ubahlah
1
ke pecahan desimal.
4
Jawab:
1 1  25 25


 0,25
4 4  25 100
Pengubahan pecahan biasa ke bentuk desimal tidak semua dapat dilakukan dengan
cara seperti tersebut di atas. Cara lain pengubahan pecahan biasa ke bentuk decimal
dapat dilakukan dengan pembagian bersusun. Hal ini akan membantu pengubahan
pecahan yang penyebutnya bukan factor dari sepuluh, seratus, seribu, dan seterusnya.
Kadang-kadang perubahan pecahan biasa ke pecahan decimal tidak ditulis hasilnya
dengan tepat, hanya beberapa angka di belakang koma sesuai dengan yang
diinginkan. Simaklah contoh-contoh berikut.
(c) Ubahlah
3
ke pecahan desimal.
4
0,75
4 3,00
28
20
20
0
Jadi
3
 0,75
4
Operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian pada pecahan decimal
mudah dilakukan jika digunakan cara bersusun, seperti contoh-contoh berikut.
(a) 0,428 + 0,95 = ….
0,428
0,95 +
1,378
Jadi 0,428 + 0,95 = 1,378
(b) 7,249 – 0,167 = …
7,249
0,167 –
7,082
Jadi 7,249 – 0,167 = 7,082
(c) 0,83  0,7 = …
0,83
0,7 
581
000
0,581
Jadi 0,83  0,7 = 0,581
(d) 0,4372 : 0,06 = …
0,4372 : 0,06 =
7,286
6 43,72
42
17
12
52
48
40
0,4372 100 43,72


6
0,06 100
36
4
Jadi
0,4372
 7,286  7,3 .
0,06
b. Persentase
Bilangan pecah sebagai bagian dari sesuatu yang utuh dapat dinyatakan dengan
notasi yang berkaitan dengan pecahan berpenyebut seratus, yang disebut persen atau
persentase dan dilambangkan dengan “%” . Berikut adalah ilustrasi yang
menggambarkan persentase.
Pak Halim membeli 40 ekor ayam, 30 ekor diantaranya adalah betina. Ada berapa %
ayam betina yang dibeli pak Halim tersebut?
Jawab:
Persentase banyaknya ayam betina adalah
Persentase =
30
 100%  75%.
40
sebagian
 100%
seluruhnya
Berikut adalah soal cerita yang berlkaitan dengan persen.
Contoh 14
Harga sebuah buku adalah Rp36.000,00. Pembelian 10 buah buku tersebut
memperoleh diskon 20% . Jika pak Halid membeli sepuluh buah buku tersebut,
hitunglah:
(a) besarnya diskon dalam rupiah.
(b) Jumlah yang harus dibayar oleh pak Halid.
Jawab:
(a) Harga buku seluruhnya = 10  Rp36.000,00
= Rp360.000,00
Besar diskon = 20%  Rp360.000,00
=
20
 Rp360.000,00
100
= Rp72.000,00
Jadi besarnya diskon adalah Rp72.000,00
(b) Jumlah yang harus dibayar oleh pak Halid = Rp360.000,00 – Rp72.000,00
= Rp288.000,00
BAB II
MODEL MATEMATIKA
A. Pemodelan Matematika
Masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari ada yang dapat disusun dalam suatu
model matematik sehingga mudah dicari solusinya. Proses pembentukan model
matematika melalui tahap abstraksi dan idealisasi. Dalam proses ini diterapkan
prinsip-prinsip matematika yang relevan sehingga menghasilkan sebuah model
matematika yang diharapkan.
Suatu masalah tampak sederhana apabila dinyatakan secara matematik. Misalnya,
harga suatu barang dipengaruhi oleh biaya pengadaan dalam pembuatannya ( x 1 )dan
besarnya biaya transformasi atau pengirimannya ( x 2 ). Rumusan unsur-unsur tersebut
dapat dinyatakan bahwa harga barang adalah fungsi dari faktor-faktor x 1 dan x 2 .
Dalam bentuk model matematik hubungan ini dapat ditulis dengan H = f( x 1 , x 2 ) atau
secara singkat ditulis M = f (x) , dengan pemahaman bahwa variabel x mewakili
variable x 1 dan x 2 . Bentuk penulisan tersebut menunjukkan adanya simplikasi
(penyederhanaan) cara penulisan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
lainnya. Proses untuk memperoleh model dari suatu masalah dikatakan pemodelan
matematika.
Gagasan yang dinyatakan dalam bentuk fungsi matematika merupakan suatu
generalisasi. Fungsi matematika umumnya menyatakan bagaimana obyek-obyek
dalam suatu himpunan masalah berhubungan satu dengan yang lain. Formulasi
hubungan panjang lintasan (S), kecepatan (v), dan waktu (t) dari suatu benda yang
bergerak, misalnya, adalah S = f (v,t) = vt .
Beberapa hal penting dan perlu agar model yang dibuat sesuai dengan konsep masalah
antara lain: (a) masalah yang dibuat harus dipahami karakteristiknya dengan baik, (b)
disusun formulasi modelnya, (c) model itu divalidasi secara cermat, (d) solusi model
yang diperoleh diinterpretasikan, dan (e) diuji kebenarannya.
Pembentukan Model Matematik Sederhana
Dalam masalah yang sifatnya sederhana dapat dipilih strategi pemecahan sebagai
berikut.
(a) Baca masalah dengan cermat kemudian tentukan apa yang diketahui, dan apa yang
belum diketahui atau dicari. Tulis dengan lengkap informasi ini.
(b) Gunakan variabel untuk menyatakan apa yang dicari atau ditanyakan.
(c) Konstruksi diagram atau bagan untuk memudahkan atau menentukan hubungan
yang ada antara unsur-unsur dan variabel yang diketahui.
(d) Nyatakan model matematik yang dicari dalam bentuk persamaan atau
pertidaksamaan atau sistem persamaan.
Contoh:
Sebidang tanah berbentuk persegi panjang dengan selisih panjang dan lebar
sama dengan 5 m. Jika luas tanah 150 m 2 , formulasikanlah suatu fungsi untuk
menyatakan luas bidang tersebut.
Penyelesaian :
(a) Diketahui sebidang tanah berbentuk persegi panjang.
Selisih panjang dan lebar sama dengan 5 m.
2
Luas tanah tersebut 150 m .
Ditanyakan: Formulasi matematik yang menyatakan luas tanah tersebut.
(b) Misalkan panjang tanah adalah x, sehingga lebar bidang tersebut adalah
2
x– 5. Sedangkan luas bidang adalah 150 m ,
dan luas tanah yang berbentuk persegi panjang ini adalah panjang kali lebar.
(c) Diagramnya adalah
Panjang
Lebar
Luas L(x)
x
x–5
Panjang kali lebar
(d) Formulasi fungsi untuk luas bidang adalah L(x) = x(x − 5).
2
Luas bidang sama dengan 150 m , maka diperoleh x(x − 5) = 150.
Jadi untuk masalah di atas diperoleh model matematika x(x − 5) = 150.
B. Penyelesaian Model Matematika
Model matematika yang diperoleh dari suatu masalah matematika yang diberikan,
selanjutnya dipecahkan dengan aturan-aturan yang ada untuk memperoleh nilai
variabelnya. Jika nilai variabel telah diperoleh, perlu diuji hasil itu atau dilakukan
interpretasi untuk mengetahui apakah nilai itu valid atau tidak valid. Hasil yang valid
akan menjawab secara tepat model matematikanya. Hasil seperti inilah yang disebut
solusi matematika. Jika nilai variabelnya tidak valid atau tidak memenuhi model
matematika maka solusi masalah belum ditemukan, dan perlu dilakukan pemecahan
ulang atas model matematikanya.
Berikut ini diberikan contoh masalah matematika dengan pemodelan beserta
penyelesaiannya.
Harga beras di toko ”MOROTO” Rp6000,00/kg dan harga jagung di toko tersebut
Rp7000,00/kg. Selfiana membeli beras dan jagung di toko tersebut, jumlah berat
keduanya 15 kg, dan jumlah yang harus dibayarkan untuk beras dan jagung tersebut
adalah Rp100.000,00. Tentukanlah berapa kg beras yang dibeli Selfiana.
Penyelesaian :
Diketahui harga beras Rp6000,00/kg dan harga jagung Rp7000,00/kg. Jumlah beras
dan jagung yang dibeli = 15 kg. Jumlah yang harus dibayarkan = Rp100.000,00.
Ditanyakan: Jumlah beras yang dibeli Selfiana.
Misalkan berat beras yang dibeli Selfiana adalah x kg,
dan jagung yang dibelinya y kg.
Jumlah berat beras dan jagung 15 kg maka diperoleh persamaan x + y = 15.
Jumlah yang harus dibayarkan = Rp100.000,00 maka diperoleh persamaan
6000 x + 7000 y = 100000
Untuk mempermudah melihat masalah dibuat diagramnya sebagai berikut
BAB III
PENGELOLAAN DATA
Statistika merupakan materi matematika yang banyak diterapkan dalam bidang-bidang lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian peguasaan terhadap
statistika akan mempermudah seseorang memahami ilmu-ilmu lain maupun dalam
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Keterangan yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah dinamakan data,
Contoh data misalnya besar uang jajan dari 25 siswa dalam satu kelas dalam rupiah
pada tanggal 4 Juni 2010 adalah sebagai berikut.
2000 4000
1500
2000
2500
3500
5000
3000
2000
5000
2500 2500
3000
6000
1000
3000
3500
1500
3500
2500
4000 2500
1500
3000
2000
Data tersebut diperlukan untuk menggambarkan tentang keadaan uang jajan siswa di
kelas tersebut. Nilai terendah adalah 1000 dan tertinggi adalah 6000. Selisih kedua
data tersebut adalah 5000. Selisih nilai tersebut dinamakan jangkauan atau rentang,
atau range.
Ukuran Tendensi Sentral
Data tersebut di atas memiliki banyak variasi berdasarkan nilainya. Namun nilai-nilai
tersebut berada pada suatu pusat atau kecenderungan tertentu. Nilai yang menjadi
pusat suatu distribusi disebut ukuran pemusatan atau ukuran tendensi sentral. Jenisjenis dalam ukuran tendensi sentral meliputi : modus, median (nilai tengah), dan mean
(rerata).
Modus adalah nilai yang paling sering muncul dibandingkan dengan nilai lainnya
dalam distribusi, artinya dalam serangkaian data, modus merupakan nilai yang
memiliki frekuensi tertinggi. Dalam perhitungan, modus sering disimbolkan dengan
” Mo ”. Jadi pada data di atas, Mo = 2500.
Median adalah nilai yang posisinya di tengah-tengah dari data yang ada setelah nilainilai itu diurutkan. Median sering disimbolkan dengan ” Md ”. Jika data pada contoh
di atas diurutkan, maka diperoleh data yang telah diurutkan sebagai berikut.
1000 1500
1500
1500
2000
2000
2000
2000
2500
2500
2500 2500
2500
3000
3000
3000
3000
3500
3500
3500
4000 4000
5000
5000
6000
Data yang telah diurutkan disebut statistik peringkat. Jika data di atas dibentangkan
dalam satu baris, tampak bahwa data yang berada tepat di tengah-tengah adalah 2500.
Jadi Md = 2500.
Mean (rerata) dihitung dengan cara jumlah keseluruhan nilai dalam distribusi dibagi
banyaknya data. Mean sering disimbolkan dengan ” Me ” atau “ x ” (dibaca x-bar).
Dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar, mean disebut juga rata-rata hitung.
Ukuran Dispersi
Ukuran dispersi dari sekelompok data meliputi: range (rentang), kuartil, simpangan
rata-rata, simpangan baku.
Range yaitu jarak antara nilai yang tertinggi dengan nilai yang terendah, atau beda
antara skor tertinggi dan skor terendah. Kuartil merupakan nilai yang menjadi batas
sehingga data yang telah diurutkan terbagi menjadi empat bagian yang sama.
Selisih antara suatu nilai dari sekelompok data dengan rerata dinamakan simpangan
data. Jika setiap data dihitung simpangannya kemudian hasil-hasil tersebut dirataratakan maka diperoleh simpangan rata-rata. Sebenarnya simpangan rata-rata kurang
baik untuk menggambarkan suatu ukuran disperai. Ukuran dispersi lebih baik jika
simpangan rata-rata diganti dengan simpangan baku. Kuadrat simpangan baku disebut
varian.
Perhatikan contoh berikut
Data : 9, 4, 7, 3, 10, 5, 7, 6, 4, 5, 6
Nilai terendah adalah 3 dan tertinggi adalah 10, maka jangkauan data tersebut adalah
J = 10 – 3 = 7.
Jumlah semua nilai adalah 66 dan banyaknya nilai ada 11, maka nilai rata-ratanya
adalah x = 66 : 11 = 6.
Selisih masing-masing nilai dengan 6 berturut-turut adalah: 3, 2, 1,3, 4, 1, 0, 2, 1, 0.
Nilai-nilai tersebut dinamakan simpangan. Simpangan rata-ratanya adalah
(3+ 2+ 1+3+ 4+ 1+ 0+ 2+ 1+ 0) : 11 = 1
6
.
11
Jika selisih-selisih nilai di atas dikuadratkan, maka diperoleh berturut-turut:
9, 4, 1, 9, 16, 1, 0, 4, 1, 0. Jumlah nilai-nilai tersebut adalah 45. Perlu diingat bahwa
banyaknya data ada 11. Rumus untuk varian adalah sebagai berikut.
s
2
 ( x  x)

2
i
n 1
Keterangan:
s 2 : Varians
s : Simpangan baku
xi : Data ke-i
x : Nilai rata-rata
n : banyaknya data
Berdasarkan hitungan di atas diperoleh
 ( x  x)
i
2
= 45 dan n = 11.
Varians data di atas adalah
s2 =
45
45

= 4,5.
11  1 10
Simpangan baku data di atas adalah
s=
4,5 = 2,1213.
Statistik peringkat dari 9, 4, 7, 3, 10, 5, 7, 6, 4, 5, 6 adalah sebagai berikut.
3, 4, 4, 5, 5, 6, 6, 7, 7, 9, 10.
Setelah data dirutkan ternyata ada tiga nilai yang menjadi batas sehingga data terbagi
menjadi empat bagian sama banyak. Ketiga nilai tersebut dinamakan kuartil, disingkat
QI .
Kuartil pertama adalah Q1 = 4 dan kuartil kedua adalah Q2 = 6 serta kuartil ketiga
adalah Q3 = 7.
BAB IV
GEOMETRI DASAR
A. Titik, Garis, dan Bidang
Suatu titik menyatakan letak atau posisi dari sesuatu yang tidak mempunyai ukuran,
maka titik tidak mempunyai ukuran. Dikatakan bahwa titik berdimensi nol (tak
berdimensi). Dalam pembelajarannya, titik dapat digambar sebagai noktah, dan dapat
dimodelkan dengan suatu benda yang berukuran bulat kecil. Titik diberi nama dengan
satu huruf kapital, misalnya titik A, titik P, titik M.
.A
.M
.P
Garis hanya mempunyai satu ukuran (dimensi), yaitu panjang. Garis tidak mempunyai
tebal (tebalnya nol satuan). Garis berdimensi satu.Suatu garis digambar hanya
sebagian (sepotong) saja tetapi maksudnya tak terbatas (Garis tidak mempunyai
ujung). Garis diberi nama dengan satu huruf kecil atau dua huruf kapital.
A
m
B
Bagian dari garis yang dibatasi oleh dua titik disebut ruas garis.
A
Q
B
P
__
Ruas garis AB ditulis dengan notasi AB
__
Ruas garis PQ ditulis dengan notasi PQ
Bagian dari garis yang berujung pada satu titik dan bagian lain tidak berujung disebut
sinar. Menggambar suatu sinar dapat dimulai dari suatu titik dan menuju arah tak
terbatas yang ditandai dengan tanda anak panah. Titik tersebut dinamakan titik
pangkal.
Q
D
B
C
A
P
Suatu bidang (maksudnya bidang datar) dapat diperluas seluas-luasnya.
Bidang digambarkan sebagai suatu kurva tertutup sederhana. Sebuah bidang dapat
diberi nama dengan satu huruf Yunani seperti: , , , , …. dan seterusnya, atau
dengan huruf-huruf kapital sesuai dengan nama-nama titik-titik sudut bidang itu,
misalnya bidang ABCD, biang PQRST.
R
D
C
S
Q
Bidang 
A
B T
P
Titik, garis, dan bidang merupakan objek geometri yang bersifat abstrak, namun
dalam pembelajarannya dapat digunakan benda-benda konkret. Misalnya titik dapat
dimodelkan dengan buah atau benda lain yang berbentuk bulat kecil sebesar kelereng
atau lebih kecil lagi. Ruas garis dapat dimodelkan dengan sebatang lidi atau tongkat.
Sebuah bidang dapat dimodelkan dengan sebuah triplek atau benda-benda lain yang
tipis dan lebar.
1. Titik dan Garis
Jika titik-titik terletak pada satu garis (lurus), dikatakan titik-titik tersebut koliner.
Dan garis-garis yang melalui satu titik yang sama disebut konkuren.
Kedudukan suatu titik terhadap suatu garis dapat terjadi kemungkinan berikut.
(1) Titik terletak pada garis.
Misalkan titik P terletak pada garis n.
n
.
P
(2) Titik berada di luar garis
Misalkan titik E di luar garis p.
p
.E
2. Dua Garis
Kedudukan dua garis pada bidang dapat terjadi sebagai berikut.
(1) Dua buah garis sejajar.
Dua garis dikatakan sejajar jika kedua garis itu tidak mempunyai titik
persekutuan, tetapi sebidang. Misalnya garis m  n.
m
n
(2) Dua garis berpotongan
Dua garis dikatakan berpotongan jika kedua garis itu mempunyai tepat satu titik
Persekutuan. Dua garis yang berpotongan selalu sebidang.
a
b
Garis a dan b berpotongan di titik P.
Titik P disebut titik potong.
P
(3) Dua garis berimpit
Pada dua garis yang berimpit semua titik pada masing-masing garis itu merupakan
titik persekutuan dari kedua garis tersebut.
B. Sudut
Sudut dapat dibentuk dari dua sinar yang titik pangkalnya berimpit.
Suatu sudut diberi nama dengan:
(a) satu huruf kapital sesuai dengan nama titik sudutnya.
(b) Tiga huruf kapital, nama titik sudutnya ditulis di tengah di antara dua huruf yang
lain.
C
K
N
A
B
L
Pada gambar di atas, huruf A dan K adalah nama titik sudut, maka tempat
penulisannya harus di tengah. Misalnya : (a)  BAC,  CAB, atau A; dan
(b)  MKN,  NKM, dan  K.
Satuan besar sudut dapat dinyatakan dalam derajat atau dalam radian. Satuan besar
sudut dalam derajat dapat diukur dengan alat busur derajat.
Jika pusat suatu lingkaran dibagi menjadi empat bagian sama besar maka setiap
bagian sudut pusat tersebut besarnya 90 atau /2 radian. Sudut yang besarnya 90
disebut sudut siku-siku.
Macam-macam sudut:
(a) Sudut siku-siku, yaitu sudut yang besarnya 90.
(b) Sudut lancip, yaitu sudut yang besarnya antara 0 dan 90 derajat.
(c) Sudut tumpul, yaitu sudut yang besarnya antara 90 dan 180 derajat.
(d) Sudut lurus, yaitu sudut yang kedua kakinya membentuk garis lurus, atau sudut
yang besarnya 180.
Sudut siku-siku
B
Sudut lancip
L
Sudut tumpul
K
Sudut lurus
Dua sudut yang jumlah besarnya 90 disebut saling berpenyiku.
 A = 65 dan  B = 25 dikatakan saling berpenyiku karena 65 + 25 = 90.
Dua sudut yang jumlah besarnya 180 disebut saling berpelurus.
 P = 86 dan  K = 94 saling berpelurus karena jumlahnya 86 + 94 = 180.
Sudut yang besarnya lebih dari 180 disebut sudut refleks.
Sudut Refleks
C. Segibanyak
Kurva tertutup sederhana yang terbentuk dari tiga atau lebih ruas garis dan membatasi
suatu daerah cembung (konveks) disebut segibanyak (poligon). Berikut adalah contoh
poligon.
Segi-3
Segi-4
Segi-5
Segibanyak yang semua sisinya sama panjang dan semua sudutnya sama besar disebut
segibanyak beraturan.
Segitiga beraturan disebut juga segitiga samasisi, segiempat beraturan disebut juga
persegi (bujursangkar). Ada segienam beraturan, segitujuh beraturan, dan lain-lain.
(1) Segitiga
Ada tiga macam segitiga menurut sifat sisi-sisinya, yaitu segitiga samakaki, segitiga
samasisi, dan segitiga sebarang.
Segitiga samakaki
segitiga samasisi
segitiga sebarang
Segitiga samakaki adalah segitiga yang mempunyai dua sisi sama panjang.
segitiga samasisi yaitu segitiga yang semua sisinya sama panjang. Segitiga samasisi
juga merupakan segi-3 beraturan.
Menurut sifat sudutnya ada tiga macam segitiga, yaitu segitiga siku-siku, segitiga
lancip, dan segitiga tumpul.
Segitiga siku-siku
Segitiga lancip
Segitiga tumpul
Ada segitiga siku-siku samakaki, dan ada segitiga siku-siku sembarang.
Ada segitiga lancip samakaki, ada segitiga lancip samasisi, dan ada segitiga lancip
sembarang. Pembaca dipersilakan membuat sendiri gambar segitiga-segitiga tersebut.
(2) Segiempat
Segiempat istimewa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu layang-layang,
jajargenjang, dan trapesium.
Layang-layang
Trapesium
Jajargenjang
Layang-layang adalah segiempat yang mempunyai sepasang-sepasang sisi
berdampingan yang sama panjang.
Jajargenjang adalah segiempat yang sepasang-sepasang sisinya sejajar.
Trapesium adalah segiempat yang mempunyai tepat sepasang sisi sejajar.
Catatan:
Ada sekelompok matematisi yang mendefinisikan trapesium sebagai
segiempat yang sepasang sisinya sejajar. Berdasarkan definisi tersebut,
berarti jajargenjang juga merupakan trapesium.
a. Layang-layang
Sifat layang-layang:
(1) Mempunyai sepasang-sepasang sisi yang berdampingan sama panjang
(2) Paling sedikit ada dua sudut yang sama besar
(3) Diagonal-diagonalnya saling tegaklurus.
Layang-layang yang semua sisinya samapanjang disebut belahketupat.
Layang-layang yang semua sisinya samapanjang dan sudut-sudutnya siku-siku disebut
persegi (bujursangkar).
b. Jajargenjang
Sifat-sifat jajargenjang:
(1) Sepasang-sepasang sisinya sejajar
(2) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang
(3) Sudut-sudut yang berhadapan sama besar
(4) Dua sudut yang tidak berhadapan jumlahnya 180.
Perhatikan gambar berikut.
D
A
C
B
DC
AB dan AD BC
DC = AB dan AD = BC
DAB = BCD atau A = C
ADC = ABC atau D = B
A + D = 180
A + C = 180
B + C = 180
D + C = 180
Jajargenjang yang semua sisinya sama panjang disebut juga belah ketupat.
Jajargenjang yang sudut-sudutnya siku-siku disebut juga persegipanjang.
Jajargenjang yang semua sisinya sama panjang dan sudut-sutunya siku-siku disebut
juga persegi (bujursangkar).
c. Trapesium
Sifat-sifat trapesium:
(1) Mempunyai tepat sepasang sisi yang sejajar, yaitu sisi alas dan sisi atas.
(2) Jumlah sudut alas dan sudut atas yang sepihak adalah 180.
D
A
C
B
Perhatikan trapesium ABCD di samping!
DC
AB
D + A = 180
B + C = 180
Trapesium yang mempunyai sudut siku-siku disebut trapesium siku-siku.
Trapesium yang sisi-sisi tegaknya sama panjang dan kedua sudut alasnya sama besar
disebut trapesium samakaki.
(Trapesium yang sisi tegaknya juga sejajar disebut juga jajargenjang (ada yang menganggap
bahwa jajargenjang bukan merupakan trapesium).
d. Belahketupat
Belahketupat adalah segiempat yang semua sisinya sama panjang.
Belahketupat merupakan layang-layang yang bersifat khusus, maka semua sifat
layang-layang juga berlaku pada belahketupat.
Belahketupat merupakan jajargenjang, maka semua sifat jajargenjang juga berlaku
pada belahketupat.
Belahketupat merupakan trapesium yang bersifat khusus, karena pada belahketupat
terdapat sepasang sisi yang sejajar meskipun secara khusus sepasang sisi yang lain
juga sejajar, dan semua sisi sama panjang.
Sifat-sifat belahketupat:
(1) Semua sisinya sama panjang
(2) Sudut-sudut yang berhadapan sama besar
(3) Dua sudut yang tidak berhadapan jumlahnya 180.
(4) Sepasang-sepasang sisinya sejajar
(5) Diagonal-diagonalnya saling tegakurus
(6) Diagonal-diagonalnya saling membagi dua sama panjang
(7) Setiap sudutnya dibagi dua sama besar oleh diagonal yang membagi sudut itu
Belahketupat yang sudut-sudutnya siku-siku disebut juga persegi (bujursangkar).
e. Persegipanjang
Persegipanjang adalah segiempat yang semua sudutnya siku-siku.
Persegipanjang dapat dipandang sebagai jajargenjang yang sudut-sudutnya siku-siku,
dapat pula dipandang sebagai trapesium siku-siku samakaki.
Sifat-sifat persegipanjang:
(1)
(2)
(3)
(4)
Semua sudutnya siku-siku
Sepasang-sepasang sisinya sejajar dan sama panjang
Kedua diagonalnya sama panjang
Diagonal-diagonalnya saling membagi dua sama panjang
Persegipanjang yang panjang dan lebarnya sama disebut juga persegi (bujursangkar).
Semua sifat jajargenjang juga berlaku pada persegipanjang.
Semua sifat trapesium juga berlaku pada persegipanjang, karena persegipanjang
merupakan trapesium yang istimewa, yaitu trapesium siku-siku samakaki.
f. Persegi
Persegi atau bujursangkar adalah segiempat yang semua sisinya sama panjang dan
sudut-sudutnya siku-siku.
Bujursangkara dapat dipandang sebagai layang-layang,
Dan jajargenjang
Sifat-sifat persegi (bujursangkar):
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Semua sudutnya siku-siku
Semua sisinya sama panjang
Sepasang-sepasang sisinya sejajar
Kedua diagonalnya sama panjang
Diagonal-diagonalnya saling membagi dua sama panjang
Kedua diagonalnya saling tegaklurus
Setiap sudutnya dibagi dua sama besar oleh diagonal yang membagi sudut itu
D. Lingkaran
Suatu segi-n dengan nilai n besar tak hingga dapat dipandang sebagai suatu lingkaran.
Lingkaran dapat dipandang sebagai kumpulan semua titik yang berjarak sama
terhapap suatu titik tertentu.
Unsur-unsur pada lingkaran antara lain:
- Jari-jari (radius)
- Garis tengah (diameter)
- Sudut pusat
- Sudut keliling
- Busur
- Talibusur
- Apotema
- Juring
- tembereng
Jari-jari (radius = r) adalah ruas garis yang menghubungkan suatu titik pada lingkaran
dengan titik pusat lingkaran itu.
Garistengah (diameter) adalah ruasgaris yang menghubungkan dua titik pada
lingkaran dan melalui titik pusat lingkaran itu.
Ruas garis yang menghubungkan dua titik pada lingkaran disebut talibusur.
Jadi diameter adalah talibusur yang melalui titik pusat lingkaran.
Apotema adalah ruasgaris yang menghubungkan titik pusat lingkaran dengan titik
tengah suatu talibusur pada lingkaran itu.
Apotema dapat juga diartikan sebagai ruasgaris yang menghubungkan titik pusat
lingkaran dengan talibusur dan tegaklurus terhadap talibusur itu.
Juring lingkaran adalah bagian dari daerah lingkaran itu yang dibatasi oleh dua buah
jari-jari dan sebuah busur yang menghubungkan salah satu ujung kedua jari-jari itu.
Tembereng adalah bagian dari daerah lingkaran yang dibatasi oleh suatu busur dan
talibusurnya.
E.
Simetri
Dua macam simetri adalah simetri cermin dan simetri putar.
Suatu bangun dikatakan mempunyai simetri cermin (simetris) jika dapat dilipat
hingga bagian yang satu dapat dengan tepat menutup bagian yang lain.Garis
lipatannya dinamakan sumbu simetri.
Berikut adalah contoh bangun-bangun yang mempunyai simetri cermin (bangunbangun yang simetris).
Segitiga beraturan (segitiga samasisi) mempunyai tiga sumbu simetri, segiempat
beraturan (persegi) mempunyai empat sumbu simetri, dan layang-layang mempunyai
satu sumbu simetri.
Suatu bangun dikatakan mempunyai simetri putar jika ada titik pusat pemutaran
bangun tersebut dan dengan putaran kurang dari satu putaran penuh (360) posisi
bangun tersebut dapat seperti semula .
Segitiga samasisi dapat diputar 1/3 putaran, 2/3 putaran, dan satu putaran penuh agar
posisinya seperti posisi semula. Karena adanya tiga cara pemutaran tersebut maka
dikatakan bahwa segitiga samasisi mempunyai simetri putar tingkat tiga. Persegi
mempunyai simetri putar tingkat empat, dan segienam beraturan mempunyai simetri
putar tingkat enam.
Lingkaran mempunyai simetri putar tingkat tak hingga. Bangun-bangun yang tidak
dapat diputar kurang dari satu putaran penuh untuk posisi seperti semula dikatakan
tidak mempunyai simetri putar; dan dikatakan bahwa tingkat simetri putarnya adalah
tingkat satu.
F. Pengubinan
Suatu daerah bangun segibanyak yang dapat disusun dengan bangun-bangun lain yang
kongruen dengan bangun itu sehingga tanpa saling menindih dapat menutup bidang
(datar) dengan sempurna disebut ubin. Proses penyusunan ubin-ubin sehingga
menutup bidang secara lengkap (komplet) disebut pengubinan.
Ukuran sudut dalam segibanyak-segibanyak yang membentuk ubin haruslah
merupakan pembagi dari 360.
G. Bidang Koordinat
Dalam bahasan ini akan dibicarakan dua sistem koordinat pada bidang, yaitu
koordinat Kutub (koordinat Polar) dan koordinat Cartesius.
(1) Koordinat Polar
P(r, )
N(6, 45)
6
r

45
Posisi suatu titik pada koordinat polar ditentukan oleh jarak titik itu terhadap pusat
koordinat dan besar sudut yang dibentuk oleh garis hubung titik itu dengan pusat
koordinat dan sumbu koordinat (Posisi sumbu koordinat adalah mendatar dari titik
pusat koordinat ke arah kanan).
(2) Koordinat Cartesius
Sumbu koordinat Cartesius terbentuk dari sumbu absis (sumbu x) dan sumbu ordinat
(sumbu y). Sumbu absis biasanya mendatar/horizontal, sedangkan sumbu ordinat
biasanya vertikal. Letak (posisi) suatu titik pada bidang Cartesius ditentukan oleh
absis dan ordinat dari titik itu.
y
P(a,b)
a = absis
b = ordinat
x = sumbu absis
x
y = sumbu ordinat
Jarak antara titik A(x1,y1) dan titik B (x2,y2) pada bidang Cartesius dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut.
d  ( x1  x2 ) 2  ( y1  y2 ) 2
Contoh:
Tentukanlah jarak antara titik A(2,3) dan titik B(5,7) pada bidang Cartesius.
Jawab:
Titik A(2,3) berarti x1 = 2 dan y1 = 3
Titik A(5,7) berarti x2 = 5 dan y2 = 7
d  (5  2) 2  (7  3) 2
 9  16
 25
5
H. Bangun Ruang
Pada dasarnya pembelajaran bangun ruang menggunakan strategi yang tidak jauh
berbeda dengan pembelajaran bangun bidang. Penggunaan alat peraga atau modelmodel yang konkret sangat membantu kelancaran siswa ketika mempelajari bangun
ruang. Ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa siswa perlu dilatih untuk
mampu memiliki daya tilik ruang yang baik. Menurut teori belajar piaget, anak
sekolah tingkat dasar yang masih dalam tahap perkembangan operasi konkret
memerlukan sarana benda konkret untuk memahami konsep geometri, apalagi untuk
memahami bangun ruang.
Menurut Van Hiele, anak akan melalui lima tahap perkembangan dalam belajar
geometri, yaitu sebagai berikut.
(a) tahap pengenalan dan penamaan gambar-gambar
(b) tahap penggambaran sifat-sifat
(c) tahap klasifikasi dan generalisasi bangun melalui sifatnya
(d) tahap pengembangan bukti melalui aksioma dan definisi.
(e) Tahap dimana individu mampu bekerja dalam berbagai sistem geometri (tahap
rigor).
1. Pojok, Rusuk, dan Sisi
Untuk mengenal istilah pojok (titik sudut), rusuk, dan sisi, dapat diperhatikan
gambar berikut.
H
G Bangun di samping adalah balok ABCD.EFGH.
Bangun tersebut memiliki delapan pojok atau
E
F
delapan titik sudut, yaitu titik A, titik B, titik C,
titik D, titik E, titik F, titik G, dan titik H.
D
C
Bangun tersebut mempunyai 12 rusuk, yaitu
AB, BC, DC, AD, EF, FG, HG, EH, AE, BF, CG,
A
B
dan DH.
Bangun tersebut mempunyai enam sisi, yaitu
sisi ABCD, sisi EFGH, sisi ABFE, sisi DCGH,
sisi ADHE, dan sisi BCGF.
2. Kedudukan Titik dan Garis terhadap Bidang
Kedudukan titik terhadap bidang dapat seperti berikut.
(a) Titik terletak pada bidang
(b) Titik terletak di luar bidang
Kedudukan garis terhadap bidang dapat seperti berikut.
(a) Garis terletak pada bidang
(b) Garis menembus bidang, yaitu garis dan bidang itu mempunyai satu titik
persekutuan
Kedudukan dua garis dalam ruang dapat sebagai berikut.
(a) Dua garis saling sejajar
(b) Dua garis saling berpotongan
(c) Dua garis saling bersilangan: Dua garis yang tidak mempunyai titik persekutuan
dan tidak sebidang dikatakan saling bersilangan.
m
Garis m dan n saling bersilangan.
n
3. Kedudukan antara Dua Bidang
Kedudukan dua bidang dalam ruang dapat sebagai berikut.
(a) Dua bidang saling sejajar, yaitu tidak mempunyai satu pun titik persekutuan.
(b) Dua bidang saling berpotongan, yaitu mempunyai satu garis perpotongan.
(c) Dua bidang yang berimpit, yaitu setiap titik pada masing-masing bidang itu
merupakan titik persekutuan dari kedua bidang tersebut.
4. Sudut dalam Ruang
Sudut antara garis dan bidang yaitu sudut yang dibentuk oleh garis itu dengan
proyeksinya pada bidang dimaksud.
Sudut antara dua bidang adalah sudut yang dibentuk oleh dua garis, satu garis
terletak pada bidang yang satu, garis yang kedua terletak pada bidang yang kedua
dan kedua garis itu masing-masing tegaklurus terhadap garis potong kedua bidang
dimaksud.
5. Bidang Banyak
Pada bidang kita kenal istilah poligon atau segi-n, pada ruang kita kenal istilah
polihedron atau bidang-n, yaitu gabungan dari daerah-daerah segi-n yang setiap dua
sisi dari setiap dua bidang selalu berimpit sehingga bidang-bidang itu menutup
tanpa celah sebuah ruangan.
Beberapa polihedron adalah sebagai berikut.
(a) Kubus
(b) Balok (kotak)
(c) Prisma
(d) Limas
(e) Silinder (tabung)
(f) Kerucut
(g) Bola
Kubus
Balok
Prisma
Limas
Silinder
Kerucut
Bola
Anda dipersilakan menambahkan materi ini dengan rumus-rumus yang ada
untuk berbagai bangun ruang di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Muhsetyo, Gatot. 2005. Materi Pokok Pembelajaran Matematika SD. Jakarta:
Universitas terbuka.
Sa’dijah, Cholis. 1999/1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti Proyek PGSD.
Karim, Muchtar A. dkk. 1996/1997. Pendidikan Matematika 1. Jakarta: Penerbit
Depdikbud Dirjen Dikti BPPPGSD
Download