Uploaded by Hillary Verondisca

9. Eliminasi Urine

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
DENGAN MASALAH GANGGUAN ELIMINASI URINE
DISUSUN OLEH :
HILARY VERONDISCHA EMILIA PESIRAHU
20310181
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Eleminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan
berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eleminasi dibutuhkan
untuk mempertahankan dalam keseimbangan fisiologis melalui pembuangan
sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme berupa eleminasi urine dari saluran
perkemihan berupa urine disebut eleminasi urine/buang air kecil (BAK), hal ini
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Eleminasi
merupakan aktivitas pokok yang harus dilakukan setiap manusia dan harus
terpenuhi, bila tidak terpenuhi akan menjadi berbagai macam gangguan yang
berdampak pada pada gangguan sistem pencernaan dan sistem perkemihan Bab
ini terutama ditujukan untuk pendidikan jarak jauh pendidikan tinggi kesehatan
perawat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami menerapkan proses asuhan keperawatan
dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang meliputi: peningkatan
kesehatan, pemerliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan
penyakit dengan memanajemen masalah kesehatan yang terjadi
2. Tujuan Khusus.
a. Melaksanakan pengkajian kebutuhan dan masalah keperawatan yang
meliputi

Mengidentifikasi data yang diperlukan

Mengumpulkan data dengan menggunakan metode dan strategi yang
sesuai

Menganalisa data yang telah diperoleh

Menentukan masalah keperawatan yang telah diprioritaskan
b. Merencanakan asuhan keperawatan
c. Mengimplenentasikan asuhan keperawatan sesuai yang telah direncanakan
d. Mengevaluasi tindakan keperawatan sesuai dengan standar atau acuan
yang telah ditentukan
e. Mencatat atau melaporkan data dan informasi yang tepat dan relevan untuk
meningkatkan kualitas praktik keperawatan
C. Manfaat
1. Bagi Penulis : laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah gangguan eliminasi urine
2. Bagi Profesi Keperawatan : Sebagai sarana atau bahan pertimbangan
dalam pengembangan asuhan keperawatan secara profesional
3. Bagi Tempat praktik : Sebagai bahan pertimbangan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pada pasien dengan masalah
gangguan eliminasi urine
4. Bagi Institusi pendidikan : Sebagai bahan pertinmbangan mahasiswa
keperawatan dan menambah wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pada pasien dengan masalah gangguan eliminasi urine
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Eleminasi atau pembuangan normal urine merupakan kebutuhan dasar
manusia yang harus terpenuhi yang sering dianggap enting oleh kebanyakan orang.
Pada sistem perkemihan yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini bisa menggangu
sistem organ yang lainnya. Seseorang yang mengalami perubahan eleminasi dapat
menderita secara fisik dan psikologis. Anda sebagai perawat harus memahami dan
menunjukkan sikap peka terhadap kebutuhan klien akan eleminari urine, serta
memahami penyebab terjadinya masalah dan berusaha memberikan bantuan untuk
penyelesaian masalah yang bisa diterima.
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang
mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan
tujuan mengeluarkan urine. Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa
metabolism tubuh berupa urine.
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yan berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan
sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari 180 liter darah yang
masuk ke ginjal untuk di filterisasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin
sebagian besar hasil filterisasi akan di serap kembali di tubulus ginjal untuk di
manfaatkan oleh tubuh.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ
eleminasi seperti ginjal, ureter, kandung kemih atau bladder dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk urine kemudian masuk ke ureter lalu
mengalir ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tetentu
atau sampai timbul keinginan berkemih, yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
(lihat Gambar 5.1).
a. GINJAL (KINDEY) ginjal bentuknya seperti kacang, terdiri dari 2 bagian
kanan dan kiri. Produk buangan (limbah) hasil metabolisme yang terkumpul
dalam darah melewati arteri renalis kemudian difiltrasi di ginjal. Sekitar 20
% - 25 % curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap 1 ginjal
mengandung 1-4 juta nefron yang merupakan unit pembentukan urine di
Glomerulus. Kapiler glomerulus memiliki pori-pori sehingga dapat
memfiltrasi air dan substansi seperti glukosa asam-amino, urea, kreatinin
dan elektrolit. Kondisi normal, protein ukuran besar dan sel-sel darah tidak
difiltrasi. Bila urine terdapat protein (proteinuria), hal ini bertanda adanya
cedera pada glomerulus. Rata-rata Glomerular Filtrasi Rate (GFR) normal
pada orang dewasa 125 ml permenit atau 180 liter per 24 jam. Sekitar 99 %
filtrat direabsorpsi seperti ke dalam plasma, sedang 1 % di ekskresikan
seperti ion hidrogen, kalium dan amonia sebagai urine.
b. URETER Setelah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal
ke bladder melalui ureter. Panjang ureter dewasa 25-30 cm dan
berdiameter1.25 cm. Dinding ureter dibentuk dari 3 lapisan, yaitu lapisan
dalam membran mukosa, lapisan tengah otot polos yang mentransfor urine
melalui ureter dengan gerakan peristaltik yang distimulasi oleh distensi
urine dikandung kemih, lapisan luar jaringan fibrosa menyokong ureter.
Adanya obstruksi di ureter atau batu ginjal, menimbulkan gerakan
peristaltik yang kuat sehingga mencoba mendorong dalam kandung kemih,
hal ini menimbulkan nyeri yang sering disebut kolik ginjal.
c. KANDUNG KEMIH (BLADDER) Kandung kemih tempat penampung
400- 600 ml, namun keinginan berkemih dirasakan pada saat kandung
kemih terisi urine pada orang dewasa 150 walaupun pengeluaran urine
normal 300 ml urine, letaknya di dasar panggul terdiri otot yang dapat
mengecil seperti balon. Dalam keadaan penuh kandung kemih membesar
terdiri 2 bagian fundus dan bagian leher terdapat spinter interna dikontrol
saraf otonom oleh sakral 2 dan 3.
d. URETRA (URETHRA) Uretra merupakan saluran pembuangan urin keluar
dari tubuh, kontrol pengeluaran pada spinter eksterna yang dapat
dikendalikan oleh kesadaran kita. Dalam kondisi normal, aliran urine yang
mengalami turbulasi membuat urine bebas dari bakteri, karena membran
mukosa melapisi uretra mesekresi lendir bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa mencegah masuknya bakteri.
C. POLA ELIMINASI URINE
1. Proses kejadian eleminasi urine ada dua langkah utama:
a. bila kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang dikirim ke medulla spinalis
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat.
b. Pusat miksi mengirim sinyal ke otot kandung kemih (destrusor), maka
spinter ekterna relaksasi berusaha mengosongkan kandung kemih,
sebaliknya bila memilih tidak berkemih spinter eksterna berkontraksi.
Kerusakan pada medulla spinalis menyebabkan hilangnya kontrol
volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap sehingga
terjadinya berkemih secara tetap, maka kondisi ini disebut refleks
kandung kemih
2. Frekuensi Normalnya miksi
Normal Seseorang berkemih sangat tergantung pada individu dan jumlah
cairan yang masuk, Orang-orang biasanya berkemih: pertama kali pada
waktu bangun tidur, setelah berkerja dan makan. 2. dalam sehari sekitar 5
kali. Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang berkemih kira-kira 70% dari urine setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.
Orangorang biasanya berkemih: pertama kali pada waktu bangun tidur,
sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
3. Karakteristik Urine normal
Urine normal mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Volume. Pada orang dewasa rata-rata urin yang di keluarkan setiap
berkemih berkisar 250-400 ml, tergantung dari intake dan kehilangan
cairan. Jika pengeluaran urin kurang dari 30 ml/jam, kemungkinan
terjadi tidak adekuatnya fungsi ginjal.
b. Warna. Urin normal warnanya kekuning-kuningan jernih warna inii
terjadi akibat adanya urobilin. Warna lain separti kuning gelap ataw
kuning gelap atau warna coklat dapat terjadi pada dehidrasi. Obatobatan juga dapat mengubah warna urin separti warna merah atau
oranye gelap.
c. Bau bervariasi tergantung komposisi. Bau urin aromataik yang
menyengat atau memusingkan timbul karena mengandung ammonia.
d. pH sedikit asam antara 4,5 – 8 atau rata-rata 6,0. Namun demikian pH
di pengaruhi oleh intake makanan. Misalnya urin vegetarian menjadi
sedikit basa.
e. Berat Janis 1.003-1.030.
f. Komposisi air 93-97%.
g. Osmolaritas (konsentrasi osmotic) 855-1.335
h. Bakteri tidak ada.
4. Komposisi urin
Lebih dari 99% dari 180 liter filtrate di filtrasi oleh glomerolus dan
kemudian direabsorsi kembali dalam darah.urin mempunyai komposisi di
antaranya :
a. Zat buangan nitrogen separti urea yang merupakan hasil daeminasi
asam amino oleh hati dan ginjal.
b. Hasil nutrient dan metabolisme separti karbohidrat, keton, lemak dan
asam amino.
c. Ion-ion seperti natrium, klorida, kalium, kalsium dan magnesium.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIASAAN BERKEMIH
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Usia seseorang dan berat badan dapat
mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Normalnya bayi-anak ekskresi
urine 400-500 ml/hari, orang dewasa 1500-1600ml. Contoh: pada bayianak berat badan 10 % orang dewasa mampu ekskresi 33% lebih banyak
dari orang dewasa, usia lanjut volume bladder berkurang sehingga sering
mengalami nokturia dan frekuensi berkemih meningkat, demikian juga
wanita hamil juga akan lebih sering berkemih karena kandung kemih
ditekan bagian terendah janin.
2. Sosiokultural Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya
dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang
dapat miksi pada lokasi terbuka. Contoh: masyarakat kita kebanyakan
berkemih di kamar mandi (dalam keadaan tertutup) atau lokasi terbuka,
sedangkan pada orang dalam kondisi sakit harus miksi diatas tempat
tidur, hal ini membuat seseorang kadang menahan miksinya.
3. Psikologis Pada keadaan cemas dan stress akan meninggalkan stimulasi
berkemih, sebagai upaya kompensasi. Contoh: seseorang yang cemas
dan stress maka mereka akan sering buang air kecil.
4. Kebiasaan atau Gaya Hidup Seseorang Gaya hidup ada kaitannya dengan
kebiasaan seseorang berkemih. Contoh: seseorang yang biasa berkemih
di toilet atau di sungai atau di alam bebas, akan mengalami kesulitan
kalau berkemih diatas tempat tidur apalagi dengan menggunakan pot
urine/ pispot.
5. Aktivitas dan Tonus Otot Eliminasi urine membutuhkan tonus otot
blanded, otot bomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan
tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas
dapat meningkatkan kemampuan metabolism produksi urine secara
optimal.
6. Intake Cairan dan Makanan Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti
kopi, teh, coklat, (mengandung kafein) dan alkohol akan menghambat
Anti Diuretik Hormon (ADH), hal ini dapat meningkatkan pembuangan
dan ekresi urine.
7. Kondisi penyakit Kondisi penyakit tertentu seperti pasien yang demam
akan terjadi penurunan produksi urine dan pola miksi, karena banyak
cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih meninggalkan retensi urine.
8. Pembedahan Tindakan pembedaan memicu sindrom adaptasi, sehingga
kelenjar hipofisis anterior melepas hormone ADH, mengakibatkan
meningkatkan reabsorsi air akhirnya pengeluaran urine menurun.
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi
urine menurun.
9. Pengobatan Penggunaan terapi diuretik meningkatkan output urine,
antikolinergik, dan antihipertensi, sehingga menimbulkan seseorang
akan mengalami retensi urine.
10. Pemeriksaan Dianogtik Intravenous pylogram di mana pasien dibatasi
intake sebelum prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy
dapat menimbulkan edema local pada uretra, spasme pada spinter bledder
sehingga dapat menimbulkan urine tertahan (retensia urine).
E. MASALAH-MASALAH DALAM ELIMINASI URIN
1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen
otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung
kemih.
3. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam
semalam.
4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine
F. ETIOLOGI
1. Intake cairan Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan
urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
2. Aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk
tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih
terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung
kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak
berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang
diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
3. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
7. Trauma sumsum tulang belakang
8. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
9. Umur
10. Penggunaan obat-obatan
G. FAKTOR PREDISPOSISI/FAKTOR PENCETUS
1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi. Beberapa
masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di
rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup. Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi
dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya
sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine
yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi
pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun
karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada
usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan
gerakan peristaltik intestinal.
5. Kondisi Patologis. Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah &
karakter).
6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat
terjadi retensi urine.
H. PATOFISIOLOGI
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan
di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal,
akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin.
Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi bersamasama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada
tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla
spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan
fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi. Komplikasi cedera
spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan cedera medulla
spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan
depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat
cedera. Dalam kondisi ini, otototot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla
yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleksrefleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi
berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi
refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002).
Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal
terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak
berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan
gangguan defekasi. Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu
pengisian dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam
hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal timbul
akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal
ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter
utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls
afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan
dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih
menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan
sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari
sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang
minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung
kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos
operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang
adekuat.
I. TANDA DAN GEJALA
1. Retensi Urin
a. Ketidak nyamanan daerah pubis.
b. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d. Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e. Ketidaksanggupan untuk berkemih
2. Inkontinensia urin
a. Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di
WC
b. Pasien sering mengompol
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin
a. Warna (N : jernih kekuningan)
b. Penampilan (N: jernih)
c. Bau (N: beraroma)
d. pH (N:4,5-8,0)
e. Berat jenis (N: 1,005-1,030)
f. Glukosa (N: negatif)
g. Keton (N:negatif)
h. Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
K. PENATALAKSANAAN
1. Retensi Urine
a. Minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang terjadwal
yang teratur.
b. Instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul (kegle
exercise) diluar waktu berkemihnya. Minta klien melakukan latihan
ini setiap kali berkemih
c. Minta klien menggunakan konpresi kandung kemih (metode crede)
selama berkemih.
2. Inkontinensia
a. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya output urine, pola berkemih, fungsi
kognitif, dan masalah kencing praeksisten)
b. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin
untuk perut
c. Memantau asupan dan pengeluaran cairan
d. Membantu toileting secara berkala
e. Pemasangan kateter
f. Penerapan kateterisasi intermiten
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan eliminasi
Tanyakan riwayat keperawatan klien tentang pola berkemih, gejala dari
perubahan berkemih, dan faktor yang mempengaruhi berkemih
2. Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan
a. Abdomen, pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi
bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bissing usus,
b. Genitalia: wanita, inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus,
kesadaran, antropi jaringan vagina, dan genetalia laki-laki: kebersihan,
adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
3. Identifikasi Intake dan output cairan dalam (24 jam) meliputi pemasukan
minum dan infuse, NGT, dan pengeluaran perubahan urine dari urinal,
cateter bag, ainage ureternomy, karakter urine: warna, kejernihan, bau,
kepekatan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsurunsur yang tidak normal.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola eliminasi urine: inkontinensia.
2. Retensi urine
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
1.
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
Inkontinensia.
Setelah
dilakukan
keperawatan
NIC
RASIONAL
tindakan 1. Monitor keadaan bladder setiap  Untuk meningkatkan kekuatan
selama
….
Inkontinensia pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Tujuan yang diharapkan:
a. Klien dapat mengontrol
pengeluaran urine tiap 4 jam.
b. Tidak ada tanda-tanda retensi
dan inkontinensia urine.
2 jam dan kolaborasi dalam
otot bladder
bladder training
2. Hindari
faktor
inkontinensia
pencetus  Mengurangi atau menghindari
urine
seperti
inkontinensia
cemas
3. Kolaborasi
dalam
dengan
pengobatan
dokter  Membantu dalam pengobatan
dan
masalah
inkontinensia
urine
kateterisasi
c. Klien berkemih dalam keadaan
berkemih.
4. Berikan penjelasan tentang:  Meningkatkan pengetahuan dan
pengobatan, kateter, penyebab
dan tindakan lainnya
pasien lebih kooperatif
2.
Retensi Urine
Setelah
dilakukan
tindakan 1. Monitor keadaan bladder setiap  Mengetahui
keperawatan selama …. retensi urin
2 jam
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
sehingga
keadaan
dapat
bladder
menentukkan
masalah yang terjadi
a. Kandung kemih kosong secara 2. Ukur intake dan output cairan  Memonitor keseimbangan cairan
penuh
setiap 4 jam
b. Tidak ada residu urine >100-200 3. Berikan cairan 2.000 ml/hari  Menjaga defisit cairan
cc Intake cairan dalam rentang
normal
c. Bebas dari ISK
d. Tidak ada spasme bladder
e. Balance cairan seimbang
dengan kolaborasi
4. Kurangi minum setelah jam 6  Mencegah nokturia
malam
5. Kaji dan monitor analisis urine  Membantu keseimbangan cairan
elektrolit dan berat badan
dan membantu mengembalikan
energi
6. Lakukan latihan pergerakan  Menguatkan fungsi bladder dan
dan lakukan relaksasi ketika
menguatkan otot pelvis
duduk berkemih
7. Kolaborasi dalam pemasangan  Mengeluarkan urine
kateter
D. EVALUASI
1. Setelah membantu untuk klien lakukan evaluasi: Klien mampu mengontrol
pengeluaran bladder setiap 4 jam, tanda dan gejala inkontinensian urine
berkurang atau tidak ada.
2. Setelah membantu untuk klien lakukan evaluasi: Klien mampu mengontrol
pengeluaran bladder setiap 4 jam, tanda dan gejala retensi urine tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.
Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsepdasarpemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/
Ni Wayan Dwi Rosmalawati dan Kasiati. (2016) Kebutuhan Dasar Manusia
edisi 1. Jakarta: Kemenkes RI
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika: Jakarta
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pembelajaran
KDM. Malang.
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pemeriksaan
Fisik dan Implikasinya dalam Keperawatan. Malang.
Download