Uploaded by User106857

Makalah KPD Tangerang Selatan

advertisement
ANALISIS PENGIMPLEMENTASIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
DISUSUN OLEH:
1. Alma Safitri
1910115038
2. Anissa Mutiara Dewi
1910115027
3. Erlyger Romeo Nabel Pasaribu
1910115036
4. Faiz Mumtaz Ramadhan
1910115030
5. Martin Lutther
1910115025
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSTIAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna atas nikmat serta
anugerah-Nya yang berupa pengetahuan dan kemampuan membuat kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Analisis Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Kota
Tangerang Selatan” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
analisis bagaimana pengimplementasian kebijakan-kebijakan pemerintah daerah Kota
Tangerang Selatan khususnya kebijakan keuangannya dan bagaimana hasil maupun
dampaknya bagi kemajuan kota. Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keuangan dan Perencanaan Daerah oleh dosen pengampu mata kuliah Ibu
Dr. Maria Bernadette Nani Ariani, SE, MM dengan pemberian tema keuangan daerah dan
kebijakan yang sudah dikembangkan pemerintah daerah.
Kami sadar jika dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, serta jauh dari kata kesempurnaan. Maka itu kami berharap pembaca dapat
memberikan kritik dan saran, yang bersifat pembelajaran serta perbaikan untuk makalah ini.
Terima kasih untuk semua pihak yang terlibat, dan kami sangat berharap makalah ini dapat
memberikan wawasan serta pemahaman kepada masyarakat tentang keuangan daerah
khususnya masyarakat daerah Tangerang Selatan agar dapat mengetahui lebih tentang
keuangan di daerahnya.
Jakarta, April 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang Masalah ...................................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3.
Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1.
Pemerintah Daerah ............................................................................................................... 3
2.2.
Keuangan Daerah Kota Tangerang Selatan ....................................................................... 7
2.3.
Strategi Kebijakan Yang Sudah Dikembangkan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan
.............................................................................................................................................. 20
2.4.
Kendala Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan ..... 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 25
3.1.
Kesimpulan .......................................................................................................................... 25
3.2.
Saran .................................................................................................................................... 33
Daftar Pustaka .................................................................................................................................... 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemerintah daerah merupakan produk dari otonomi daerah yang diambil dari konsep asas
desentralisasi kekuasaan. Hal ini membuat kekuasaan politik terbagi dan terpecah ke dalam
kedaerahannya sehingga setiap daerah dapat membuat perencanaan dan keputusan masingmasing sesuai karakteristik daerahnya. Apabila dilihat dari sisi positifnya, setiap daerah
sekarang memiliki kemampuan untuk mengurus sendiri wilayahnya. Namun sistem dengan
konsep sepertinya tentunya tidak luput dari kekurangan, salah satu yang paling
mengkhawatirkan adalah birokrasi yang berbelit karena sekarang pemerintahan yang terbagi
menjadi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Hal tersebut menyebabkan
terhambatnya segala urusan, penyelesaian masalah, dan perkembangan dan kemajuan daerah
yang memiliki tingkat urgensi yang beragam. Terlebih lagi daerah-daerah yang masih berstatus
3T (Terluar, Terpencil dan Tertinggal) harus menempuh progres yang lamban dalam
pengembangannya apabila dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan
Yogyakarta.
Otonomi daerah yang semula diharapkan sebagai bentuk pelaksanaan good governance
(ke pemerintahan yang baik) pada Reformasi 1998 kian hari mulai dipertanyakan
keefektivitasannya. Karena pasalnya masih banyak daerah yang tertinggal menjelaskan bahwa
ketimpangan/kesenjangan masih terjadi dan kesejahteraan masih belum merata, yang mana
masih jauh dari tujuan dari otonomi daerah itu sendiri yaitu pemerataan wilayah daerah,
keadilan nasional, dan mendorong pemberdayaan masyarakat.
Makalah ini akan menganalisis bagaimana kondisi keuangan pemerintah daerah
Tangerang Selatan, perencanaan dan pengimplementasian kebijakannya serta hambatannya
sebagai bentuk pemanfaatan wewenang otonomi daerah.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pemerintah daerah?.
2.
Bagaimana kondisi keuangan pemerintah daerah Tangerang Selatan?.
3.
Apa strategi kebijakan yang sudah dikembangkan oleh pemerintah Tangerang
Selatan?.
4.
Kendala pengimplementasian kebijakan pemerintah daerah Tangerang Selatan?.
1
1.3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian pemerintah daerah.
2.
Untuk memahami kondisi keuangan pemerintah daerah Tangerang Selatan.
3.
Untuk mengetahui strategi-strategi kebijakan apa saja yang sudah dikembangkan
oleh pemerintah Tangerang Selatan.
4.
Untuk menjelaskan kendala apa saja yang menghambat pengimplementasian
kebijakan pemerintah daerah Tangerang Selatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemerintah Daerah
Lembaga Pemerintahan Daerah (PEMDA) merupakan organisasi yang diberikan
kekuasaan oleh Pemerintah Pusat, dalam melaksanakan serta mengatur kepentingan bangsa
dan negara di suatu daerah yang mempunyai sistem atau aturan yang terstruktur secara rinci.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamendemen dengan
Undang-Undang Nomor12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2)
menjelaskan definisi Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”.
Meninjau definisi pemerintahan daerah tersebut, maka yang dimaksud pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau
kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.
Pemerintah Daerah mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai penyelenggara pemerintahan
dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan di daerah. Pertama, sebagai
penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah berperan utama dalam mengatur
tatanan kehidupan bermasyarakat di daerah dalam kerangka regulasi. Sedangkan fungsi kedua
sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan daerah, Pemerintah Daerah berperan
sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama dalam keseluruhan proses pembangunan yang
dilaksanakan di daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah tetap
berprinsip pada asas umum dalam penyelenggaraan negara, yaitu asas kepastian hukum, asas
tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas,
asas profe­sio­nalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas.
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan
Kota yang masing-masing dikepalai oleh Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/Wakil Wali­kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (yang terdiri dari DPRD
Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang masing-masing merupakan lembaga perwakilan rakyat
3
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota).
Pemerintah Daerah diberikan hak dan kewajiban tertentu untuk menyelenggarakan fungsifungsi pemerintahannya, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Adapun Hak-hak Pemerintah Daerah tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 sebagaimana telah diamendemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
Tentang Pemerintahan Daerah :
1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya.
2. .Memilih pemimpin daerah.
3. Mengelola aparatur daerah.
4. Mengelola kekayaan daerah.
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah.
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan8.Mendapatkan hak lainnya
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah juga diberikan beberapa kewajiban untuk menyelenggarakan
fungsi-fungsi pemerintahannya, yakni :
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan.
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan.
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.
8. Mengembangkan sistem jaminan sosial.
9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah.
11. Melestarikan lingkungan hidup
12. Mengelola administrasi kependudukan.
13. Melestarikan nilai sosial budaya.
4
14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan
kewenangannya.
15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Hak dan kewajiban daerah tersebut akan diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
pemerintahan daerah yang akan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan
daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas
yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien, efisien,
transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
(Abdullah, 2007)
2.1.1. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah suatu bentuk respons pemerintah atas berbagai tuntutan
masyarakat terhadap tatanan penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal ini
merupakan suatu implementasi dari berkembangnya kehidupan berdemokrasi
dalam suatu Negara, karena kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
yang lebih baik dan responsif. Salah satu alternatif dalam mewujudkan pelayanan
yang baik dan responsif ialah melalui otonomi daerah. Dengan adanya perubahan
lingkungan strategis dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia, serta dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, hal ini memberi
kesempatan kepada daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota mempunyai
kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Secara sederhana Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mengurus urusan daerah
masing-masing sesuai dengan potensi dan ciri–ciri khas masing- masing daerah. Di
mana Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula
berada di pusat, lalu diberikan kepada daerah secara utuh, dengan tujuan agar
pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat,
dapat
mempercepat
pertumbuhan
ekonomi
daerah,
serta
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat proses demokratisasi. Hal-hal yang
menjadi prinsip dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah demokratisasi,
peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi
dan kenegaraan daerah. Hal yang paling mendasar dalam pelaksanaan otonomi
5
daerah adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan
prakarsa
dan
kreativitas,
meningkatkan
peran
serta
masyarakat,
serta
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Pemberian kewenangan tersebut diikuti
dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004, Otonomi Daerah
memiliki prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang dijadikan pedoman
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, adapun sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan OTODA dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan
OTODA
didasarkan
pada
otonomi
luas,
nyata,
dan
bertanggungjawab.
3. Luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, pelaksanaan
OTODA yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sedangkan provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan OTODA harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap
terjamin hubungan yang serasi antara pusat, dan daerah serta antardaerah.
5. Pelaksanaan OTODA harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom,
dan oleh karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah
administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti bahan otoritas, kawasan pelabuhan,
kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan pekebunan, kawasan
pertambangan, kawasan kehutanan , kawasan perkantoran baru, kawasan
pariwisata, berlaku ketentuan daerah otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk meletakan pelaksanaan
kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah daerah dan daerah
kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
6
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan
otonomi daerah, yakni :
1. Komitmen dan Sikap politik Pemerintah pusat.
2. Sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
3. Organisasi yang seimbang dan dinamis.
4. Hubungan kerja sama.
5. Komunikasi dan koordinasi.
6. Perilaku dan sikap aparatur.
7. Partisipasi masyarakat
Ketujuh faktor tersebut bukanlah berdiri sendiri-sendiri secara rigid, namun
ketujuh-tujuhnya saling berinteraksi, interelasi, dan interdependensi, meskipun
masing-masing memiliki penekanan yang berbeda-beda. Dengan formulasi seperti
ini, maka akan memudahkan dan melanggengkan daerah untuk berotonomi, karena
komponen di atas menjadi terintegrasi.
2.2. Keuangan Daerah Kota Tangerang Selatan
Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi
pemerintahan adalah mengenai masalah pengelolaan keuangan daerahnya dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), oleh karena itu diperlukannya tingkat efisiensi
dan efektivitas yang baik dalam aspek pengelolaan keuangan daerah guna membiayai
pelaksanaan program maupun tugas-tugas pemerintahan, kinerja pembangunan, dan akses
pelayanan publik/sosial masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah adalah semua dari
kumpulan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan terhadap keuangan daerah. Pengelolaan keuangan
daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada setiap peraturan atau undang-undang yang
berlaku, efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan
daerahnya yang dituangkan dalam APBD baik secara langsung maupun tidak langsung
akan mencerminkan baik tidaknya kinerja pemerintah daerah dalam membiayai
pelaksanaan program dan tugas-tugas pemerintah, proses kinerja pembangunan, dan akses
7
pelayanan publik/sosial masyarakat guna menyejahterakan daerahnya (Rondonuwu,
Tinangon, & Budiarso, 2015).
Salah satu indikator untuk mengukur derajat kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah dengan menggunakan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF). Derajat Desentralisasi
Fiskal biasanya digunakan untuk mengetahui berapa besar tingkat ketergantungan
daerah/kemandirian Kota Tangerang Selatan dengan menghitung rasio Pendapatan Asli
Daerah terhadap total pendapatan daerah dalam kurun waktu yang sama.
Tabel 2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011-2015
Total Pendapatan
Tahun
PAD
Daerah (juta
DSF (%)
Kriteria
rupiah)
2011
420.663.048.857
1.494.990.970.280
28,14%
Sedang
2012
576.304.771.005
1.701.879.043.682
33,86%
Cukup
2013
728.965.301.483
1.971.245.936.682
36,98%
Cukup
2.294.510.074.893
44,62%
Baik
2.601.843.608.871
47,19%
Baik
2.012.893.926.882
39,52%
Cukup
2014
2015
Rata-rata
1.023.817.429.3
19
1.227.825.272.9
88
795.515.164.730
Sumber: Bappeda Kota Tangerang Selatan, 2021
Rata-rata Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan selama periode 2011-2015 sebesar
39,52%, masuk pada kategori “cukup”. Dilihat dari total PAD dan total pendapatan daerah
setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan diperoleh bahwa pada tahun 2015 mencapai
tertinggi yaitu pada kisaran angka 47,19% (masuk dalam kategori “baik”). Adanya peningkatan
8
capaian ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan terus bersinergi untuk
meningkatkan kemandirian daerahnya dengan terus mengoptimalkan penerimaan Pendapatan
Asli Daerah.
2.2.1 Kinerja Pelaksanaan APBD
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan
Daerah,
sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
1. Hasil pajak daerah;
2. Hasil retribusi daerah;
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4. Lain-lain PAD yang sah;
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Gambar 2.2 Struktur Distribusi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015
Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021
Dilihat dari struktur pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, kontribusi paling besar
yaitu pada tahun 2015 dalam pembentuk pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah, yaitu sebesar 47,19%; kemudian Dana Perimbangan yaitu sebesar 27,19%; dan LainLain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu sebesar 25,62%. Kontribusi PAD terhadap struktur
APBD mengalami tren peningkatan; dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah juga relatif
stabil, akan tetapi hal ini berbeda karena dilihat menurunnya kontribusi Dana Perimbangan,
9
dari kisaran 42,26% pada tahun 2011, terus mengalami tren penurunan hingga kisaran 27,19%
pada tahun 2015.
2.2.2
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)
SILPA Kota Tangerang Selatan bernilai cukup tinggi dan cenderung meningkat, dilihat
pada tahun 2011 dicatat perolehan nilai SILPA sebesar Rp 430.765.124.802, kemudian
meningkat menjadi Rp 754.842.954.329.- pada tahun 2015. Oleh karena itu, perlu adanya
pengoptimalan anggaran agar keberhasilan pembangunan daerah yang direncanakan dapat
tercapai sebanding dengan tingkat penyerapan anggaran yang tinggi. Berikut gambar 2.3 di
bawah ini menunjukkan jumlah SILPA kota Tangerang Selatan dari tahun 2011-2015.
Gambar 2.3 Struktur Distribusi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015
Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021
2.2.3 Penyusunan APBD Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Perumusan RPJMD
Periode 2016-2021
10
Berdasarkan Hasil perolehan SILPA yang ada, maka pemerintah kota Tangerang Selatan
membuat rincian prediksi atas APBD kota Tangerang Selatan pada tahun 206-2021 seturut
dengan dasar analisa terhadap perkembangan program pemerintah serta kelanjutan dari
program pembangunan berkelanjutan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah(RPJMD) kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021. Berikut gambaran lengkap dari
prediksi APBD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021.
Tabel 2.4 Prediksi APBD Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021
11
Sumber: Bappeda kota Tangerang Selatan, 2021
Pada komponen sumber pendapatan diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1% pada
tahun 2016 dari Rp 2.576.372.185.717 menjadi Rp 2.545.669.733.686 pada tahun 2017 hal ini
dikarenakan tidak tersedianya dana Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah
Daerah lainnya, namun setelah mengalami penurunan nilai pendapatan diperkirakan bahwa
kerangka penerimaan pada tahun selanjutnya sejalan dengan RPJMD kota Tangerang Selatan
tahun 2016-2021 akan mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 2-3% dari total nilai
pendapatannya. Hal ini didukung karena prediksi komponen penerimaan Pendapatan Asli
Daerah(PAD) kota Tangerang Selatan akan mengalami kenaikan berkisar antara 1,3- 5% dari
PAD tiap tahunnya dilihat dari penggiatan perolehan Pajak dan Retribusi Daerah, serta Lainlain Pendapatan Daerah Asli yang Sah. Beralih pada komponen Dana Perimbangan yaitu
sebesar Rp 874.186.891.950 pada tahun 2016 kemudian mengalami penurunan sebesar 4,6%
menjadi sebesar Rp 835.363.230.419 kemudian diperkirakan naik kembali sebesar 3% menjadi
Rp 862.476.044.000 dan pengalokasian nilai tetap untuk tahun 2018-2021 yang terdiri atas
Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus, di mana untuk Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan untuk
tahun 2016-2017 yaitu sebesar Rp 144.146.498.000 dan untuk tahun 2018-2021 mengalami
penurunan sebesar 8,7% menjadi Rp 131.640.400.000, kemudian untuk Dana Alokasi Umum
jumlahnya tetap yakni sekitar Rp 581.505.815.000 , kemudian untuk Dana Alokasi Khusus
mengalami pemberian yang relatif stabil di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp
148.534.578.950 lalu mengalami penurunan sebesar 3,5% pada tahun 2017 menjadi Rp
109.710.917.419 , selanjutnya kembali naik sekitar 2,7% dan diperkirakan mengalami
pemberian tetap yaitu sebesar Rp 149.329.829.000. Dan terakhir untuk Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah diperkirakan mengalami penurunan sekitar 2% pada tahun 2017 yang
semulanya pada tahun 2016 bernilai sebesar Rp 458.479.893.767 turun menjadi Rp
449.414.692.267, hal ini diakibatkan tidak adanya pemberian dana Bantuan Keuangan Dari
Provinsi atau Pemerintah daerah Lainnya pada tahun 2017-2021 atau hanya diberikan dana
sebesar Rp 9.065.201.500 pada tahun 2016 dan untuk Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
tetap bernilai Rp 0,Untuk komponen pengeluaran pemerintah daerah yaitu Belanja Daerah yang terdiri atas
Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial,
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa dan Partai
Politik, serta Belanja Tidak Terduga dan Belanja Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja
12
Barang dan Jasa, dan juga Belanja Modal diperkirakan akan mengalami fluktuatif dikarenakan
adanya penambahan maupun pengurangan biaya untuk tiap komponen pengeluaran yang
diperoleh prediksi anggaran pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 3.304.722.367.399 diperkirakan
mengalami penurunan sebesar 13% pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp 2.923.669.733.686,
selanjutnya mengalami kenaikan berkisar antara 1-4% dan untuk akhir tahun diperkirakan
berjumlah sebesar Rp 3.225.324.081.922. Untuk komponen pengeluaran Belanja Daerah yang
terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai yang diperkirakan turun sebesar
10% pada tahun 2017 awalnya sebesar Rp 729.015.399.464 pada tahun 2016 turun menjadi Rp
662.903.692.366 dan kemudian diperkirakan mengalami kenaikan konstan yakni sebesar 5%
untuk tahun 2018-2021 yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran Rp 805.763.581.219;
Untuk Belanja Hibah diperkirakan akan mengalami penurunan drastis yang mulanya sebesar
67,490,395,000 mengalami penurunan hingga 125% pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp
30,000,000,000 pada tahun 2017, kemudian mengalami kenaikan namun trennya cenderung
negatif dari 14% menjadi 10% yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran nominal yaitu
sebesar Rp 50,000,000,000; untuk Belanja Bantuan Sosial yang sebelumnya pada tahun 2016
tidak ada kini diberikan alokasi pembiayaan tetap yakni sebesar Rp 20.000.000.000 untuk
tahun 2017-2021; Untuk Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota,
Pemerintahan Desa dan Partai Politik mengalami kenaikan yang stabil sekitar 1% di mana pada
tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp 445.000.000; Serta Belanja Tidak Terduga
diperkirakan sebesar Rp 4.000.000.00 untuk tahun 2017-2021 yang awalnya pada tahun 2016
berada pada kisaran Rp 14.491.447.000 jadi keseluruhan dari total Belanja Tidak Langsung
diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 13% terhadap tahun 2016 yang
mulanya yaitu sebesar Rp811.413.560.757 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp
717.328.692.366 namun selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan yang konstan yaitu 5%
dan pada akhir tahun 2021 berada pada kisaran Rp 880.208.581.219. Selanjutnya pada
komponen Belanja Langsung yang meliputi Belanja Pegawai mengalami penghematan ataupun
penurunan drastis yakni sebesar 20% pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 335,810,816,300 turun
menjadi sebesar Rp 281,921,875,477 dan mengalami kenaikan konstan sebesar 5% pada tahun
2018-2021 di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp342,677,801,654; Untuk
Belanja Barang dan Jasa juga mengalami penghematan ataupun pengurangan yang sangat
signifikan yakni sebesar 19% pada tahun 2016 sebesar Rp 864,688,199,374 turun pada tahun
2017 menjadi Rp 727,743,863,861, kemudian mengalami fluktuatif anggaran di mana pada
tahun 2018 naik sebesar 5% menjadi Rp 764,131,057,054 selanjutnya pada tahun 2019
mengalami penurunan sebesar 9% menjadi Rp 702,337,609,907, selanjutnya pada tahun 2020
13
mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 692,454,490,402, dan terakhir pada
tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 2% menjadi Rp 704,577,214,922; Dan juga Belanja
Modal mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp
1,292,809,790,968 mengalami penurunan sebesar 8% menjadi Rp 1,196,675,301,982 pada
tahun 2017, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp
1,185,401,769,977 pada tahun 2018, lalu mengalami kenaikan sebesar 3% menjadi sebesar Rp
1,226,433,950,037 pada tahun 2019, lalu mengalami kenaikan kembali sebesar 5% menjadi Rp
1,294,124,230,640, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 0.3% menjadi
Rp 1,297,860,484,127 pada tahun 2021; Jadi totalnya dilihat sangat fluktuatif di mana terjadi
penurunan sebesar 13% pada tahun 2016 yaitu yang semula sebesar Rp 2.493.308.806.642
turun menjadi Rp 2.206.341.041.320 pada tahun 2017 dan mengalami kenaikan dengan kisaran
1-3% di mana pada tahun 2021 yaitu sebesar Rp 2.345.115.500.703.
Adapun Surplus/(Defisit) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah Kota
Tangerang Selatan diprediksi sebesar -Rp 728.350.181.682 pada tahun 2017 dan cenderung
diprediksi cenderung mengalami penurunan di mana pada tahun 2021 diprediksi defisit dapat
diredam menjadi - Rp 400.000.000.000. Selanjutnya untuk aspek Pembiayaan Daerah di mana
terdapat SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN SEBELUMNYA (SILPA)
yang diprediksi mengalami penurunan dari tahun 2016 yaitu sebesar Rp 728.350.181.682 pada
tahun 2016 dan mengalami kecenderungan SILPA yang stabil yang berada pada kisaran Rp
400.000.000 untuk tahun 2017-2021(kecuali tahun 2019 sebesar Rp 375.000.000 dikarenakan
tahun Pemilu Nasional) yang mengindikasikan tidak terealisasinya atau terserapnya kinerja
dari anggaran pemerintah daerah setelah dikurangi Pengeluaran Pembiayaan Daerah yang
menyangkut Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah sebesar Rp 22.000.000.000 untuk
tahun 2017-2019 ,maka diperoleh Pembiayaan Neto sebesar Rp 728.350.181.682 untuk tahun
2016, lalu Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2017, Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2018, Rp
353.000.000.000 untuk tahun 2019, dan terakhir Rp 400.000.000.000 untuk tahun 2020-2021.
Dan untuk keseluruhan SILPA Tahun berkenaan seluruhnya adalahnya Rp 0,- untuk penutupan
realisasi anggaran maupun realisasi pendapatan pada tahun berkenaan APBD kota Tangerang
Selatan atas dasar RPJMD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021.
2.2.4 Perubahan APBD Pemerintah Kota Tangerang Selatan Akibat Pandemi COVID-19
14
Dalam pelaksanaan tahun berjalan tentunya ada terdapat hal-hal yang tidak dapat
dipastikan, salah satunya adalah yang saat ini terjadi yaitu Pandemi Global COVID-19 di mana
menyebabkan lumpuhnya sektor kesehatan yang juga kini menjalar ke seluruh sektor
perekonomian negara bahkan daerah yang berada di dalamnya. Oleh karena itu pemerintah
menurunkan kebijakan untuk setiap pemerintah daerah berikut dengan K/L terkait untuk
melakukan pembenahan dan pengalokasian khusus untuk anggaran penyediaan kebutuhan
untuk menghadapi pandemi COVID-19. Refocussing dan Realokasi Anggaran dengan menyisir
kegiatan dan belanja yang tidak menjadi prioritas di masa pandemi, alokasi dana non prioritas
kemudian akan diprioritaskan untuk kegiatan/belanja dalam rangka penanganan dan upaya
pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat Pandemi COVID-19.
Berikut merupakan Perubahan
Atas APBD Pemerintah Kota Tangerang Selatan Akibat
Pandemi COVID-19 menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2020 tentang
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 Pemerintah Daerah Kota
Tangerang
Selatan.
APBD Tahun Anggaran 2020 semula berjumlah sebesar Rp
4.066.287.032.149,20 , kini berkurang sejumlah (Rp639.496.630.112,85) sehingga Perubahan
Atas APBD Tahun Anggaran 2020 totalnya menjadi Rp 3.426.790.402.036,35 dengan
perincian sebagai berikut:
a. Pendapatan
1. Semula
Rp 3.674.010.230.412,00
2. Berkurang
-Rp
Jumlah Pendapatan setelah perubahan
496.570.099.480,00
Rp 3.177.440.130.932,00
b. Belanja
1. Semula
Rp 4.066.287.032.149,20
2. Berkurang
-Rp
639.496.630.112,85
Jumlah Belanja setelah perubahan
Rp 3.426.790.402.036,35
Defisit setelah perubahan
-Rp
249.350.271.104,35
a) Semula
Rp
413.616.801.737,20
b) Berkurang
-Rp
164.266.530.632,85
Rp
249.350.271.104,35
Rp
21.340.000.000,00
c. Pembiayaan Daerah
1. Penerimaan
Jumlah Penerimaan setelah perubahan
2. Pengeluaran
a) Semula
15
-Rp
b) Berkurang
21.340.000.000,00
Jumlah Pengeluaran setelah perubahan
Rp 0,00
Jumlah Pembiayaan neto setelah perubahan
Rp
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA)
Rp 0,00
249.350.271.104,35
Pasal 3
(1) Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Daerah
1. Semula
Rp 2.000.190.932.000,00
2. Berkurang
-Rp
Jumlah Pendapatan Asli daerah setelah perubahan
353.134.072.451,00
Rp 1.647.056.859.549,00
b. Dana Perimbangan
1. Semula
Rp
918.208.869.000,00
2. Bertambah
Rp
14.999.624.580,00
Rp
933.208.493.580,00
1. Semula
Rp
755.610.429.412,00
2. Berkurang
-Rp
229.130.641.853,00
Rp
526.479.787.559,00
Jumlah Dana Perimbangan setelah perubahan
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Jumlah Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah setelah
perubahan
(2) Pendapatan Asli Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dai jenis
Pendapatan:
a. Hasil Pajak Daerah
1. Semula
Rp 1.716.350.000.000,00
2. Berkurang
-Rp
Jumlah Hasil Pajak Daerah setelah perubahan
300.235.400.000,00
Rp 1.416.114.600.000,00
b. Hasil Retribusi Daerah
1. Semula
Rp
109.872.000.000,00
2. Berkurang
-Rp
13.095.534.500,00
Rp
96.776.465.500,00
1. Semula
Rp
173.968.932.000,00
2. Berkurang
-Rp
39.803.137.951,00
Jumlah Hasil Retribusi Daerah setelah perubahan
c. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
16
Jumlah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah setelah
Rp
134.165.794.049,00
perubahan
(3) Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari jenis
Pendapatan:
a. Dana Bagi Hasil Pajak/Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
1. Semula
Rp
135.554.141.000,00
2. Bertambah
Rp
72.231.502.580,00
Rp
207.785.643.580,00
1. Semula
Rp
619.411.148.000,00
2. Berkurang
-Rp
54.830.942.000,00
Rp
564.580.206.000,00
1. Semula
Rp
163.243.580.000,00
2. Berkurang
-Rp
2.400.936.000,00
Rp
160.842.644.000,00
Jumlah DBH Pajak/DBH Bukan Pajak setelah perubahan
b. Dana Alokasi Umum
Jumlah Dana Alokasi Umum setelah perubahan
c. Dana Alokasi Khusus
Jumlah Dana Alokasi Khusus setelah perubahan
(4) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri dari jenis Pendapatan:
a. Pendapatan Hibah
1. Semula
Rp
88.517.000.000,00
2. Bertambah
Rp
9.805.900.000,00
Rp
98.322.900.000,00
1. Semula
Rp
602.129.865.412,00
2. Berkurang
-Rp
219.043.743.609,00
Rp
383.086.121.803,00
1. Semula
Rp
64.963.564.000,00
2. Bertambah
Rp
5.802.192.000,00
Rp
70.765.756.000,00
Jumlah Pendapatan Hibah setelah perubahan
b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya
Jumlah DBH Pajak Provinsi setelah perubahan
c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Jumlah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus setelah
perubahan
17
d. Bantuan Keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah
lainnya
1. Semula
Rp 0,00
2. Bertambah
Rp
45.000.000.000,00
Rp
45.000.000.000,00
Jumlah Bantuan Keuangan dari provinsi atau pemerintah
daerah lainnya setelah perubahan
(1) Belanja sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf b terdiri dari:
a. Belanja Tidak Langsung
1. Semula
Rp 1.131.350.119.516,20
2. Berkurang
Rp (90.226.308.171,35) -
Jumlah Belanja Tidak Langsung setelah perubahan
Rp1.041.123.811.344,85
b. Belanja Langsung
1. Semula
Rp 2.934.936.912.633,00
2. Berkurang
Rp (549.270.321.941,50)-
Jumlah Belanja Langsung setelah perubahan
Rp 2.385.666.590.691,50
(2) Belanja Tidak Langsung sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin a terdiri dari jenis
Belanja:
a. Belanja Pegawai
1. Semula
Rp 972.737.033.790,91
2. Berkurang
Rp (150.071.155.100,57)-
Jumlah Belanja Pegawai setelah perubahan
Rp 822.665.878.690,34
b. Belanja Hibah
1. Semula
Rp 147.901.375.543,00
2. Berkurang
Rp (16.709.547.057,00) -
Jumlah Belanja Hibah setelah perubahan
Rp 131.191.828.486,00
c. Belanja Bantuan Sosial
1. Semula
Rp 857.000.000,00
18
2. Berkurang
Jumlah Belanja Bantuan Sosial setelah perubahan
Rp 0,00 +
Rp 857.000.000,00
(1) Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 poin c terdiri dari:
a. Penerimaan
1. Semula
Rp 413.616.801.737,20
2. Berkurang
Rp (164.266.530.632,85)-
Jumlah Penerimaan setelah perubahan
Rp 249.350.271.104,35
b. Pengeluaran
1. Semula
Rp 21.340.000.000,00
2. Berkurang
Rp (21.340.000.000,00) -
Jumlah Pengeluaran setelah perubahan
Rp0,00
(2) Penerimaan Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin a terdiri dari:
SiLPA tahun anggaran sebelumnya
1. 1. Semula
Rp 413.616.801.737,20
2. 2. Berkurang
Rp (164.266.530.632,85)-
Jumlah SiLPA tahun anggaran sebelumnya setelah perubahan
Rp 249.350.271.104,35
(3) Pengeluaran Pembiayaan Daerah sebagaimana disebutkan pada ayat (1) poin b terdiri dari:
Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah
1. 1. Semula
Rp 21.340.000.000,00
2. 2. Berkurang
Rp (21.340.000.000,00) -
Jumlah Penyertaan modal (investasi) Pemerintah Daerah setelah
Rp 0,00
perubahan
APBD Kota Tangerang Selatan telah mengalami defisit sebesar Rp 249 M dari total APBD
akibat perubahan rancangan strategi terkait dampak pandemi Covid-19 di mana rasio
pendapatan pada tahun dianggarkan sebelumnya berjumlah Rp 3,67 Triliun yang terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah(PAD) berkurang menjadi Rp 2 Triliun; Dana Perimbangan naik
menjadi sebesar Rp 918 Milyar; serta untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp 775,6
19
Milyar, mengalami penurunan atau perubahan anggaran dengan total Rp 639,4 Milyar(13,5%)
terhadap pengeluaran atau belanja pemerintah daerah yang sebelumnya mencapai Rp 4,1
Triliun mengalami pemotongan menjadi Rp 3,42 Triliun atau turun sekitar 15,7% dari total
APBD sebelum terjadi perubahan dan untuk defisit APBD-nya yaitu mencapai sekitar 6%
meskipun melihat komponen pengeluaran pemerintah daerah yang sudah mengurangi
pengeluarannya hampir di semua lini kecuali Belanja Bantuan Keuangan kepada
provinsi/kabupaten/kota dan partai politik dan Belanja Tidak Terduga karena terkait kurangnya
kemampuan pembayaran kebutuhan yang bersifat situasional menghadapi Pandemi COVID19. Sementara untuk komponen pembiayaan pemerintah dengan defisit APBD yang ada
diadakanlah skema untuk menutupi kekurangan defisit APBD melalui SiLPA (selisih
lebih/kurang antara realisasi pendapatan daerah dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.) namun mengalami penurunan juga
dikarenakan perubahan atas dasar pertimbangan DPRD Kota Tangerang Selatan serta Pemkot
Tangerang Selatan yang semula berjumlah Rp 413, 6Milyar berkurang menjadi Rp 249,3
Milyar. Perubahan atas APBD Tahun Anggaran 2020 berubah sejalan dengan instruksi
pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 serta menjaga kondisi keuangan daerah
tetap stabil. Pemkot Tangerang Selatan harus mampu untuk menjaga kondisi keuangan di
tengah sulitnya memperoleh pembiayaan dari pusat serta aspek penerimaan daerah yang
menurun seiring dengan kondisi pasar saat ini, perlu adanya langkah strategi kebijakan yang
tepat guna untuk pada RAPBD tahun selanjutnya bisa mencapai kondisi yang relatif bisa
dikatakan aman karena ketidakpastian kondisi perekonomian dan juga Pandemi yang terus
berkepanjangan hingga ke tahun 2021 saat ini, di mana Pemkot Tangerang Selatan dapat
mengalokasikan dan memfokuskan APBD-nya pada upaya pemulihan ekonomi akibat
Pandemi COVID-19 dan penstabilan iklim usaha yang ada.
2.3. Strategi Kebijakan Yang Sudah Dikembangkan Pemerintah Daerah Tangerang
Selatan
Strategi merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya
organisasi yang meliputi penetapan kebijakan, dan program untuk mencapai sasaran dan
tujuan. Strategi pada dasarnya lebih bersifat grand design, di mana strategi merupakan
cara atau pola yang dirancang untuk merespons isu strategis yang dihadapi dan/atau untuk
mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
20
strategis Bappeda tahun 2016– 2021, maka strategi dan arah kebijakan yang dijalankan
adalah sebagai berikut:
Dalam Rangka Menciptakan Kota Layak Huni yang Berwawasan Lingkungan
Strategi
1. Mengembangkan
penataan
ruang
Kebijakan
kerangka
dan
regulasi 1. Merencanakan Tata Ruang Kota guna
data
spasi
mewujudkan ruang-ruang publik yang
mewujudkan ruang-ruang publik yang
mendorong aktivitas dan kreativitas
mendorong aktivitas dan kreativitas.
masyarakat.
2. Merumuskan kebijakan struktur pola
ruang guna mendukung kegiatan sosial
ekonomi
masyarakat
dan
mengatur
peruntukan ruang.
Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Berbasis Teknologi Informasi
Strategi
1. Pengembangan
dukungan
layanan
kapasitas
kualitas
Bappeda
keuangan,
SDM,
Kebijakan
yang
layanan 1. Penyediaan
meliputi
pengembangan
sarpras,
layanan
anggaran
pelaksanaan
kegiatan yang sesuai kebutuhan dan tepat
waktu
serta
pertanggungjawaban
keuangan yang akuntabel
administrasi perkantoran, perencanaan 2. Pengembangan berkelanjutan kapasitas
dan evaluasi, serta data dan informasi
seluruh SDM Pemerintah Bappeda sesuai
dengan tugas masing-masing personel
3. Penyediaan layanan administrasi
perkantoran sesuai kebutuhan secara
tepat waktu
4. Pengembangan
sistem
akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah (SAKIP)
yang berkualitas, dengan menyusun dan
mengimplementasikan rencana kegiatan
yang konsisten dan selaras dengan renstra
Bappeda dan RPJMD Kota Tangerang
Selatan
21
5. Penyediaan
data
pendukung
dan
informasi
pengambilan
keputusan
internal yang update dan tepat waktu
2. Perencanaan pembangunan daerah yang 1. Pengembangan rencana pembangunan
selaras,
terintegrasi,
efektif,
efisien
jangka
Pengembangan rencana pembangunan
jangka
menengah
Kota
menengah
Kota
Tangerang
Selatan berdasarkan prioritas
Tangerang 2. Pengembangan rencana tahunan Kota
Selatan melibatkan masyarakat secara
Tangerang
Selatan
yang
konsisten
aktif dan partisipatif
dengan rencana jangka menengah, dan
penajaman kegiatan prioritas
3.
Pengembangan
pengendalian
perencanaan
dan
pembangunan
Kota
Tangerang Selatan berbasis teknologi
informasi
3. Pengendalian pelaksanaan pembangunan 1. Pengendalian
pelaksanaan
rencana
daerah untuk menjaga arah pembangunan
pembangunan Kota Tangerang Selatan
sesuai rencana jangka menengah berbasis
berbasis
teknologi informasi
memberikan
teknologi
informasi
rekomendasi
dan
atas
permasalahan yang ditemui
2. Pemantauan pelaksanaan rekomendasi
pengendalian pembangunan
4. Penyediaan data-data yang dibutuhkan 1. Pengumpulan
secara
lengkap
perencanaan
dan
dan
akurat
bagi
pengendalian
data
dan
informasi
pembangunan Kota Tangerang Selatan
pada seluruh bidang dan terpilah gender
pembangunan daerah
Tabel 2.2 Strategi dan Arahan Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan
2.4. Kendala Pengimplementasian Kebijakan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan
Informasi yang didapat dari LKPJ Kota Tangerang Selatan tahun 2016, sisa anggaran
belanja pada Belanja Langsung APBD Tahun Anggaran 2015 masih besar. Hal ini
disebabkan oleh beberapa masalah yaitu:
1. Terlambatnya proses pengadaan pada kegiatan yang telah dianggarkan. Ini
disebabkan oleh adanya perubahan regulasi terkait pengadaan barang/jasa dengan
ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan
22
Barang/Jasa Pemerintah yang membuat mekanisme dan ketentuan belum dipahami
sepenuhnya oleh pengelola teknis kegiatan sehingga terjadi keterlambatan.
2. Terjadinya sisa anggaran sebesar Rp 14,7 Milyar karena tidak diserapnya anggaran
perjalanan dinar Luar Negeri dan kegiatan yang menggunakan akomodasi hotel
dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi sesuai Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014
tentang Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara.
3. Di awal terbentuknya Unit Layanan pengadaan (ULP) sampai akhir tahun 2014,
kondisi Sumber Daya Aparatur ULP masih terbatas, hal ini berdampak pada
banyaknya administrasi paket lelang pekerjaan yang lambat tertangani sehingga
berakibat lambatnya proses lelang itu sendiri dan keterlambatan penyelesaian
pekerjaan pada tahun anggaran berjalan.
4. Pada Tahun 2013 selain dari adanya efisiensi dari nilai kontrak terdapat 211 paket
pekerjaan yang tidak selesai sehingga berakibat terjadinya sisa anggaran sebesar Rp.
75.658.982.091,- juga disebabkan oleh, perubahan desain bangunan gedung
PUSPEM yang disesuaikan dengan hasil rekomendasi Kementerian Pekerjaan
Umum membutuhkan waktu 2 (dua) bulan sehingga proses lelang baru dapat
diselesaikan bulan Desember 2013. Hal tersebut berakibat pada tidak terserapnya
uang muka pekerjaan sebesar Rp.33.509.002.500,- waktu pelaksanaan pekerjaan
pada kegiatan yang dianggarkan di Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 tidak
cukup, berakibat 4 (empat) paket pekerjaan tidak dapat dilaksanakan, 32 paket
pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal tersebut juga disebabkan oleh
kurang matangnya perencanaan teknis pada paket pekerjaan tersebut.
5. Pada Tahun 2014 terdapat beberapa paket pekerjaan pada urusan kesehatan dengan
sisa anggaran sebesar Rp.66,4 milyar lebih, yang disebabkan oleh; terdapat kendala
teknis yang diakibatkan kesalahan pada perencanaan teknis sehingga terdapat
kegiatan yang tidak dilaksanakan yaitu pengadaan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) Farmasi maupun Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) yang
dianggarkan pada perubahan APBD. Di mana untuk pengadaan BMHP Labkesda
terdapat kerendahan harga dari item barang yang terdapat pada DPA ketika
dilakukan survei HPS (Harga Perkiraan Sendiri).
6. Masih terdapat pekerjaan fisik di tahun 2011-2014 yang dianggarkan atau baru
dilelang di Perubahan APBD, sehingga tidak cukup waktu pelaksanaan yang
berakibat tidak selesainya pekerjaan.
23
Berkenaan dengan kendala yang dihadapi, maka langkah-langkah yang telah ditempuh
untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Terkait dengan penyesuaian peraturan perundangan-undangan, Pemerintah Daerah
senantiasa menyesuaikan dan melakukan percepatan dalam pelaksanaannya. Namun
demikian tetap diperlukan kehati-hatian terutama menyikapi perubahan regulasi
terkait pengadaan barang dan jasa. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat
meminimalisasi keterlambatan dalam paket pekerjaan lelang namun tetap
memedomani ketentuan yang berlaku.
2. Terkait kendala yang dihadapi dalam proses pengadaan Barang dan Jasa, Pemerintah
Kota Tangerang Selatan telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada
Tahun 2014 melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di Kota Tangerang Selatan.
Selanjutnya penggunaan aplikasi lelang secara elektronik atau electronic
prochurenment (e-proch) sudah diterapkan mulai tahun 2013 dan terus
disempurnakan pelaksanaannya. Kebijakan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan
kualitas SDM pada ULP, telah dikeluarkan kebijakan melalui Surat Walikota
Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2014 tentang kewajiban setiap pejabat
strukturan mengikuti bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa serta memiliki
sertifikat pengadaan barang dan jasa. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja ULP,
mulai Tahun Anggaran 2015 ditingkatkan tunjangan kinerjanya.
3. Mematangkan perencanaan teknis di tingkat SKPD mulai dari penyusunan Rencana
Kerja Anggaran (RKA) dengan memperketat kelengkapan dokumen perencanaan
teknis pada pekerjaan yang akan dianggarkan pada RKA, baik FS, DED dan Reviu
DED serta dokumen teknis lainnya. Pada tahun 2016 bahkan SKPD sudah
diwajibkan melampirkan Peta Informasi Lokasi (PILOK) sebagai kelengkapan
teknis usulan pekerjaan fisik.
4. Mulai Tahun Anggaran 2015 tidak ada lagi pekerjaan fisik yang dianggarkan di
perubahan APBD, hal tersebut untuk menghindari adanya pekerjaan yang tidak
cukup waktu pelaksanaan sehingga tidak dapat diselesaikan di akhir tahun anggaran.
24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Meninjau
definisi pemerintahan daerah tersebut, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh
pemerintah daerah dan DPRD.
Sedangkan otonomi daerah adalah suatu bentuk respons pemerintah atas berbagai tuntutan
masyarakat terhadap tatanan penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal ini merupakan
suatu implementasi dari berkembangnya kehidupan berdemokrasi dalam suatu Negara, karena
kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan responsif. Salah satu
alternatif dalam mewujudkan pelayanan yang baik dan responsif ialah melalui otonomi daerah.
Dengan adanya perubahan lingkungan strategis dalam sistem pemerintahan daerah di
Indonesia, serta dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, hal ini
memberi kesempatan kepada daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota mempunyai
kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi
pemerintahan adalah mengenai masalah pengelolaan keuangan daerahnya dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), oleh karena itu diperlukannya tingkat efisiensi dan
efektivitas yang baik dalam aspek pengelolaan keuangan daerah guna membiayai pelaksanaan
program maupun tugas-tugas pemerintahan, kinerja pembangunan, dan akses pelayanan
publik/sosial masyarakat.
Rata-rata Desentralisasi Fiskal Kota Tangerang Selatan selama periode 2011-2015 sebesar
39,52%, masuk pada kategori “cukup”. Dilihat dari total PAD dan total pendapatan daerah
setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan diperoleh bahwa pada tahun 2015 mencapai
tertinggi yaitu pada kisaran angka 47,19% (masuk dalam kategori “baik”). Adanya peningkatan
capaian ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Tangerang Selatan terus bersinergi untuk
25
meningkatkan kemandirian daerahnya dengan terus mengoptimalkan penerimaan Pendapatan
Asli Daerah.
Dilihat dari struktur pendapatan daerah selama 5 tahun terakhir, kontribusi paling besar
yaitu pada tahun 2015 dalam pembentuk pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah, yaitu sebesar 47,19%; kemudian Dana Perimbangan yaitu sebesar 27,19%; dan LainLain Pendapatan Daerah yang Sah yaitu sebesar 25,62%. Kontribusi PAD terhadap struktur
APBD mengalami tren peningkatan; dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah juga relatif
stabil, akan tetapi hal ini berbeda karena dilihat menurunnya kontribusi Dana Perimbangan,
dari kisaran 42,26% pada tahun 2011, terus mengalami tren penurunan hingga kisaran 27,19%
pada tahun 2015.
SILPA Kota Tangerang Selatan bernilai cukup tinggi dan cenderung meningkat, dilihat
pada tahun 2011 dicatat perolehan nilai SILPA sebesar Rp 430.765.124.802, kemudian
meningkat menjadi Rp 754.842.954.329.- pada tahun 2015. Oleh karena itu, perlu adanya
pengoptimalan anggaran agar keberhasilan pembangunan daerah yang direncanakan dapat
tercapai sebanding dengan tingkat penyerapan anggaran yang tinggi. Berikut gambar 2.3 di
bawah ini menunjukkan jumlah SILPA kota Tangerang Selatan dari tahun 2011-2015.
Pada komponen sumber pendapatan diperkirakan mengalami penurunan sebesar 1% pada
tahun 2016 dari Rp 2.576.372.185.717 menjadi Rp 2.545.669.733.686 pada tahun 2017 hal ini
dikarenakan tidak tersedianya dana Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah
Daerah lainnya, namun setelah mengalami penurunan nilai pendapatan diperkirakan bahwa
kerangka penerimaan pada tahun selanjutnya sejalan dengan RPJMD kota Tangerang Selatan
tahun 2016-2021 akan mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 2-3% dari total nilai
pendapatannya. Hal ini didukung karena prediksi komponen penerimaan Pendapatan Asli
Daerah(PAD) kota Tangerang Selatan akan mengalami kenaikan berkisar antara 1,3- 5% dari
PAD tiap tahunnya dilihat dari penggiatan perolehan Pajak dan Retribusi Daerah, serta Lainlain Pendapatan Daerah Asli yang Sah. Beralih pada komponen Dana Perimbangan yaitu
sebesar Rp 874.186.891.950 pada tahun 2016 kemudian mengalami penurunan sebesar 4,6%
menjadi sebesar Rp 835.363.230.419 kemudian diperkirakan naik kembali sebesar 3% menjadi
Rp 862.476.044.000 dan pengalokasian nilai tetap untuk tahun 2018-2021 yang terdiri atas
Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus, di mana untuk Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan untuk
tahun 2016-2017 yaitu sebesar Rp 144.146.498.000 dan untuk tahun 2018-2021 mengalami
26
penurunan sebesar 8,7% menjadi Rp 131.640.400.000, kemudian untuk Dana Alokasi Umum
jumlahnya tetap yakni sekitar Rp 581.505.815.000 , kemudian untuk Dana Alokasi Khusus
mengalami pemberian yang relatif stabil di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp
148.534.578.950 lalu mengalami penurunan sebesar 3,5% pada tahun 2017 menjadi Rp
109.710.917.419 , selanjutnya kembali naik sekitar 2,7% dan diperkirakan mengalami
pemberian tetap yaitu sebesar Rp 149.329.829.000. Dan terakhir untuk Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah diperkirakan mengalami penurunan sekitar 2% pada tahun 2017 yang
semulanya pada tahun 2016 bernilai sebesar Rp 458.479.893.767 turun menjadi Rp
449.414.692.267, hal ini diakibatkan tidak adanya pemberian dana Bantuan Keuangan Dari
Provinsi atau Pemerintah daerah Lainnya pada tahun 2017-2021 atau hanya diberikan dana
sebesar Rp 9.065.201.500 pada tahun 2016 dan untuk Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
tetap bernilai Rp 0,Untuk komponen pengeluaran pemerintah daerah yaitu Belanja Daerah yang terdiri atas
Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial,
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa dan Partai
Politik, serta Belanja Tidak Terduga dan Belanja Langsung meliputi Belanja Pegawai, Belanja
Barang dan Jasa, dan juga Belanja Modal diperkirakan akan mengalami fluktuatif dikarenakan
adanya penambahan maupun pengurangan biaya untuk tiap komponen pengeluaran yang
diperoleh prediksi anggaran pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 3.304.722.367.399 diperkirakan
mengalami penurunan sebesar 13% pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp 2.923.669.733.686,
selanjutnya mengalami kenaikan berkisar antara 1-4% dan untuk akhir tahun diperkirakan
berjumlah sebesar Rp 3.225.324.081.922. Untuk komponen pengeluaran Belanja Daerah yang
terdiri atas Belanja Tidak Langsung meliputi Belanja Pegawai yang diperkirakan turun sebesar
10% pada tahun 2017 awalnya sebesar Rp 729.015.399.464 pada tahun 2016 turun menjadi Rp
662.903.692.366 dan kemudian diperkirakan mengalami kenaikan konstan yakni sebesar 5%
untuk tahun 2018-2021 yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran Rp 805.763.581.219;
Untuk Belanja Hibah diperkirakan akan mengalami penurunan drastis yang mulanya sebesar
67,490,395,000 mengalami penurunan hingga 125% pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp
30,000,000,000 pada tahun 2017, kemudian mengalami kenaikan namun trennya cenderung
negatif dari 14% menjadi 10% yang mana pada tahun 2021 berada pada kisaran nominal yaitu
sebesar Rp 50,000,000,000; untuk Belanja Bantuan Sosial yang sebelumnya pada tahun 2016
tidak ada kini diberikan alokasi pembiayaan tetap yakni sebesar Rp 20.000.000.000 untuk
tahun 2017-2021; Untuk Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota,
27
Pemerintahan Desa dan Partai Politik mengalami kenaikan yang stabil sekitar 1% di mana pada
tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp 445.000.000; Serta Belanja Tidak Terduga
diperkirakan sebesar Rp 4.000.000.00 untuk tahun 2017-2021 yang awalnya pada tahun 2016
berada pada kisaran Rp 14.491.447.000 jadi keseluruhan dari total Belanja Tidak Langsung
diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2017 sebesar 13% terhadap tahun 2016 yang
mulanya yaitu sebesar Rp811.413.560.757 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp
717.328.692.366 namun selanjutnya diperkirakan mengalami kenaikan yang konstan yaitu 5%
dan pada akhir tahun 2021 berada pada kisaran Rp 880.208.581.219. Selanjutnya pada
komponen Belanja Langsung yang meliputi Belanja Pegawai mengalami penghematan ataupun
penurunan drastis yakni sebesar 20% pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp 335,810,816,300 turun
menjadi sebesar Rp 281,921,875,477 dan mengalami kenaikan konstan sebesar 5% pada tahun
2018-2021 di mana pada tahun 2021 berada pada kisaran sebesar Rp342,677,801,654; Untuk
Belanja Barang dan Jasa juga mengalami penghematan ataupun pengurangan yang sangat
signifikan yakni sebesar 19% pada tahun 2016 sebesar Rp 864,688,199,374 turun pada tahun
2017 menjadi Rp 727,743,863,861, kemudian mengalami fluktuatif anggaran di mana pada
tahun 2018 naik sebesar 5% menjadi Rp 764,131,057,054 selanjutnya pada tahun 2019
mengalami penurunan sebesar 9% menjadi Rp 702,337,609,907, selanjutnya pada tahun 2020
mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp 692,454,490,402, dan terakhir pada
tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 2% menjadi Rp 704,577,214,922; Dan juga Belanja
Modal mengalami fluktuatif anggaran di mana pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp
1,292,809,790,968 mengalami penurunan sebesar 8% menjadi Rp 1,196,675,301,982 pada
tahun 2017, kemudian mengalami penurunan kembali sebesar 1% menjadi Rp
1,185,401,769,977 pada tahun 2018, lalu mengalami kenaikan sebesar 3% menjadi sebesar Rp
1,226,433,950,037 pada tahun 2019, lalu mengalami kenaikan kembali sebesar 5% menjadi Rp
1,294,124,230,640, dan terakhir pada tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 0.3% menjadi
Rp 1,297,860,484,127 pada tahun 2021; Jadi totalnya dilihat sangat fluktuatif di mana terjadi
penurunan sebesar 13% pada tahun 2016 yaitu yang semula sebesar Rp 2.493.308.806.642
turun menjadi Rp 2.206.341.041.320 pada tahun 2017 dan mengalami kenaikan dengan kisaran
1-3% di mana pada tahun 2021 yaitu sebesar Rp 2.345.115.500.703.
Adapun Surplus/(Defisit) antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah Kota
Tangerang Selatan diprediksi sebesar -Rp 728.350.181.682 pada tahun 2017 dan cenderung
diprediksi cenderung mengalami penurunan di mana pada tahun 2021 diprediksi defisit dapat
diredam menjadi - Rp 400.000.000.000. Selanjutnya untuk aspek Pembiayaan Daerah di mana
28
terdapat SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN SEBELUMNYA (SILPA)
yang diprediksi mengalami penurunan dari tahun 2016 yaitu sebesar Rp 728.350.181.682 pada
tahun 2016 dan mengalami kecenderungan SILPA yang stabil yang berada pada kisaran Rp
400.000.000 untuk tahun 2017-2021(kecuali tahun 2019 sebesar Rp 375.000.000 dikarenakan
tahun Pemilu Nasional) yang mengindikasikan tidak terealisasinya atau terserapnya kinerja
dari anggaran pemerintah daerah setelah dikurangi Pengeluaran Pembiayaan Daerah yang
menyangkut Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah sebesar Rp 22.000.000.000 untuk
tahun 2017-2019 ,maka diperoleh Pembiayaan Neto sebesar Rp 728.350.181.682 untuk tahun
2016, lalu Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2017, Rp 378.000.000.000 untuk tahun 2018, Rp
353.000.000.000 untuk tahun 2019, dan terakhir Rp 400.000.000.000 untuk tahun 2020-2021.
Dan untuk keseluruhan SILPA Tahun berkenaan seluruhnya adalahnya Rp 0,- untuk penutupan
realisasi anggaran maupun realisasi pendapatan pada tahun berkenaan APBD kota Tangerang
Selatan atas dasar RPJMD kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2021.
Dalam pelaksanaan tahun berjalan tentunya ada terdapat hal-hal yang tidak dapat
dipastikan, salah satunya adalah yang saat ini terjadi yaitu Pandemi Global COVID-19 di mana
menyebabkan lumpuhnya sektor kesehatan yang juga kini menjalar ke seluruh sektor
perekonomian negara bahkan daerah yang berada di dalamnya. Oleh karena itu pemerintah
menurunkan kebijakan untuk setiap pemerintah daerah berikut dengan K/L terkait untuk
melakukan pembenahan dan pengalokasian khusus untuk anggaran penyediaan kebutuhan
untuk menghadapi pandemi COVID-19. Refocussing dan Realokasi Anggaran dengan
menyisir kegiatan dan belanja yang tidak menjadi prioritas di masa pandemi, alokasi dana non
prioritas kemudian akan diprioritaskan untuk kegiatan/belanja dalam rangka penanganan dan
upaya pemulihan ekonomi dan kesehatan akibat Pandemi COVID-19.
APBD Kota Tangerang Selatan telah mengalami defisit sebesar Rp 249 M dari total APBD
akibat perubahan rancangan strategi terkait dampak pandemi Covid-19 di mana rasio
pendapatan pada tahun dianggarkan sebelumnya berjumlah Rp 3,67 Triliun yang terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah(PAD) berkurang menjadi Rp 2 Triliun; Dana Perimbangan naik
menjadi sebesar Rp 918 Milyar; serta untuk Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Rp 775,6
Milyar, mengalami penurunan atau perubahan anggaran dengan total Rp 639,4 Milyar(13,5%)
terhadap pengeluaran atau belanja pemerintah daerah yang sebelumnya mencapai Rp 4,1
Triliun mengalami pemotongan menjadi Rp 3,42 Triliun atau turun sekitar 15,7% dari total
APBD sebelum terjadi perubahan dan untuk defisit APBD-nya yaitu mencapai sekitar 6%
meskipun melihat komponen pengeluaran pemerintah daerah yang sudah mengurangi
29
pengeluarannya hampir di semua lini kecuali Belanja Bantuan Keuangan kepada
provinsi/kabupaten/kota dan partai politik dan Belanja Tidak Terduga karena terkait kurangnya
kemampuan pembayaran kebutuhan yang bersifat situasional menghadapi Pandemi COVID19. Sementara untuk komponen pembiayaan pemerintah dengan defisit APBD yang ada
diadakanlah skema untuk menutupi kekurangan defisit APBD melalui SiLPA (selisih
lebih/kurang antara realisasi pendapatan daerah dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan dalam APBD selama satu periode pelaporan.) namun mengalami penurunan juga
dikarenakan perubahan atas dasar pertimbangan DPRD Kota Tangerang Selatan serta Pemkot
Tangerang Selatan yang semula berjumlah Rp 413, 6Milyar berkurang menjadi Rp 249,3
Milyar. Perubahan atas APBD Tahun Anggaran 2020 berubah sejalan dengan instruksi
pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 serta menjaga kondisi keuangan daerah
tetap stabil. Pemkot Tangerang Selatan harus mampu untuk menjaga kondisi keuangan di
tengah sulitnya memperoleh pembiayaan dari pusat serta aspek penerimaan daerah yang
menurun seiring dengan kondisi pasar saat ini, perlu adanya langkah strategi kebijakan yang
tepat guna untuk pada RAPBD tahun selanjutnya bisa mencapai kondisi yang relatif bisa
dikatakan aman karena ketidakpastian kondisi perekonomian dan juga Pandemi yang terus
berkepanjangan hingga ke tahun 2021 saat ini, di mana Pemkot Tangerang Selatan dapat
mengalokasikan dan memfokuskan APBD-nya pada upaya pemulihan ekonomi akibat
Pandemi COVID-19 dan penstabilan iklim usaha yang ada.
Adapun strategi yang sudah dikembangkan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan
dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Bappeda tahun 2016-2021 dengan strategi
dan arah kebijakan yang dijalankan adalah sebagai berikut:
1.
Dalam rangka menciptakan kota layak huni yang berwawasan lingkungan, Pemda
Tangerang Selatan mengembangkan kerangka regulasi penataan ruang dan data spasi
mewujudkan ruang-ruang publik yang mendorong aktivitas dan kreativitas melalui
kebijakan yang merencanakan Tata Ruang Kota guna mewujudkan ruang-ruang
publik yang mendorong aktivitas dan kreativitas masyarakat dan merumuskan
kebijakan struktur pola ruang guna mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
dan mengatur peruntukan ruang.
2.
Dalam rangka meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Berbasis
Teknologi Informasi, Pemda Tangerang Selatan mengembangkan kualitas layanan
dukungan Bappeda yang meliputi layanan keuangan, pengembangan kapasitas SDM,
sarpras, layanan administrasi perkantoran, perencanaan dan evaluasi, serta data dan
30
informasi melalui kebijakan penyediaan anggaran pelaksanaan kegiatan yang sesuai
kebutuhan dan tepat waktu serta pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel,
pengembangan berkelanjutan kapasitas seluruh SDM Pemerintah Bappeda sesuai
dengan tugas masing-masing personel, penyediaan layanan administrasi, perkantoran
sesuai kebutuhan secara tepat waktu, pengembangan sistem akuntabilitas kinerja
instansi
pemerintah
(SAKIP)
yang
berkualitas,
dengan
menyusun
dan
mengimplementasikan rencana kegiatan yang konsisten dan selaras dengan renstra
Bappeda dan RPJMD Kota Tangerang Selatan, dan penyediaan data dan informasi
pendukung pengambilan keputusan internal yang update dan tepat waktu.
Sebelumnya Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga mengalami serangkaian kendala
dalam pengimplementasian kebijakannya yang disebabkan oleh beberapa masalah yaitu:
1.
Terlambatnya proses pengadaan pada kegiatan yang telah dianggarkan. Ini disebabkan
oleh adanya perubahan regulasi terkait pengadaan barang/jasa dengan ditetapkannya
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang membuat mekanisme dan ketentuan belum dipahami sepenuhnya oleh pengelola
teknis kegiatan sehingga terjadi keterlambatan.
2.
Terjadinya sisa anggaran sebesar Rp 14,7 Milyar karena tidak diserapnya anggaran
perjalanan dinar Luar Negeri dan kegiatan yang menggunakan akomodasi hotel dalam
rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2014 tentang Peningkatan
Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara.
3.
Di awal terbentuknya Unit Layanan pengadaan (ULP) sampai akhir tahun 2014, kondisi
Sumber Daya Aparatur ULP masih terbatas, hal ini berdampak pada banyaknya
administrasi paket lelang pekerjaan yang lambat tertangani sehingga berakibat lambatnya
proses lelang itu sendiri dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan pada tahun anggaran
berjalan.
4.
Pada Tahun 2013 selain dari adanya efisiensi dari nilai kontrak terdapat 211 paket
pekerjaan yang tidak selesai sehingga berakibat terjadinya sisa anggaran sebesar Rp.
75.658.982.091,- juga disebabkan oleh, perubahan desain bangunan gedung PUSPEM
yang disesuaikan dengan hasil rekomendasi Kementerian Pekerjaan Umum membutuhkan
waktu 2 (dua) bulan sehingga proses lelang baru dapat diselesaikan bulan Desember 2013.
Hal tersebut berakibat pada tidak terserapnya uang muka pekerjaan sebesar
Rp.33.509.002.500,- waktu pelaksanaan pekerjaan pada kegiatan yang dianggarkan di
31
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2013 tidak cukup, berakibat 4 (empat) paket pekerjaan
tidak dapat dilaksanakan, 32 paket pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Hal
tersebut juga disebabkan oleh kurang matangnya perencanaan teknis pada paket pekerjaan
tersebut.
5.
Pada Tahun 2014 terdapat beberapa paket pekerjaan pada urusan kesehatan dengan sisa
anggaran sebesar Rp.66,4 milyar lebih, yang disebabkan oleh; terdapat kendala teknis yang
diakibatkan kesalahan pada perencanaan teknis sehingga terdapat kegiatan yang tidak
dilaksanakan yaitu pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) Farmasi maupun
Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) yang dianggarkan pada perubahan APBD. Di
mana untuk pengadaan BMHP Labkesda terdapat kerendahan harga dari item barang yang
terdapat pada DPA ketika dilakukan survei HPS (Harga Perkiraan Sendiri).
6.
Masih terdapat pekerjaan fisik di tahun 2011-2014 yang dianggarkan atau baru dilelang di
Perubahan APBD, sehingga tidak cukup waktu pelaksanaan yang berakibat tidak
selesainya pekerjaan.
Berkenaan dengan kendala yang dihadapi, maka langkah-langkah yang telah ditempuh
untuk mengatasi permasalahan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Terkait dengan penyesuaian peraturan perundangan-undangan, Pemerintah Daerah
senantiasa menyesuaikan dan melakukan percepatan dalam pelaksanaannya. Namun
demikian tetap diperlukan kehati-hatian terutama menyikapi perubahan regulasi terkait
pengadaan barang dan jasa. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat meminimalisasi
keterlambatan dalam paket pekerjaan lelang namun tetap memedomani ketentuan yang
berlaku.
2.
Terkait kendala yang dihadapi dalam proses pengadaan Barang dan Jasa, Pemerintah Kota
Tangerang Selatan telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Tahun 2014
melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Unit
Layanan Pengadaan (ULP) di Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya penggunaan aplikasi
lelang secara elektronik atau electronic prochurenment (e-proch) sudah diterapkan mulai
tahun 2013 dan terus disempurnakan pelaksanaannya. Kebijakan lebih lanjut dalam upaya
meningkatkan kualitas SDM pada ULP, telah dikeluarkan kebijakan melalui Surat
Walikota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2014 tentang kewajiban setiap pejabat
strukturan mengikuti bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa serta memiliki sertifikat
pengadaan barang dan jasa. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja ULP, mulai Tahun
Anggaran 2015 ditingkatkan tunjangan kinerjanya.
32
3.
Mematangkan perencanaan teknis di tingkat SKPD mulai dari penyusunan Rencana Kerja
Anggaran (RKA) dengan memperketat kelengkapan dokumen perencanaan teknis pada
pekerjaan yang akan dianggarkan pada RKA, baik FS, DED dan Reviu DED serta
dokumen teknis lainnya. Pada tahun 2016 bahkan SKPD sudah diwajibkan melampirkan
Peta Informasi Lokasi (PILOK) sebagai kelengkapan teknis usulan pekerjaan fisik.
4.
Mulai Tahun Anggaran 2015 tidak ada lagi pekerjaan fisik yang dianggarkan di perubahan
APBD, hal tersebut untuk menghindari adanya pekerjaan yang tidak cukup waktu
pelaksanaan sehingga tidak dapat diselesaikan di akhir tahun anggaran.
3.2. Saran
Dalam masa pandemi yang mana tidak stabil dan selalu berubah-ubah kami menyarankan
Pemerintah Daerah Tangerang Selatan untuk selalu meneliti kembali apa-apa saja yang
dibutuhkan masyarakat pada saat ini sehingga pada saat perumusan APBD periode berikutnya
pemerintah daerah paham dengan apa yang menjadi kebutuhan mendesak daerahnya saat
mendistribusikan anggarannya. Dan juga mengurangi maupun memotong pengeluaranpengeluaran yang dinilai tidak urgen pada masa pandemi COVID-19 ini.
33
Daftar Pustaka
Abdullah, R. (2007). Pelaksanaan otonomi luas dengan pemilihan Kepala Daerah Secara langsung.
Jakarta: PT Raja Grasindo.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan. (2018). Rencana Strategis Tahun
2016-2021. Tangerang Selatan: Bappeda Kota Tangerang Selatan.
Bappeda Kota Tangerang Selatan. (2016, November). Download RPJMD. Diambil kembali dari Portal
Bappeda Kota Tangerang Selatan:
https://bappeda.tangerangselatankota.go.id/uploads/perwal/4.pdf
BUKU PEGANGAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHANAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH :
"Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat-Daerah. (2007).
Jakarta: Bappenas.
Farid, M., Antikowati, & Indrayati, R. (2017). Kewenangan Pemerintah Daerah dan Partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan Potensi Daerah. Lentera Hukum, Vol. 4.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan. (2012). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota
Tangerang Selatan Tahun 2005-2025. Tangerang Selatan.
Rondonuwu, R. H., Tinangon, J. J., & Budiarso, N. (2015). ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN
MINAHASA. JURNAL EMBA: JURNAL RISET EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS DAN AKUNTANSI,
23-32.
34
Download