LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== NAMA / NIM : Cahya Pria Ardiansyah / 142011133165 KELAS /KELOMPOK : Akuakultur C / Kelompok 7 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Praktikum Ke- : Keenam (6) Tanggal : 06 Mei 2021 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------Materi Praktikum : Fisiologi Hewan Air : Ekotoksikologi Perairan Tujuan Praktikum : 1. Untuk mengetahui pengaruh toksik di perairan bagi kehidupan Ikan 2. Untuk mengetahui pengaruh limbah terhadap fisiologi ikan Alat dan Bahan Alat : 1. Aquarium / Toples 2. Timbangan digital 3. Gelas ukur 1 liter (1000 mL) 4. Termometer 5. Handcounter 6. Serokan ikan 7. Alat tulis 8. pH pen Bahan : 1. Ikan komet (Carassius auratus) 2. Ampas tahu 3. Detergen 4. Minyak jelantah LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== 5. Air selokan 6. Pestisida Cara Kerja : 1. Menyiapkan 2 akuarium / toples, akuarium pertama dengan konsentrasi 50% dan yang ke dua dengan konsentrasi 25% Limbah domestic yaitu detergen, pestisida, dan minyak jelantah, air selokan dan ampas tahu 2. Pada perlakuan pertama yaitu campuran air tawar dengan detergen pada akuarium sebanyak 1000 ml, dalam akuarium konsentrasi 50% air tawar dituangkan sebanyak 500 ml dan limbah domestic detergen sebanyak 500 ml. Dan dalam konsentrasi 25% air tawar dituangkan sebanyak 750 ml dan limbah detergen sebanyak 250 ml 3. Pada perlakuan kedua yaitu campuran air tawar dengan limbah pestisida pada akuarium sebanyak 1000 ml, dalam akuariun konsentrasi 50% air tawar dituangkan sebanyak 500 ml dan limbah pestisida sebanyak 500 ml. Dan dalam konsentrasi 25% air tawar dituangkan sebanyak 750 ml dan limbah pestisida sebanyak 250 ml 4. Pada perlakuan ketiga yaitu campuran air tawar dengan limbah minyak jelantah pada akuarium sebanyak 1000 ml, dalam akuariun konsentrasi 50% air tawar dituangkan sebanyak 500 ml dan limbah minyak sebanyak 500 ml. Dan dalam konsentrasi 25% air tawar dituangkan sebanyak 750 ml dan limbah minyak sebanyak 250 ml 5. Pada perlakuan keempat yaitu campuran air tawar dengan air selokan pada akuarium sebanyak 1000 ml, dalam akuarium konsentrasi 50% air tawar dituangkan sebanyak 500 ml dan air selokan sebanyak 500 ml. Dan dalam konsentrasi 25% air tawar dituangkan sebanyak 750 ml dan air selokan sebanyak 250 ml 6. Pada perlakuan kelima yaitu campuran air tawar dengan ampas tahu pada akuarium sebanyak 1000 ml, dalam akuarium konsentrasi 50% air tawar dituangkan sebanyak 500 ml dan limbah ampas tahu sebanyak 500 ml. Dan dalam konsentrasi 25% air tawar dituangkan sebanyak 750 ml dan limbah ampas tahu sebanyak 250 ml LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== 7. Periksalah masing-masing perlakuan : pH dan suhu awal dan akhir 8. Menghitung berat badan awal dan akhir ikan 9. Masukkan ikan ke dalam masing-masing perlakuan 10. Amati tingkah lakunya dari menit ke 1-15 dan menit ke 16-30, hitung buka tutup operculum (BOP) setiap 3 menit selama 30 menit dan hitung mortalitasnya. Hasil : TABEL 1. PERHITUNGAN BOP Limbah P1 (Limbah Detergen) P2 (Limbah Pestisida) P3 (Limbah Minyak) P4 (Limbah Ampas Tahu) - 25% 50% 25% 50% 25% 50% 25% 50% 25% 50% 3 356 132 73 146 73 437 526 508 414 320 283 6 377 90 41 57 0 487 571 530 320 210 232 9 360 0 39 0 0 480 599 532 359 230 240 12 360 0 0 0 0 489 648 565 294 205 209 15 370 0 0 0 0 515 681 510 219 256 268 18 333 0 0 0 0 551 684 511 233 208 276 21 340 0 0 0 0 543 721 540 162 190 293 24 357 0 0 0 0 614 710 515 106 213 260 27 352 0 0 0 0 598 711 538 78 201 245 30 392 0 0 0 0 605 723 547 41 173 315 Mortalitas 0% 100% 100% 100% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 0% Menit ke- Kontrol Konsentrasi P5 (Air Selokan) LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Pengukuran Konsentrasi TABEL 2. PENGUKURAN PARAMETER PENGAMATAN Limbah Limbah Limbah Ampas kontrol Limbah Minyak Detergen Pestisida Tahu 25% 50% 25% 50% 25% 50% 25% 50% Air Selokan 25% 50% Suhu Awal Suhu Akhir 29 oC 31 oC 30 oC 29 oC 30 oC 28 oC 28 oC 28,5 oC 28 oC 30 oC 29,7 oC 29 oC 31 oC 30 oC 29 oC 30 oC 28 oC 28 oC 28,5 oC 28 oC 29 oC 29,8 oC Nilai pH 7,0 7,5 9,0 6,5 5,9 7,3 7,9 6,3 6,0 8,3 8,7 Berat Ikan Awal 4,4 gr 7,1 gr 5,1 gr 5,7 gr 5,4 gr 2,67 gr 2,34 gr 4,2 gr 4,0 gr 2,1 gr 3,0 gr Berat Ikan Akhir 4,3 gr 7,5 gr 5,6 gr 6,1 gr 5,7 gr 2,76 gr 2,69 gr 4,8 gr 4,5 gr 2,0 gr 2,0 gr TABEL 3. PENGAMATAN TINGKAH LAKU Menit ke- Konsentrasi 25% 1’-15’ 50% 25% 16’-30’ 50% Kontrol Ikan aktif dan sering berada di dasar perairan, tubuh seimbang dan buka tutup operculum stabil Ikan lebih banyak diam dan mulai sering naik turun ke permukaan dan dasar perairan, tubuh seimbang dan buka tutup operculum stabil Limbah Minyak Ikan mulai stress, gerakan pasif, tubuh tidak seimbang, buka tutup operculum yang cepat tidak stabil, ikan berenang dibawah minyak dan berusaha bernafas Bergerak normal, namun tubuh tidak seimbang, buka tutup operculum cepat dan tidak stabil, ikan berenang dibawah minyak dan berusaha bernafas Ikan stress, gerakan pasif, tubuh tidak seimbang, buka tutup operculum yang cepat, ikan berenang dibawah minyak dan berusaha bernafas Ikan stress, gerakan pasif, tubuh tidak seimbang, buka tutup operculum yang cepat, ikan berenang dibawah minyak dan berusaha bernafas LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== GRAFIK 1. BOP IKAN KONSENTRASI 25% Grafik BOP Ikan Konsentrasi 25% BOP 700 614 600 500 400 437 532 508 487 530 489 480 356 320 300 200 100 146 132 377 360 210 230 565 515 510 551 370 360 256 205 511 543 540 605 598 515 538 333 340 357 352 208 190 213 201 547 392 173 90 57 0 3 0 9 6 0 12 0 15 0 18 0 21 0 24 0 27 P1 (Limbah Detergen) P2 (Limbah Pestisida) P3 (Limbah Minyak) P4 (Limbah Ampas Tahu) P5 (Air Selokan) Kontrol 0 30 Waktu (menit) GRAFIK 2. BOP IKAN KONSENTRASI 50% Grafik BOP Ikan Konsentrasi 50% BOP 800 700 600 500 526 414 356 283 400 300 200 100 73 0 3 599 571 377 320 360 359 232 240 370 360 294 357 352 260 245 39 0 9 0 12 392 315 162 106 41 0 6 723 711 710 340 293 333 276 233 268 219 209 721 684 681 648 0 15 0 18 0 21 0 24 78 0 27 P1 (Limbah Detergen) P2 (Limbah Pestisida) P3 (Limbah Minyak) P4 (Limbah Ampas Tahu) P5 (Air Selokan) Kontrol 0 30 41 Waktu (menit) LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Pembahasan : 1. Definisi ekotoksikologi Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisika pada makhluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan khususnya daerah perairan. Pengaruh pengaruh racun dapat berupa letalitas (mortalitas) serta pengaruh subletal seperti gangguan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, tanggapan farmakokinetik, patologi, biokimia, fisiologi, dan tingkah laku. Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan polutan dalam suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat, dapat menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan populasi, komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai dengan ekosistem menunjukkan adanya peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia, peningkatan kesulitan untuk mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik, dan increasing importance. Toksik dapat berasal dari limbah organik dan anorganik. Limbah organik adalah limbah yang senyawa didalamnya berasal dari makhluk hidup, hewan dan tumbuhan. Umumnya dihasilkan dari sisa limbah rumah tangga dan tempat tempat umum. Contohnya sisa air deterjen, minyak jelantah. Sedangkan limbah anorganik adalah limbah yang kandungan senyawanya berupa senyawa anorganik, dihasilkan dari industri, pabrik, perikanan, pertanian, medis, pabrik tahu tempe, pabrik industri pewarna, plastik, botol kaca dan sebagainya (Wahyono, 2011). 2. Hasil praktikum dan grafik yang diperoleh Dari hasil praktikum dan data di atas menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol ikan tidak mengalami perubahan pergerakan yang terlihat normal dimana ditandai dengan pergerakan renang secara horizontal serta aktif, lincah dan responsif terhadap pakan dan respon terhadap rangsangan dari luar baik (Kade, 2018). Pada perlakuan pertama dengan limbah detergen dengan konsentrasi 50% dan 25% pada menit awal ikan masih bergerak tetapi BOP nya terus menurun hingga pada menit 9 dan 12 LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== ikan tidak bergerak dan setelah diangkat ikan sudah dalam keadaan mati. Menurut Inayah (2017) ikan yang terpapar detergen akan mengalami gangguan pada organnya, terutama insang. Insang akan membengkak, berdarah dan mengeluarkan lendir. Dan pada akhirnya ikan mati. Penyebab ikan membengkak, berdarah lalu mengeluarkan lendir adalah difusi. Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Konsentrasi larutan detergen lebih tinggi dari sitoplasma sehingga partikel detergen berdifusi dari larutan ke selsel pada insang ikan dan insang pun akhirnya membengkak, kemudian mengalami plasmolisis (pecahnya sel) sehingga ikan akan mengeluarkan lendir (Rifky, 2016). Sebelum dan setelah ikan mati dilakukan pengukuran suhu dan pH. Pada konsentrasi 50% suhu awalnya sebesar 30ºC dan suhu akhirnya sebesar 30ºC serta pHnya 9.0 sedangkan pada konsentrasi 25% suhu awal dan akhirnya sebesar 31ºC dan pHnya 7.5. Berat badan ikan pada pengamatan ini bertambah dari pengukuran awal dan akhir baik pada konsentrasi 25% dan 50%. Pada referensi yang didapat dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi terdapat peningkatan suhu, dan kenaikan suhu air juga dapat menyebabkan penurunan kadar DO di dalam air, akan tetapi pada percobaan yang telah dilakukan mendapatkan hasil suhunya menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi dan kemungkinan terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Sedangkan nilai pH air pada berbagai tingkatan konsentrasi limbah detergen mengalami kenaikan seiring dengan tingginya konsentrasi detergen. Hal ini dikarenakan detergen yang memiliki sifat kimia yang basa sehingga pH air akan selalu naik akibat sifat basa detergen (Rifky, 2016). Pada perlakuan kedua menggunakan limbah pestisida dengan konsentrasi 50% dan 25%, pada konsentrasi 50% pada menit pertama ikan masih dapat bergerak tetapi pada menit ke 3 memasuki menit ke 6 ikan sudah mati sedangkan pada konsentrasi 25% ikan masih dapat bergerak pada hingga menit ke-6, dan memasuki menit ke-9 ikan sudah dalam keadaan mati. Sebelum dan setelah ikan mati dilakukan pengukuran suhu dan pH. Pada konsentrasi 50% suhu awal dan akhirnya sebesar 30ºC dan pHnya 5.9 sedangkan pada konsentrasi 25% suhu awal dan akhirnya sebesar 29ºC dan pHnya 6.5. Berat badan ikan pada pengamatan ini bertambah LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== dari pengukuran awal dan akhir baik pada konsentrasi 25% dan 50%. Berdasarkan referensi yang didapat bahwa bahan aktif yang terdapat didalam pestisida memberi pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan berat ikan dan kelangsungan hidup ikan, hal ini terjadi karena pada bahan aktif limbah pestisida tersebut dapat mengubah bau, rasa dan indera penciuman pada ikan sehingga nafsu makan ikan berkurang. Pestisida memiliki sifat yang mengikat oksigen, sehingga ikan sulit bernafas dan mengalami kematian. Pestisida memiliki sifat kimia yang asam sehingga pH air menurun akibat sifat asam pestisida. Selain konsentrasi faktor yang mempengaruhi toksisitas pestisida pada organisme air adalah suhu, umur dan lama organisme terpapar. Semakin tinggi suhu nya maka toksisitas akan semakin meningkat (Koesoemadinata, 2017). Pada perlakuan ketiga dengan menggunakan Limbah minyak jelantah dengan konsentrasi 25% dan 50%. Pada konsentrasi 25% menit pertama hingga ke 30 ikan mengalami stress, gerakan pasif, tubuh tidak seimbang, buka tutup operculum yang cepat tidak stabil, ikan berenang dibawah minyak dan berusaha bernafas, sedangkan pada konsentrasi 50% ikan bergerak dan berenang dibawah minyak sesekali ikan bergerak naik turun, dan BOP nya juga sangat cepat mungkin dikarenakan kelarutan oksigen dalam air berkurang dikarenakan terhalang oleh minyak, ikan pada konsentrasi 25% dan 50% tidak mengalami kematian karena airnya bening dan minyak berada diatas karena perbedaan massa jenis. Sebelum dan setelah pengamatan dilakukan pengukuran suhu dan pH. Pada konsentrasi 25% suhu awal dan akhirnya sama yaitu sebesar 28ºC dan pHnya 7.3 sedangkan pada konsentrasi 50% suhu awal dan akhirnya juga sebesar 28ºC dan pHnya 7.9. dengan hasil pH tersebut maka minyak jelantah bersifat basa. Berat badan ikan pada pengamatan ini bertambah dari pengukuran awal dan akhir baik pada konsentrasi 25% dan 50%. Pada perlakuan minyak jelantah ini menurut referensi bahwa ikan berenang vertikal ke atas dan kebawah, ikan lebih sering berada di bawah sekalikali berusaha keatas menembus lapisan minyak pada permukaan air dikarenakan kadar oksigen terhalang oleh minyak sehingga ikan kesulitan bernapas dan dapat diketahui dari buka tutup operculumnya yang cepat (Kade, 2018). LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Pada perlakuan keempat dengan menggunakan Limbah ampas tahu dengan konsentrasi 25% dan 50%. Pada konsentrasi 25% menit pertama hingga ke 15 gerakan ikan cenderung pasif dan sering berada didasar perairan serta diamati bahwa BOP saat berada dipermukaan lebih cepat dibandingkan saat berada di dasar, dan memasuki menit ke 30 ikan sering berenang ke permukaan lalu kembali ke dasar, sedangkan pada konsentrasi 50% ikan pasif tetapi sedikit bergerak naik turun secara tidak stabil dan BOP nya pun tidak stabil, ikan pada konsentrasi 25% dan 50% tidak mengalami kematian. Sebelum dan setelah pengamatan dilakukan pengukuran suhu dan pH. Pada konsentrasi 25% suhu awal dan akhirnya sama yaitu sebesar 28,5ºC dan pHnya 6.3 sedangkan pada konsentrasi 50% suhu awal dan akhirnya juga sama sebesar 28ºC dan pHnya 6.0, hal ini menunjukkan bahwa limbah ampas tahu bersifat asam. Berat badan ikan pada pengamatan ini bertambah dari pengukuran awal dan akhir baik pada konsentrasi 25% dan 50%. Limbah ampas tahu mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, bila dibiarkan dalam air limbah ini akan berubah menjadi semakin keruh yang akan mengakibatkan gangguan pernapasan pada suatu organisme, terutama ikan (Pranoto, 2013). Pada perlakuan kelima dengan menggunakan air selokan dengan konsentrasi 25% dan 50%. Pada konsentrasi 25% menit pertama hingga ke 15 gerakan ikan cenderung pasif dan sering berada didasar perairan serta diamati bahwa BOP saat berada dipermukaan lebih cepat dibandingkan saat berada di dasar, dan memasuki menit ke 30 ikan sering berenang ke permukaan lalu kembali ke dasar, sedangkan pada konsentrasi 50% ikan pasif tetapi sedikit bergerak naik turun secara tidak stabil, ikan pada konsentrasi 25% dan 50% tidak mengalami kematian. Sebelum dan setelah pengamatan dilakukan pengukuran suhu dan pH. Pada konsentrasi 25% suhu awalnya sebesar 30ºC dan suhu akhirnya 29ºC dan pHnya 8.3 sedangkan pada konsentrasi 50% suhu awal dan akhirnya juga sama sebesar 29ºC dan pHnya 8.7, hal ini menunjukkan bahwa limbah ampas tahu bersifat basa. Berat badan ikan pada pengamatan ini berkurang dari pengukuran awal dan akhir baik pada konsentrasi 25% dan 50%. Air selokan mengandung berbagai macam limbah, seperti sampah, lumpur, pasir, limbah rumah tangga. LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Kandungan limbah tersebut dapat mengganggu respirasi ikan, karena menurunnya kemampuan insang dalam mendifusi oksigen yang terlarut (Jatmiko, 2007). 3. Pengaruh bahan pencemar terhadap fisiologi ikan. Limbah detergen merupakan detergen dalam suatu perairan yang berasal dari buangan rumah tangga dan industri (susu, mentega, keju, tekstil, dan industri pertanian). Sebagian besar detergen dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem perairan yaitu dapat menghambat aktivitas atau bahkan membunuh berbagai jenis mikroorganisme. Selain itu, detergen juga menyebabkan pengkayaan nutrien pada suatu badan air sehingga dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yang sangat merugikan lingkungan perairan, dan busa yang dihasilkan dipermukaan air dapat mengganggu proses difusi air. Pada ikan limbah detergen ini menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi dan hati, hal tersebut mengakibatkan ikan mengalami peradangan dan pembengkakan pada hati (Radhi dkk., 2019). Pestisida merupakan bahan aktif kimia yang memiliki daya racun atau toksisitas. Meskipun pestisida hanya bertujuan mamatikan suatu jenis hama atau gulma tetapi pada dasarnya bersifat racun untuk semua organisme. Pestisida dapat menghambat pertumbuhan, tingkah laku, perkembangbiakan serta kinerja hormaon pada semua organisme. Ikan yang hidup di dalam perairan yang tercemar pestisida akan menyerap bahan aktif pestisida dan terakumulasi dalam tubuhnya, hal ini dikarenakan ikan merupakan akumulator yang baik bagi berbagai jenis paparan pestisida (Taufik, 2009). Limbah minyak dapat berasal dari berbagai kegiatan industri. Senyawa lemak atau minyak dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap kegiatan akuatik. Dengan adanya lemak atau minyak dalam air dapat menyebabkan peningkatan turbiditas air sehingga megurangi ketersediaan cahaya di dalam air. Selain itu, molekul lemak dan minyak yang besar dan rapat akan menutup bagian permukaan suatu perairan yang menyebabkan oksigen tidak dapat menembus untuk masuk kedalam air, sehingga dapat mengganggu aktivitas serta merusak kehidupan ikan (Aryani dkk., 2004). LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Limbah ampas tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat belum dirasa dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan terrnak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang di sungai akan menyebabkan tercemarnya air sungai. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia dan hayati yang akan menghasilkan racun atau menciptakan media untuk tumbuhnya bakteri (Pranoto, 2013). Air selokan merupakan perairan yang kompleks dengan pencampuran bermacam-macam limbah dari industri maupun dari rumah-rumah warga yang berada disekitarnya. Jika limbah yang masuk tidak berlebihan dapat meningkatkan habitat laut dengan masuknya nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan zooplankton dan fitoplankton sebagai makanan ikan, namun jika limbah tersebut dalam jumlah yang sangat banyak dapat menimbulkan pencemaran pada perairan, ikan akan mengalami kematian karena oksigen terlarut yang tersedia sudah tidak mencukupi untuk kelangsungan hidup ikan (Prarikeslan, 2016). Adanya bahan pencemar yang masuk ke badan air tempat habitat dari Ikan dapat mempengaruhi metabolisme dari ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan ikan mengalami stress dan pada akhirnya mati. Semakin tinggi akumulasi pencemaran maka semakin rendah pula suplai oksigen terlarut di dalam air. Meningkat nya kadar zat zat pencemar yang berbahaya dapat menimbulkan toksik atau racun sehingga mengganggu proses kehidupan dan setelah mencapai kadar tertentu dapat mematikan hewan peliharaan sehingga dampak yang paling buruk adalah kematian pada ikan. Kematian yang terjadi dikarenakan berhentinya fungsi kerja organ tubuh pada ikan akibat tidak terpenuhi oksigen pada proses respirasi. Atau kandungan pencemar yang bersifat toksik tidak bisa ditolerir oleh tubuh ikan. Inayah (2019) menyatakan bahwa apabila pada perairan terdapat limbah organik dengan kadar yang cukup tinggi maka kadar oksigen terlarut cepat sekali mengalami pengurangan. Karena kadar perairan dengan kadar oksigen terlarut yang sangat rendah maka akan berbahaya bagi organisme akuatik. Bahan-bahan pencemar dapat mengganggu fisiologi ikan hingga LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== menyebabkan kematian. Bahan pencemar dapat dibedakan menjadi domestik dan non domestik. Bahan pencemar domestik merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga dan tempat-tempat umum lainnya yang dibuang di perairan tanpa dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu. Contoh bahan domestik adalah limbah detergen, air selokan, minyak jelantah bekas penggorengan, dll. Limbah detergen yang mencemari perairan dapat mengganggu fisiologi ikan terutama fisiologi pernafasan. Konsentrasi detergen yang tinggi menyebabkan sel-sel terutama pada insang mengalami difusi cairan. proses difusi ini menyebabkan ikan membengkak, berdarah, lalu mengeluarkan cairan. Difusi merupakan perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Karena konsentrasi detergen yang tinggi menyebabkan detergen berdifusi ke sel-sel ikan terutama pada insang. Selanjutnya sel-sel insang pecah atau mengalami plasmolisis yang menyebabkan adanya lendir. Kerusaskan pada sel-sel organ insang menyebabkan kerusakan pada organ insang. Selanjutnya ikan akan kesulitan untuk bernafas dan mengalami mortalitas. Limbah detergen juga mengakibatkan DO menurun karena gelembung atau busa yang dihasilkan di permukaan air menyebabkan terganggunya proses difusi air dengan udara. Selain itu, kandungan detergen yang masuk ke dalam metabolisme ikan juga mengakibatkan gangguan pada hati dan sistem reproduksi ikan. Hati bekerja lebih keras karena zat toksik dalam limbah detergen masuk ke dalam metabolisme tubuh ikan. Hal tersebut mengakibatkan hati mengalami peradangan dan pembengkakan (Faumi & Radhi, 2019). Limbah non domestik juga dapat mempengaruhi fisiologi ikan. Limbah non domestik adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang di perairan tanpa proses pengolahan limbah tesrlebih dahulu. Contoh limbah domestik adalah insektisida / pestisida yang menjadi limbah industri pertanian, dan ampas tahu. Jenis insektisida organofosfat dapat menjadi inhibitor kompetitif yang menghambat aktivitas kolineterase. Kolinesterasi merupakan enzim yang dapat mengkatalase zat neurotransmitter, yaitu Asetilkolin (AcH). Asetilkolin merupakan neurotransmiter universal pada sistem syaraf pusat dan ganglia autonomic. Penghambatan kolinesterasi menyebabkan terjadinya akumulasi asetilkolin. Jika LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== akumulasi asetilkolin terganggu maka perangsangan saraf juga akan terganggu. Penghambatan kolinesterase dapat terjadi di otak maupun neuromusculare junction pada otot-otot pernafasan yang menggerakkan operkulum maupun tapis insang (gill rackers). Hal ini dapat menyebabkan respirasi dan osmoregulasi ikan terganggu sehingga ikan akan mengalami kematian (Adharini dkk., 2016). Efek dari bahan limbah secara langsung maupun tidak langsung dapat mematikan biota akuatik yaitu ikan, respon dan kekebalan tubuh ikan terhadap lingkungan berbeda-beda, limbah akan masuk ke dalam tubuh ikan dan dapat terjadi secara oral yakni melalui air dan secara difusi dapat melalui insang. Dalam lingkungan perairan, pengambilan bahan pencemar akibat limbah oleh biota air melalui penelanan makanan yang terkontaminasi, pengambilan dari air melewati membran insang, difusi kutikular, dan penyerapan langsung dari sedimen. Semakin tinggi akumulasi pencemaran maka semakin rendah pula suplai oksigen terlarut di dalam air. Meningkat nya kadar zat zat pencemar yang berbahaya dapat menimbulkan toksik atau racun sehingga mengganggu proses kehidupan dan setelah mencapai kadar tertentu dapat mematikan hewan peliharaan. Toksik atau racun yang masuk pada tubuh ikan dapat mengakibatkan kerusakan pada organ- organnya seperti kerusakan pada insang, hati, ginjal, dan organ pecernaan yakni usus (Koesoemadinata et al., 2017). 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon fisiologi ikan terhadap bahan pencemar Faktor fisika-kimia bahan pencemar meliputi konsentrasi, suhu, pH, salinitas, dan kesadahan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi toksisitas yaitu interaksi antar bahan pencemar. Hal tersebut dilatar belakangi oleh fenomena bahwa organisme perairan jarang terpapar oleh satu jenis bahan pencemar saja melainkan bermacam bahan pencemar yang saling berinteraksi. Secara umum interaksi bahan pencemar dapat bersifat sinergis maupun antagonis,tergantung pada karakter fisika-kimia bahan pencemar dan kondisi fisiologis organisme yang terpapar. Konsentrasi bahan pencemar merupakan faktor penting yang mempengaruhi toksisitas. Bahan pencemar dengan toksisitas tinggi tidak akan terlalu memberi dampak organisme, apabila masih dalam konsentrasi sangat rendah. Sebaliknya bahan LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== pencemar dengan toksisitas rendah, akan berpengaruh buruk apabila dipaparkan dengan konsentrasi tinggi. Faktor penting lain yang mempengaruhi toksisitas adalah lamanya pemaparan (durasi) bahan kimia terhadap organisme. Pemaparan yang lebih lama akan memberi dampak kronis yang lebih buruk terhadap organsime perairan . Beberapa penelitian melaporkan bahwa bioakumulasi dan toksisitas bahan pencemar meningkat seiring dengan perubahan suhu. Perubahan suhu juga mempengaruhi proses sintesis protein, respirasi dan transpor energi, serta kemampuan menghantarkan oksigen (Sokolova & Lannig, 2008). Perubahan laju metabolisme dapat menyebabkan perubahan perilaku, misalnya pergerakan dan aktivitas makan yang mempengaruhi kemampuan mengakumulasi bahan. Peningkatan penyerapan bahan pencemar menyebabkan peningkatan akumulasi pencemar. Untuk sebagian organisme perairan, pH rendah dapat meningkatkan toksisitas logam. Gangguan fisiologi yang terjadi pada pH rendah meliputi hilangnya elektrolit, kerusakan sel, kerusakan pada insang yang menyebabkan gangguan proses pernafasan. Salinitas juga mempengaruhi geokimia logam, fisiologi organisme dan sensitivitasnya terhadap pemaparan logam (Lewis et al., 2016). Biota yang biasanya terpapar limbah akan mengalami toksisitas akut ataupun kronis. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi toksisitas yaitu konsentrasi toksin, durasi dan frekuensi pemaparan, komposisi dan sifat lingkungan (Megawati, 2015). Selain itu juga ada beberapa factor yang mempengaruhi kekuatan toksin terhadap ikan yakni pengaruh lingkungan seperti temperature suhu, kadar garam, dan pengaruh pH ataupun kadar oksigen dalam air, dan pengaruh internal ikan seperti fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), ukuran organisme, jenis kelamin dan kecukupan kebutuhan pangan, kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk, kemampuan untuk beradaptasi terhadap racun (Nufus, 2019). Berikut beberapa faktor umum yang memengaruhi respon fisiologis ikan. 1. Konsentrasi Zat Tercemar Konsentrasi dari zat tercemar mempengaruhi toksinitas zat tercemar tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang menunujukkan ikan pada air dengan konsentrasi pestisida 50% LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== lebih cepat mati daripada ikan pada kandungan pestisida dalam air 25% (Tantangindatu et al., 2013). 2. pH Berdasarkan pada air yang mengandung nilai pH mendekati normal tidak terjadi perubahan tingkah laku pada ikan di dalamnya. Sedangkan pada pH yang terlalu basa dan terlalu asam, ikan di dalamnya mengalami perubahan tingkah laku bahkan kematian. pH yang terlalu rendah dapat meningkatkan kadar logam berat dalam perairan yang bersifat toksik bagi ikan. sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat meningkatkan amoniak yang bersifat toksik bagi ikan (Tantangindatu et al., 2013). 3. Suhu Kenaikan suhu mengakibatkan kadar oksigen terlarut (DO) menurun. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan BOP. Kecepatan pergerakan buka tutup operculum menandakan bahwa ikan kekurangan oksigen dan berusaha keras untuk mendapatkan oksigen (Azwar et al., 2016). 5. Kesimpulan dan hubungannya dengan bidang perikanan Pada masing-masing perlakuan ikan memiliki kemampuan adaptasi tingkah laku berbedabeda dalam suatu perairan. Bahan aktif yang terdapat didalam pestisida dan detergen memberi pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan berat ikan dan kelangsungan hidup ikan, namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang, hal ini terjadi karena pada bahan aktif limbah detergen dan pestisida tersebut dapat mengubah bau, rasa dan indera penciuman pada ikan sehingga nafsu makan ikan berkurang. Pestisida dan detergen memiliki sifat yang mengikat oksigen, sehingga ikan sulit bernafas dan mengalami kematian secara masal. Ikan yang di beri perlakukan limbah minyak dimana renang ikan yang lebih banyak di dasar terkadang berenang keatas, pergerakan renang ikan terlihat vertikal, dan rangsangan dari luar yang kurang. Pembuangan limbah cair secara langsung dan terus-menerus ke badan lingkungan menyebabkan pencemaran. Kondisi ini dapat dicegah melalui upaya pengolahan air limbah. Tujuan pengolahan air limbah yaitu menghasilkan buangan yang telah memenuhi baku mutu. Pengolahan limbah cair di beberapa sektor usaha termasuk sektor budidaya LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== perikanan masih dianggap mahal bagi pengusaha kecil dan menengah. Hal ini terjadi karena biaya pengolahan limbah berimplikasi pada peningkatan biaya produksi sehingga para pembudidaya kecil dan menengah lebih memilih untuk membuang limbah yang dihasilkan tanpa diolah terlebih dulu. Pembuatan unit pengolah limbah sederhana merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah biaya bagi pembudidaya kecil dan menengah (Johannes, 2016). Kesimpulan : Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa zat tercemar dapat mempengaruhi fisiologi ikan bahkan menyebabkan kematian. Konsentrasi zat pencemar dapat mempegaruhi toksinitas zat pencemar. Semakin tinggi konsentrasi zat pencemar maka toksinitasnya semakin tinggi. Jenis bahan pencemar yang bersifat akut yaitu detergen dan pestisida. Sedangkan bahan pencemar minyak jelantah, ampas tahu dan air selokan tidak bersifat akut (mematikan) namun dapat mempengaruhi fisiologi ikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah BOP ikan pada perairan tercemar. Ilmu ekotoksikologi ini dapat diterapkan pada kehidupan dengan mengolah limbah yang akan dibuang di perairan terlebih dahulu. Karena limbah baik dari rumah tangga (domestik) maupun industri (non domestik) sangat berbahaya bagi organisme air. Adanya toksik atau racun yang terdapat pada limbah yang ada pada perairan mengakibatkan kehidupan pada ikan terancam karena limbah memiliki kandungan kimia yang berbahaya yang dapat mengganggu metabolisme dari ikan tersebut, oleh karena itu pada budidaya ikan harus memperhatikan air yang digunakan agar terbebas dari limbah baik itu limbah domestik maupun limbah non-domestik. Diperlukan air yang terbebas dari toksik yang nantinya digunakan untuk budidaya ikan agar kehidupan ikan dapat berlangsung dengan baik. Beragam jenis bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan akibat peningkatan aktivitas antropogenik, akan menimbulkan dampak buruk terhadap fisiologi organisme perairan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa toksisitas bahan pencemar terhadap organisme perairan dipengaruhi bermacam faktor kompleks yang merupakan keterkaitan antara karakter lingkungan perairan, kondisi organisme, dan interaksi antar bahan pencemar. LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Daftar Pustaka : Adharini, R. I., Suharno, Hartiko. 2016. Pengaruh Kontaminasi Insektisida Profenofos Terhadap Fisiologis Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.). Jurnal Manusia Dan Lingkungan. 22(2): 365-373. Aryani, Yanu., Sunarto, Tertri. 2004. Toksisitas Akut Limbah Cair Pabrik Batik CV. Giyant Santoso Surakarta dan Efek Sublethalnya terhadap Struktur Mikroanatomi Branchia dan Hepar Ikan Nila (Oreochromis niloticus T.). Jurnal Bio Smart. 6(2). Azwar, M., Emiyarti, Yusnaini. 2016. Critical Thermal Dari Ikan Zebrasoma scopas Yang Berasal Dari Perairan Pulau Hoga Kabupaten Wakatobi. Jurnal Sapa Laut. Jurnal Ilmu Kelautan. 1(2). Inayah. 2017. Pengaruh Detergen Terhadap Respon Fisiologi, Laju Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Pada Skala Laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman Dan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. 44-50. Jatmiko, A. 2007. Hubungan Kualitas Air Elokan Ngenden Desa Gumpang Kartasura Sukoharjo Dengan Air Sumur Penduduk Sekitar. Prodi Biologi, FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Johannes, Febrianto. M. Y. 2016. Pengolahan Air Limbah Budidaya Perikanan Melalui Proses Anaerob Menggunakan Bantuan Material Bambu. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan. 1(2): 83-90. Kade, Devilarashati. R. B. 2018. Penambahan Minyak Mentah Dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Fisiologi Ikan Clownfish (Amphiprion percula). Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Dan Budidaya Perairan. 13(1): 1-8. Koesoemadinata, S., Sutrisno, Nugraha. 2017. Tingkat Akumulasi Residu Pestisida Pertanian Diperairan Tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9(4): 53-61. Lewis, A., King, Hill, Ashley, Townsend, Mondon. 2016. Seawater Temperature Effect On Metal Accumulation And Toxicity In The Sub Antarctic Macquarie Island Isopod. Exosphaeroma Gigas. Aquatic Toxicology. 177 : 333-342. Megawati, I. A. 2015. Uji Toksisitas Deterjen Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Skripsi FKIP Umrah. 1-10. Nufus, H., Radhi. 2019. Toksisitas Kadmium Terhadap Kesehatan Ikan. Prarikeslan, W. 2016. Dampak Limbah Rumah Tangga Terhadap Ekosistem Laut Bagi Masyarakat Di Pasie Nantigo Koto Tangah Padang. Jurnal Geografi, 5(1): 1-11. Radhi, M., Faumi. 2019. Pengaruh Limbah Detergen Terhadap Kesehatan Ikan. Fakultas Pertanian. Universitas Almuslim. Rifky, Luvia. 2016. Pengaruh Limbah Detergen Industri Laundry terhadap Mortalitas dan Indeks Fisiologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya. 822-828. LEMBAR KERJA TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR =========================================== Sokolova, I.M., Lannig. 2008. Interactive Effects Of Metal Pollution And Temperature On Metabolism In Aquatic Ectotherms: Implications Of Global Climate Change. Clim Res. 37: 181-191. Tatangindatu, F., Kalesaran, Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. E-Journal Budidaya Perairan 1(2). Taufik., Supriyono, Nirmala. 2009. Pengaruh Bioakumulasi Endosulfan Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). Jurnal Akuakultur Indonesia. 8(1): 59–65. Wahyono, S. 2011. Pengolahan Sampah Organik Dan Aspek Sanitasi. Jurnal Teknologi Lingkungan. 2(2).