HIV dapat aktif kembali dari satu sel-T apabila ART dihentikan Oleh: Liz Highleyman, hivandhepatitis.com, 24 Oktober 2008 Dalam beberapa tahun ini, kian bertambah bukti yang menunjukkan bahwa menghentikan terapi antiretroviral (ART) berpotensi mematikan. Setelah ART ditemukan pada pertengahan 1990-an, beberapa peneliti berpendapat bahwa terapi lebih dini yang giat – strategi “hit early, hit hard (tekan dini,tekan kuat)” – mungkin memberantas HIV dari tubuh dan memungkinkan pasien untuk menghentikan pengobatan secara aman. Namun, “penyembuhan” HIV belum tercapai dengan memakai obat yang tersedia saat ini. Penelitian ini memberi kesan bahwa hal ini mustahil dilakukan, karena sisa virus bahkan dalam jumlah sangat kecil memungkinkan HIV untuk aktif kembali ke tingkat semula. Sebagaimana dilaporkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, AS edisi 20 Oktober 2008 versi internet, Beda Joos dari Swiss HIV Cohort Study dan rekan bertujuan menentukan lebih lanjut ciri-ciri virus yang aktif kembali setelah ART dihentikan. Penelitian ini melibatkan 20 pasien dengan infeksi HIV kronis dari Swiss Spanish Intermittent Treatment Trial (SSITT) yang menjalani dua kali penghentian pengobatan yang dijadwalkan untuk dua minggu. Para peneliti melakukan analisis genetika secara luas pada HIV hasil rekayasa jenis env C2-V3-C3 dan mengamati waktu evolusi virus terjadi, memperkirakan asal-usul virus yang paling umum dan yang terbaru serta menghasilkan “silsilah keluarga” virus. Hasil • Selama masa memakai pengobatan, viral load ditekan ke tingkat sangat rendah. • Virus yang aktif kembali selama pengobatan dihentikan sementara adalah homogen, memberi kesan bahwa virus berasal dari satu atau sedikit klon virus selama masa reaktivasi. • Tidak ada bukti susunan sementara dari virus yang aktif kembali, terkait dengan urutan pengobatan dini. • Peningkatan keturunan virus yang berbeda muncul selama beberapa siklus penghentian pengobatan. “Secara keseluruhan, temuan tersebut menunjukkan reaktivasi berbagai klon virus secaraacak, berasal dari sel yang terinfeksi virus laten yang bertahan lama, daripada peningkatan populasi virus yang hasil replikasi secara perlahan,” para peneliti menulis. Maksudnya, daripada tetap bereplikasi secara perlahan, virus yang aktif kembali tampak muncul dari “tempat persediaan”, misalnya sel CD4 yang terinfeksi virus yang laten. Para penulis melanjutkan, setelah pengobatan dihentikan, keragaman virus meningkat secara tetap, tetapi tingkat keragaman pada pengobatan dini, rata-rata tercapai hanya setelah lebih dari 2,5 tahun setelah mulai penghentian pengobatan, “apabila secara bermakna juga muncul keragaman dari virus jenis asli.” Para penulis menyimpulkan, secara ringkas, “hasil kami bertentangan dengan pendapat bahwa replikasi secara perlahan tetap terjadi pada pasien yang memakai ART untuk menekan virus.” Lebih lanjut, mereka menambahkan, “penundaan yang diperpanjang pada peningkatan kembali keragaman virus pada pengobatan lebih dini setelah penghentian pengobatan, secara mengejutkan menunjukkan hambatan yang bertahan pada proses evolusi yang dipicu oleh ART berdenyut.” Temuan tersebut memberi kesan bahwa sementara ART dapat menekan sebagian besar virus, HIV yang aktif kembali setelah penghentian pengobatan, kemungkinan muncul dari sisa persediaan virus, cukup dari satu sel CD4 saja. Ringkasan: Study Suggests HIV Could Rebound from a Single T-cell if Antiretroviral Therapy Is Interrupted Sumber: B Joos, M Fischer, H Kuster, and others. HIV rebounds from latently infected cells, rather than from continuing low-level replication. Proceedings of the National Academy of Sciences USA. October 20, 2008 [Epub ahead of print]. Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/