ANALISIS PENGIMPLEMENTASIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN DISUSUN OLEH: 1. Alma Safitri 1910115038 2. Anissa Mutiara Dewi 1910115027 3. Erlyger Romeo Nabel Pasaribu 1910115036 4. Faiz Mumtaz Ramadhan 1910115030 5. Martin Lutther 1910115025 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSTIAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2021 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna atas nikmat serta anugerah-Nya yang berupa pengetahuan dan kemampuan membuat kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas analisis bagaimana pengimplementasian kebijakan-kebijakan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan khususnya kebijakan keuangannya dan bagaimana hasil maupun dampaknya bagi kemajuan kota. Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan dan Perencanaan Daerah oleh dosen pengampu mata kuliah Ibu Dr. Maria Bernadette Nani Ariani, SE, MM dengan pemberian tema keuangan daerah dan kebijakan yang sudah dikembangkan pemerintah daerah. Kami sadar jika dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, serta jauh dari kata kesempurnaan. Maka itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran, yang bersifat pembelajaran serta perbaikan untuk makalah ini. Terima kasih untuk semua pihak yang terlibat, dan kami sangat berharap makalah ini dapat memberikan wawasan serta pemahaman kepada masyarakat tentang keuangan daerah khususnya masyarakat daerah Tangerang Selatan agar dapat mengetahui lebih tentang keuangan di daerahnya. Jakarta, April 2021 Penulis ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1 1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3 2.1. Pemerintah Daerah ............................................................................................................... 3 2.2. Keuangan Daerah Kota Tangerang Selatan ....................................................................... 7 2.3. Strategi Kebijakan Yang Sudah Dikembangkan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan .............................................................................................................................................. 20 2.4. Kendala Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan ..... 22 BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 25 3.1. Kesimpulan .......................................................................................................................... 25 3.2. Saran .................................................................................................................................... 33 Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 34 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah merupakan produk dari otonomi daerah yang diambil dari konsep asas desentralisasi kekuasaan. Hal ini membuat kekuasaan politik terbagi dan terpecah ke dalam kedaerahannya sehingga setiap daerah dapat membuat perencanaan dan keputusan masingmasing sesuai karakteristik daerahnya. Apabila dilihat dari sisi positifnya, setiap daerah sekarang memiliki kemampuan untuk mengurus sendiri wilayahnya. Namun sistem dengan konsep sepertinya tentunya tidak luput dari kekurangan, salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah birokrasi yang berbelit karena sekarang pemerintahan yang terbagi menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya segala urusan, penyelesaian masalah, dan perkembangan dan kemajuan daerah yang memiliki tingkat urgensi yang beragam. Terlebih lagi daerah-daerah yang masih berstatus 3T (Terluar, Terpencil dan Tertinggal) harus menempuh progres yang lamban dalam pengembangannya apabila dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Otonomi daerah yang semula diharapkan sebagai bentuk pelaksanaan good governance (ke pemerintahan yang baik) pada Reformasi 1998 kian hari mulai dipertanyakan keefektivitasannya. Karena pasalnya masih banyak daerah yang tertinggal menjelaskan bahwa ketimpangan/kesenjangan masih terjadi dan kesejahteraan masih belum merata, yang mana masih jauh dari tujuan dari otonomi daerah itu sendiri yaitu pemerataan wilayah daerah, keadilan nasional, dan mendorong pemberdayaan masyarakat. Makalah ini akan menganalisis bagaimana kondisi keuangan pemerintah daerah Tangerang Selatan, perencanaan dan pengimplementasian kebijakannya serta hambatannya sebagai bentuk pemanfaatan wewenang otonomi daerah. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari pemerintah daerah?. 2. Bagaimana kondisi keuangan pemerintah daerah Tangerang Selatan?. 3. Apa strategi kebijakan yang sudah dikembangkan oleh pemerintah Tangerang Selatan?. 4. Kendala pengimplementasian kebijakan pemerintah daerah Tangerang Selatan?. 1 1.3. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian pemerintah daerah. 2. Untuk memahami kondisi keuangan pemerintah daerah Tangerang Selatan. 3. Untuk mengetahui strategi-strategi kebijakan apa saja yang sudah dikembangkan oleh pemerintah Tangerang Selatan. 4. Untuk menjelaskan kendala apa saja yang menghambat pengimplementasian kebijakan pemerintah daerah Tangerang Selatan. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pemerintah Daerah Lembaga Pemerintahan Daerah (PEMDA) merupakan organisasi yang diberikan kekuasaan oleh Pemerintah Pusat, dalam melaksanakan serta mengatur kepentingan bangsa dan negara di suatu daerah yang mempunyai sistem atau aturan yang terstruktur secara rinci. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamendemen dengan Undang-Undang Nomor12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) menjelaskan definisi Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Meninjau definisi pemerintahan daerah tersebut, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD. Pemerintah Daerah mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai penyelenggara pemerintahan dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan di daerah. Pertama, sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah berperan utama dalam mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat di daerah dalam kerangka regulasi. Sedangkan fungsi kedua sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan daerah, Pemerintah Daerah berperan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama dalam keseluruhan proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah tetap berprinsip pada asas umum dalam penyelenggaraan negara, yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profe­sio­nalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas. Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang masing-masing dikepalai oleh Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Wali­kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (yang terdiri dari DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang masing-masing merupakan lembaga perwakilan rakyat 3 daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota). Pemerintah Daerah diberikan hak dan kewajiban tertentu untuk menyelenggarakan fungsifungsi pemerintahannya, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Adapun Hak-hak Pemerintah Daerah tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamendemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah : 1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya. 2. .Memilih pemimpin daerah. 3. Mengelola aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah. 5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah. 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah. 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan8.Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah juga diberikan beberapa kewajiban untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahannya, yakni : 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi. 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan. 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial. 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. 11. Melestarikan lingkungan hidup 12. Mengelola administrasi kependudukan. 13. Melestarikan nilai sosial budaya. 4 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya. 15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Hak dan kewajiban daerah tersebut akan diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah yang akan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan. (Abdullah, 2007) 2.1.1. Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah suatu bentuk respons pemerintah atas berbagai tuntutan masyarakat terhadap tatanan penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal ini merupakan suatu implementasi dari berkembangnya kehidupan berdemokrasi dalam suatu Negara, karena kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan responsif. Salah satu alternatif dalam mewujudkan pelayanan yang baik dan responsif ialah melalui otonomi daerah. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia, serta dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, hal ini memberi kesempatan kepada daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara sederhana Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus urusan daerah masing-masing sesuai dengan potensi dan ciri–ciri khas masing- masing daerah. Di mana Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di pusat, lalu diberikan kepada daerah secara utuh, dengan tujuan agar pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat proses demokratisasi. Hal-hal yang menjadi prinsip dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah demokratisasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan kenegaraan daerah. Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan otonomi 5 daerah adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Pemberian kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004, Otonomi Daerah memiliki prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, adapun sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan OTODA dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan OTODA didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab. 3. Luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, pelaksanaan OTODA yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan provinsi merupakan otonomi yang terbatas. 4. Pelaksanaan OTODA harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat, dan daerah serta antardaerah. 5. Pelaksanaan OTODA harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan oleh karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti bahan otoritas, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan pekebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan , kawasan perkantoran baru, kawasan pariwisata, berlaku ketentuan daerah otonom. 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah. 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk meletakan pelaksanaan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. 8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta 6 sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan otonomi daerah, yakni : 1. Komitmen dan Sikap politik Pemerintah pusat. 2. Sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. 3. Organisasi yang seimbang dan dinamis. 4. Hubungan kerja sama. 5. Komunikasi dan koordinasi. 6. Perilaku dan sikap aparatur. 7. Partisipasi masyarakat Ketujuh faktor tersebut bukanlah berdiri sendiri-sendiri secara rigid, namun ketujuh-tujuhnya saling berinteraksi, interelasi, dan interdependensi, meskipun masing-masing memiliki penekanan yang berbeda-beda. Dengan formulasi seperti ini, maka akan memudahkan dan melanggengkan daerah untuk berotonomi, karena komponen di atas menjadi terintegrasi. 2.2. Keuangan Daerah Kota Tangerang Selatan Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan adalah mengenai masalah pengelolaan keuangan daerahnya dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), oleh karena itu diperlukannya tingkat efisiensi dan efektivitas yang baik dalam aspek pengelolaan keuangan daerah guna membiayai pelaksanaan program maupun tugas-tugas pemerintahan, kinerja pembangunan, dan akses pelayanan publik/sosial masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah adalah semua dari kumpulan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan terhadap keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada setiap peraturan atau undang-undang yang berlaku, efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya yang dituangkan dalam APBD baik secara langsung maupun tidak langsung akan mencerminkan baik tidaknya kinerja pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan program dan tugas-tugas pemerintah, proses kinerja pembangunan, dan akses 7 pelayanan publik/sosial masyarakat guna menyejahterakan daerahnya (Rondonuwu, Tinangon, & Budiarso, 2015). Salah satu indikator untuk mengukur derajat kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan menggunakan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF). Derajat Desentralisasi Fiskal biasanya digunakan untuk mengetahui berapa besar tingkat ketergantungan daerah/kemandirian Kota Tangerang Selatan dengan menghitung rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan daerah dalam kurun waktu yang sama. Tabel 2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015 Total Pendapatan Tahun PAD Daerah (juta DSF (%) Kriteria rupiah) 2011 420.663.048.857 1.494.990.970.280 28,14% Sedang 2012 576.304.771.005 1.701.879.043.682 33,86% Cukup 2013 728.965.301.483 1.971.245.936.682 36,98% Cukup 2.294.510.074.893 44,62% Baik 2.601.843.608.871 47,19% Baik 2.012.893.926.882 39,52% Cukup 2014 2015 Rata-rata 1.023.817.429.3 19 1.227.825.272.9 88 795.515.164.730 Sumber: Bappeda Kota Tangerang Selatan, 2021 Rata-rata Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan selama periode 2011-2015 sebesar 39,52%, masuk pada kategori “cukup”. Dilihat dari total PAD dan total pendapatan daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan diperoleh bahwa pada tahun 2015 mencapai tertinggi yaitu pada kisaran angka 47,19% (masuk dalam kategori “baik”). Adanya peningkatan 8 capaian ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan terus bersinergi untuk meningkatkan kemandirian daerahnya dengan terus mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. 2.2.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: 1. Hasil pajak daerah; 2. Hasil retribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4. Lain-lain PAD yang sah; b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Gambar 2.2 Struktur Distribusi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015 Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021 Dilihat dari struktur pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, kontribusi paling besar yaitu pada tahun 2015 dalam pembentuk pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, yaitu sebesar 47,19%; kemudian Dana Perimbangan yaitu sebesar 27,19%; dan LainLain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu sebesar 25,62%. Kontribusi PAD terhadap struktur APBD mengalami tren peningkatan; dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah juga relatif stabil, akan tetapi hal ini berbeda karena dilihat menurunnya kontribusi Dana Perimbangan, 9 dari kisaran 42,26% pada tahun 2011, terus mengalami tren penurunan hingga kisaran 27,19% pada tahun 2015. 2.2.2 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) SILPA Kota Tangerang Selatan bernilai cukup tinggi dan cenderung meningkat, dilihat pada tahun 2011 dicatat perolehan nilai SILPA sebesar Rp 430.765.124.802, kemudian meningkat menjadi Rp 754.842.954.329.- pada tahun 2015. Oleh karena itu, perlu adanya pengoptimalan anggaran agar keberhasilan pembangunan daerah yang direncanakan dapat tercapai sebanding dengan tingkat penyerapan anggaran yang tinggi. Berikut gambar 2.3 di bawah ini menunjukkan jumlah SILPA kota Tangerang Selatan dari tahun 2011-2015. Gambar 2.3 Struktur Distribusi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015 Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021 2.2.3 Penyusunan APBD Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Perumusan RPJMD Periode 2016-2021 10 Berdasarkan Hasil perolehan SILPA yang ada, maka pemerintah kota Tangerang Selatan membuat rincian prediksi atas APBD kota Tangerang Selatan pada tahun 206-2021 seturut dengan dasar analisa terhadap perkembangan program pemerintah serta kelanjutan dari program pembangunan berkelanjutan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJMD) kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021. Berikut gambaran lengkap dari prediksi APBD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021. Tabel 2.4 Prediksi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021 11 Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021 Pada komponen sumber pendapatan diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1% pada tahun 2016 dari Rp 2.576.372.185.717 menjadi Rp 2.545.669.733.686 pada tahun 2017 hal ini dikarenakan tidak tersedianya dana Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya, namun setelah mengalami penurunan nilai pendapatan diperkirakan bahwa kerangka penerimaan pada tahun selanjutnya sejalan dengan RPJMD kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 akan mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 2-3% dari total nilai pendapatannya. Hal ini didukung karena prediksi komponen penerimaan Pendapatan Asli Daerah(PAD) kota Tangerang Selatan akan mengalami kenaikan berkisar antara 1,3- 5% dari PAD tiap tahunnya dilihat dari penggiatan perolehan Pajak dan Retribusi Daerah, serta Lainlain Pendapatan Daerah Asli yang Sah. Beralih pada komponen Dana Perimbangan yaitu sebesar Rp 874.186.891.950 pada tahun 2016 kemudian mengalami penurunan sebesar 4,6% menjadi sebesar Rp 835.363.230.419 kemudian diperkirakan naik kembali sebesar 3% menjadi Rp 862.476.044.000 dan pengalokasian nilai tetap untuk tahun 2018-2021 yang terdiri atas Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus, di mana untuk Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan untuk tahun 2016-2017 yaitu sebesar Rp 144.146.498.000 dan untuk tahun 2018-2021 mengalami penurunan sebesar 8,7% menjadi Rp 131.640.400.000, kemudian untuk Dana Alokasi Umum jumlahnya tetap yakni sekitar Rp 581.505.815.000 , kemudian untuk Dana Alokasi Khusus mengalami pemberian yang relatif stabil di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 148.534.578.950 lalu mengalami penurunan sebesar 3,5% pada tahun 2017 menjadi Rp 109.710.917.419 , selanjutnya kembali naik sekitar 2,7% dan diperkirakan mengalami pemberian tetap yaitu sebesar Rp 149.329.829.000. Dan terakhir untuk Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah diperkirakan mengalami penurunan sekitar 2% pada tahun 2017 yang semulanya pada tahun 2016 bernilai sebesar Rp 458.479.893.767 turun menjadi Rp 449.414.692.267, hal ini diakibatkan tidak adanya pemberian dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi atau Pemerintah daerah Lainnya pada tahun 2017-2021 atau hanya diberikan dana sebesar Rp 9.065.201.500 pada tahun 2016 dan untuk Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus tetap bernilai Rp 0,Untuk komponen pengeluaran pemerintah daerah yaitu Belanja Daerah yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik, serta Belanja Tidak Terduga dan Belanja Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja 12 Barang dan Jasa, dan juga Belanja Modal diperkirakan akan mengalami fluktuatif dikarenakan adanya penambahan maupun pengurangan biaya untuk tiap komponen pengeluaran yang diperoleh prediksi anggaran pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 3.304.722.367.399 diperkirakan mengalami penurunan sebesar 13% pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp 2.923.669.733.686, selanjutnya mengalami kenaikan berkisar antara 1-4% dan untuk akhir tahun diperkirakan berjumlah sebesar Rp 3.225.324.081.922. Untuk komponen pengeluaran Belanja Daerah yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai yang diperkirakan turun sebesar 10% pada tahun 2017 awalnya sebesar Rp 729.015.399.464 pada tahun 2016 turun menjadi Rp 662.903.692.366 dan kemudian diperkirakan mengalami kenaikan konstan yakni sebesar 5% untuk tahun 2018-2021 yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran Rp 805.763.581.219; Untuk Belanja Hibah diperkirakan akan mengalami penurunan drastis yang mulanya sebesar 67,490,395,000 mengalami penurunan hingga 125% pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp 30,000,000,000 pada tahun 2017, kemudian mengalami kenaikan namun trennya cenderung negatif dari 14% menjadi 10% yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran nominal yaitu sebesar Rp 50,000,000,000; untuk Belanja Bantuan Sosial yang sebelumnya pada tahun 2016 tidak ada kini diberikan alokasi pembiayaan tetap yakni sebesar Rp 20.000.000.000 untuk tahun 2017-2021; Untuk Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik mengalami kenaikan yang stabil sekitar 1% di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp 445.000.000; Serta Belanja Tidak Terduga diperkirakan sebesar Rp 4.000.000.00 untuk tahun 2017-2021 yang awalnya pada tahun 2016 berada pada kisaran Rp 14.491.447.000 jadi keseluruhan dari total Belanja Tidak Langsung diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 13% terhadap tahun 2016 yang mulanya yaitu sebesar Rp811.413.560.757 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 717.328.692.366 namun selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan yang konstan yaitu 5% dan pada akhir tahun 2021 berada pada kisaran Rp 880.208.581.219. Selanjutnya pada komponen Belanja Langsung yang meliputi Belanja Pegawai mengalami penghematan ataupun penurunan drastis yakni sebesar 20% pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 335,810,816,300 turun menjadi sebesar Rp 281,921,875,477 dan mengalami kenaikan konstan sebesar 5% pada tahun 2018-2021 di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp342,677,801,654; Untuk Belanja Barang dan Jasa juga mengalami penghematan ataupun pengurangan yang sangat signifikan yakni sebesar 19% pada tahun 2016 sebesar Rp 864,688,199,374 turun pada tahun 2017 menjadi Rp 727,743,863,861, kemudian mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2018 naik sebesar 5% menjadi Rp 764,131,057,054 selanjutnya pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 9% menjadi Rp 702,337,609,907, selanjutnya pada tahun 2020 13 mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 692,454,490,402, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 2% menjadi Rp 704,577,214,922; Dan juga Belanja Modal mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 1,292,809,790,968 mengalami penurunan sebesar 8% menjadi Rp 1,196,675,301,982 pada tahun 2017, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 1,185,401,769,977 pada tahun 2018, lalu mengalami kenaikan sebesar 3% menjadi sebesar Rp 1,226,433,950,037 pada tahun 2019, lalu mengalami kenaikan kembali sebesar 5% menjadi Rp 1,294,124,230,640, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 0.3% menjadi Rp 1,297,860,484,127 pada tahun 2021; Jadi totalnya dilihat sangat fluktuatif di mana terjadi penurunan sebesar 13% pada tahun 2016 yaitu yang semula sebesar Rp 2.493.308.806.642 turun menjadi Rp 2.206.341.041.320 pada tahun 2017 dan mengalami kenaikan dengan kisaran 1-3% di mana pada tahun 2021 yaitu sebesar Rp 2.345.115.500.703. Adapun Surplus/(Defisit) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan diprediksi sebesar -Rp 728.350.181.682 pada tahun 2017 dan cenderung diprediksi cenderung mengalami penurunan di mana pada tahun 2021 diprediksi defisit dapat diredam menjadi - Rp 400.000.000.000. Selanjutnya untuk aspek Pembiayaan Daerah di mana terdapat SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN SEBELUMNYA (SILPA) yang diprediksi mengalami penurunan dari tahun 2016 yaitu sebesar Rp 728.350.181.682 pada tahun 2016 dan mengalami kecenderungan SILPA yang stabil yang berada pada kisaran Rp 400.000.000 untuk tahun 2017-2021(kecuali tahun 2019 sebesar Rp 375.000.000 dikarenakan tahun Pemilu Nasional) yang mengindikasikan tidak terealisasinya atau terserapnya kinerja dari anggaran pemerintah daerah setelah dikurangi Pengeluaran Pembiayaan Daerah yang menyangkut Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah sebesar Rp 22.000.000.000 untuk tahun 2017-2019 ,maka diperoleh Pembiayaan Neto sebesar Rp 728.350.181.682 untuk tahun 2016, lalu Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2017, Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2018, Rp 353.000.000.000 untuk tahun 2019, dan terakhir Rp 400.000.000.000 untuk tahun 2020-2021. Dan untuk keseluruhan SILPA Tahun berkenaan seluruhnya adalahnya Rp 0,- untuk penutupan realisasi anggaran maupun realisasi pendapatan pada tahun berkenaan APBD kota Tangerang Selatan atas dasar RPJMD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021. 2.2.4 Perubahan APBD Pemerintah Kota Tangerang Selatan Akibat Pandemi COVID-19 14 Dalam pelaksanaan tahun berjalan tentunya ada terdapat hal-hal yang tidak dapat dipastikan, salah satunya adalah yang saat ini terjadi yaitu Pandemi Global COVID-19 di mana menyebabkan lumpuhnya sektor kesehatan yang juga kini menjalar ke seluruh sektor perekonomian negara bahkan daerah yang berada di dalamnya. Oleh karena itu pemerintah menurunkan kebijakan untuk setiap pemerintah daerah berikut dengan K/L terkait untuk melakukan pembenahan dan pengalokasian khusus untuk anggaran penyediaan kebutuhan untuk menghadapi pandemi COVID-19. Refocussing dan Realokasi Anggaran dengan menyisir kegiatan dan belanja yang tidak menjadi prioritas di masa pandemi, alokasi dana non prioritas kemudian akan diprioritaskan untuk kegiatan/belanja dalam rangka penanganan dan upaya pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat Pandemi COVID-19. Berikut merupakan Perubahan Atas APBD Pemerintah Kota Tangerang Selatan Akibat Pandemi COVID-19 menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan. APBD Tahun Anggaran 2020 semula berjumlah sebesar Rp 4.066.287.032.149,20 , kini berkurang sejumlah (Rp639.496.630.112,85) sehingga Perubahan Atas APBD Tahun Anggaran 2020 totalnya menjadi Rp 3.426.790.402.036,35 dengan perincian sebagai berikut: a. Pendapatan 1. Semula Rp 3.674.010.230.412,00 2. Berkurang -Rp Jumlah Pendapatan setelah perubahan 496.570.099.480,00 Rp 3.177.440.130.932,00 b. Belanja 1. Semula Rp 4.066.287.032.149,20 2. Berkurang -Rp 639.496.630.112,85 Jumlah Belanja setelah perubahan Rp 3.426.790.402.036,35 Defisit setelah perubahan -Rp 249.350.271.104,35 a) Semula Rp 413.616.801.737,20 b) Berkurang -Rp 164.266.530.632,85 Rp 249.350.271.104,35 Rp 21.340.000.000,00 c. Pembiayaan Daerah 1. Penerimaan Jumlah Penerimaan setelah perubahan 2. Pengeluaran a) Semula 15 -Rp b) Berkurang 21.340.000.000,00 Jumlah Pengeluaran setelah perubahan Rp 0,00 Jumlah Pembiayaan neto setelah perubahan Rp Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) Rp 0,00 249.350.271.104,35 Pasal 3 (1) Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri dari: a. Pendapatan Asli Daerah 1. Semula Rp 2.000.190.932.000,00 2. Berkurang -Rp Jumlah Pendapatan Asli daerah setelah perubahan 353.134.072.451,00 Rp 1.647.056.859.549,00 b. Dana Perimbangan 1. Semula Rp 918.208.869.000,00 2. Bertambah Rp 14.999.624.580,00 Rp 933.208.493.580,00 1. Semula Rp 755.610.429.412,00 2. Berkurang -Rp 229.130.641.853,00 Rp 526.479.787.559,00 Jumlah Dana Perimbangan setelah perubahan c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Jumlah Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah setelah perubahan (2) Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dai jenis Pendapatan: a. Hasil Pajak Daerah 1. Semula Rp 1.716.350.000.000,00 2. Berkurang -Rp Jumlah Hasil Pajak Daerah setelah perubahan 300.235.400.000,00 Rp 1.416.114.600.000,00 b. Hasil Retribusi Daerah 1. Semula Rp 109.872.000.000,00 2. Berkurang -Rp 13.095.534.500,00 Rp 96.776.465.500,00 1. Semula Rp 173.968.932.000,00 2. Berkurang -Rp 39.803.137.951,00 Jumlah Hasil Retribusi Daerah setelah perubahan c. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 16 Jumlah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah setelah Rp 134.165.794.049,00 perubahan (3) Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis Pendapatan: a. Dana Bagi Hasil Pajak/Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 1. Semula Rp 135.554.141.000,00 2. Bertambah Rp 72.231.502.580,00 Rp 207.785.643.580,00 1. Semula Rp 619.411.148.000,00 2. Berkurang -Rp 54.830.942.000,00 Rp 564.580.206.000,00 1. Semula Rp 163.243.580.000,00 2. Berkurang -Rp 2.400.936.000,00 Rp 160.842.644.000,00 Jumlah DBH Pajak/DBH Bukan Pajak setelah perubahan b. Dana Alokasi Umum Jumlah Dana Alokasi Umum setelah perubahan c. Dana Alokasi Khusus Jumlah Dana Alokasi Khusus setelah perubahan (4) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari jenis Pendapatan: a. Pendapatan Hibah 1. Semula Rp 88.517.000.000,00 2. Bertambah Rp 9.805.900.000,00 Rp 98.322.900.000,00 1. Semula Rp 602.129.865.412,00 2. Berkurang -Rp 219.043.743.609,00 Rp 383.086.121.803,00 1. Semula Rp 64.963.564.000,00 2. Bertambah Rp 5.802.192.000,00 Rp 70.765.756.000,00 Jumlah Pendapatan Hibah setelah perubahan b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah DBH Pajak Provinsi setelah perubahan c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Jumlah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus setelah perubahan 17 d. Bantuan Keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya 1. Semula Rp 0,00 2. Bertambah Rp 45.000.000.000,00 Rp 45.000.000.000,00 Jumlah Bantuan Keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya setelah perubahan (1) Belanja sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf b terdiri dari: a. Belanja Tidak Langsung 1. Semula Rp 1.131.350.119.516,20 2. Berkurang Rp (90.226.308.171,35) - Jumlah Belanja Tidak Langsung setelah perubahan Rp1.041.123.811.344,85 b. Belanja Langsung 1. Semula Rp 2.934.936.912.633,00 2. Berkurang Rp (549.270.321.941,50)- Jumlah Belanja Langsung setelah perubahan Rp 2.385.666.590.691,50 (2) Belanja Tidak Langsung sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin a terdiri dari jenis Belanja: a. Belanja Pegawai 1. Semula Rp 972.737.033.790,91 2. Berkurang Rp (150.071.155.100,57)- Jumlah Belanja Pegawai setelah perubahan Rp 822.665.878.690,34 b. Belanja Hibah 1. Semula Rp 147.901.375.543,00 2. Berkurang Rp (16.709.547.057,00) - Jumlah Belanja Hibah setelah perubahan Rp 131.191.828.486,00 c. Belanja Bantuan Sosial 1. Semula Rp 857.000.000,00 18 2. Berkurang Jumlah Belanja Bantuan Sosial setelah perubahan Rp 0,00 + Rp 857.000.000,00 (1) Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 poin c terdiri dari: a. Penerimaan 1. Semula Rp 413.616.801.737,20 2. Berkurang Rp (164.266.530.632,85)- Jumlah Penerimaan setelah perubahan Rp 249.350.271.104,35 b. Pengeluaran 1. Semula Rp 21.340.000.000,00 2. Berkurang Rp (21.340.000.000,00) - Jumlah Pengeluaran setelah perubahan Rp0,00 (2) Penerimaan Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin a terdiri dari: SiLPA tahun anggaran sebelumnya 1. 1. Semula Rp 413.616.801.737,20 2. 2. Berkurang Rp (164.266.530.632,85)- Jumlah SiLPA tahun anggaran sebelumnya setelah perubahan Rp 249.350.271.104,35 (3) Pengeluaran Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin b terdiri dari: Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah 1. 1. Semula Rp 21.340.000.000,00 2. 2. Berkurang Rp (21.340.000.000,00) - Jumlah Penyertaan modal (investasi) Pemerintah Daerah setelah Rp 0,00 perubahan APBD Kota Tangerang Selatan telah mengalami defisit sebesar Rp 249 M dari total APBD akibat perubahan rancangan strategi terkait dampak pandemi Covid-19 di mana rasio pendapatan pada tahun dianggarkan sebelumnya berjumlah Rp 3,67 Triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah(PAD) berkurang menjadi Rp 2 Triliun; Dana Perimbangan naik menjadi sebesar Rp 918 Milyar; serta untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp 775,6 19 Milyar, mengalami penurunan atau perubahan anggaran dengan total Rp 639,4 Milyar(13,5%) terhadap pengeluaran atau belanja pemerintah daerah yang sebelumnya mencapai Rp 4,1 Triliun mengalami pemotongan menjadi Rp 3,42 Triliun atau turun sekitar 15,7% dari total APBD sebelum terjadi perubahan dan untuk defisit APBD-nya yaitu mencapai sekitar 6% meskipun melihat komponen pengeluaran pemerintah daerah yang sudah mengurangi pengeluarannya hampir di semua lini kecuali Belanja Bantuan Keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan partai politik dan Belanja Tidak Terduga karena terkait kurangnya kemampuan pembayaran kebutuhan yang bersifat situasional menghadapi Pandemi COVID19. Sementara untuk komponen pembiayaan pemerintah dengan defisit APBD yang ada diadakanlah skema untuk menutupi kekurangan defisit APBD melalui SiLPA (selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan daerah dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.) namun mengalami penurunan juga dikarenakan perubahan atas dasar pertimbangan DPRD Kota Tangerang Selatan serta Pemkot Tangerang Selatan yang semula berjumlah Rp 413, 6Milyar berkurang menjadi Rp 249,3 Milyar. Perubahan atas APBD Tahun Anggaran 2020 berubah sejalan dengan instruksi pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 serta menjaga kondisi keuangan daerah tetap stabil. Pemkot Tangerang Selatan harus mampu untuk menjaga kondisi keuangan di tengah sulitnya memperoleh pembiayaan dari pusat serta aspek penerimaan daerah yang menurun seiring dengan kondisi pasar saat ini, perlu adanya langkah strategi kebijakan yang tepat guna untuk pada RAPBD tahun selanjutnya bisa mencapai kondisi yang relatif bisa dikatakan aman karena ketidakpastian kondisi perekonomian dan juga Pandemi yang terus berkepanjangan hingga ke tahun 2021 saat ini, di mana Pemkot Tangerang Selatan dapat mengalokasikan dan memfokuskan APBD-nya pada upaya pemulihan ekonomi akibat Pandemi COVID-19 dan penstabilan iklim usaha yang ada. 2.3. Strategi Kebijakan Yang Sudah Dikembangkan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan Strategi merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya organisasi yang meliputi penetapan kebijakan, dan program untuk mencapai sasaran dan tujuan. Strategi pada dasarnya lebih bersifat grand design, di mana strategi merupakan cara atau pola yang dirancang untuk merespons isu strategis yang dihadapi dan/atau untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran 20 strategis Bappeda tahun 2016– 2021, maka strategi dan arah kebijakan yang dijalankan adalah sebagai berikut: Dalam Rangka Menciptakan Kota Layak Huni yang Berwawasan Lingkungan Strategi 1. Mengembangkan penataan ruang Kebijakan kerangka dan regulasi 1. Merencanakan Tata Ruang Kota guna data spasi mewujudkan ruang-ruang publik yang mewujudkan ruang-ruang publik yang mendorong aktivitas dan kreativitas mendorong aktivitas dan kreativitas. masyarakat. 2. Merumuskan kebijakan struktur pola ruang guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan mengatur peruntukan ruang. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Berbasis Teknologi Informasi Strategi 1. Pengembangan dukungan layanan kapasitas kualitas Bappeda keuangan, SDM, Kebijakan yang layanan 1. Penyediaan meliputi pengembangan sarpras, layanan anggaran pelaksanaan kegiatan yang sesuai kebutuhan dan tepat waktu serta pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel administrasi perkantoran, perencanaan 2. Pengembangan berkelanjutan kapasitas dan evaluasi, serta data dan informasi seluruh SDM Pemerintah Bappeda sesuai dengan tugas masing-masing personel 3. Penyediaan layanan administrasi perkantoran sesuai kebutuhan secara tepat waktu 4. Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang berkualitas, dengan menyusun dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang konsisten dan selaras dengan renstra Bappeda dan RPJMD Kota Tangerang Selatan 21 5. Penyediaan data pendukung dan informasi pengambilan keputusan internal yang update dan tepat waktu 2. Perencanaan pembangunan daerah yang 1. Pengembangan rencana pembangunan selaras, terintegrasi, efektif, efisien jangka Pengembangan rencana pembangunan jangka menengah Kota menengah Kota Tangerang Selatan berdasarkan prioritas Tangerang 2. Pengembangan rencana tahunan Kota Selatan melibatkan masyarakat secara Tangerang Selatan yang konsisten aktif dan partisipatif dengan rencana jangka menengah, dan penajaman kegiatan prioritas 3. Pengembangan pengendalian perencanaan dan pembangunan Kota Tangerang Selatan berbasis teknologi informasi 3. Pengendalian pelaksanaan pembangunan 1. Pengendalian pelaksanaan rencana daerah untuk menjaga arah pembangunan pembangunan Kota Tangerang Selatan sesuai rencana jangka menengah berbasis berbasis teknologi informasi memberikan teknologi informasi rekomendasi dan atas permasalahan yang ditemui 2. Pemantauan pelaksanaan rekomendasi pengendalian pembangunan 4. Penyediaan data-data yang dibutuhkan 1. Pengumpulan secara lengkap perencanaan dan dan akurat bagi pengendalian data dan informasi pembangunan Kota Tangerang Selatan pada seluruh bidang dan terpilah gender pembangunan daerah Tabel 2.2 Strategi dan Arahan Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan 2.4. Kendala Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan Informasi yang didapat dari LKPJ Kota Tangerang Selatan tahun 2016, sisa anggaran belanja pada Belanja Langsung APBD Tahun Anggaran 2015 masih besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yaitu: 1. Terlambatnya proses pengadaan pada kegiatan yang telah dianggarkan. Ini disebabkan oleh adanya perubahan regulasi terkait pengadaan barang/jasa dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan 22 Barang/Jasa Pemerintah yang membuat mekanisme dan ketentuan belum dipahami sepenuhnya oleh pengelola teknis kegiatan sehingga terjadi keterlambatan. 2. Terjadinya sisa anggaran sebesar Rp 14,7 Milyar karena tidak diserapnya anggaran perjalanan dinar Luar Negeri dan kegiatan yang menggunakan akomodasi hotel dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara. 3. Di awal terbentuknya Unit Layanan pengadaan (ULP) sampai akhir tahun 2014, kondisi Sumber Daya Aparatur ULP masih terbatas, hal ini berdampak pada banyaknya administrasi paket lelang pekerjaan yang lambat tertangani sehingga berakibat lambatnya proses lelang itu sendiri dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan pada tahun anggaran berjalan. 4. Pada Tahun 2013 selain dari adanya efisiensi dari nilai kontrak terdapat 211 paket pekerjaan yang tidak selesai sehingga berakibat terjadinya sisa anggaran sebesar Rp. 75.658.982.091,- juga disebabkan oleh, perubahan desain bangunan gedung PUSPEM yang disesuaikan dengan hasil rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum membutuhkan waktu 2 (dua) bulan sehingga proses lelang baru dapat diselesaikan bulan Desember 2013. Hal tersebut berakibat pada tidak terserapnya uang muka pekerjaan sebesar Rp.33.509.002.500,- waktu pelaksanaan pekerjaan pada kegiatan yang dianggarkan di Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 tidak cukup, berakibat 4 (empat) paket pekerjaan tidak dapat dilaksanakan, 32 paket pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal tersebut juga disebabkan oleh kurang matangnya perencanaan teknis pada paket pekerjaan tersebut. 5. Pada Tahun 2014 terdapat beberapa paket pekerjaan pada urusan kesehatan dengan sisa anggaran sebesar Rp.66,4 milyar lebih, yang disebabkan oleh; terdapat kendala teknis yang diakibatkan kesalahan pada perencanaan teknis sehingga terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan yaitu pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Farmasi maupun Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) yang dianggarkan pada perubahan APBD. Di mana untuk pengadaan BMHP Labkesda terdapat kerendahan harga dari item barang yang terdapat pada DPA ketika dilakukan survei HPS (Harga Perkiraan Sendiri). 6. Masih terdapat pekerjaan fisik di tahun 2011-2014 yang dianggarkan atau baru dilelang di Perubahan APBD, sehingga tidak cukup waktu pelaksanaan yang berakibat tidak selesainya pekerjaan. 23 Berkenaan dengan kendala yang dihadapi, maka langkah-langkah yang telah ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Terkait dengan penyesuaian peraturan perundangan-undangan, Pemerintah Daerah senantiasa menyesuaikan dan melakukan percepatan dalam pelaksanaannya. Namun demikian tetap diperlukan kehati-hatian terutama menyikapi perubahan regulasi terkait pengadaan barang dan jasa. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat meminimalisasi keterlambatan dalam paket pekerjaan lelang namun tetap memedomani ketentuan yang berlaku. 2. Terkait kendala yang dihadapi dalam proses pengadaan Barang dan Jasa, Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Tahun 2014 melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya penggunaan aplikasi lelang secara elektronik atau electronic prochurenment (e-proch) sudah diterapkan mulai tahun 2013 dan terus disempurnakan pelaksanaannya. Kebijakan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pada ULP, telah dikeluarkan kebijakan melalui Surat Walikota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2014 tentang kewajiban setiap pejabat strukturan mengikuti bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa serta memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja ULP, mulai Tahun Anggaran 2015 ditingkatkan tunjangan kinerjanya. 3. Mematangkan perencanaan teknis di tingkat SKPD mulai dari penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dengan memperketat kelengkapan dokumen perencanaan teknis pada pekerjaan yang akan dianggarkan pada RKA, baik FS, DED dan Reviu DED serta dokumen teknis lainnya. Pada tahun 2016 bahkan SKPD sudah diwajibkan melampirkan Peta Informasi Lokasi (PILOK) sebagai kelengkapan teknis usulan pekerjaan fisik. 4. Mulai Tahun Anggaran 2015 tidak ada lagi pekerjaan fisik yang dianggarkan di perubahan APBD, hal tersebut untuk menghindari adanya pekerjaan yang tidak cukup waktu pelaksanaan sehingga tidak dapat diselesaikan di akhir tahun anggaran. 24 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Meninjau definisi pemerintahan daerah tersebut, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD. Sedangkan otonomi daerah adalah suatu bentuk respons pemerintah atas berbagai tuntutan masyarakat terhadap tatanan penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal ini merupakan suatu implementasi dari berkembangnya kehidupan berdemokrasi dalam suatu Negara, karena kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan responsif. Salah satu alternatif dalam mewujudkan pelayanan yang baik dan responsif ialah melalui otonomi daerah. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia, serta dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, hal ini memberi kesempatan kepada daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan adalah mengenai masalah pengelolaan keuangan daerahnya dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), oleh karena itu diperlukannya tingkat efisiensi dan efektivitas yang baik dalam aspek pengelolaan keuangan daerah guna membiayai pelaksanaan program maupun tugas-tugas pemerintahan, kinerja pembangunan, dan akses pelayanan publik/sosial masyarakat. Rata-rata Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan selama periode 2011-2015 sebesar 39,52%, masuk pada kategori “cukup”. Dilihat dari total PAD dan total pendapatan daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan diperoleh bahwa pada tahun 2015 mencapai tertinggi yaitu pada kisaran angka 47,19% (masuk dalam kategori “baik”). Adanya peningkatan capaian ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan terus bersinergi untuk 25 meningkatkan kemandirian daerahnya dengan terus mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dilihat dari struktur pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, kontribusi paling besar yaitu pada tahun 2015 dalam pembentuk pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, yaitu sebesar 47,19%; kemudian Dana Perimbangan yaitu sebesar 27,19%; dan LainLain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu sebesar 25,62%. Kontribusi PAD terhadap struktur APBD mengalami tren peningkatan; dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah juga relatif stabil, akan tetapi hal ini berbeda karena dilihat menurunnya kontribusi Dana Perimbangan, dari kisaran 42,26% pada tahun 2011, terus mengalami tren penurunan hingga kisaran 27,19% pada tahun 2015. SILPA Kota Tangerang Selatan bernilai cukup tinggi dan cenderung meningkat, dilihat pada tahun 2011 dicatat perolehan nilai SILPA sebesar Rp 430.765.124.802, kemudian meningkat menjadi Rp 754.842.954.329.- pada tahun 2015. Oleh karena itu, perlu adanya pengoptimalan anggaran agar keberhasilan pembangunan daerah yang direncanakan dapat tercapai sebanding dengan tingkat penyerapan anggaran yang tinggi. Berikut gambar 2.3 di bawah ini menunjukkan jumlah SILPA kota Tangerang Selatan dari tahun 2011-2015. Pada komponen sumber pendapatan diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1% pada tahun 2016 dari Rp 2.576.372.185.717 menjadi Rp 2.545.669.733.686 pada tahun 2017 hal ini dikarenakan tidak tersedianya dana Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya, namun setelah mengalami penurunan nilai pendapatan diperkirakan bahwa kerangka penerimaan pada tahun selanjutnya sejalan dengan RPJMD kota Tangerang Selatan tahun 2016-2021 akan mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 2-3% dari total nilai pendapatannya. Hal ini didukung karena prediksi komponen penerimaan Pendapatan Asli Daerah(PAD) kota Tangerang Selatan akan mengalami kenaikan berkisar antara 1,3- 5% dari PAD tiap tahunnya dilihat dari penggiatan perolehan Pajak dan Retribusi Daerah, serta Lainlain Pendapatan Daerah Asli yang Sah. Beralih pada komponen Dana Perimbangan yaitu sebesar Rp 874.186.891.950 pada tahun 2016 kemudian mengalami penurunan sebesar 4,6% menjadi sebesar Rp 835.363.230.419 kemudian diperkirakan naik kembali sebesar 3% menjadi Rp 862.476.044.000 dan pengalokasian nilai tetap untuk tahun 2018-2021 yang terdiri atas Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus, di mana untuk Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan untuk tahun 2016-2017 yaitu sebesar Rp 144.146.498.000 dan untuk tahun 2018-2021 mengalami 26 penurunan sebesar 8,7% menjadi Rp 131.640.400.000, kemudian untuk Dana Alokasi Umum jumlahnya tetap yakni sekitar Rp 581.505.815.000 , kemudian untuk Dana Alokasi Khusus mengalami pemberian yang relatif stabil di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 148.534.578.950 lalu mengalami penurunan sebesar 3,5% pada tahun 2017 menjadi Rp 109.710.917.419 , selanjutnya kembali naik sekitar 2,7% dan diperkirakan mengalami pemberian tetap yaitu sebesar Rp 149.329.829.000. Dan terakhir untuk Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah diperkirakan mengalami penurunan sekitar 2% pada tahun 2017 yang semulanya pada tahun 2016 bernilai sebesar Rp 458.479.893.767 turun menjadi Rp 449.414.692.267, hal ini diakibatkan tidak adanya pemberian dana Bantuan Keuangan Dari Provinsi atau Pemerintah daerah Lainnya pada tahun 2017-2021 atau hanya diberikan dana sebesar Rp 9.065.201.500 pada tahun 2016 dan untuk Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus tetap bernilai Rp 0,Untuk komponen pengeluaran pemerintah daerah yaitu Belanja Daerah yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik, serta Belanja Tidak Terduga dan Belanja Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan juga Belanja Modal diperkirakan akan mengalami fluktuatif dikarenakan adanya penambahan maupun pengurangan biaya untuk tiap komponen pengeluaran yang diperoleh prediksi anggaran pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 3.304.722.367.399 diperkirakan mengalami penurunan sebesar 13% pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp 2.923.669.733.686, selanjutnya mengalami kenaikan berkisar antara 1-4% dan untuk akhir tahun diperkirakan berjumlah sebesar Rp 3.225.324.081.922. Untuk komponen pengeluaran Belanja Daerah yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai yang diperkirakan turun sebesar 10% pada tahun 2017 awalnya sebesar Rp 729.015.399.464 pada tahun 2016 turun menjadi Rp 662.903.692.366 dan kemudian diperkirakan mengalami kenaikan konstan yakni sebesar 5% untuk tahun 2018-2021 yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran Rp 805.763.581.219; Untuk Belanja Hibah diperkirakan akan mengalami penurunan drastis yang mulanya sebesar 67,490,395,000 mengalami penurunan hingga 125% pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp 30,000,000,000 pada tahun 2017, kemudian mengalami kenaikan namun trennya cenderung negatif dari 14% menjadi 10% yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran nominal yaitu sebesar Rp 50,000,000,000; untuk Belanja Bantuan Sosial yang sebelumnya pada tahun 2016 tidak ada kini diberikan alokasi pembiayaan tetap yakni sebesar Rp 20.000.000.000 untuk tahun 2017-2021; Untuk Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, 27 Pemerintahan Desa dan Partai Politik mengalami kenaikan yang stabil sekitar 1% di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp 445.000.000; Serta Belanja Tidak Terduga diperkirakan sebesar Rp 4.000.000.00 untuk tahun 2017-2021 yang awalnya pada tahun 2016 berada pada kisaran Rp 14.491.447.000 jadi keseluruhan dari total Belanja Tidak Langsung diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 13% terhadap tahun 2016 yang mulanya yaitu sebesar Rp811.413.560.757 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp 717.328.692.366 namun selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan yang konstan yaitu 5% dan pada akhir tahun 2021 berada pada kisaran Rp 880.208.581.219. Selanjutnya pada komponen Belanja Langsung yang meliputi Belanja Pegawai mengalami penghematan ataupun penurunan drastis yakni sebesar 20% pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 335,810,816,300 turun menjadi sebesar Rp 281,921,875,477 dan mengalami kenaikan konstan sebesar 5% pada tahun 2018-2021 di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp342,677,801,654; Untuk Belanja Barang dan Jasa juga mengalami penghematan ataupun pengurangan yang sangat signifikan yakni sebesar 19% pada tahun 2016 sebesar Rp 864,688,199,374 turun pada tahun 2017 menjadi Rp 727,743,863,861, kemudian mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2018 naik sebesar 5% menjadi Rp 764,131,057,054 selanjutnya pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 9% menjadi Rp 702,337,609,907, selanjutnya pada tahun 2020 mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 692,454,490,402, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 2% menjadi Rp 704,577,214,922; Dan juga Belanja Modal mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 1,292,809,790,968 mengalami penurunan sebesar 8% menjadi Rp 1,196,675,301,982 pada tahun 2017, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 1,185,401,769,977 pada tahun 2018, lalu mengalami kenaikan sebesar 3% menjadi sebesar Rp 1,226,433,950,037 pada tahun 2019, lalu mengalami kenaikan kembali sebesar 5% menjadi Rp 1,294,124,230,640, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 0.3% menjadi Rp 1,297,860,484,127 pada tahun 2021; Jadi totalnya dilihat sangat fluktuatif di mana terjadi penurunan sebesar 13% pada tahun 2016 yaitu yang semula sebesar Rp 2.493.308.806.642 turun menjadi Rp 2.206.341.041.320 pada tahun 2017 dan mengalami kenaikan dengan kisaran 1-3% di mana pada tahun 2021 yaitu sebesar Rp 2.345.115.500.703. Adapun Surplus/(Defisit) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan diprediksi sebesar -Rp 728.350.181.682 pada tahun 2017 dan cenderung diprediksi cenderung mengalami penurunan di mana pada tahun 2021 diprediksi defisit dapat diredam menjadi - Rp 400.000.000.000. Selanjutnya untuk aspek Pembiayaan Daerah di mana 28 terdapat SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN SEBELUMNYA (SILPA) yang diprediksi mengalami penurunan dari tahun 2016 yaitu sebesar Rp 728.350.181.682 pada tahun 2016 dan mengalami kecenderungan SILPA yang stabil yang berada pada kisaran Rp 400.000.000 untuk tahun 2017-2021(kecuali tahun 2019 sebesar Rp 375.000.000 dikarenakan tahun Pemilu Nasional) yang mengindikasikan tidak terealisasinya atau terserapnya kinerja dari anggaran pemerintah daerah setelah dikurangi Pengeluaran Pembiayaan Daerah yang menyangkut Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah sebesar Rp 22.000.000.000 untuk tahun 2017-2019 ,maka diperoleh Pembiayaan Neto sebesar Rp 728.350.181.682 untuk tahun 2016, lalu Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2017, Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2018, Rp 353.000.000.000 untuk tahun 2019, dan terakhir Rp 400.000.000.000 untuk tahun 2020-2021. Dan untuk keseluruhan SILPA Tahun berkenaan seluruhnya adalahnya Rp 0,- untuk penutupan realisasi anggaran maupun realisasi pendapatan pada tahun berkenaan APBD kota Tangerang Selatan atas dasar RPJMD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021. Dalam pelaksanaan tahun berjalan tentunya ada terdapat hal-hal yang tidak dapat dipastikan, salah satunya adalah yang saat ini terjadi yaitu Pandemi Global COVID-19 di mana menyebabkan lumpuhnya sektor kesehatan yang juga kini menjalar ke seluruh sektor perekonomian negara bahkan daerah yang berada di dalamnya. Oleh karena itu pemerintah menurunkan kebijakan untuk setiap pemerintah daerah berikut dengan K/L terkait untuk melakukan pembenahan dan pengalokasian khusus untuk anggaran penyediaan kebutuhan untuk menghadapi pandemi COVID-19. Refocussing dan Realokasi Anggaran dengan menyisir kegiatan dan belanja yang tidak menjadi prioritas di masa pandemi, alokasi dana non prioritas kemudian akan diprioritaskan untuk kegiatan/belanja dalam rangka penanganan dan upaya pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat Pandemi COVID-19. APBD Kota Tangerang Selatan telah mengalami defisit sebesar Rp 249 M dari total APBD akibat perubahan rancangan strategi terkait dampak pandemi Covid-19 di mana rasio pendapatan pada tahun dianggarkan sebelumnya berjumlah Rp 3,67 Triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah(PAD) berkurang menjadi Rp 2 Triliun; Dana Perimbangan naik menjadi sebesar Rp 918 Milyar; serta untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp 775,6 Milyar, mengalami penurunan atau perubahan anggaran dengan total Rp 639,4 Milyar(13,5%) terhadap pengeluaran atau belanja pemerintah daerah yang sebelumnya mencapai Rp 4,1 Triliun mengalami pemotongan menjadi Rp 3,42 Triliun atau turun sekitar 15,7% dari total APBD sebelum terjadi perubahan dan untuk defisit APBD-nya yaitu mencapai sekitar 6% meskipun melihat komponen pengeluaran pemerintah daerah yang sudah mengurangi 29 pengeluarannya hampir di semua lini kecuali Belanja Bantuan Keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan partai politik dan Belanja Tidak Terduga karena terkait kurangnya kemampuan pembayaran kebutuhan yang bersifat situasional menghadapi Pandemi COVID19. Sementara untuk komponen pembiayaan pemerintah dengan defisit APBD yang ada diadakanlah skema untuk menutupi kekurangan defisit APBD melalui SiLPA (selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan daerah dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.) namun mengalami penurunan juga dikarenakan perubahan atas dasar pertimbangan DPRD Kota Tangerang Selatan serta Pemkot Tangerang Selatan yang semula berjumlah Rp 413, 6Milyar berkurang menjadi Rp 249,3 Milyar. Perubahan atas APBD Tahun Anggaran 2020 berubah sejalan dengan instruksi pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 serta menjaga kondisi keuangan daerah tetap stabil. Pemkot Tangerang Selatan harus mampu untuk menjaga kondisi keuangan di tengah sulitnya memperoleh pembiayaan dari pusat serta aspek penerimaan daerah yang menurun seiring dengan kondisi pasar saat ini, perlu adanya langkah strategi kebijakan yang tepat guna untuk pada RAPBD tahun selanjutnya bisa mencapai kondisi yang relatif bisa dikatakan aman karena ketidakpastian kondisi perekonomian dan juga Pandemi yang terus berkepanjangan hingga ke tahun 2021 saat ini, di mana Pemkot Tangerang Selatan dapat mengalokasikan dan memfokuskan APBD-nya pada upaya pemulihan ekonomi akibat Pandemi COVID-19 dan penstabilan iklim usaha yang ada. Adapun strategi yang sudah dikembangkan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Bappeda tahun 2016-2021 dengan strategi dan arah kebijakan yang dijalankan adalah sebagai berikut: 1. Dalam rangka menciptakan kota layak huni yang berwawasan lingkungan, Pemda Tangerang Selatan mengembangkan kerangka regulasi penataan ruang dan data spasi mewujudkan ruang-ruang publik yang mendorong aktivitas dan kreativitas melalui kebijakan yang merencanakan Tata Ruang Kota guna mewujudkan ruang-ruang publik yang mendorong aktivitas dan kreativitas masyarakat dan merumuskan kebijakan struktur pola ruang guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan mengatur peruntukan ruang. 2. Dalam rangka meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Berbasis Teknologi Informasi, Pemda Tangerang Selatan mengembangkan kualitas layanan dukungan Bappeda yang meliputi layanan keuangan, pengembangan kapasitas SDM, sarpras, layanan administrasi perkantoran, perencanaan dan evaluasi, serta data dan 30 informasi melalui kebijakan penyediaan anggaran pelaksanaan kegiatan yang sesuai kebutuhan dan tepat waktu serta pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel, pengembangan berkelanjutan kapasitas seluruh SDM Pemerintah Bappeda sesuai dengan tugas masing-masing personel, penyediaan layanan administrasi, perkantoran sesuai kebutuhan secara tepat waktu, pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang berkualitas, dengan menyusun dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang konsisten dan selaras dengan renstra Bappeda dan RPJMD Kota Tangerang Selatan, dan penyediaan data dan informasi pendukung pengambilan keputusan internal yang update dan tepat waktu. Sebelumnya Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga mengalami serangkaian kendala dalam pengimplementasian kebijakannya yang disebabkan oleh beberapa masalah yaitu: 1. Terlambatnya proses pengadaan pada kegiatan yang telah dianggarkan. Ini disebabkan oleh adanya perubahan regulasi terkait pengadaan barang/jasa dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang membuat mekanisme dan ketentuan belum dipahami sepenuhnya oleh pengelola teknis kegiatan sehingga terjadi keterlambatan. 2. Terjadinya sisa anggaran sebesar Rp 14,7 Milyar karena tidak diserapnya anggaran perjalanan dinar Luar Negeri dan kegiatan yang menggunakan akomodasi hotel dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara. 3. Di awal terbentuknya Unit Layanan pengadaan (ULP) sampai akhir tahun 2014, kondisi Sumber Daya Aparatur ULP masih terbatas, hal ini berdampak pada banyaknya administrasi paket lelang pekerjaan yang lambat tertangani sehingga berakibat lambatnya proses lelang itu sendiri dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan pada tahun anggaran berjalan. 4. Pada Tahun 2013 selain dari adanya efisiensi dari nilai kontrak terdapat 211 paket pekerjaan yang tidak selesai sehingga berakibat terjadinya sisa anggaran sebesar Rp. 75.658.982.091,- juga disebabkan oleh, perubahan desain bangunan gedung PUSPEM yang disesuaikan dengan hasil rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum membutuhkan waktu 2 (dua) bulan sehingga proses lelang baru dapat diselesaikan bulan Desember 2013. Hal tersebut berakibat pada tidak terserapnya uang muka pekerjaan sebesar Rp.33.509.002.500,- waktu pelaksanaan pekerjaan pada kegiatan yang dianggarkan di 31 Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 tidak cukup, berakibat 4 (empat) paket pekerjaan tidak dapat dilaksanakan, 32 paket pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal tersebut juga disebabkan oleh kurang matangnya perencanaan teknis pada paket pekerjaan tersebut. 5. Pada Tahun 2014 terdapat beberapa paket pekerjaan pada urusan kesehatan dengan sisa anggaran sebesar Rp.66,4 milyar lebih, yang disebabkan oleh; terdapat kendala teknis yang diakibatkan kesalahan pada perencanaan teknis sehingga terdapat kegiatan yang tidak dilaksanakan yaitu pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Farmasi maupun Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) yang dianggarkan pada perubahan APBD. Di mana untuk pengadaan BMHP Labkesda terdapat kerendahan harga dari item barang yang terdapat pada DPA ketika dilakukan survei HPS (Harga Perkiraan Sendiri). 6. Masih terdapat pekerjaan fisik di tahun 2011-2014 yang dianggarkan atau baru dilelang di Perubahan APBD, sehingga tidak cukup waktu pelaksanaan yang berakibat tidak selesainya pekerjaan. Berkenaan dengan kendala yang dihadapi, maka langkah-langkah yang telah ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Terkait dengan penyesuaian peraturan perundangan-undangan, Pemerintah Daerah senantiasa menyesuaikan dan melakukan percepatan dalam pelaksanaannya. Namun demikian tetap diperlukan kehati-hatian terutama menyikapi perubahan regulasi terkait pengadaan barang dan jasa. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat meminimalisasi keterlambatan dalam paket pekerjaan lelang namun tetap memedomani ketentuan yang berlaku. 2. Terkait kendala yang dihadapi dalam proses pengadaan Barang dan Jasa, Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Tahun 2014 melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya penggunaan aplikasi lelang secara elektronik atau electronic prochurenment (e-proch) sudah diterapkan mulai tahun 2013 dan terus disempurnakan pelaksanaannya. Kebijakan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pada ULP, telah dikeluarkan kebijakan melalui Surat Walikota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2014 tentang kewajiban setiap pejabat strukturan mengikuti bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa serta memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja ULP, mulai Tahun Anggaran 2015 ditingkatkan tunjangan kinerjanya. 32 3. Mematangkan perencanaan teknis di tingkat SKPD mulai dari penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dengan memperketat kelengkapan dokumen perencanaan teknis pada pekerjaan yang akan dianggarkan pada RKA, baik FS, DED dan Reviu DED serta dokumen teknis lainnya. Pada tahun 2016 bahkan SKPD sudah diwajibkan melampirkan Peta Informasi Lokasi (PILOK) sebagai kelengkapan teknis usulan pekerjaan fisik. 4. Mulai Tahun Anggaran 2015 tidak ada lagi pekerjaan fisik yang dianggarkan di perubahan APBD, hal tersebut untuk menghindari adanya pekerjaan yang tidak cukup waktu pelaksanaan sehingga tidak dapat diselesaikan di akhir tahun anggaran. 3.2. Saran Dalam masa pandemi yang mana tidak stabil dan selalu berubah-ubah kami menyarankan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan untuk selalu meneliti kembali apa-apa saja yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini sehingga pada saat perumusan APBD periode berikutnya pemerintah daerah paham dengan apa yang menjadi kebutuhan mendesak daerahnya saat mendistribusikan anggarannya. Dan juga mengurangi maupun memotong pengeluaranpengeluaran yang dinilai tidak urgen pada masa pandemi COVID-19 ini. 33 Daftar Pustaka Abdullah, R. (2007). Pelaksanaan otonomi luas dengan pemilihan Kepala Daerah Secara langsung. Jakarta: PT Raja Grasindo. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan. (2018). Rencana Strategis Tahun 2016-2021. Tangerang Selatan: Bappeda Kota Tangerang Selatan. Bappeda Kota Tangerang Selatan. (2016, November). Download RPJMD. Diambil kembali dari Portal Bappeda Kota Tangerang Selatan: https://bappeda.tangerangselatankota.go.id/uploads/perwal/4.pdf BUKU PEGANGAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH : "Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat-Daerah. (2007). Jakarta: Bappenas. Farid, M., Antikowati, & Indrayati, R. (2017). Kewenangan Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Potensi Daerah. Lentera Hukum, Vol. 4. Pemerintah Kota Tangerang Selatan. (2012). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2005-2025. Tangerang Selatan. Rondonuwu, R. H., Tinangon, J. J., & Budiarso, N. (2015). ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN MINAHASA. JURNAL EMBA: JURNAL RISET EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS DAN AKUNTANSI, 23-32. 34