HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KEDONDONG PESAWARAN LAMPUNG TAHUN 2020 PROPOSAL SKRIPSI Oleh : RIONADI AKBAR 14202018132P FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU TAHUN 2020 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii KATA PENGANTAR .............................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................ iv DAFTAR TABEL ..................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Ruang lingkup............................................................................. 3 D. Tujuan Penelitian .................................................................... ....4 E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Tuberculosis Paru........................................................ .................. 7 B Kondisi Rumah ....................................................................... ..15 C Penelitian Terkait .................................................................... ..20 D Kerangka Teori ....................................................................... ..20 E Kerangka Konsep .................................................................... . 21 F Hipotesis Penelitian .................................................................. 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .................................................................... ..23 B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. ..23 C. Subjek Penelitian ................................................................... ..23 D. Variabel Penelitian .................................................................. . 26 E. Definisi Operasional ................................................................. 26 F. Etika Penelitian ....................................................................... . 26 G. Pengumpulan Data, Instrumen dan Teknik .............................. ..27 H. Pengolahan Data .................................................................... ..27 I. Analisa Data ........................................................................... ..27 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Judul Tabel Halaman Tabel 2.1 Definisi Operasional ................................................................... ..27 DAFTAR G AMBAR Judul Gambar Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ....................................................................... ..21 Gambar 2.2Kerangka Konsep .................................................................... . 21 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Pejelasan Penelitian Lampiran 2 Lembar Informed Concent Lampiran 3 Lembar Observasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Pengendalian penyakit merupakan upaya penurunan insidensi, prevalensi, morbiditas atau mortalitas dari suatu penyakit hingga level yang dapat diterima secara lokal. Pengendalian penyakit meliputi pengendalian penyakit menular dan tidak menular (Kemenkes RI, 2017). Salah satu penyakit menular yang sering diderita masyarakat adalah Tuberculosis paru. Tuberculosis parumerupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan/ Gastro Intestinal (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang 3yang terinfeksi bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015). Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global kasus baru tuberculosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis (10,4 juta). Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien (WHO, Global Tuberculosis Report, 2017 dalam Kemenkes RI, 2017). Selain itu, sebagian besar estimasi insiden tuberculosis pada terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%), dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi dengan estimasi insidensi berdasarkan sampel yang diambil (nilai best estimate) yaitu India (2.790), Indonesia (1.020), China (895), Philipina (573), dan Pakistan (405) (Global Tuberculosis Report, 2017; Kemenkes RI, 2018). Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara negara yang mempunyai beban tuberkulosis yang terbesar (Global Tuberculosis Report, 2017). Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus (Kemenkes RI, 2017). Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan Insidens tuberculosis 321 per 100.000 penduduk, masih belum mencapai target Renstra pada 2019 dengan target prevalensi tuberculosis paru menjadi 245 /100.000 Penduduk. Data Provinsi Lampung, berdasarkan hasil Survei Prevalensi tuberculosis tahun 2013-2014, diperkirakan prevalensinya yaitu sebanyak 1.600.000 kasus sedangkan insidensi sebanyak 1.000.000 kasus dan mortalitas yaitu 100.000 kasus (Kemenkes RI, 2016). Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan Insidens tuberculosis di Provinsi Lampung yaitu 443 per 100.000 penduduk dan masih belum mencapai target Renstra. Data di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2019, berdasarkan Bidang P3PL Dinkes Pesawaran jumlah BTA (+) kasus baru yang ditemukan sebanyak 1.085 kasus dari 20.206 orang suspek (5,36%), jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebanyak 954 kasus dari 20.184 orang suspek (4,73%), dan tahun 2016 sebanyak 748 kasus dari 20.076 orang suspek (3,73%) (Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2018). Faktor penyebab tuberculosis dalam perspektif epidemiologi disebabkan oleh hasil interaksi antara tiga komponen yaitu house, agen dan enviroment dapat ditealah berdasarkan faktor risiko tersebut. Komponen enviroment meliputi lingkungan rumah (Kemenkes, 2016). Hasil penelitian dari Sumarmi (2012), tentang analis hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberculosis paru BTA positif, pada analisis bivariat diperoleh bahwa ada hubungan antara kejadian tuberculosis Paru BTA positif dengan kondisi fisik rumah (OR =3,72), umur (OR = 2,32), pendidikan (OR = 2,55), pekerjaan (OR = 2,75) dan kepadatan hunian (OR = 3,13). Sedangkan hasil analisis multivariat ternyata faktor yang paling dominan adalah kondisi fisik rumah (OR = 7,033). Rumah merupakan struktur fisik yang dipakai orang atau manusia untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baiku untuk keluarga dan individu. Rumah yang memiliki ventilasi yang tidak memenuhistandart beresiko terjadinya tuberculosis paru BTA positif. Ventilasi tetap berperan sebagai salah satu faktor risiko dilihat dari fungsinya sebagai tempat pertukaran aliran udara secara terus menerus untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis. Selain itu, upaya pencegahan dengan membuka pintu dan jendela setiap pagi hari, mengupayakan sinar matahari masuk ke dalam rumah atau dengan memasang genteng kaca plastik agar tidak gelap dan mengurangi kelembaban serta dapat membunuh kuman dan bibit penyakit (Sumarmi, 2012). UPTD Puskesmas Kedondong merupakan salah satu puskesmas di Pesawaran yang memiliki angka kejadian tuberculosis yang paling tinggi yaitu sebanyak 42 kasus, diikuti oleh UPTD Puskesmas Hanura di urutan kedua sebanyak 41 kasus, dan UPTD Puskesmas Gedong Tataan sebanyak 40 kasus. Berdasarkan hasil presurvey peneliti di UPTD Puskesmas Berenung Bandar lampung, diperoleh data pada tahun 2017 jumlah pasien tuberkulosis paru sebanyak 30 orang dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 34 orang, dan kembali meningkat menjadi 42 orang pada 2019 (Profil UPTD UPTD Puskesmas Kedondong, 2019). Hasil observasi pada 5 orang penderita tuberculosis, diketahui bahwa 4 orang (80%) diantaranya memiliki kondisi rumah dengan kebersihan, vantilasi, pencahayaan dan lantai yang kurang baik. Berdasarkan data tersebut diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian “Apakah ada hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020?” C. Ruang Lingkup Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti yaitu peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, yang menggunakan subjek penelitian yaitu pasien tuberculosis paru, sedangkan objek penelitiannya adalah hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru. Tempat Penelitian di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kerakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan). b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kondisi rumah di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. c. Untuk mengetahui distibusi frekuensi tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. d. Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan refrensi bagi institusi pendidikan dan tempat penelitian serta peneliti. b. Sebagai sumber referensi dan sebagai tambahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang akan meneliti tentang hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru. 2. Manfaat Aplikatif a. Sebagai bahan dan data tentang hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru.Selain itu juga memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberculosis paru dalam meningkatkan motivasi dalam dalam melakukan perubaan terhadap kondisi rumah yang kurang baik. b. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita tuberculosis, sehingga akan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan kualitas hidup penderita serta memberi masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya penyuluhan tentang kondisi rumah terutama ventilasi kepada masyarakat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 2.1 Tuberculosis Paru 1. Definisi Tuberculosis paru adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuklei. Kemudian. masuk ke saluran napasdan bersarang di jaringan paru hingga membentuk afek primer. Afek primer dapat timbul dimana saja dalam paru berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari afek primer ini diikuti dengan terjadinya inflamasi pada kelenjar getah bening menuju hilus (limfangitislokal) disertai pembesaran KGB di hilus (limfadenitisregional) (Tanto, dkk., 2014). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya.Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosisparu dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama, Mycrobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2012). 2. Etiologi Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil iniberspora sehingga matahari,dan sinar mudah dibasmi dengan pemanasan,sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dari udara yang berasal dari penderita tuberculosis paru,dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidupdan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan tuberculosis pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampaibertahun-tahun. Dalam perjalan penyakitnya terdapat 4 fase: a. Fase1 (Fase Tuberculosis Primer) Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. b. Fase2; menyebar kenodus limfatikus lokal. c. Fase 3 (Fase Laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahuntahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh,dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otakelenjarlimf hilus, leher dan ginjal. d. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru (Nurarif & Kusuma, 2015). 3. Patofisiologis Individu rentan yang menghirup bakteri basil tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri ini dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli (tempat berkumpulnya bakteri dan memperbanyak diri), ada juga yang dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfositspesifik tuberculosis melisis basil dan jaringan normal. Reaksi ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopneumonia (infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan) dan terbentuknya massa jaringan baru yang disebutgranulomas (gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati,dikelilingi makrofag yang membentuk didnding protektif). Granulomas ini diubah menjadi masssa jaringan fibrosa dan bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronkhi (proses pengkejuan). Selanjutnya terjadi kalsifikasi dan membentuk skar kolagenosa. Dan jika terjadi pajanan infeksi ulang dan respon imun yang inadekuat maka timbulah tuberculosis(Smeltzer & Bare, 2012). 4. Gejala Penyakit Tuberculosis Paru Tuberculosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala seperti : a. Demam 40-41 °c, serta ada batuk/batuk darah b. Sesak napas dan nyeri dada c. Malaise, keringat malam d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada e. Peningkatan sel darah putih derigan dominasi limfosit f. Pada anak; 1. Berkurangnya BB2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh. 2. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze. 3. Riwayat kontak dengan pasien tuberculosis paru dewasa (Nurarif & Kusuma, 2015). 5. Diagnosa Tuberculosis Paru Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan mikrobiologi, dan hasil radiologi. a. Anamnesis Gejala lokal (respiratorik), yaitu batuk > 2 minggu, hemoptisis, sesak napas dan nyeri dada.Gejala sistemik, yaitu demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. b. Pemeriksaan Fisik Pada pasien tuberculosis dapat ditemukan suara napasbronchial, amforik, suara napas melemah, atau ronkibasah. Pada pasien dengan Iimfadenitis tuberculosis terdapat pernbesaran KGB sekitar leher dan ketiak.Pada pasien pleuritis tuberculosis karena ada cairan, hasil perkusi menjadi pekak dan auskultasi melemahhinga tidak terdengar pada tempat yang ada cairan. c. Pemeriksaan Bakteriologi Diambil dari spesimen: dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus dan lambung,bronchoalveolar lavage, biopsi. Untuk pengambil anspesimen dahak dllakukan 3 kali (SPS), yaitu sewaktu (waktu kunjungan), pagi (keesokanharinya). sewaktu (saat mengantarkan dahakpagi) atau setiap pagi selama 3 hari berturutturut. Proses pengiriman dahak dapal ditaruh di pot dengan mulut lebar, tutup berulir. penampang 6 cm atau dibuat sediaan apus di gelas objek atau menggunakan kertas saring. Pemeriksaan spesimen ini dilakukan secara mikroskopis dan biakan.Pewarnaan mikroskopis biasa dengan Ziehl-Nielsen sedangkan fluoresens dengan auraminrhodamin.Kultur M.TB dapat menggunakan metode Lowen-steinJensen. Interpretasi hasil dahak: 1. BTA(+): 3x positif atau 2x positif, 1x negatif; 2. BTA (-): 3x negatif; 3. Jika hasil 1x (+), 2x (-) diulang pemeriksaan BTA3x lagi, bila hasil: 1x positif dan 2 x negatif berarti BTA(+); sedangkan jika 3x negatif BTA(-). Intrepretasi pembacaan dengan mikroskop dengan skala IUATLD: 1. Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang negatif. 2. Ditemukan 1:9 BTA dalam 100 lapang pandang,ditulis jumlah kuman yang dilihat; 3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis 1+; 4. Ditemukan 1-10 BTAdalam I lapang pandang, ditulis 2+; 5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, ditulis 3+. d. Radiologi Foto polo toraks PA yang biasa dilakukan atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik. CT-scan. Dicurigai lesituberculosis aktif: 1. Bayangan berawan/nodular di lobus atas paru 2. segmen apikal dan posterior, lobus bawah segmen posterior: 3. Kavitas (apalagi >1 dan dikelilingi bayangan berawan): 4. Bercak milier: 5. Efusl pleura unilateral (biasanya). Gambaranfoto polos toraks lainnya: 1. Gambaran lesi tidak aktif: fibrotik. kalsifikasl, 2. Schwarte atau penebalan pleura 3. Destroyed lung (luluh paru): atelektasos, kavitasmultipel, fibrosis di parenkim paru. 4. Lesi minimal: lesi pada satu atau dna paru tidak melebihi sela iga 2 depan, tidak ada kavitas. 5. Lesi luas: jika lebih luas dari lesi minimal. e. Pemeriksaan penunjang lain 1. Analisis cairan pleura - uji rivalta (+), eksudat,limfoslt dominan, glukosa rendah; 2. Biopsi - diambil 2 spesimen untuk dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan histologi; 3. Darah - tidak spesifik, termasuk limfosit yang meningkat, LED jam pertama. kedua dapat menjadi indikator penyembuhan pasien. 4. GeneXpert® M.TB/RIF(Tanto, dkk., 2014). 6. Klasifikasi Klasifikasi diIndonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makrobiologis: a. Tuberkolusis paru b. Bekastuberkolusis paru c. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam: 1. Tuberculosis tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif. 2. Tuberculosis tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan (Nurarif & Kusuma, 2015). 7. Strategi Penanggulangan Tuberculosis Paru Strategi Nasional Pengendalian tuberculosis di IndonesiaTerdiri atas 7 strategi, yaitu: a. Memperluas dan meningkarkan pelayanan DOTS yang bermutu. b. Menghadapi tantangan tuberculosis/ HIV, MDR- tuberculosis,tuberculosis anak, dan kebutuhan masyarakat miskin sertarentan lainnya. c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat, perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards forte Care. d. Memberdayakan masyarakat dan pasien tuberculosis. e. Memberikan kontrlbusi dalam penguatan sistem kesehatan dan aman jemen program pengendali antuberculosis. f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program tuberculosis. g. Mendorong penelitian, pengembangan. dan pemanfaatan informasi strategis (Tanto, dkk., 2014). 8. Pengobatan Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegahkematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan danmencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis(OAT). Obat merupakan jenis antibiotic yang terdiri dari Isoniazid (H) jenis bakterisid, Rifampicin (R) jenis bakterisid, Pyrazinamide (Z) jenis bakterisid, Streptomycin (S) jenis bakterisid dan Ethambutol (E) jenis bakteriostatik (Kemenkes RI, 2014). Terdapat 2 fase pengobatan, yaitu intemi (2-3 bulan) dan lanjutan (4 atau 7 bulan). Evaluasi pengobat dilakukansetiap 2 minggu sekali selama bulan pertama pengobatan, selanjutnya, 1 bulan sekali. Pengobatan untuk pasien tuberculosis selain OAT, boleh diberikan pengobatan suportif lainnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi keluhan lainnya, contoh vitamin. Indikasi rawat inap pada pasien tuberculosis: hemaptoe massif, kondisi umum buruk, pneumotoraks, empierna, efusi pleura masif/bilateral, sesak napas berat, tuberculosis milier, meningitis tuberculosis. Paduan Pemberian OAT di indonesia: a. Kategori 1 1. Diberikan untuk pasienbaru 2. Pasien baru dengan BTA positif 3. Pasien tuberculosis paru BTA (-). gambaran radiologi (+) 4. Pasien tuberculosis ekstra paru 5. Pada kategori 1 ini regimen yang digunakan adalah 2RHZE/4RH, 2 RHZE/6 HE atau 2RHZE/4R3H3. b. Kategori II 1. Pasien BTA (+) dan telah diobatisebelumnya: 2. Pasien kambuh 3. Pasien gagal 4. Pasien default 5. Pada kategori II ini, regimen yang digunakan ada lah 2RHZES/1RHZE untuk fase intensif selama menunggu hasil uji resistensi. Jika hasil sudah ada untuk fase lanjutan mengikuti hasil uji resistensi tersebut. Bila tidak ada uji resistensi, diberikan 5RHE. Untuk kasus gagal pengobatan, paling baik sebelum hasil uji resistensi keluar diberikan OAT lini 2. c. Kategori Anak: 2HRV4HR d. Penatalaksanaan pasien tuberculosis resisten obat Obat yang digunakan di Indonesia yang termasuk OAT lini ke 2, yaitu kanamisin, capreomisin, levofloksasin, etionamid, sikloserin, dan PAS;serta OAT lini 1, yaitu pirazinamid dan etambutol. Perinsip pengobatan kasus tuberculosis dengan MDR yaitu minimal konsumsi 4 macam OAT yang masih efektif, jangan konsumnsi obat yang kemungkinan akan menjadi resisten silang dan membatasi penggunaan obatyang tidak aman. Lama pengobatan minimal adalah18 bulan setelah konversi biakan, yang dilakukan2x berturutturut dengan jarak 30 hari. Terdiri daritahap awal dan lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan selama minimal 6 bulan atau4 bulan setelah konversi biakan. Disarankan untuk rujuk ke spesialis (Tanto, dkk, 2014). 9. Faktor Yang Berhubungan Dengan Infeksi Tuberculosis Paru Berdasarkan perinsip paradigma epidemiologi proses terjadinya penyakit atau masalah kesehatan termasuk kejadian infeksi tuberculosis paru adalah ditentukan oleh tiga faktor yaitu: a. Agent-agent infeksi (penyebab infeksi) Mahluk hidup sebagai pemegang peranan penting didalam epidemiologi, yang merupakan penyebab penyakit digolongkan menjadi virus, riketsia, bakteri, protozoa, jamur, dan cacing. Penyebab infeksi tuberculosis paru termasuk dalam golongan bakteri, yaitu Mycrobacterium tuberculosis (Syafrudin, dkk, 2009). b. Lingkungan sumber infeksi dan penyebaran penyakit Yang dimaksud dengan lingkungan meliputi segala sumber infeksi yaitu semua benda di lingkungan rumah termasuk orang atau binatang yang dapat melewatkan atau menyebabkan penyakit pada seseorang. Macam-macam penularan dapat melalui kontak lagsung maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi, melalui udara (inhalasi), melalui tangan, makanan atau minuman, penetrasi melalui kulit dan plasenta (Syafrudin, dkk, 2009). c. Faktor induk semang (host) Terjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula oleh faktor-faktor yang ada atau terkait dengan (kebiasaan) induk atau semang itu sendiri (Syafrudin, dkk, 2009). 2.2 Kondisi Rumah 1. Definisi Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan juga sebagai sarana pembinaan keluarga (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial. 2. Aspek Fisik Rumah a. Kondisi Lantai Lantai yang baik berasal dari ubin maupun semen, namun untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah cukup tanah yang dipadatkan, dengan syarat tidak berdebu pada saat musim kemarau dan tidak basah pada saat musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat dan basah dapat ditempuh dengan menyiramkan air kemudian dipadatkan dengan benda-benda berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang dari penyakit (Notoatmodjo, 2011). b. Kondisi Dinding Tembok merupakan salah satu dinding yang baik namun untuk daerah topis sebenarnya kurang cocok karena apabila ventilasinya tidak cukup akan membuat pertukaran udara tidak optimal. Untuk masyarakat desa sebaiknya membangun rumah dari dinding papan sehingga meskipun tidak terdapat jendela udara dapat bertukar melalui celah-celah papan, selain itu celah tersebut dapat membantu penerangan alami (Notoatmodjo, 2011). c. Kondisi Atap Genteng adalah atap rumah yang cocok digunakan untuk daerah tropis namun dapat juga menggunakan atap rumbai ataupun daun kelapa. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah (Notoatmodjo, 2011). d. Pencahayaan Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari dapat memicu berkembangnya bibit-bibit penyakit, namun bila cahaya yang masuk ke dalam rumah terlalu banyak dapat menyebabkan silau dan merusak mata (Notoatmodjo, 2011). Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni: 1. Cahaya alamiah Cahaya alamiah berasal dari cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luas sekurang-kurangnya 15% hingga 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam rumah tersebut. Usahakan cahaya yang masuk tidak terhalang oleh bangunan maupun benda lainnya. 2. Cahaya buatan Cahaya buatan didapatkan dengan menggunakan sumber cahaya bukan alami, seperti lampu minyak, listrik, dan sebagainya. e. Kelembaban Kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Aliran udara yang lancar dapat mengurangi kelembaban dalam ruangan. Kelembaban yang tinggi merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen penyebab penyakit (Notoatmodjo, 2011).Menurut Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang menyebutkan kelembaban ruang yang nyaman berkisar antara 40-60%. f. Ventilasi Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan Oksigen (O2) yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi ruangan akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah dan kadar Karbon dioksida (CO2) yang bersifat racun bagi penghuni menjadi meningkat. Fungsi kedua untuk membebaskan udara ruang dari bakteri patogen karena akan terjadi aliran udara yang terus menerus. Fungsi ketiga untuk menjaga kelembaban udara tetap optimum (Notoatmodjo, 2011). g. Kepadatan hunian Luas lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya dapat menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini menjadikan rumah tidak sehat, selain menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2011). 3. PersyaratanKondisi Rumah Yang Sehat Persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut : a. Bahan bangunan 1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 mg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan 2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen. b. Komponen dan penataan ruangan 1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan 2) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan. 3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan 4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir 5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya 6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap. c. Pencahayaan Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. d. Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. e. Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah f. Penyediaan air 1) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari. 2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum yaitu tidak berbau, berwarna dan berasa. g. Pembuangan Limbah 1) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah 2) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah. h. Sarana Penyimpanan Makanan Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. i. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebihdari 2 orang tidur. 4. Kategori Kondisi Rumah Dalam penelitian ini, pengetahuan digolongkan menjadi: a. Kondisi rumah baik, jika skore jawaban ≥mean. b. Kondisi rumah kurang baik, jika skore jawaban < mean (Sugiyono, 2017). 2.3 Penelitian Terkait Hasil penelitian dari Sumarmi (2012), tentang analis hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberculosis paru BTA positif, pada analisis bivariat diperoleh bahwa ada hubungan antara kejadian tuberculosis paru BTA positif dengan kondisi fisik rumah (OR =3,72), umur (OR = 2,32), pendidikan (OR = 2,55), pekerjaan(OR = 2,75) dan kepadatan hunian (OR = 3,13). Sedangkan hasil analisis multivariat ternyata faktor yang paling dominan adalah kondisi fisik rumah (OR = 7,033). B. Kerangka Teori Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kerangka teori pada penelitian ini adalah: Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi tuberculosis paru: a. Agent-agent infeksi (penyebab infeksi) Penyebab infeksi tuberculosis paru termasuk dalam golongan bakteri, yaitu Mycrobacterium tuberculosis. b. Lingkungan (Kondisi Rumah) 1. Benda 2. Orang 3. Binatang c. Faktor induk semang (host) Terkait dengan (kebiasaan) induk atau semang itu sendiri. (Sumber : Syafrudin, dkk, 2009). Tuberculosis Paru C. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Gambar 2.2 Kerangka Konsep Variabel Independen Kondisi Rumah Variabel Dependen Tuberculosis Paru D. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: Ha : Adahubungan kondisi rumah dengan kejadian tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. H0 : Tidak adahubungan kondisi rumah dengan kejadian tuberculosis paru di Wilayah UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Penelitian kuantitatif merupakan definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka (Notoatmodjo, 2014). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Cross Sectional dimana jenis penelitian yang mengamati data data populasi atau sampel satu kali saja pada saat yang sama. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. B. Waktu Dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2020. 2. Tempat Penelitian Lokasi penelitian adalah di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020. C. Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran, dengan jumlah sebanyak 42 orang. 2. Sampel Sampel adalah objek penelitian yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Simpur Kota Bandar lampung.Pengambilan besar sampel pada penelitian ini adalah menggunakan rumus case-control dari Lameshow, yaitu sebagai berikut: z n 1 / 2 2 p 2 (1 p 2 ) z1 p1 (1 p1 ) p 2 (1 p 2 ) Keterangan : 2 ( p1 p 2 ) 2 n = Besar Sampel P1 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu (proporsi tuberculosis paru dengan kondisi fisik rumah tidak memenuhi syarat), pada penelitian Sumarmi (2012)= 0,85. P2 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu (proporsi tidak tuberculosis paru dengan kondisi fisik rumah tidak memenuhi syarat),pada penelitian Sumarmi (2012)= 0,61. Z1-/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan 95% = 1,96. Z1- = Nilai Z pada kekuatan uji power 80% = 0,84 (Notoatmodjo, 2014). Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: 1,96 n 2 x0,61x(1 0,61) 0,84 0,85 x(1 0,85) 0,61x(1 0,61) 1,96 n 0,47 0,84 0,36 (0,85 20,61) 2 1,34 0,50 n (0,85 0,61) 2 n 2 2 (0,85 0,61) 2 1,84 0,06 = 30,7 dibulatkan menjadi 31 Jumlah sampel meliputi jumlah sampel kasus sebanyak 31 orang ditambah dengan jumlah sampel kontrol sebanyak 31 orang, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 62 sampel. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: Kasus: a. Kriteria Inklusi: 1. Pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran. 2. Pasien tuberculosis paru baru dan lama dengan hasil pemeriksaan BTA positif. 3. Usia 18 - 60 tahun. 4. Tidak mempunyai penyakit penyerta (Infark myokard, hepatitis, HIV AIDS). 5. Orientasi baik. 6. Dapat membaca dan menulis. 7. Bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi: 1. Menolak dilakukan penelitian. 2. Tidak kooperatif saat penelitian. Kasus: a. Kriteria Inklusi: 1. Bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran. 2. Tidak mengalami tuberculosis paru. 3. Usia 18 - 60 tahun. 4. Tidak mempunyai penyakit lain (Infark myokard, hepatitis, HIV AIDS). 5. Orientasi baik. 6. Dapat membaca dan menulis. 8. Bersedia menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi: 1. Menolak dilakukan penelitian. 2. Tidak kooperatif saat penelitian. 3. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2014). D. Variabel Penelitian Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2014).Variabel independen dalam penelitian ini yaitu kondisi rumah. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian tuberculosis paru. E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel . 1 Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Operasional Skala Ukur Variabel 0. Dependen: Kejadian Penyakit infeksi tuberculosis Mycobacterium paru tuberculosis yang dialami oleh responden yang Lembar Observasi pasien baru observasi rekam dengan BTA medik positif 1. sudah terdiagnosis Ordinal Kategori 2, jika pasien BTA positif dokter berdasarkan hasil Kategori 1, jika dan telah diobati pemeriksaan sebelumnya BTA positif. (pasien kambuh, pasien gagal dan pasien default) (Tanto, dkk., 2014) 2 Variabel Independen: Kondisi Keadaan bangunan Lembar Observasi rumah yang observasi kondisi berfungsi sebagai tempat rumah tinggal responden (bahan yang dinilai bangunan, berdasarkan aspek komponen kesehatan meliputi dan kondisi penataan lantai, 0. Baik, jika skor ≥ nilai rata-rata (mean) 1. Kurang baik, jika <nilai rata-rata (mean) (Sugiyono, 2017) Ordinal kondisi dinding, kondisi atap, ruangan, pencahaya pencahayaan, an, kelembaban, ventilasi, ventilasi, dan kepadatan hunian. factor penyakit, penyediaan air, pembuang an limbah, sarana penyimpan an, makanan, kepadatan hunian). F. Etika Penelitian Menurut Hidayat A.A (2014), masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangatpenting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubunganlangsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagaiberikut: 1. Informed Consent (lembar persetujuan) Informed consent yaitu merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. 2. Anonimity (tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidakmemberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode nomor responden (berupa angka) pada lembar pengumpulan data atauhasil penelitian yang akan disajikan. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi rnaupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikurnpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti. G. Pengumpulan Data, Instrumen dan Teknik 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Peneliti mengajukan surat izin permohonan di Program Studi Keperawatan Fakultas Kesehaatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung, dilanjutkan dengan permohonan izin kepada pihak UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran. b. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada responden tentang penelitian, antara lain tujuan penelitian, teknik yang akan digunakan dan waktu yang digunakan. Jika responden bersedia, responden diminta menandatangani lembar persetujuan (inform consent). c. Responden yang bersedia berpartisipasi kemudian dilakukan observasi mengenai kondisi rumah. d. Hasil perolehan data dikumpulkan pada hari itu juga saat penelitian berlangsung. e. Data yang diproleh kemudian diolah dan dianalisis 2. Instrumen Alat pengumpulan pada penelitian data ini adalah lembar observasi tentang kondisi rumah sebanyak 15 item yang diisi peneliti berdasarkan hasil observasi kondisi rumah responden secara langsung, dan lembar observasi kejadian tuberculosis paru sebanyak 1 item yang diisi peneliti berdasarkan hasil observasi rekam medik. 3. Teknik Pada penelitian ini, data diambil dan dikumpulkan langsung dari responden dengan melakukan observasi langsung kepada responden. Kemudian hasil perolehan dikoreksi, dicatat dan didokumentasikan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data. H. Pengolahan Data Pengolah data dengan melalui 4 tahap (Notoatmodjo, 2014), yaitu: 1. Editing Kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau lembar observasi. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang, tetapi apabila tidak memungkinkan maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah atau dimasukan dalam pengolahan “data missing”. 2. Coding Setelah semua data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data dalam bentuk kalimat atau hurufmenjadi data angka atau bilangan. 3. Processing Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau softwere komputer. 4. Cleaning Apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahankesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetuan atau koreksi. I. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya pada analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel, dan untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan standar deviasi (Notoatmodjo, 2014). 2. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam analisis ini menggunakan pengujian statistic rumus chi-square dengan taraf yang digunakan adalah 5% atau 0,05. Jika P value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya, sedangkan P value ≥ 0,05 Ha ditolak dan Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Notoatmodjo, 2014). Analisa data menggunakan chisquare di bantu dengan program komputer. DAFTAR PUSTAKA Hidayat., A.A. 2014. Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisis Data.Jakarta: Salemba Medika. Kemenkes RI. 2014.Pedoman Nasional Penanggulangan TB Paru. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakitdan Penyehatan LingkunganKemenkes RI. Kemenkes RI. 2016. Infodatin Tuberculosis Paru. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI. Notoatmodjo. 2011.Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction. Smeltzer&Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV. Sumarmi. 2012.Analis Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberculosis Paru BTA Positif. Jurnal. Tidak diterbitkan. Syafrudin, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: TIM. Tanto, Crist, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Media Aesculapius.