Uploaded by User106821

harga pagu

advertisement
BERANDA
UNDANG-UNDANG »
BERANDA
PERJALANAN DINAS
KEPUTUSAN »
PERATURAN »
PENGADAAN BARANG/JASA
TERKINI
PUBLIKASI »
PINTAR PAJAK
REVIU »
KEUANGAN NEGARA
BARANG MILIK NEGARA
Search
irwil123.blogspot.com
KEUANGAN KEMENTERIAN NEGARA/
LEMBAGA
......................................
PMK NOMOR 177/PMK.05/2015 TENT ANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN
PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN
KEMENTERIAN NEGARA /LEMBAGA
......................................
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41
TAHUN 2016 TENTANG PERLAKUAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 ATAS
PENGHASILAN PEGAWAI DARI PEMBERI
KERJA DENGAN KRITERIA TERTENTU
114 suka
ARSIP FILE
Desember (3)
Sukai Halaman
Hubungi Kami
Pilih Bahasa
018, PMK NOMOR 101 /PMK.010/2016 TENTANG P
HPS MELEBIHI PAGU ANGGARAN DAPAT TERJADI DALAM PEMILIHAN PENYEDIA JASA
KONSULTANSI
POPULAR POST
PERLAKUAN ASET TETAP
RENOVASI PADA SIMAK BMN
Auditor Hukum Diperlukan
untuk Mencegah Korupsi
Indonesia rangking 118
negara bebas korupsi
Sekitar 94% Auditor
COUNTER
Terjemahan
Diberdayakan oleh
Home » PBJ » HPS MELEBIHI PAGU ANGGARAN DAPAT TERJADI DALAM
PEMILIHAN PENYEDIA JASA KONSULTANSI
Kemenkeu Tuntaskan 867
Satker Inventarisasi Aset
Tetap
SURAT EDARAN
Abstrak.
Pasal 66 Peraturan Presiden nomor 70 tentang tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah mengamanatkan bahwa untuk pelaksanaan pengadaan
barang/jasa pemerintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus menyusun
Harga Perkiraan sendiri (HPS). Ketentuan tersebut dimaksudkan agar sebelum
melaksanakan pembelian barang/jasa baik melalui proses pelelangan maupun
dengan cara penunjukan langsung atau pengadaan langsung harga pasar dari
barang/jasa yang akan dibeli sudah diketahui lebih dahulu. Dengan demikian
pengadaan barang dapat dilaksanakan berdasarkan harga pasar yang wajar.
Pengadaan barang/jasa pemerintah dibatasi oleh pagu anggaran. PPK terikat
oleh batas pagu anggaran dan tidak boleh merencanakan pengeluaran
anggaran melebihi dana yang tersedia dalam DIPA. PPK dilarang
menandatangani kontrak sebelum dana anggaran untuk membiayai kegiatan
yang diatur dalam kontrak tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup.
Pada umumnya nilai kontrak pengadaan barang/jasa lahir dari suatu penawaran
harga. Sedangkan penawaran harga dibatasi oleh nilai total HPS. Karena itu,
dengan mengingat bahwa HPS memiliki fungsi sebagai alat dalam menentukan
batas tertinggi penawaran yang sah, para PPK pada umumnya menyusun HPS
dengan nilai total sama dengan atau lebih kecil dari pagu anggaran yang
tersedia. Pertanyaan yang menggelitik adalah, apakah dibolehkan PPK
menyusun HPS dengan nilai lebih dari pagu anggaran?
Pasal 66 ayat (5) huruf b menyebutkan HPS sebagai dasar untuk menetapkan
batas tertinggi penawaran yang sah:
1)
untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, kecuali
Pelelangan yang menggunakan metode dua tahap dan Pelelangan
Terbatas dimana peserta yang memasukkan penawaran harga kurang
dari 3 (tiga); dan
2)
untuk Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu
Anggaran.
PERATURAN
PEDOMAN PEMBATASAN PERTEMUAN /
RAPAT DI LUAR KANTOR DALAM RANGKA
PENINGKATAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS
KERJA APARATUR
......................................
PMK NOMOR 18 / PMK. 010 TAHUN 2015
TENTANG KRITERIA JASA BOGA ATAU
KATERING YANG TERMASUK DALAM JENIS
JASA YANG TIDAK DIKENAI PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
......................................
PMK NOMOR 214 /PMK.05/2013 TENTANG
BAGAN AKUN STANDAR
......................................
PERKA BPS NO. 31 THN 2013 PEDOMAN
PENYELENGGARAAN RAPAT, KONSINYASI,
DAN KEGIATAN SEJENIS DI LINGK BPS RI
......................................
CATEGORIES
APLIKASI
( 10 )
BARANG MILIK NEGARA
BPS
(9)
(2)
INTERNAL AUDITOR
LAINNYA
(5)
LAPORAN KEUANGAN
PAJAK
(7)
(3)
( 24 )
PENGADAAN BARJAS
(5)
PENGELOLAAN KEUANGAN
PERJADIN
(6)
PERSEDIAAN
PROBITY AUDIT
RAPAT
(1)
(4)
(4)
SURAT EDARAN
(1)
( 14 )
Berdasarkan ketentuan di atas dimungkinkan untuk tidak menggugurkan
penawaran yang nilainya lebih tinggi dari HPS. Padahal jika penawaran tersebut
diterima dan peserta lelang/seleksi ditunjuk menjadi penyedia barang/jasa
dengan harga penawaran tersebut, pembayarannya tidak mungkin dilunasi jika
pagu anggaran tidak tersedia dalam jumlah yang cukup.
A.
Ketentuan tentang HPS
Ketentuan tentang Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tertuang dalam pasal
66 Preaturan Presiden nomo70 tahun2012 yang selengkapnya berbunyi:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali
untuk Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang
menggunakan bukti pembelian.
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total
HPS berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK.
Nilai total HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia.
HPS ditetapkan:
a.
paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas
akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan
pascakuali kasi; atau
b.
paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas
akhir pemasukan penawaran ditambah waktu lamanya proses
prakuali kasi untuk pemilihan dengan prakuali kasi.
HPS digunakan sebagai:
a.
alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
b.
dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah:
1)
untuk Pengadan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya,
kecuali Pelelangan yang menggunakan metode dua tahap dan
Pelelangan Terbatas dimana peserta yang memasukkan
penawaran harga kurang dari 3 (tiga); dan
2)
untuk Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan
metode Pagu Anggaran.
c.
dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan
bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan
puluh perseratus) nilai total HPS.
(6)
HPS bukan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian Negara.
(7)
Penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data
yang dapat dipertanggung jawabkan meliputi:
a.
Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi
barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang
dilaksanakannya Pengadaan Barang/Jasa;
b.
informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh
Badan Pusat Statistik (BPS);
c.
informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh
asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat
dipertanggungjawabkan;
d.
daftar biaya/tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/
distributor tunggal;
e.
biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan
mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
f.
in asi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs
tengah Bank Indonesia;
g.
hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang
dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
h.
perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan
perencana (engineer’s estimate);
i.
norma indeks; dan/atau
j.
informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(7a)
Penyusunan HPS untuk pelelangan/seleksi internasional dapat
menggunakan informasi harga barang/jasa di luar negeri.
(8)
HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya
overhead yang dianggap wajar.
B.
Fungsi HPS
Dalam
hal
pengadaan
dilakukan
dengan
cara
pelelangan/seleksi/penunjukan langsung dengan adanya HPS maka Kelompok
Kerja ULP dapat menilai apakah harga yang diajukan oleh peserta
lelang/seleksi/penunjukan langsung masih dalam batas kewajaran. Dalam hal
pengadaan dilakukan dengan cara pengadaan langsung HPS dapat digunakan
oleh Pejabat Pengadaan untuk melakukan negosiasi harga. Tujuan utama dari
penyusunan HPS adalah agar harga pasar dari barang/jasa yang akan diadakan
telah diketahui oleh aparat pelaksana pengadaan dengan demikian dapat
dihindari terjadinya pengadaan barang/jasa dengan harga yang tidak sesuai
dengan harga pasar. Berikut ini diuraikan beberapa fungsi HPS dalam proses
pengadaan barang/jasa.
a.
HPS sebagai dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan
penawaran.
Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan
cara lelang, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang akan mengurangi
kelancaran atau menghambat penetapan pemenang lelang, setiap peserta
lelang yang mengajukan penawaran diharuskan melampirkan surat penawaran
dengan jaminan penawaran. Jaminan penawaran adalah jaminan tertulis yang
bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan
oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang
diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/ULP untuk menjamin
kesungguhan peserta dalam mengikuti proses lelang. Nilai jaminan penawaran
dikaitkan dengan nilai HPS dengan besaran antara 1% sampai 3% dari nilai total
HPS.
b.
barang.
HPS sebagai dasar untuk menetapkan harga yang wajar setiap item
Salah satu hal penting yang dilakukan oleh Kelompok Kerja ULP dalam
pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan cara lelang adalah
melakukan evaluasi penawaran. Dalam mengevaluasi penawaran Kelompok
Kerja ULP HPS harus membandingkan harga satuan setiap item barang yang
ada dalam HPS dengan harga satuan yang terdapat dalam surat penawaran.
Dalam kaitannya dengan harga satuan per item barang, peraturan tentang
pengadaan barang/jasa memang tidak menyebutkan secara eksplisit batasan
harga satuan yang dianggap wajar. Ketentuan tentang pengadaan barang/jasa
mengenai harga timpang terdapat dalam Peraturan Kepala LKPP nomor 14
tahun 2012 yang menyebutkan “harga satuan penawaran yang nilainya lebih
besar dari 110% (seratus sepuluh perseratus) dari harga satuan yang tercantum
dalam HPS, dilakukan klari kasi. Apabila setelah dilakukan klari kasi, ternyata
harga satuan tersebut dinyatakan timpang maka harga satuan timpang hanya
berlaku untuk volume sesuai dengan Daftar Kuantitas dan Harga. Jika terjadi
penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga dalam
HPS”. Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa:
1)
Harga satuan barang dalam surat penawaran yang lebih besar
dari 110% dari harga satuan barang dalam HPS dianggap tidak
wajar dan disebut harga timpang.
2)
Harga timpang hanay dapat diberlakukan untuk volume sesuai
dengan Daftar Kuantitas dan Harga. Volume yang ada dalam
Daftar Kuantitas dan Harga adalah jumlah unit barang yang
akan diadakan.
3)
Jika terjadi perubahan kontrak yang berupa tambahan jumlah
barang, maka khusus untuk barang yang harga satuannya
timpang tidak dibolehkan mengikuti harga penawaran. Untuk
tambahan unit barang tersebut harus mengikuti harga satuan
dalam HPS.
c.
HPS sebagai dasar untuk menentukan batas tertinggi penawaran
yang dianggap sah.
Rincian HPS dirahasiakan, namun nilai total HPS merupakan hal yang
harus diketahui oleh peserta lelang. Karena itu total HPS tidak bersifat rahasia
bahkan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang serta dijelaskan pada
acara penjelasan dokumen (aanwijzing).
Penegasan tentang nilai total HPS kepada seluruh peserta lelang dimaksudkan
agar peserta tidak mengajukan penawaran harga lebih tinggi dari total HPS
karena penawaran yang totalnya lebih tinggi dari total HPS dianggap tidak wajar
dan dapat digugurkan.
Peraturan tentang pengadaan barang/jasa tidak menetapkan besaran harga
penawaran yang dianggap wajar dalam suatu proses lelang. Batas nilai nilai
penawaran yang dianggap wajar dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 66
ayat (5) dan pasal 70 ayat (4) Perpres 70 tahun 2012.
Pasal 66 ayat (5) berbunyi: HPS digunakan sebagai:
a.
alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
b.
dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah:
1)
untuk Pengadan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya, kecuali Pelelangan yang menggunakan
metode dua tahap dan Pelelangan Terbatas dimana
peserta yang memasukkan penawaran harga kurang
dari 3 (tiga); dan
2)
untuk Pengadaan Jasa Konsultansi yang
menggunakan metode Pagu Anggaran.
c.
dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan
bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan
puluh perseratus) nilai total HPS.
Pasal 70 ayat (4) berbunyi: Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai
berikut:
a.
b.
untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh
perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari
nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima
perseratus) dari nilai Kontrak; atau
untuk nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh
perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan
Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk pengadaan
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya penawaran yang dianggap wajab
adalah antara 80% sampai 100% dari nilai HPS. Diluar batasan tersebut
diberlakukan ketentuan khusus yaitu:
a.
Untuk penawaran yang lebih tinggi dari nilai total HPS
dinyatakan gugur, kecuali dalam:
. proses lelang pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang
menggunakan metode dua tahap.
. proses lelang terbatas dimana peserta yang memasukkan
penawaran kurang dari 3 (tiga).
. Proses seleksi menggunakan metode evaluasi berdasarkan
pagu anggaran.
b.
Untuk penawaran yang lebih rendah dari nilai total HPS
diharuskan menambah nilai jaminan pelaksanaan yang
seharusnya 5% dari nilai kontrak menjadi 5% dari nilai HPS.
d.
HPS sebagai dasar untuk menetapkan jaminan pelaksanaan bagi
penyedia yang mengajukan penawaran terlalu rendah (kurang dari
80% HPS).
Pasal 70 Perpres 70 tahun 2012 mengatur tentang besaran jaminan
pelaksanaan untuk pekerjaan yang bernilai di atas Rp200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah). Substansi dari jaminan pelaksanaan adalah menjamin bahwa
penyedia barang/jasa yang ditunjuk akan melaksanakan pekerjaan sampai
selesai dengan baik dalam waktu yang telah ditetapkan.
Nilai nominal jaminan pelaksanaan untuk penawaran yang dianggap wajar
adalah 5% dari nilai kontrak. Karena nilai kontrak sama dengan nilai penawaran
maka nilai jaminan pelaksanaan sama dengan 5% dari nilai total penawaran.
Bagi penyedia yang mangajukan penawaran dengan nilai kurang dari 80% nilai
total HPS diwajibkan menyerahkan jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai
HPS. Karena nilai kontrak sama dengan nilai total penawaran, sedangkan nilai
total HPS jauh lebih tinggi dari nilai penawaran, maka nilai jaminan pelaksanaan
yang besarnya 5% dari total HPS dengan sendirinya lebih besar dari 5% kontrak.
e.
HPS sebagai dasar untuk melakukan negosiasi.
Menurut pasal 38 ayat (3) Pengadaan barang dengan cara pengadaan
langsung harus dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh
harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan. Pasal 49 ayat (7) huruf b mengatur bahwa aspek yang
perlu diklari kasi dan dinegosiasi terutama:
1. Kesesuaian rencana kerja dengan jenis pengeluaran
2. Volume kegiatan dan jenis pengeluaran
3. Biaya satuan dibandingkan dengan biaya yang berlaku di pasar/kewajaran
harga.
Ketentuan tersebut jelas mengharuskan pelaksanaan negosiasi dengan tujuan
agar diperoleh harga yang wajar sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.
Untuk memperoleh harga pasar yang wajar tersebut tentu saja menggunakan
HPS.
C.
Keterkaitan antara HPS dengan Pagu Anggaran
Untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa yang akan digunakan dalam
rangka pelaksanaan kegiatan operasional di setiap instansi pemerintah,
pemerintah mengalokasikan sejumlah dana anggaran belanja negara yang
jumlah dan peruntukannya dicantumkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). Jumlah dana yang dialokasi disebut pagu anggaran karena
jumlah alokasi tersebut merupakan batas tertinggi yang dapat dibelanjakan
oleh masing-masing satker sesuai peruntukannya.
Penggunaan dana anggaran yang telah dialokasikan tersebut untuk pengadaan
barang/jasa menjadi tanggung jawab kepala kantor/satker selaku Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Karena itu dalam rangka pengadaan barang/jasa
KPA mempunyai tugas untuk membuat/menentukan paket-paket pekerjaan.
Selanjutnya untuk melaksanakan paket yang telah dibuat oleh KPA, KPA
menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PPK mempunyai tugas menentukan spesi kasi teknis dari barang/jasa,
menyusun HPS, dan membuat/menandatangani kontrak. Dalam hal pengadaan
barang/jasa dilakukan dengan cara lelang/seleksi proses lelang/seleksi
dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP.
Jika pengadaan barang/jasa dilaksanakan tanpa melalui lelang/seleksi proses
pengadaannya dilakukan oleh Pejabat Pengadaan.
Setiap pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah) pelaksanaannya harus menggunakan HPS. Dalam hal pengadaan
barang/jasa dilakukan dengan cara lelang nilai total HPS dijadikan pembatas
agar peserta tidak mengajukan penawaran lebih tinggi dari HPS. Dalam hal
pengadaan barang/jasa dilakukan dengan cara pengadaan langsung HPS
dijadikan dasar untuk perbandingan harga agar Pejabat Pengadaan tidak
membeli barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga satuan yang
tercantum dalam HPS. Karena itu pada umumnya nilai HPS selalu lebih rendah
dari pad pagu anggaran.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa dalam rangka pengadaan barang/jasa,
HPS merupakan salah satu alat untuk membelanjakan dana anggaran yaitu
untuk menentukan/membatasi harga atau nilai barang/jasa, sedangkan pagu
anggaran merupakan modal utama dalam pengadaan barang/jasa. Pengadaan
barang/jasa tanpa HPS dapat berakibat harga satuan barang/jasa lebih tinggi
dari harga pasar dan/atau total harga barang/jasa melampaui pagu anggaran.
Sebaliknya tanpa tersedianya pagu anggaran atau pagu anggaran yang tersedia
lebih kecil dari total HPS maka HPS tidak dapat dilaksanakan.
D.
HPS boleh melebihi Pagu Anggaran
Pertanyaan yang menggelitik sehubungan dengan penyusunan HPS
adalah mungkinkah nilai total lebih besar dari pagu anggaran yang tersedia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dikemukakan dua sudut pandang
yang sangat berbeda sebagai berikut:
1.
Pandangan yang mengaitkan HPS dengan pagu anggaran.
Adanya keterkaitan antara HPS dengan pagu anggaran dapat dipahami
berdasarkan kenyataan bahwa setiap transaksi pengadaan barang/jasa yang
dilakukan dengan berdasarkan HPS diakhiri dengan pembayaran yang hanya
dapat dilakukan bila pagu anggaran tersedia dalam jumlah yang cukup.
Sementara penyedia anggaran dalam DIPA tidak hanya dibatasi penggunaannya
oleh nilai nominal yang tercatat dalam DIPA tetapi juga dibatasi oleh tujuan
penyediaan dana yang terdapat dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Karena itu sangat diperlukan kehati-hatian
agar tidak terjadi penggunaan anggaran yang melampaui pagu anggaran untuk
setiap kegiatan. Pandangan ini bertolak dari ketentuan berikut:
a.
PPK dilarang menandatangani kontrak bila dana anggaran belum
tersedia dalam jumlah yang cukup;
b.
Nilai total HPS diberitahukan kepada semua peserta lelang/seleksi,
sedangkan pagu anggaran tidak harus diberitahukan;
c.
HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran
termasuk rinciannya;
d.
HPS sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang
dianggap sah.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka harga setiap item barang/jasa yang
dianggap wajar adalah harga masing-masing barang/jasa yang tidak melebihi
harga masing-masing barang/jasa yang tercantum dalam HPS. Demikian juga
secara total harga sekelompok (satu paket) barang/jasa yang dianggap wajar
adalah harga yang nilainya mendekati nilai total HPS dan tidak lebih tinggi dari
nilai total HPS. Dengan mengaitkan nilai total HPS sebagai batas tertinggi
penawaran yang dianggap sah dengan pagu anggaran sebagai batas
pengeluaran tertinggi, maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa nilai total
HPS tidak boleh lebih besar dari pagu anggaran. Karena jika pagu anggaran
yang terdia lebih rendah dari nilai total HPS dan HPS tersebut dijadikan rujukan
oleh peserta lelang/seleksi dalam mengajukan penawaran, permasalahannya
tidak hanya terjadi pada saat penetapan pemenang tetapi juga terjadi pada saat
pembayaran.
2.
Pandangan yang memisahkan antara HPS dengan pagu anggaran.
HPS hanyalah sebagai suatu perkiraan harga menurut PPK. Karena itu
dalam hal tertentu dapat diberikan ruang untuk terjadinya perbedaan
perhitungan harga antara PPK dengan penyedia barang/jasa. Perbedaan
tersebut dapat terjadi akibat tempat dan waktu survei dan/atau perbedaan
spesi kasi dan kualitas barang/jasa. Karena itu dalam rangka mencapai
kesepakatan harga, dimungkinkan untuk melakukan negosiasi teknis dan harga.
Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 membenarkan hal ini pada pemilihan
penyedia jasa konsultansi yang menggunakan metode evaluasi berdasarkan
pagu anggaran.
Pandangan ini didasari ketentuan Perpres nomor 70 tahun 2012 sebagai
berikut:
a.
Pasal 49 ayat (7) yang berbunyi “semua evaluasi penawaran pekerjaan
jasa konsultansi harus diikuti dengan klari kasi dan negosiasi”
b. pasal 66 ayat (5) huruf b angka 2) yang berbunyi “HPS digunakan sebagai
dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk
pengadaan jasa konsultansi yang menggunakan metode pagu
anggaran”
c.
Penjelasan pasal 49 ayat (1) huruf c yang berbunyi “metode evaluasi pagu
anggaran adalah evaluasi penawaran berdasarkan kualitas penawaran
teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih
kecil atau sama dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klari kasi
dan negosiasi teknis serta biaya”
Sepintas lalu ketentuan dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) huruf c tersebut di
atas mengatur batas penawaran tertinggi yang dapat ditetapkan sebagai
pemenang adalah pagu anggaran, dan batas tertinggi penawaran yang sah
untuk pengadaan jasa konsultansi yang menggunakan metode evaluasi pagu
anggaran adalah nilai total HPS (pasal 66 ayat (5) huruf b angka 2). Tanpa
berpikir lebih jauh banyak pihak yang mungkin terjebak pada kesimpulan bahwa
ketentuan tersebut menegaskan nilai total HPS tidak boleh lebih tinggi dari
pagu anggaran, karena batas tertinggi penawaran yang sah adalah nilai total
HPS dan nilai total HPS yang lebih rendah dari pagu anggaran ternyata sejalan
dengan ketentuan bahwa pemenang seleksi adalah yang mengajukan
penawaran tidak lebih dari pagu anggaran. Namun bila dikaji lebih jauh
ketentuan tersebut justru mengamanatkan bahwa dalam pemilihan penyedia
jasa konsultansi yang menggunakan metode evaluasi berdasarkan pagu
anggaran, nilai total HPS harus lebih besar atau minimal sama dengan pagu
anggaran yang tersedia.
Pada prinsipnya pemilihan penyedia jasa konsultansi mengutamakan penyedia
yang berkualitas. Persyaratan penyedia yang dikehendaki harus sesuai dengan
kebutuhan baik jumlah tenaga ahli maupun kuali kasinya. Jumlah kebutuhan
tenaga ahli tersebut menjadi dasar penetapan nilai HPS meskipun dana yang
tersedia tidak cukup. Dalam hal kebutuhan tenaga ahli menyebabkan nilai total
HPS lebih tinggi dari pagu anggaran yang tersedia, untuk mendapatkan
penyedia dengan kualitas terbaik diantara yang dapat dibayar dari dana
anggaran yang tersedia maka metode evaluasi yang harus dipilih adalah
metode evaluasi berdasarkan pagu anggaran. Dengan demikian HPS melebihi
pagu anggaran dapat terjadi dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi, yaitu
jika pemilihan penyedia jasa konsultansi menggunakan metode evaluasi
berdasarkan pagu anggaran.
Nilai HPS yang lebih rendah dari pagu anggaran justru dapat menyesatkan dan
dapat berakibat melanggar ketentuan pada pasal 49 ayat (1) huruf c Perpres
nomor 70 tahun 2012 karena dengan menetapkan nilai total HPS lebih kecil dari
pagu anggaran maka ketentuan bahwa batas penawaran tertinggi adalah pagu
anggaran menjadi kehilangan makna. Dengan nilai total HPS lebih rendah dari
pagu anggaran peserta dengan nilai kualitas teknis terbaik kemungkinan harus
gugur karena jika penawarannya lebih tinggi dari nilai total HPS walaupun tidak
melebihi pagu anggaran. Akibatnya pemenang seleksi bukan peserta yang
dengan kualitas terbaik di antara peserta yang mengajukan penawaran tidak
melebihi pagu anggaran. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan kasus pemilihan
penyedia jasa konsultansi dengan metode evaluasi berdasarkan pagu anggaran
di bawah ini, dimana digambarkan bahwa perbedaan hasil seleksi dapat terjadi
sebagai akibat perbedaan nilai total HPS.
a.
b.
c.
Pada contoh kasus A, dengan nilai total HPS yang lebih kecil dari pagu
anggaran peserta yang ditetapkan sebagai pemenang adalah CV. B;
Pada contoh kasus B, dengan nilai total HPS yang sama dengan pagu
anggaran peserta yang ditetapkan sebagai pemenang adalah CV. C;
Pada contoh kasus C, dengan nilai total HPS yang lebih besar dari pagu
anggaran peserta yang ditetapkan sebagai pemenang adalah CV. A;
Kasus A.
Pagu anggaran Rp225.000.000,- Total HPS Rp200.000.000,- (HPS < Pagu
Anggaran)
Nilai dan
peringkat teknis
CV. A 98,875
(peringkat 1)
CV. B 88,908
(peringkat 3)
CV. C 92,675
(peringkat 2)
CV. D 87,573
(peringkat 4)
CV. E 85,751
(peringkat 5)
Penawaran
terkoreksi
CV. A
Rp235.000.000,CV. B
Rp198.000.000,CV. C
Rp222.500.000,CV. D
Rp196.750.000,CV. E
Rp187.000.000,-
Hasil Evaluasi
1.
CV. A dan
CV. C
dinyatakan
Gugur karena
menawar
Melebihi dari
HPS
2.
Negosiasi
teknis dan
biaya dengan
CV.B
Keterangan
Tidak sesuai
dengan
penjelasan
pasal 49 ayat
(1) huruf c,
karena
pemenang
bukan
peringkat
teknis terbaik.
Kasus B.
Pagu anggaran Rp225.000.000,- Total HPS Rp225.000.000,- (HPS = Pagu
Anggaran)
Nilai dan
peringkat teknis
CV. A 98,875
(peringkat 1)
CV. B 88,908
(peringkat 3)
CV. C 92,675
(peringkat 2)
Penawaran
terkoreksi
CV. A
Rp235.000.000,CV. B
Rp198.000.000,CV. C
Rp222.500.000,-
Hasil Evaluasi
1. CV. A
dinyataka
n
Gugur karena
menawar lebih
tinggi dari HPS.
Keterangan
Tidak sesuai
dengan
penjelasan
pasal 49 ayat
(1) huruf c,
karena
pemenang
CV. D 87,573
(peringkat 4)
CV. E 85,751
(peringkat 5)
CV. D
Rp196.750.000,CV. E
Rp187.000.000,-
2.Negosiasi teknis
dan harga
dengan CV. C
bukan
peringkat
teknis terbaik.
Kasus C.
Pagu anggaran Rp225.000.000,- Total HPS Rp235.000.000,- (HPS > Pagu
Anggaran)
Nilai dan
peringkat teknis
CV. A 98,875
(peringkat 1)
CV. B 88,908
(peringkat 3)
CV. C 92,675
(peringkat 2)
CV. D 87,573
(peringkat 4)
CV. E 85,751
(peringkat 5)
Penawaran
terkoreksi
CV.
A
Rp235.000.000,CV.
B
Rp198.000.000,CV.
C
Rp222.500.000,CV.
D
Rp196.750.000,CV.
E
Rp187.000.000,-
Hasil Evaluasi
Keterangan
Urutan
Pemenang
adalah :
1. CV. A.
2. CV. C
3. CV. B
Sesuai dengan
penjelasan
pasal 49 ayat
(1) huruf c.
a.
b.
Dilakukan
negosiasi
teknis
dan
harga dengan
CV. A sampai
sepakat
dengan harga
tidak melebihi
pagu anggaran.
c.
Jika gagal
negosiasi
dengan CV. A,
negosiasi
dengan CV. C.
d.
Jika gagal
negosiasi
dengan CV. C,
negosiasi
dengan CV. B.
Menunjuk
penyedia
dengan
peringkat
teknis terbaik
yang
penawarannya
tidak lebih dari
pagu anggaran.
Daftar Pustaka:
1.
Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
2.
Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
3.
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
4.
Peraturan Kepala LKPP nomor 14 tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 20121 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
(Abu Sopian Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)
Share: 


Related Posts:
PELAKSANA
KONTRAK
TERNYATA
BLACKLIST ?
PERBANDINGAN
DENDA DAN
KETERLAMBATA
N PADA
PERATURAN
PENGADAAN
← Posting Lebih Baru
PBJ - MUDJI SANTOSO
KONTRAKTOR
PEMERINTAH
WAJIB
BERTRANSAKSI
NON TUNAI
SEDIKIT
TENTANG
PERSEKONGKOL
AN DALAM
PENGADAAN
Beranda
Posting Lama →
HUKUM ONLINE
UKPBJ 2021 - 5/6/2021
PENGADAAN TANAH - 4/28/2021
Cuti Di Luar Tanggungan Negara Untuk Menjadi
Konsultan, Tenaga Ahli Atau Menjadi
Penyedia - 4/28/2021
kegiatan bimtek / training off line
mudjisantosa - 4/21/2021
TRANSISI PERMEN PUPR 14 2020 - 3/11/2021
PBJ-KHALID MUSTAFA
Hati-Hati Lho, Perusahaan Swasta Juga
Disasar - 5/7/2017
Download Peraturan Menteri PUPR (PMPUPR)
Nomor 14 Tahun 2020 - 5/27/2020
Regulasi-Regulasi yang Hambat Dana Pensiun
Biayai Proyek Infrastruktur - 5/5/2017
Video Ruang Lingkup PBJ Pemerintah - 4/29/2020
Advokat Harus Ikut Menggerakkan Forum
Arbitrase - 5/5/2017
Begini Isi PP Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah - 5/4/2017
Video Pengertian PBJ Pemerintah - 4/28/2020
PBJ Tingkat Dasar dan Ujian SKB PPBJ
CPNS - 4/23/2020
Pingsannya PPK Konstruksi… - 2/20/2020
Konvensi Etika Bernegara Bakal Jadi Sistem
Terpadu - 5/4/2017
Copyright © 2021 IRWIL123 | Powered by Blogger
Design by FlexiThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | Rapid Domain Search
Download