post enucleation socket syndrom

advertisement
POST ENUCLEATION SOCKET SYNDROM
Disusun Oleh :
Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN, 2014
1
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Daftar Isi ...................................................................................................................... i
1. Pendahuluan ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
2. Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 2
2.1 Anatomi Orbita ................................................................................................ 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata ............................................................ 2
2.3 Post Enucleation Socket Syndrome ............................................................... 4
2.3.1 Defenisi ...................................................................................................... 4
2.3.2 Epidemiologi ............................................................................................. 4
2.3.3 Etiologi ...................................................................................................... 5
2.3.4 Patofisiologi .............................................................................................. 5
2.3.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 6
2.3.6 Penatalaksaan ............................................................................................. 7
2.3.7 Pencegahan ................................................................................................ 8
2.3.8 Prognosis .................................................................................................... 9
3. Kesimpulan ............................................................................................................. 10
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 12
2
Universitas Sumatera Utara
1
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Post-enucleation Socket Syndrome adalah suatu kondisi dimana mata
masuk ke dalam (sunken) apabila volume mata yang dikeluarkan tidak digantikan
secara adekuat.
Enukleasi merupakan pengangkatan bola
mata
dengan
mempertahankan jaringan orbita yang lain. Enukleasi pertama kali ditemukan oleh
Bartish pada tahun 1583. Farrel dan Bonnet pertama kali melakukan tehnik
enukleasi pada tahun 1885. Retinoblastoma dan melanoma koroidal adalah tumor
okular yang sering dilakukan enukleasi.1,2
Post-enucleation Socket Syndrome terjadi karena tidak ada atau
sedikitnya implantasi yang dilakukan setelah enukleasi atau eviserasi. Manifestasi
klinis dari Post-enucleation Socket Syndrome adalah Ptosis, enophthalmos, ulkus
palpebra superior, sag pada palpebra inferior. Selain itu, dapat juga terjadi
entropion pada palpebra superior dengan lagoftalmos.3
Post-enucleation Socket Syndrome memerlukan intervensi secara surgikal
sebagai tatalaksananya. Kondisi yang tidak diinginkan ini dapat dicegah dengan
melakukan insersi primer untuk implan orbita secara adekuat. Selain itu, sebagai
syarat umum, volume dari prostetik yang akan diimplan harus melebihi 2ml untuk
mencegah terjadinya PESS. 4,5,6
Pasien yang menjalani implan orbita diobservasi untuk memastikan
kondisi mata simetris, pergerakan dari bola mata artifisial baik, dan mengurangi
terjadinya post-enucleation Socket Syndrome.7
1
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Orbita
Bola mata terletak didalam dua kavum tulang, yaitu orbit yang letaknya pada
dua sisi hidung. Orbit berbentuk seperti piramid, bagian depan berbentuk quadran dan
segitiga dibagian belakang. Dinding medial dari orbit adalah parallel sementara dinding
lateral diverge pada sudut 45. Sebanyak tujuh tulang berkontribusi dalam terbentuknya
orbit: maksilla, frontal, zigomatikum, lakrimal, etmoid, sfenoid dan palatina. Volume
kavum orbita pada orang dewasa sekitar 30 cc.14,16
Gambar 1. Tulang orbita dari orbit kanan bagian depan.
2
Universitas Sumatera Utara
Struktur yang berdekatan dengan orbita 15:
1. Sinus sfenoid
2. Fossa kranial medial
3. Region chiasma opticum
4. Kelenjar pituitary
5. Sinus kavernosus
2.2 Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.8,9
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang
dibagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. 8,9
Gambar 2 Anatomi Kelopak Mata10
2.2.1. Pada kelopak terdapat bagian-bagian, yaitu:8,9,10
a. Struktur:
Setiap kelopak mata terdiri (dari anterior ke posterior) dari lapisan berikut:
1. Kulit. Bagian ini elastis dan merupakan lapisan yang paling tipis.
3
Universitas Sumatera Utara
2. Jaringan subkutan areolar. Lapisan ini sangat longgar dan tidak
mengandung lemak.
3. Lapisan otot lurik. M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di
dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.
Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang
disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi menutup bola
mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang berorigo
pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan
sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian
tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator palpebra terlihat sebagai
sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N.III, yang berfungsi
untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
4. Jaringan submuskular areolar. Lapisan ini merupakan jaringan ikat longgar.
Pada lapisan ini juga terdapat saraf dan pembuluh darah.
5. Lapisan fibrous. Terdiri atas dua bagian yaitu: tarsus dan septum orbita.
6. Lapisan serat otot non-lurik.
7. Konjungtiva. Bagian yang melapisi kelopak disebut konjuntiva palpebra.
Terdiri atas tiga bagian: marginal, tarsal dan orbital.
Gambar 3. Struktur Kelopak Mata10
4
Universitas Sumatera Utara
b. Kelenjar:
1. Kelenjar Meibom.
2. Kelenjar Zeis.
3. Kelenjar Moll.
c. Suplai darah:
Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. Palpebra.
d. Saraf:
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V,
sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Gambar 4. Kelenjar Kelopak Mata10
2.3.
Post-Enucleation Socket Syndrome (PESS)
2.3.1. Definisi
Post-enucleation Socket Syndrome adalah suatu kondisi dimana mata
masuk ke dalam apabila volume mata yang dikeluarkan tidak digantikan secara
adekuat. PESS
juga dikenali sebagai komplikasi lambat dari pembedahan
enukleasi. PESS pertama kali diperkenalkan oleh Tyers dan Collin. 1,5,12
2.3.2. Epidemiologi
5
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan literatur, PESS adalah komplikasi relative yang sering terjadi
setelah enukleasi yaitu sekitar (13-25)%. Berdasarkan penelitian Swiss Institute
total pasien yang dilakukan implan orbita adalah sebanyak 500 orang yaitu jumlah
pasien tanpa implan primer adalah 399 orang (80%), pasien dengan implan primer
sebanyak 90 orang (18%) dan jumlah pasien yang dikeluarkan implan primernya
adalah sebanyak 11 orang (2%). 12,18
Berdasarkan penelitian di Madagascar, pasien lebih cenderung untuk
mengalami PESS karena kurangnya implan orbital. Pelatihan dalam pengeluaran
mata dan orbital dermis fat grafting dapat membantu memperbaiki praktek di
masa akan datang.20
2.3.3. Etiologi
Post-enucleation Socket Syndrome terjadi karena tidak ada atau sedikitnya
implantasi yang dilakukan setelah enukleasi atau eviserasi. Trauma pada mata
ataupun pembuangan mata dapat menyebabkan hilangnya volume dari soket,
sehingga kelopak mata kelihatan seperti cekung. Ini dikarenakan terjadinya atropi
dari bantalan lemak di dalam soket. Terjadinya prolapsus otot ekstraokuler yang
mengelilingi mata dan mengatur pergerakan mata dan jaringan orbita yang
berdekatan akibat fraktur menyebabkan malposisi dan penglihatan ganda. 3,11,13
Berdasarkan penelitian Choi dkk, etiologi dari PESS terdiri dari atropi dari
lemak orbita, migrasi tonus otot, traumatic bony loss, herniasi lemak orbita
dikarenakan fraktur dinding orbita yang tidak ketahui, hilangnya volume setelah
bola mata dikeluarkan, disinsersi levator, malposisi dari muskulus rektus superior
dan akhir sekali, tarikan graviti pada implan dan prostesis akibat berdiri terlalu
lama.21
2.3.4. Patofisiologi
Patofisiologi dari PESS masih belum diketahui, namun, penyebab yang
paling sering adalah higienisasi dari kavum orbita dan pemilihan tipe dan ukuran
implan yang tidak adekuat. Higienisasi yang buruk dapat menyebabkan
konjungtivitis kronis dan atropi pada jaringan orbita, sehingga menyebabkan
perubahan posisi dari prostesis dan mempercepat proses kerusakan jaringan orbita
lainnya.12
6
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan departemen Oftalmologi dari University of Toronto, sindroma
ini jarang terjadi pada eviserasi jika dibandingkan dengan enukleasi. Ada
beberapa faktor pada enukleasi yang akhirnya memberikan hasil yang optimal.
Pertama, kedalaman soket yang cukup untuk okuler prostetik. Faktor lain adalah,
ukuran dan desain implan; sebagai contoh, sekiranya implan terlalu kecil, ini
berkontribusi kepada enoftalmos, tetapi sekiranya ukurannya terlalu besar, ini
dapat membatasi pergerakan dari okuler prostetik sehingga menyebabkan ptosis. 19
2.3.5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari PESS bervariasi, dan ini termasuk forniks anterior
yang dangkal, atropi jaringan orbita, symblepharon, konjungtiva menjadi
dehiscence, recidivant conjunctivitis, granuloma, kelopak mata menjadi lemah,
ptosis, entropion atau ectropion mata kelopak mata bawah. Manifestasi klinis tadi
akhirnya akan menyebabkan terjadinya depresi orbita, reduksi bukaan orbita,
dislokasi prostesis. Apabila terjadi kerusakan yang lanjut pada struktur tulang
orbita, dislokasi yang hebat akan terjadi dan akan menyebabkan deformasi wajah.
Selain dari itu, manifestasi klinis dari Post-enucleation Socket Syndrome adalah
enophthalmos, ulkus palpebra superior, sag pada palpebra inferior.3,12
Ptosis temporer sering terjadi dalam beberapa minggu bahkan berbulanbulan pada pasien pasca enukleasi atau eviserasi. Ini dikarenakan terjadi edema
pada jaringan orbita yang menekan bagian tepi atas tarsus ke depan; kemudian
kelopak mata atas bergerak ke anterior dan inferior. Ada juga pseudoptosis yang
terjadi akibat dari kurangnya volume orbita.19
7
Universitas Sumatera Utara
A.
B.
Gambar 5. Pasien dengan Pseudoptosis sebelum (A) dan selepas (B) di
koreksi19
Gambar 6. Left Post-Enucleation Socket Syndrome 3
Gambar 7. Enoftalmos1
2.3.6. Penatalaksanaan
Oleh karena manifestasi klinis dari PESS sangat bervariasi, ini juga
berpengaruh terhadap tatalaksana dari PESS berdasarkan inidividu. Ini termasuk
8
Universitas Sumatera Utara
konservatif dan prosedur pembedahan. Penanganan secara konservatif adalah
mudah, non-invasif dan sesuai untuk kasus yang sederhana seperti konjungtivitis
dan granuloma yang memerlukan pengobatan secara topikal. 12
Post-enucleation Socket Syndrome mungkin memerlukan intervensi secara
pembedahan sebagai tatalaksananya. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk
meningkatkan volume orbita, supaya mata prostetik dapat digunakan dan untuk
mencapai hasil dan estetika yang optimal.12
PESS dapat ditangani dengan meningkatkan volume di dalam soket,
sehingga prostesis yang lebih ringan dapat digunakan. Ini dapat dilakukan dengan
menukar implan yang sudah ada dengan ukuran yang lebih besar (atau
menggantikannya dengan ‘implant orbita sekunder’ dimana tidak ada implant
yang dimasukkan sebelummnya), atau memasukkan implan lain yang datar
permukaannya, sesuai dengan dasar soket. Sekiranya jumlah volume yang
diperlukan bertambah,
pemindahan lemak
ke palpebral
superior
dapat
dipertimbangkan. Sebagai syarat umum, volume dari prostetik yang akan
diimplan harus melebihi 2ml untuk mencegah terjadinya PESS.4,6,11,12
Gambar 7. Kasus 117
Kasus
:Laki-laki, 50 tahun, pernah di enukleasi pada usia 15 tahun
karena trauma. Pasien mengeluh tidak nyaman dengan mata prostetiknya.
9
Universitas Sumatera Utara
Tindakan
: Dilakukan conjunctival cul-de-sac plasty dengan graft
fascia temporalis, dan tarsorrhaphy
Gambar 8. Kasus 217
Kasus
: Perempuan, 47 tahun, dienukleasi pada usia 2
tahun atas indikasi retinoblastoma. Pasien datang dengan mata
prostesik yang tidak pas dan enoftalmos. Gambar diatas adalah
gambar pre-op dan post-op.
Tindakan
: Pada pasien ini dilakukan cul-de-sac plasty dengan
dermal fat graft, oral mucous membrane, a conformer, dan
tarsorrhaphy.
2.3.7. Pencegahan
Konsep terbaru untuk mencegah dan terapi pada PESS telah dilakukan.
Antara lain adalah implan orbita dengan insersi primer dan sekunder (sama ada
alloplastic atau autologous), penggunaan graft membran mukosa dan langkah
yang berbeda untuk pembedahan kelopak mata. Kondisi yang tidak diinginkan ini
dapat dicegah dengan melakukan insersi primer untuk implan orbita secara
adekuat. Pasien yang menjalani implan orbita diobservasi untuk memastikan
kondisi mata simetris, pergerakan dari bola mata artifisial baik, dan mengurangi
terjadinya post-enucleation Socket Syndrome.5,7
2.3.8. Prognosis
10
Universitas Sumatera Utara
Diantara tahun 1990 dan 2005, sebanyak 88 pasien PESS dioperasi,
dengan rata-rata 19,5 tahun setelah enukleasi. Pada 62 kasus (70%) hasilnya
memuaskan setelah dilakukan prosedur tunggal. Sementara sebanyak 24 kasus
(27%), memerlukan prosedur tambahan.12
BAB III
KESIMPULAN
11
Universitas Sumatera Utara
3.1. Kesimpulan
Post-enucleation Socket Syndrome adalah suatu kondisi dimana mata
masuk ke dalam (sunken) apabila volume mata yang dikeluarkan tidak
digantikan secara adekuat. PESS juga dikenali sebagai komplikasi lambat dari
pembedahan enukleasi. PESS pertama kali diperkenalkan oleh Tyers dan Collin.
1,5,12
Berdasarkan literatur, PESS adalah komplikasi relative yang sering terjadi
setelah enukleasi yaitu sekitar (13-25)%. Berdasarkan penelitian Swiss Institute
total pasien yang dilakukan implan orbita adalah sebanyak 500 orang. 12,18
Post-enucleation Socket Syndrome terjadi karena tidak ada atau sedikitnya
implantasi yang dilakukan setelah enukleasi atau eviserasi. Trauma pada mata
ataupun pembuangan mata dapat menyebabkan hilangnya volume dari soket,
sehingga kelopak mata kelihatan seperti cekung. Ini dikarenakan terjadinya atropi
dari bantalan lemak di dalam soket. Terjadinya prolapsus otot ekstraokuler yang
mengelilingi mata dan mengatur pergerakan mata dan jaringan orbita yang
berdekatan akibat fraktur menyebabkan malposisi dan penglihatan ganda. 3,11,13
Patofisiologi dari PESS masih belum diketahui, namun, penyebab yang
paling sering adalah higienisasi dari kavum orbita dan pemilihan tipe dan ukuran
implan yang tidak adekuat. 12
Manifestasi klinis dari PESS bervariasi, dan ini termasuk forniks anterior
yang dangkal, atropi jaringan orbita, symblepharon, konjungtiva menjadi
dehiscence, recidivant conjunctivitis, granuloma, kelopak mata menjadi lemah,
ptosis, entropion atau ectropion mata kelopak mata bawah. 12
Oleh karena manifestasi klinis dari PESS sangat bervariasi, ini juga
berpengaruh terhadap tatalaksana dari PESS berdasarkan inidividu. Ini termasuk
konservatif dan prosedur pembedahan. 11
Konsep terbaru untuk mencegah dan terapi pada PESS telah dilakukan.
Antara lain adalah implan orbita dengan insersi primer dan sekunder (sama ada
alloplastic atau autologous), penggunaan graft membran mukosa dan langkah
yang berbeda untuk pembedahan kelopak mata.7
Prognosis pada PESS berdasarkan penelitian di Slovenia, diantara tahun
1990 dan 2005, sebanyak 88 pasien PESS dioperasi, dengan rata-rata 19,5 tahun
12
Universitas Sumatera Utara
setelah enukleasi. Pada 62 kasus (70%) hasilnya memuaskan setelah dilakukan
prosedur tunggal. Sementara sebanyak 24 kasus (27%), memerlukan prosedur
tambahan.12
13
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1.
Olver J., Cassidy L. Ophthalmology At A Glance. London: Blackwell
Science Ltd. 2005: 27-28.
2.
Vittorino, M., Serrano, F., and Suarez, F. 2007. Enucleation and Evisceration :
370
Cases
Review,
Result
and
Complication.
Available
from:
http://www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/D/3528CFB9-965B-DBE9A371-00002AFCD54D/articulo.pdf. [Accesed 19th November 2014].
3.
Jackson, T.L. Moorfields Manual of Ophthalmology. London: Elsevier.
2008: 104.
4.
Kanski, J.J. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach, Ed. 5th.
London: Elsevier. 2005: 338.
5.
Hintschich, C. Anophthalmic Socket. 2014 : 1-2. Available from:
http://www.karger.com/WebMaterial/ShowFile/13672
[Accesed
20th
November 2014].
6.
Dickinson, J., Damato, B. Removal Of The Eye. Occasional Update From
the Royal College Of Ophthalmologists. 2005: 1-2. Available from :
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=removal%20of%20the%20eye.
%20occasional%20update%20from%20the%20royal%20college%20of%2
0ophthalmologist&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCYQFj
AB&url=http://www.rcophth.ac.uk/core/core_picker/download.asp%3Fid
%3D498&ei=GixzVITRB5CuASHmoGwDA&usg=AFQjCNEElm_21dgsLZRvV86ttKRoiMoPA&sig2=2va9i3ArowlrNiyjACuaAA&bvm=bv.80185997,d.c2
E. [Accessed 21st November 2014].
7.
Pongprayoon,
C.
Outcome
Of
Porous
Implants:
Incidence
Of
Complications, Management, and Morbidity. 2008: 1-5. Available from:
http://www.pubfacts.com/detail/18672598/Outcome-of-porous-implants:incidence-of-complications-management-and-morbidity.
[Accessed
20
November 2014].
8.
Eva, Paul Riordan, Jhon Witcher. Palpebra, Appatus Lakrimalis dan Air
Mata. In Vaughan And Asbury’s General Ophthalmology, Ed. 17 th.
Jakarta: EGC. 2007: 78.
14
Universitas Sumatera Utara
9.
Ilyas S, Yulianti S. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata,
Ed. 4th. Jakarta: FKUI. 2011: 1-2
10.
Khurana, A K. Disease of the Eyelids. In Comprehensive Ophthalmology,
Ed. 4th. India: New Age International. 2003: 339-342.
11.
Verity, D.H. Removal Of An Eye, Artificial Eyes, And Socket Care. 1-4.
Available from: http://www.mrverity.com/wp-content/uploads/2013/01/ESocket-no-1-Removal-of-an-eye-artificial-eyes-and-socket-care.pdf
[Accessed 22nd November 2014].
12.
Olup, B.D., Prlja, E.N. Postenucleation Socket Syndrome-Clinical
Manifestations and Surgical Treatment. 2009. Zdrav Vestn 79: I-75–8
Available
from:
http://www.szd.si/user_files/vsebina/Zdravniski_Vestnik/2010/suplement/i
-75-78.pdf. [Accessed 21st November 2014].
13.
Kundu, B., Sinha, M.K., Basu, D. Development Of Bio-active Integrated
Ocular Implant For Anophthalmic Human Patients. 2002:1-4. Available
from :
http://medind.nic.in/taa/t02/i1/taat02i1p1.pdf
[Accessed 19th
November 2014].
14.
Crick, R.P., Khaw, P.T. A Textbook Of Clinical Ophthalmology : A
Practice Guide to Disorders Of The Eyes And Their Management. 3rd
Edition. USA: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003: 8.
15.
Lang, G.K. Ophthalmology: A Short Textbook. New York: 305
Illustrations. 2000: 403-404.
16.
Thiagarajan, B. Anatomy Of Orbit. 2013. 1-15. Available from:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=anatomy%20of%20orbit%20thia
garajan&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0CDwQFjAE&url=htt
p://entscholar.com/article/anatomy-oforbit/pdf/&ei=jy5zVM7cH4ijugTr_YK4Cw&usg=AFQjCNH5MWVShA0j
Xb0V1L0vfpuTEjYV7Q&sig2=0XFlc7doKJEwYtzWl4uNvg&bvm=bv.80
185997,d.c2E [Accessed 22nd November 2014].
17.
Ramalho, M. et al. Post Enucleation Socket Syndrome-Surgical Repair.
2013 : 1.
18.
Martin, O.E., Martin, K. Orbital Implants And The Post Enucleation Socket
Syndrome. 1992:1-6.
15
Universitas Sumatera Utara
19.
Michael, C.F. Issues In The Management Of The Anophthalmic Socket:
Clinical,
Comfort,
and
Cosmetic.
2010.
8:1-6.
Availble
from:
http://www.ophthalmologyrounds.ca/crus/130-044%20English.pdf.
[Accessed 22nd November 2014].
20.
Norris, J.H. et al. Oculoplastic Surgery in Madagascar: A Review. 2009.
22:1-2.
Available
from:
http://medind.nic.in/taa/t02/i1/taat02i1p1.pdf
[Accessed 19th November 2014].
21.
Choi, B., Lee, S., Chung, W. Correction of Superior Sulcus Deformity And
Enophthalmos
Anophthalmic
With
Porous
Patients.
High-Density
2005:
1-6.
Polyethylene
Sheet
Available
in
from:
http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/0065KJO/kjo-19168.pdf [Accessed 20th November 2014].
16
Universitas Sumatera Utara
Download