Uploaded by dewiruthnainggolan

IZIN USAHA PERIKANAN BUDIDAYA

advertisement
IZIN USAHA PERIKANAN BUDIDAYA
OLEH:
DEWI RUTH NAINGGOLAN
NIM: 170254245010
TOMI ALAMSYAH
NIM: 170254245014
YASIR ABDILLAH
NIM: 170254245006
NUR HADI
NIM: 170254245002
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perairan yang berada di bawah kedaulatan dan yuridiksi negara kesatuan
Republik Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI) serta laut lepas
berdasarkan ketentuan internasional, mengandung sumber daya ikan dan lahan
pembudidayaan ikan yang potensial, hal ini merupakan berkah dari Tuhan Yang Maha
Esa, yang diamanahkan pada bangsa Indonesia yang memiliki falsafah hidup pancasila
dan undang - undang dasar 1945, untuk dimanfaaatkan sebesar - besarnya bagi
kesejatraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Wilayah pantai Indonesia adalah terpanjang di dunia, yaitu 81.000 km.
diperkirakan 7.000 spesies ikan terdapat di dalam perairan tersebut, belum terhitung
kekayaan jenis flora lainnya, seperti ganggang, keanekaragaman spesies flora dan fauna
akuantik itu merupakan sumber plasma nutfah yang berharga. Potensi lestari ikan laut
sekitar 6,2 juta ton pertahun dan baru dimanfaatkan sekitar 58,5% sehingga masih tersisa
sekitar 2,6 juta pertahun yang belum dimanfaatkan.
Kondisi tersebut memberikan kekayaan berupa sumber daya alam dan ikan.
perairan laut yang luas dan kaya akan jenis - jenis ikan maupun potensi perikanannya.
potensi ini apabila diusahakan secara optimal dengan tetap dan berpegang pada
penagkapan yang lestari akan memberikan dampak meningkatnya devisa negara dari
hasil ekspor komoditi perikanan laut, meningkatnya gizi khusunya protein hewani bagi
rakyat, meningkatnya penghasilan atau pendapatan nelayan dan seharusnya potensi
tersebut mampu mensejatrakan nelayan.
Berdasarkan amanat konstitusi, segenap sumber daya alam perikanan tersebut
harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejatraan rakyat, dan
pada saat yang sama, kelestaraiannya juga dapat terjaga. dalam ketentuan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 3 disebutkan bahwa : “ bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan alam yang dimaksud adalah sektor perikanan
khususnya yang terdapat dilaut. sejalan dengan itu telah diatur pemanfaatan melalui
Undang - Undang
No. 9 Tahun 1983 tentang ZEE. Apabila penangkapan ikan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada maka harus diproses
melalui hukum yang berlaku.
Menurut World Resource Institute tahun 1998 Indonesia memilki garis pantai
sepanjang 91.181 km yang didalamnya terkandung sumber daya perikanan dan kelautan
yang mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis
sumber daya alam.
Potensi sumber daya alam tersebut perlu dikelola dan dilestarikan sebaiknya baiknya. Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka pelestarian sumber daya ikan
adalah melakukan pembudidayaan ikan, baik yang dilakukan diperikanan maupun di
perikanan laut. Sebab dengan upaya pembudidayaan yang dilakukantersebut, maka akan
terjadi suatu keseimbangan persediaan terhadap bibit ikan yang dikembangakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana perizinan usaha budidaya perikanan di Indonesia?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui perizinan usaha budidaya perikanan di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peraturan mentri kelautan dan perikanan.
Dalam Peraturan Menteri ini yang mengenai tentang pembudidayaan ikan yaitu:
 Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan
yang menggunakan kapal
untuk
memuat,
mengangkut,
menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
 Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan
ikan.
Adapun dalam perizinan usaha budidaya ikan menurut peraturan mentri perikanan sebagai
berikut(Program, Ilmu, Publik, Jurusan, & Administrasi, 2010):

Setiap orang yang melakukan usaha pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia wajib memiliki izin usaha perikanan di bidang
pembudidayaan.

Izin usaha perikanan di bidang pembudidayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. izin usaha perikanan, yang diterbitkan dalam bentuk SIUP; dan
b. izin kapal pengangkut ikan, yang diterbitkan dalam bentuk SIKPI.

SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. SIUP Pembenihan;
b. SIUP Pembesaran; dan
c. SIUP Pembenihan dan Pembesaran.
B. Jenis Usaha Di Bidang Pembudidayaan Ikan
Jenis usaha di bidang pembudidayaan ikan meliputi(Lokal, 2019):
a. usaha pembenihan ikan;
b. usaha pembesaran ikan;
c. usaha pengangkutan ikan hasil pembudidayaan;
d. usaha pembenihan ikan dan pembesaran ikan;
e.usaha pembenihan ikan dan pengangkutan ikan hasil pembudidayaan;
f.usaha pembesaran ikan dan pengangkutan ikan hasil pembudidayaan;
g. usaha pembenihan ikan, pembesaran ikan, dan pengangkutan ikan hasil
pembudidayaan.
Undang - Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 jo Undang - Undang No. 31
Tahun 2004 perubahan atas Undang - Undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan Pasal 1
ketentuan umum, menjelaskan bahwa perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra
produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan. Perikanan juga merupakan segala sesuatu yang bersangkutandengan
penangkapan, pemeliharaan, dan pembudidayaan.
Pembudidayaan itu sendiri yakni segala upaya dalam hal pengelolaan, perencanaan,
pelaksanaan yang mengarah pada sumber daya ikan. Ikan dalam pengertiannya adalah segala
jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan
perairan.
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memilihara, membesarkan dan /atau
membiakan ikan serta memanenkan hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan / atau mengawetkan.
Pembudidayaan ikan merupakan usaha yang berkaitan dengan produksi yang salah satu
unit kerjanya adalah pengolahan. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Permen kelautan dan perikanan
yang menyatakan bahwa usaha dibidang pembudidayaan ikan dilaksanakan dalam sistem bisnis
perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.
Tahapan pra produksi membutuhkan suatu kegiatan yang sangat padat, karena
bersentuhan langsung dengan kegiatan fisik. Meliputi pemetaan lahan dan / atau percetakan
lahan pembudidayaan ikan ( Pasal 5 ayat 1 ). Usaha dibidang pembudidayaan ikan padatahap
produksi sebagaimanadi maksuddalam Pasal 3 meliputi penanganan hasil, pengolahan meliputi
penanganan hasil, pengolahan, penyimpanan, pendinginan, dan /atau pengawetan ikan hasil
pembudidayaan, dan pada tahapan pemasaran meliputi pengumpulan, penampungan, pemuatan
pengangkutan, penyaluran, dan/atau pemasaran ikan hasil pembudidayaan (ayat 4 ).
Salah satu jenis pembudidayaan ikan adalah pembudidayaan ikan kerapu. Kerapu adalah
satu satu ikan laut yang bernilai sangat ekonomis tinggi, sehingga Departemen Kelautan dan
Perikanan memasukannya kedalam komoditas unggulan. Ikan kerapu merupakan salah satu jenis
ikan yang harganya cukup tinggi di pasar domestik dan pasar internasional.
Pengembangan usaha budidaya perikanan terus diupayakan dalam rangka meningkatkan
kontribusinya bagi pembangunan nasional. Peningkatan kontribusi tersebut difokuskan pada
pencapaian tujuan pembangunan perikanan budidaya, yaitu meningkatkan devisa, pendaatan,
lapangan kerja, dan kesempatan berusaha, meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi ikan,
melindungi, memulihkan serta memelihara sumber daya perikinan budidaya. melalui upaya
tersebut sektor perikanan budidaya diyakini mampu menciptakan peluang usaha guna
mengurangi kemiskinan dan menyerap tenaga kerja dan menjadikan pijakan bagi pertumbuhan
ekonomi nasional.
B.
Sistem Yang Berlaku Dalam Pengelolaan Perikanan
1. Sistem bisnis perikanan
Pengertian perikanan sebagaimana diatur pada Pasal 1 Undang - Undang Perikanan, disebutkan
dalam semua kegiatan yang berhubungan degan pengelolaan perikanan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengelolaan sampai dengan
pemasaran dilaksankan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Menteri Kelautan Dan Perikanan dalam sidang paripurna DPR RI 2013 antara lain mengatakan
bahwa pembangunan perikanan dilakukan dalam suatu sistem bisnis yang berbasis terpadu yang
disebut dengan sistem bisnis perikanan.
Sistem bisnis perikanan dapat diberi pengertian sebagai sistem yang diterapkan pada pengelolaan
perikanan yang berorentasipada bisnis atau mencari keuntungan. Kegiatan yang dilakukan
dibidang perikanan mulai dari penanaman modal, pembelian peralatan, penangkapan, dan
pengangkutan ikan pengolahan sampai dengan pemasaran produknya untuk mendapatkan
keuntungan. Sistem ini yang dipilih diterapkan pada bidang perikanan, karena menghendaki
pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan kerja yang profesional dan memperoleh hasil
yang berkualitas.
2. Sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan
Sistem jaminan mutu dan keamanan diatur dalam Pasal 20 - 22. Pasal 20 menyebutkan bahwa
proses pengelolaan ikan dan produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan
pengelolaan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan. Mengenai sistem jaminan
mutu dan keamanan hasil perikanan terdiri atas subsistem, yaitu :[15]
a) Pengawasan dan pengendalian mutu
b) Pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar bahan baku, persyaratan atau standar
sanitasi dan teknik penanganan serta pengelolaan, persyaratan atau standar mutu produk, atau
standar sarana dan prasarana, serta persyaratan atau standar metode pengujian, dan
c) Sertifikasi
Setiap orang yang memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan diberikan
sertifikat kelayakan pengolahan, dan bagi orang yang memenuhi dan menerapkan sistem jaminan
mutu hasil perikanan diberikan sertifikat penerapan pragram menejemen mutu terpadu.[16]
Sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan digunakan untuk mendukung sistem bisnis
perikanan, karena dengan produk perikanan yang mutunya bagus dan layak dikonsumsi akan
dijual sampai keluar negeridan memperoleh keuntungan yang signifikan.
Undang - undang Perikanan yang menitikberatkan kualitas hasil perikanan dalam hubungannya
dengan kesehatan karena pada akhirnya hasil perikanan akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam sistem ini menghendaki dilakukannya pengawasan, proses produksi dari awal hingga
akhir agar mutu hasil perikanan dijamin dengan baik dan produknya dijamin keamananya untuk
dikonsumsi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan
Usaha pembudidayaan ikan dilakukan suatu perusahaan wajib memperoleh izin
terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Izin terlebih dahulu dari pejabat yang
berwenang. Izin yang diperlukan pada prinsipnya ada dua macam, yaitu izin lingkungan dan
izin usaha perusahaan. Kedua izin tersebut diperlukan untuk semua usaha terlepas dari
bentuk perusahaannya,apakah perusahaan itu berstatus badan hukum ( perseroan terbatas,
BUMN, Koperasi ) atau yang bukan berbadan hukum ( perorangan, persekutuan perdata,
firma, persekutuan komanditer ) wajib memiliki izin tanpa terkecuali.
Berdasarkan pada objeknya yakni pada bidang perikanan maka setelah izin
lingkungan dari kementrian lingkungan hidup, izin usaha yang dicari oleh perusahan berupa
Surat Izin Usaha Perikanan dan selajutnya disebut SIUP, kemudian dilanjutkan dengan
mengajukan permohonan izin penangkapan ikan ( SIPI), dan izin pengangkutan ikan (
SIKPI), dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Pasal
1
Undang
-
undang
Perikanan
No.
31
Tahun
2004
tentang
Perikananmenjelaskan defenisi daripada SIUP adalah izin tertulis yang harus memiliki
perusahan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana
produksi yang tercantum dalam izin tersebut. SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki
setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari SIUP, sementara SIKPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
Ketentuan Undang - Undang Perikanan, menjelaskan bahwa setiap orang atau badan
hukum yang melakukan usaha perikanan diwajibkan memiliki Izin Usaha Perikanan ( IUP ).
Sementara itu yang dimaksud usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan
hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan, atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial ( Pasal 1 dan 10).
Sistem perizinan dimaksudkan sebagai instrumen yang bersifat preventif untuk
pengendalian pemanfaatan sumber daya ikan agar tingkat eksploitasi tidak melampaui
potensi yang tersedia. Selain itu sistem perizinan juga dimaksudkan sebagai cara
pengumpulan data dalam rangka penyusunan rencana pengembangan dan pembinaan usaha
perikan, sesuai dengan kaidah - kaidah pengelolaan sumber daya alam perikanan. Dengan
alasan yang terakhir ini pula, maka nelayan, petani ikan kecil, dan perorangan lainnya yang
usahanya lebih merupakan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari.
Meski dikecualikan dari kewajiban memperoleh izin namun tetap diperlukan adanya
pencatatan.
Tujuan perizinan usaha perikanan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan
Pemerintah No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. Didalamnya diatur empat jenis
perizinan, yaitu :
1. Izin Usaha Perikanan (IUP) yaitu, izin tertulis yang hadus dimiliki perusahan perikanan
untuk melakukan usaha perikanan yang mencakup usaha perorangan atau badan hukum
untuk menagkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan
atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial dengan menggunakan sarana produksi yang
tercantum dalam izin tersebut.
2. Persetujuan penggunaan kapal asing (PPKA) yaitu, persetujuan yang diberikan kepada
perusahaan perikanan yang memiliki IUP untuk menggunakan kapal perikanan berbendera
asing dalam rangka kerja sama dengan orang atau badan hukum asing untuk meangkap ikan
di ZEE Indonesia.
3. Surat penangkapan ikan (SPI) yaitu, surat izin yangharus dimiliki setiap kapal perikanan
berbendera Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia dan
atau ZEE Indonesia yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari IUP.
4. Surat izin penangkapan Ikan (SIPI) yaitu, surat izin yang harus dimilki setiap kapal
perikanan berbendera asing yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia yang telah
memiliki IUP dan PPKA untuk melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PPKA ( Pasal 1).
Izin usaha perikanan wajib dimiliki oleh perusahaan perikanan yang melakukan usaha
perikanan diwilayah perikanan Republik Indonesia. Masa berlaku IUP selama perusahaan
masih melakukan usaha perikanan. didalam IUP untuk usaha penangkapan ikan akan
dicantukan titik koordinat daerah pengkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, serta
jenis alat tangkap yang digunakan. Sementara dalam IUP Untuk usaha pembudidayaan ikan
dicantumkan luas lahan atau perairan dan letak lokasinya ( Pasal 6).
SPI wajib dimiliki kapal perikanan berbendera Indonesia yang digunakan oleh
perusahaan penangkapan perikanan. didalam SPI dicantumkan ketetapan mengenai daerah
penangkpan ikan dan jenis alat penangkapan ikan yang digunakan. SPI berlaku selama tiga
tahun dan seterusnya setiap kali berakhir masa berlakunya diberikan perpanjangan selama
tiga tahun, sepanjang kapal dimaksud masih digunakan oleh perusahan yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 7).
Kepentingan kelestarian sumber daya ikan menjadi sangat penting, untuk itu pemberi
izin setiap tahun sekali meninjau kembali ketetapan mengenai daerah penangkapan ikan atau
jenis alat penangkapan ikan, sebagaimana tercantum dalam SIPI ( Pasal 8).
Ketentuan - ketentuan yang terkait dengan proses pembudidayaan ikan tersebut, perlu
diketahui bahwa yang mengeluarkan izin pembudidayaan ikan adalah Derektur Jenderal
Perikanan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 Permen Kelautan Dan Perikanan Nomor
Per.12/Men/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan disebutkan bahwa Menteri
memberikan kewenangan kepada Derektur Jenderal untuk menerbitkan :
a) SIUP dibidang pembudidayaan ikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dibidang pembudidayaan ikan lebih dari 12 (dua belas) mil laut. Dan lokasi pembudidayaan
ikan meliputi 2 (dua) provinsi atau lebih.
b) Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) dibidang pembudidayaan ikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha dibidang pembudidayaan ikan yang menggunakan kapal
pengangkut ikan dengan ukuran di atas 30 gross tonnage (GT) atau menggunakan modal
asing dan atau tenaga kerja asing.
c) Rekomendasi pembudidayaan ikan penanaman modal (RPIPM) akan\ kepada
badan hukum yang melakukan usaha dibidang pembudidayaan ikan dengan fasilitas
penanaman modal.
Kewenangan pemberian perizinan pembudidayaan ikan dapat diberikan kepada
Gubernur, apabila kegiatan pembudidayaan perikanan salah satu syaratnya adalah tidak
memakai modal asing.
Pasal 11 Permen Kelautan dan Perikanan Nomor per.12/men/2007tentang Perizinan
Usaha Pembudidayaan Ikan disebutkan bahwa mentri memberikan kewenangan kepada
Gubernur untuk menerbitkan :
a) SIUP dibidang pembudidayaan ikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dibidang pembudidayaan ikan yang berdomesili di wilayah administrasinyaserta tidak
menggunakan modal asing dan / atau tenaga kerja asing. Dengan lokasi pembudidayaan ikan
lebih dari empat mil laut sampai 12 mil laut, dan / atau meliputi dua kabupaten / kota atau
lebih.
b) SIKPI dibidang pembudidayaan ikan kepada setiap orang melakukan usaha
dibidang pembudidayaan ikan yang berdomelsisi diwilayah administrasinya serta tidak
menggunakan modal asing dan / atau tenaga kerja asing dengan menggunakan kapal
berukuran di atas 10 (Sepuluh) gross Tonnage (GT) sampai dengan 30 ( tiga puluh ) GT dan
berpangkalan diwilayah admnistrasinya.
Ketentuan yang sama juga berlaku kepada bupati / walikota. Menteri dapat
memberikan kewenangan kepada bupati untuk mengeluarkan SIUP, dengan persyaratan
tertentu, misalnya tidak menggunakan tenanga orang asing dan tidak pula mempergunakan
dana asing dalam usaha pembudidayaan ikan. Hal ini diatur dalam Pasal 12 Permen Kelautan
dan Perikanan.
Selambat - lambatnya dalam jangka waktu lima tahun sejak SIUP diberikan,
perusahaan dibidang pembudidayaan ikan wajib merealisasikan seluruh rencana usaha ( ayat
2 ), apabila pada tahun I, II, III, IV, V perusahaan tersebut tidak merealisasikan sekurang kurangnya 40 % dari rencana usaha tahunan, pemberi izin merubah SIUP yang bersangkutan
sesuai dengan realisasi yang telah dicapi setiap tahun ( ayat 3 ). Rencanausaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),dapat diubah (1kali) atas permintaan perusahaan dibidang
pembudidayaan ikan berdasarkan keadaan memaksa ( force majeur ) ayat 4.
Ketentuan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, SIUP dinyatakan tidak berlaku,
karena :[26]
a) Diserahkan kembali kepada pemberi izin
b) Perusahaan dibidang pembudidayaan ikan dinyatakan pailit
c) Perusahaan dibidang pembudidayaan ikan menghentikan usahanya, atau
d) SIUP dicabut oleh pemberi izin.
Perusahaan yang sudah memilki SIUP dan berkeinginan untuk memperluas usahanya, maka
langkah yang harus ditempuh adalah melakukan penyesuaian terhadap rencana usahanya
tersebut. ( Pasal 28 Permen Kelautan dan Perikanan ).
Kewajiban pemegang izin terhadap usaha yang dijalankan juga turut dilaksakan sebab jika tidak
maka kegiatan atau sesuatu kesepakatan yang telah tercantum pada perizinan dapat dinyatakan
batal dalam hal ini diatur dalam Pasal 44 Permen Kelautan dan Perikanan sebagai berikut :[27]
a)
Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP.
b)
Mengajukan permohonan perubahan atau pergantian SIUP Kepada pemberi izin dalam hal
SIUP hilang atau rusak, atau dilakukan perubahan data yang tercantum dalam SIUP
c)
Memohon persetujuan tertulis kepada pemberi izin dalam hal akan memindah tangankan
SIUP.
d)
Menyampaikan laporan usaha setiap enam bulam sekali kepada pemberi izin
e)
Mematuhi ketentuan dibidang pengawasan dan pengendalian dibidang kebudayaan ikan
D. Penggolongan Tindak Pidana Perikanan
Berdasarkan Undang - undang No. 45 Tahun 2009 jo Undang - undang No. 31 Tahun
2004 tentang perikanan mengatur sebagai jenis tindak pidana perikanan dimulai pada Pasal 84 101. Beberapa jenis tindak pidana diantaranya yakni :
1. Tindak Pidana Pencemaran dan Pengrusakan Sumber Daya Ikan Serta Penangkapan Ikan
Memakai Bahan Peledak.
Rumusan ini diuraikan dalam Pasal 84 ayat 1, yakni setiap orang yang dengan sengaja diwilayah
pengelolaan perikanan republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan /atau
pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan
/ atau bangunan yang dapat merugikan atau membahayakan kelestarian lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.200.000.000,00 ( satu miliyar dua ratus juta rupiah ).
Pasal 86 ayat 1, yakni setiap orang yang dengan sengaja diwilayah pengelolaan perikanan
republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencamaran dan / atau kerusakan
sumber daya ikan dan/ atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000 (dua miliyar rupiah ).
2. Tindak Pidana tentang Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 89 yakni setiap orang yang melakukan penanganan dan
pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan tidak menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan
ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan haisl perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat 3, dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp.
800.000.000 ( delapan ratus juta rupiah ).
3.
Tindak Pidana Usaha Perikanan yang memilki SIUP
Setiap orang yang dengan sengaja diwilayah pengelolaan perikanan republik Indoensia
melakukan usaha perikanan dibidang perikanan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan,
dan pemasaran ikan, yang tidak memilki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 1,
dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp.
1.500.000.000. ( satu miliyarlima ratus juta rupiah ). Pasal 92 Undang - undang No. 31 Tahun
004 tentang Perikanan.
Keberadaan suatu sanksi merupakan sarana efektif untuk mengurangi terjadinya
pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam bidang perikanan. adapun sanksi dapat
berupa sanksi administrasi terlebih dahulu dilakukan. Pasal 79 Permen Kelautan dan Perikanan,
sanksi adminsitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat berupa peringatan tertulis,
pembekuan atau pencabutan SIUP, SIPI, SIKPI.
SIUP dapat dicabut oleh pemberi izin usaha perikanan apabila orang atau badan hukum
yang bersangkutan :
a)
Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP
b)
Tidak melakukan perubahan data tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin
c)
Tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha dua kali berturut - turut atau dengan sengaja
menyampaikan laporan yang tidak benar
d)
Mengunakan dokumen palsu
e)
Menyampaikan data yang berbeda dengan fakta lapangan
f)
Tidak merealisasikan rencana usaha dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak
diterbitkannya SIUP
g)
Terbukti memindah tangankan atau meperjualbelikan SIUP
E. Penyidikan Tindak Pidana Perikanan
Penegakan hukum yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha perikanan dikaitkan dengan suatu
tindakan yang akan memberikan sanksi kepada setiaporang atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan - ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang - undang
dibidang perikanan. pelanggaran hukum dalam peraturan perundang - undangan perikanan ini,
sama halnya dengan pelangaran pidana pada umumnya yang prosesnya sama dengan perkara
pidana biasa yang sebelum diajukan ke pengadilan maka terlebih dahulu didahului oleh suatu
proses hukum yang lajim disebut penyidikan.
Penyidikan merupakan pintu gerbang masuknya perkara pidana, karena setiap ada suatu
peristiwa pidana untuk dapat menjadi perkara di Pengadilan harus melalui peyelidikan terlebih
dahul. Di tingkat penyelidikan suatu peristiwa pidana berdasarkan bukti - bukti awal ditentukan
dapat menjadi sebuah perkara yang diajukan ke Pengadilan setelah melalui penuntutan.
Pasal 73 Undang - Undang No. 31 Tahun 2004 ayat (1) tentang Perikanan, yang menyatakan
bahwa penyelidikan tindak pidana dibidang perikanan dilakukanoleh pegawai negeri sipil
perikanan, perwira TNI AL, dan pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat melakukan koordinasi (ayat 2). Untuk
melakukan koordinasi dalam penanganan tindak pidana dibidang perikanan, menteri dapat
membentuk forum koordinasi ( ayat 3). Penyidik sebagaimana pada ayat 1 berwenang :[34]
a)
Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pinana dibidang
perikanan
b)
Memanggil dan memeriksa tersangka dan saksi
c)
Membawa dan menghadapkan seseorang tersangka dan / atau saksi untuk didengar
keterangannya
d)
Menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang diduga dipergunakan dalam atau
menjadi tempat melakukan tindak pidan dibidang perikanan.
e)
Mengentikan,memeriksa,menangkap,membawa atau menahan kapal atau orang yang
disangka melakukan tindak pidana perikanan.
f)
Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan
g)
Memotret tersangka atau barang bukti tindak pidana dibidang perikanan
h)
Memotret tersangka atau barang bukti tindak pidana di pidang perikanan
i)
Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan
j)
Melakukakan penyitaan terhadap barang buktiyang digunakan hasil tindak pidana
k)
Melakukan penghentian penyidikan, dan
l)
Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum bertanggungjawab ( ayat 4)
Sejalan dengan ketentuan Pasal 73 di atas maka penyidik pegawai negeri sipil perikanan
diberikan kewenagan dan tanggungjawab untuk melakukan tindakan yang kaitannya dengan
penyidikan tersebut.
Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum paling lama 7 ( tujuh )
hari sejak ditemukan adanya tindak pidana dibidang perikanan (ayat 1). Untuk kepentingan
penyidikan, penyidik dapat menahan tersangka paling lama 20 ( dua puluh ) hari (ayat 2), jangka
waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), apabila diperlukan untuk kepentingan
pemeriksanan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10
(sepuluh ) hari ayat (3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
menutup kemungkinan tersangka dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi (ayat 4). Setelah waktu 30 (tiga puluh)
hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum ayat (5),
penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 73 menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut umum
paling lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak pemberitahuan penyidikan dimulainya penyidikan (ayat
6).[35]
Menteri kelautan dan perikanan dalam hal mewujudkan penegakan hukum dibidang perikanan
maka dikeluarkannya peraturan Nomor tentang forum kordinasi penangan pelaksanaan tugas
penyidik dan untuk memperlancar komunikasi serta tukar - menukar data, informasi, dan hal hal lain yang diperlukan dalam rangka efektivitas, efesiensi, dan penanganan tindak pidana
perikanan secara terpadu, maka dibentuk forum koordinasi penanganan tindak pidana dibidang
perikanan.[36]
Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per.13/ Men/2005 tentang Perikanan, memberikan
ketentuan bahwa forum tindak pidana perikanan ini juga dapat dibentuk didaerah yang dibawahi
langsung oleh Gubernur untuk Provinsi dan Bupati / Walikota untuk Kabupaten/Kota ayat (1).
Keanggotaan forum koordinasi penanganan tindak pidana dibidang perikanan di daerah terdiri
dari instansi terkait di provinsi atau kabupaten / kota setempat. ( ayat 2 ).[37]
DAFTAR PUSTAKA
Lokal, P. E. (2019). Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota STUDY OF FISHERIES
INDUSTRY DEVELOPMENT IN THE LOCAL ECONOMIC, (November 2018).
https://doi.org/10.33658/jl.v14i2.113
Program, M., Ilmu, M., Publik, A., Jurusan, D., & Administrasi, I. (2010). Strategi pemerintah
kabupaten sukamara dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, 13(1), 185–201.
Gatot Supramono, 2011. “ Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan “
Jakarta : Rineka Cipta.
H. Supriadi dan Alimuddin, 2011. “ Hukum Perikanan di indonesia ” , Jakarta : Sinar Grafika
Lexy J. Moeong, 2005. “ Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rodakarya.
Sudirman Saad, 2000. “ Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, Eksistensi dan Prospek
penngaturannya di Indonesia ”. Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan
Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 12/Men/2007
Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 13/Men/2005
http://prospek.perikanan.indonesia.com
http://kotaterpadumandiri.com. 28 oktober 2014
[1] Sudirman Saad, 2000. “ Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, Esistensi dan Prospek
Pengaturannya Di Indonesia ”. Universitas Gadjah Mada, Yokyakarta. Hlm. 1
[2] Ibid. Sudirman Saad. Hlm. 2
[3] Ibid. Hlm. 2-3
[4]http://prospek.perikananan.indonesia.com
[5]Op Cit. Hlm. 10
[6]H. Supriadi dan Alimuddin, 2011. “ Hukum Perikanan di Indonesia”, Jakarta : Sinar Grafika.
Hlm 46.
[7]Himpunan Peraturan tentang Peternakan, Perikanan, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan
Peraturan Pelaksanaannya. 2013. Jakarta : PT. Tamita Utama. CV. Hlm.569.
[8]Ibid. Hlm. 570.
[9]Op Cit, Supriadi dan Alimudin. Hlm. 138.
[10]Ibid.Hlm. 139.
[11]M. Ghufran H. Kordi K. 2007. “ Pembenihan Ikan Kerapu ”. PT. Perca: Jakarta. Hlm. 1
[12] Gatot Supramono. 2011. “ Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan ”,
Rineka Cipta : Jakarta. Hlm. 21.
[13]www.kppu.go.id.docs.
[14]Op Cit. Hlm. 22
[15]Pasal 20 UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Hlm. 581
[16]Op Cit. Gatot Supramono. Hlm. 23
[17]Ibid. Hlm.24.
[18]Himpunan Peraturan Perikanan, UU No. 31 Tahan 2004. Hlm. 570 – 571.
[19]Op Cit. Sudirman Saad. Hlm. 171.
[20]Ibid. Hlm. 171.
[21]Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan
[22]Pasal 10 Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Men/2007
[23]Pasal 11 Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2007
[24]Supriadi dan Alimuddin. Hukum perikanan di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika. Hlm. 142
[25]Ibid. Hlm 151.
[26]Pasal 26 Undang – Undang Perikanan
[27]Ibid. Hlm. 164
[28]Himpunan Peraturan Perikanan. Hlm. 599
[29]Ibid. Hlm. 601
[30]Ibid. Hlm. 602
[31]Ibid. Hlm. 603
[32]Op Cit. H. Supriadi dan Alimuddin. Hlm.444
[33]Ibid. Hlm.445
[34]Pasal 73 Undang – Undang No. 31 Tahun 2004 ayat 1 tentang Perikanan. Hlm 431
[35]Ibid. Hlm. 434
[36]Ibid. Hlm. 435
[37]Permen Kelautan dan Perikanan Nomor Per 13/ Men/2005
Download