Uploaded by User104847

KEPEMIMPINANDALAMDUNIAPENDIDIKANDIINDONESIAPADAERAREVOLUSIINDUSTRI4.0

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/332423142
ANALISIS PENDIDIKAN INDONESIA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Chapter · April 2019
CITATIONS
READS
0
12,824
2 authors, including:
Eko Risdianto
Universitas Bengkulu
21 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
blended learning View project
Kepemimpinan di era revolusi industry 4.0 View project
All content following this page was uploaded by Eko Risdianto on 20 November 2019.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
KEPEMIMPINAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA
DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Eko Risdianto, M.Cs
Universitas Bengkulu
2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Setiap individu menginginkan untuk dapat dipimpin oleh seorang pemimpin yang mampu
membimbing dan mengarahkan untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Pemimpin berasal
dari kata “pimpin” (dalam bahasa Inggris lead ) berarti bimbing dan tuntun. Dengan
demikian di dalamnya ada dua pihak yang terlibat yaitu yang “dipimpin” dan yang
“memimpin”. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris
leader ) berarti orang yang menuntun atau yang membimbing. Secara etimologi pemimpin
adalah orang yang mampu mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan
tindakan pencapaian tujuan bersama (Surahman, 2015). Pemimpin menurut
businessdictionary.com adalah Seseorang atau sesuatu yang memegang posisi dominan
atau superior dalam bidangnya, dan mampu melakukan kontrol atau pengaruh tingkat tinggi
terhadap orang lain. Dalam artikel yang berjudul Defining Leadership, Bennis dan Nanus
(1985) menggambarkan seorang pemimpin sebagai orang yang melakukan orang untuk
bertindak, yang mengubah pengikut menjadi pemimpin, dan yang dapat mengubah
pemimpin menjadi agen perubahan. Manz dan Sims (1989) mengatakan pemimpin yang
paling tepat adalah seseorang yang dapat memimpin orang lain untuk memimpin diri
mereka sendiri (Fairholm, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk dapat menuntun,
membimbing, mengontrol, dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak menuju sebuah
perubahan yang lebih baik. Seiring perkembangan dan perubahan jaman, terjadi perubahan
tingkah laku dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa (Risdianto, 2019). Hal ini
turut juga merubah perkembangan sistem pendidikan di dunia dan di Indonesia pada
khususnya (Risdianto, 2019). Sistem pendidikan yang diinginkan adalah sistem pendidikan
yang dapat membawa kearah peradaban manusia yang lebih baik. Untuk mencapai hal ini
tentunya diperlukan sebuah kemampuan seorang pemimpin yang dapat mewujudkannya.
Kita ketahui bahwa perkembangan pendidikan di dunia saat ini tidak lepas dari adanya
perkembangan dari revolusi industri yang terjadi di dunia, karena secara tidak langsung
perubahan tatanan ekonomi turut merubah tatanan pendidikan di suatu negara (Risdianto,
2019). Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 di mana teknologi
informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia (Dermawan Siahaan, Medriati, &
Risdianto, 2019).
Sejarah Revolusi industri 4.0 tidak lepas dari tahapan revolusi industri sebelumnya.
Revolusi industri dimulai dari 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui
penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2)
1
Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat
biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an
melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar
tahun 2010an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang
punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin (Prasetyo & Trisyanti, 2018).
Revolusi pertama ditandai oleh Kemunculan mesin uap pada abad ke-18 mampu
mengakselerasi perekonomian secara drastis dimana dalam jangka waktu dua abad telah
mempu meningkatkan penghasilan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali
lipat. Revolusi industri kedua dikenal sebagai Revolusi Teknologi. Revolusi ini ditandai
dengan penggunaan dan produksi besi dan baja dalam skala besar, meluasnya penggunaan
tenaga uap, mesin telegraf. Selain itu minyak bumi mulai ditemukan dan digunakan secara
luas dan periode awal digunakannya listrik. Pada revolusi industri ketiga, industri
manufaktur telah beralih menjadi bisnis digital. Teknologi digital telah menguasai industri
media dan ritel. Revolusi industri ketiga mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat
kontemporer. Revolusi ini telah mempersingkat jarak dan waktu, revolusi ini
mengedepankan sisi real time. Perubahan besar terjadi dalam sektor industri di era revolusi
industri keempat. Revolusi industri 4.0 ini sering juga disebut sebagai Era Disrupsi, Era
Inovasi atau juga disebut sebagai Ancaman bagi incumbent (Kasali, 2018). Pada era ini kita
bisa melihat bahwa teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya di
hampir lini kehidupan manusia. Pada era ini hampir seluruh model bisnis mengalami
perubahan besar, dari hulu sampai hilir.
Lalu seperti apakah sosok pemimpin yang dibutuhkan di era revolusi industri 4.0 ini?
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam tulisan ini kita akan mengkaji tentang
bagaimana bentuk kepemimpinan seperti apa yang seharusnya dimiliki untuk
menyongsong era Revolusi Industri 4.0.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Kepemimpinan Yang diharapkan dalam Dunia pendidikan Indonesia di Era
Revolusi Industri 4.0
1.3 Tujuan
Menjelaskan kepemimpinan dalam Dunia Pendidikan Indonesia di Era revolusi Industri 4.0
1.4 Manfaat
Menganalisis potensi tantangan dan peluang kepemimpinan terutama di dunia pendidikan
di Era Revolusi 4.0
2
BAB II PEMBAHASAN
Gambar 1 Pekembangan Revolusi Industri 4.0
Pada mulanya nama istilah industri 4.0 bermula dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh
pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur (Yahya, 2018).
Jerman merupakan negara pertama yang membuat roadmap (grand design) tentang
implementasi ekonomi digital. Istilah disrupsi dalam bahasa indonesia adalah tercabut
dari akarnya. Menurut (Kasali, 2018) Disrupsi diartikan juga sebagai inovasi. Dari istilah
di atas maka disrupsi bisa diartikan sebagai perubahan inovasi yang mendasar atau secara
fundamental. Di era disrupsi ini terjadi perubahan yang mendasar karena terjadi perubahan
yang masif pada masyarakat dibidang teknologi di setiap aspek kehidupan masyarakat.
Sehingga dari penjelasan di atas sosok pemimpin yang dibutuhkan di era ini adalah
pemimpin yang mampu atau cepat beradaptasi terhadap cepatnya perubahan yang terjadi.
Selain itu pemimpin yang dibutuhkan di era ini adalah pemimpin yang visioner. Visioner
dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengandung arti Berwawasan kedepan.
Sehingga sosok pemimpin yang visioner adalah sosok pemimpin yang memiliki
kemampuan dan wawasan untuk berpikir ke depan. Pemimpin yang visioner tentunya
harus memiliki sikap optimis dan memiliki daya juang yang tinggi.
Seperti dijelaskan dalam (RISTEKDIKTI, 2018) Ciri-ciri Era Disrupsi dapat dijelaskan
melalui (VUCA) yaitu Perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang sulit ditebak
(Volatility), Perubahan yang cepat menyebabkan kitdak pastian (Uncertainty), Terjadinya
compleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan (Complexity), Kekurangjelasan
arah perubahan yang menyebabkan ambiguitas (Ambiguity). Pada Era ini teknologi
informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia termasuk dalam bidang
bidang pendidikan di Indonesia, bahkan di dunia saat ini tengah masuk ke era revolusi
sosial industri 5.0. Pada Era Revolusi industri 4.0 beberapa hal terjadi menjadi tanpa batas
melalui teknologi komputasi dan data yang tidak terbatas, hal ini terjadi karena
dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang
punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi
berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
3
(iptek) serta pendidikan tinggi. Dengan tantangan tantangan di atas dibutuhkan sosok
pemimpin yang mampu berani dan mampu membaca peluang terhadap segala perubahan
yang terjadi akibat dari revolusi industri 4.0 ini.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah langkah strategis yang
ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini dilakukan untuk
mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan untuk memanfaatkan
peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu visi penyusunan Making Indonesia
4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki
perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030 (Satya, 2018). Peningkatan kualitas SDM
merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas dalam melaksanakan program making
indonesia 4.0. SDM adalah hal yang penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan
Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan
dengan lebih menekankan pada STEAM ( Science , Technology , Engineering , the Arts ,
dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan
industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri dan
pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki
program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam
mempercepat transfer kemampuan.(Hartanto, 2018). Hal di atas merupakan wujud respon
pemerintah indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Jika kita sudah benar benar
memiliki program yang baik, maka disini dibutuhkan ketegasan dan keberanian untuk
mewujudkan dan menjalankan program program tersebut dengan baik. Jangan sampai
program yang sudah tersusun dengan baik namun dalam pelaksanaannya hanya sebatas
formalitas belaka. Kita yakin bahwa jika program making Indonesia 4.0 ini dijalankan
dengan baik maka hasil yang di dapat akan membawa bangsa ini kearah yang lebih baik.
Diketahui bahwa Fokus keahlian bidang Pendidikan abad 21 saat ini meliputi cretivity,
critical thingking, communication dan collaboration atau yang dikenal dengan 4Cs.
Gambar 2 Ketrampilan Abad 21
Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut mampu membekali para peserta
didik dengan ketrampilan abad 21 (21st Century Skills). Ketrampilan ini adalah
ketrampilan peserta didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan
masalah, kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Selain itu
ketrampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta trampil menggunakan
informasi dan teknologi. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di di abad 21 ini
meliputi : Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligence,
Entrepreneurship,Global Citizenship , Problem Solving, Team-working. Tiga Isu
Pendidikan di indonesia saat ini Pendidikan karakter, pendidikan vokasi, inovasi.
4
(Wibawa, 2018). Dari penjelasan di atas faktor leadership merupakan kemampuan yang
harus dimiliki di abad 21 ini. Mengapa leadership penting?
Di abad 21 ini tidak hanya bagi peserta didik, pengajar pun harus harus siap menghadapi
keterampilan ini. Dalam kelas, pengajar juga bisa disebut sebagai pemimpin. Bagaimana
mungkin kita menuntut peserta didik untuk mampu memiliki ketrampilan abad 21 jika
guru atau pengajarnya belum siap. Lalu bagaimana peran guru dan dosen di Era Revolusi
Industri 4.0? Mau tidak mau guru dan dosen harus memiliki core kompetensi yang kuat,
memiliki softskil antara lain : Critikal Thingking, kreatif, komunikatif dan koloberatif.
Peran guru dan dosen juga dapat berperan sebagai pemimpin yaitu sebagai teladan
karakter, menebar passion dan inspiratif. Inilah peran yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi. Memiliki educational competence, kompetensi dalam penelitian, komptensi
dalam dunia usaha digital, kompetensi dalam era globalisasi, Interaksi dalam
pembelajaran. Dalam fungsinya dalam interksi pembelajaran, guru dan dosen harus
mampu membangun atmosphere yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis peserta
didik, yang meliputi: Needs for competence Setiap peserta didik butuh merasa bisa,
innteraksi pembelajaran harus mampu membuat mahasiswa merasa bisa. pengejar perlu
memberikan penghargaan atas hasil belajar mahasiswa. Needs for Autonomy, Setiap
mahasiswa butuh merasa ‘otonom’ dengan mendapatkan kebebasan (freedom) dan
kepercayaan (trust). setiap pembelajar yang otonom tidak akan selalu bergantung pada
dosen dalam belajar. Needs for relatedness , Setiap mahasiswa membutuhkan merasa
dirinya bagian dari suatu kelompok, dan berinteraksi dalam kelompok. Proses
pembelajaran harus mampu memupuk interaksi kolegialitas dan saling support.
Pembelajaran di era disrupsi harus mampu membekali kemampuan ‘sustainable learning’,
sehingga mahasiswa dapat melewati era disrupsi, dan memasuki era baru yang disebut
Abundant Era – Era yang serba melimpah, terutama informasi, media dan sumber belajar.
Untuk mencapai ketrampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices juga harus
disesuikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended
learning. Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam
pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa
dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap
pembelajaran”(Wibawa, 2018). Pembelajaran Blended learning di era revolusi industri 4.0
merupakan salah model pengajaran yang dianjurkan dalam memenuhi kriteria abad 21.
Sehingga para pemimpin atau pemegang kebijakan di tingkat pendidikan juga harus
mampu mensupport meningkatkan model pembelajaran ini.
Blended learning merupakan salah solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Berikut
beberapa istilah blended learning menurut para ahli Blended learning merupakan
kombinasi antara pembelajaran berbasis online dengan pembelajaran melalui tatap muka
di kelas (Fitzpatrick, 2011). Menurut (Wilson, 2018) blended learning adalah metode yang
menggabungkan pembelajaran tatap muka dikelas dengan pembelajaran online. Menurut
(Maarop & Embi, 2016) blended learning merupakan perpaduan antara pembelajara fisik
dikelas dengan lingkungan virtual. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis
blended learning merupakan gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi manusia,
literasi teknologi dan data). Saat ini terdapat 6 model blended learning yaitu : face to face
driver, rotation model, flex, online lab, self blend, online driver. Manfaat blended learning
menurut Ronsen, dkk (2015) dalam (Oktarina, Budiningsih, & Risdianto, 2018) blended
5
learning 1 lebih efektif daripada hanya belajar tatap muka atau hanya belajar secara online.
Blended learning2 dapat meningkatkan hasil belajar, Blended learning3 dapat menjadi cara
yang tepat untuk memperpanjang waktu belajar sehingga mahasiswa dapat mencapai
standar kesiapan di perguruan tinggi dan dunia kerja. Blended learning4 dapat
memungkinkan mahasiswa memperoleh literasi digital dan keterampilan belajar online.
Blended learning5 dapat dijadikan cara yang tepat untuk menutupi pembelajaran yang tidak
dapat dihadiri secara tatap muka. Blended learning6 dapat membuat tugas menjadi lebih
menarik dan fleksibel. Blended learning7 dapat memungkinkan untuk dilakukan
pemantauan kemajuan mahasiswa secara lebih mudah.
Pembelajaran di Era disrupsi : Self-directed (proses pembelajaran terjadi karena kebutuhan
yang dirasakan pembelajar), Multi-sources (menggunakan berbagai sumber, media, dan
chanel pembelajaran) , Life-long learning (pembelajaran sepanjanga hayat), ICT base (
pembelajaran menggunakan teknologi informasi), Motivasi, Attitude terhadap perubahan,
Adaptive, Memiliki Growth mindset bukan fixed mindset (Wibawa, 2018). Pemerintah juga
harus mengantisipasi dampak negatif dari Industri 4.0 seperti disruptive technology.
Kehadiran disruptive technology ini akan membuat perubahan besar dan secara bertahap
akan mematikan bisnis tradisional (Satya, 2018). Selain itu Industri 4.0 juga berdampak
negatif terhadap penciptaan lapangan pekerjaan. Di kawasan ASEAN, hanya Singapura
yang telah siap mengadapi era industri baru ini.
Pemimpin memegang peranan penting dalam era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri
4.0 atau biasa disebut era disrupsi yang terjadi saat ini tidak lepas dari adanya produk
inovasi. Oleh karena itu dalam buku yang berjudul Disruption (Kasali, 2018) mengatakan
bahwa Disrupsi diartikan sama dengan “inovasi” atau ancaman bagi incumbent. Incumbent
dalam konteks ini bisa berarti gejala yang selama ini telah ada. Mengapa disebut sebagai
ancaman? Karena biasanya incumbent tidak siap dengan adanya perubahan perubahan
yang akan terjadi. Sebenarnya terdapat beberapa definisi tentang inovasi antara lain,
menurut KBBI Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru. (Rogers,
2015) menyatakan bahwa inovasi adalah “an idea, practice, or object perceived as
new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa
baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting
karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi
sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh
individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut. Menurut (Sasongko & Sahono, 2016)
inovasi dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas kreatif yang dapat menghasilkan ide,
gagasan, kegiatan, objek atau benda yang baru sehingga bermanfaat bagi manusia. Dari
definisi definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa inovasi adalah Usaha positif,
kreatif untuk menghasilkan hal yang baru dan berguna bagi kehidupan. Untuk itu
diperlukan sosok pemimpin yang memiliki kemampuan dalam beradaptasi terhadap
segala bentuk perubahan perubahan atau inovasi yang terjadi disekitanya.
Ciri ciri Era Revolusi industri 4.0 adalah pertama robot outomation yaitu artinya proses
produksi tidak lagi mengandalkan massa (jumlah manusia) namun digantikan dengan
sistem robot. Hal ini dikarenakan dengan sistem robot dapat lebih bekerja efektif dan
efisien dibandingan jika diakukan oleh manusia. Ciri ke dua adalah 3D printer yang
memungkin mencetak tidak lagi hanya untuk object 2D namun sekarang rumah pun sudah
6
dapat dicetak menggunakan mesin 3D printer. Ciri ke tiga adalah internet of thing yaitu
kecepatan yang dikendalikan oleh internet. Saat ini semua pekerjaan hampir semua
terhubung dengna koneksi internet. Ciri ke empat adalah big data. Pernahkah kita disodori
oleh iklan mengenai barang barang kesukaan kita? Bagaimana sistem itu tahu karena
terdapat sebuah data yang mengkoleksi informasi kita. Oleh karena itu pemimpin di era
revoluasi industri 4.0 selain harus memiliki kemampuan adaptasi juga harus memiliki
kepekaan /kemampuan untuk melihat peluang peluang baru yang dapat dikembangkan
dengan terjadinya era robot automation ini.
Gejala gejala transformasi industri 4.0 yang dapat muncul saat ini dapat dilihat seperti
sektor retail sudah diganti dengan e-commerce. Dengan bonus demografi yang terjadi di
indonesia, pemimpin harus mampu melihat tantangan era revolusi ini menjadi sebuah
peluang bagi bangsa indonesia. Kita tahu bahwa pertumbuhan digital marketing seperti ecommerce berkembang sangat pesat 10 tahun terakhir dan menjadi salah satu industri
paling kompetitif di indonesia. Pekembangan ini turut meningkatkan pengguna internet di
indonesia. Selain e-commerce transportasi saat ini juga muncul adaya transportasi online.
Saat ini perusahaan transportasi tidak harus memiliki kendaraan sendiri melainkan
menjalin mitra dengan para pemilik kendaraan, seperti telah dijelaskan di atas bahwa salah
satu ciri era revolusi industri adalah kolaborasi. Berikutnya adalah pekerja pabrik sudah
diganti dengan teknologi robot, surat sudah diganti dengan message service seperti
whatsapp, surat elektronik atau email, rumah produksi sekarang diganti dengan muculnya
pembuat konten elektronik di youtube. Nah di bidang pendidikan sendiri kita sudah banyak
melihat dimana sumber atau konten belajar bidang apapun sudah dapat dengan mudah
diakses, gratis melalui koneksi internet kapanpun dan dimanapun. Dari data menunjukkan
bahwa saat ini peralatan kita saat ini 30 persen dikendalikan oleh teknologi. Data
menunjukkkan bahwa Jumlah penduduk kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif)
mencapai 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7% dari total populasi. (sumber
:https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia2019-mencapai-267-juta-jiwa).
Menurut statistik lembaga riset pemasaran digital perkiraan e-marketer pada 2018 jumlah
pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang Dari data tersebut terlihat
bahwa pemanfaat teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat indonesia.
Beberapa start up di indonesia bidang pendidikan saat ini sudah melihat peluang bidang
bidang pendidikan ini contohnya : ruangguru.com, quiper.com dan di luar indonesia ada
khan akademy, byjus dan masih banyak lagi. Ruang guru pada tahun 2017 mencatatkan
bahwa pengguna sudah tercatat lebih dari 6 juta pengguna dan masih terus bertambah saat
ini. Dari data statistik jumlah pelajar di indonesia sd, smp dan smp kurang lebih sebanyak
25 juta siswa (sumber : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/). Berarti pengguna dari
ruangguru ini hampir disumbang oleh 25 persen dari total siswa di indonesia. Beberapa
tahun kedepan sistem pembelajaran ini akan menggantikan model bimbel bimbel
konvensional. Mengapa startup startup bidang pendidikan ini kini menjadi favorite? Hal
ini tentunya tidak lepas dari adanya kebutuhan siswa yang tidak terpenuhi di sekolah dan
juga apa yang mereka tawarkan oleh penyedia layanan itu yaitu kemudahan akses (bisa
diakses kapan saja dan dimana saja), flexibel (bisa menyesuaikan dengan materi), dan
harga yang ditawarkan relatif lebih murah. Mereka menginginkan model pembelajaran
yang lain yang berbeda dengan model pembelajarn konvensional yang masih terjadi saat
ini. Kedepan model pembelajaran berbasis teknologi akan lebih banyak muncul dengan
variasi model yang lebih baik. Kuncinya adalah layanan terbaik. Jadi disini kita bisa
melihat adanya pergeseran model pembelajaran yang diinginkan oleh pengguna (siswa).
7
Disini berarti tantangan bagi para pengajar di era revolusi industri 4.0 untuk dapat merubah
stategi dan model belajar yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman dan teknologi.
Dari uraian di atas kita melihat bahwa teknologi bertranformasi demikian pula dengan
dunia pendidikan. Oleh karena itu ciri pemimpin yang dibutuhkan selanjutnya adalah
pemimpin yang memiliki kecepatan dalam membuat keputusan. Kemudian pemimpin
yang dapat memilih dan mengembangkan potensi potensi yang ada (Nugroho, 2019).
Berbicara tentang perkembangan teknologi itu seperti melihat dua belah mata pisau
dimana satu sisi memberikan sisi positif dan sisi yang lain dapat juga memberikan dampak
negatif. Oleh karena itu kita harus mampu menyikapi secara bijak perkembangan
teknologi khususnya di era Revolusi 4.0 di bidang pendidikan ini. Segala perubahan ini
harusnya dapat menjadi pendorong bagi dunia pendidikan untuk melahirkan kreativitas,
sehingga dapat menciptakan proses pendidikan yang menghasilkan (calon) guru yang
berkualitas, profesional dan berkarakter. Dari sini pemimpin harus memiliki kemampuan
dalam memanjemen SDM bawahannya, mampu meningkatkan kemampuan dan
mengembangkan SDM anggota timnya dengan baik. Selain itu pemimpin harus berani,
mau menerima, mendorong, dan memotivasi tim untuk memberikan feedback terhadap
kepemimpinannya demi kemajuan bersama (Nugroho, 2019).
Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai
penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan
terfokus pada tiga literasi utama yaitu 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi
manusia (Aoun, 2018). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat
dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0. Literasi digital diarahkan pada tujuan
peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia
digital (Big Data), literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara
kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan
kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang
diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan
gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis,
dan matematika. Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasi dengan melakukan
penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0
(Yahya, 2018). Melihat hal ini pemimpinpun harus memiliki 3 literasi di atas.
Kita akan coba bahas satu persatu peluang dan tantangan pendidikan kita di era revolusi
industri 4.0 ini. Pertama kita akan membahas dari infrastruktur terlebih dahulu. Karena
pemanfaatan teknologi tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang memadai.
Berbicara tentang tantangan menghadapi pendidikan di era revolusi industri 4.0 ini pasti
banyak antara lain adalah Pemerataan pembangunan. Meskipun pemerintah telah berusaha
untuk menekan kesenjangan pembangunan di indonesia namun tidak dapat dipungkiri
bahwa kesenjangan pemerataan pembangunan di Indonesia masih terjadi. Salah satu ciri
suatu daerah sudah tersentuh pembangunan biasanya ditandai bahwa daerah tersebut sudah
dialiri oleh listrik. Menurut data, 42.352 Desa di Indonesia Belum Tersentuh Listrik dari
total 82.190 desa diindonesia (Suliastini, 2016). Hal ini tentu berimplikasi pada
pemerataan pendidikan di indonesia. Listrik merupakan sebuah simbol dari kemajuan,
sehingga bisa disebut daerah tersebut tertinggal karena belum dialiri oleh listrik. Dari data
ini saja menunjukkan bahwa tidak semua daerah siap akan segala perubahan yang terjadi
akibat revolusi industri 4.0 ini. Konektivitas jaringan internet merupakan salah satu syarat
jika kita ingin mengimplementasikan pendidikan di era revolusi industri 4.0. Saat ini
belum semua wilayah indonesia dapat terhubung dengan koneksi internet, terutama
8
sekolah sekolah. Namun berdasarkan target pemerintah bahwa pada tahun 2019, Seluruh
Wilayah Indonesia Sudah Terhubung Internet (Rudiantara, 2018). Dari kondisi ini
dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat dan jelas dalam
mewujudkan pemerataan pembangunan disegala lini.
Tantangan lain yang harus dihadapi ketika pemerintah memutuskan untuk beradaptasi
dengan sistem Industri 4.0, adalah pemerintah juga harus memikirkan
keberlangsungannya. Jangan sampai penerapan sistem industri digital ini hanya menjadi
beban karena tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Banyak hal yang harus
dipersiapkan seperti: peran para pengambil keputusan, tata kelola, manajemen risiko
implementasi sistem, akses publik pada teknologi, dan faktor keamanan sistem yang
diimplementasikan. Selain itu pemerintah juga harus mempersiapkan sistem pendataan
yang berintegritas, menetapkan total harga/biaya kepemilikan sistem, mempersiapkan
payung hukum dan mekanisme perlindungan terhadap data pribadi, menetapkan standar
tingkat pelayanan, menyusun peta jalan strategis yang bersifat aplikatif dan antisipatif,
serta memiliki design thinking untuk menjamin keberlangsungan industri. Selain mampu
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, revolusi ini juga memiliki dampak negatif. Industri
ini akan mengacaukan bisnis konvensional dan mengurangi permintaan terhadap tenaga
kerja. Untuk itu pemerintah harus mempersiapkan strategi antisipatif terhadap berbagai
kemungkinan yang akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Teknologi yang paling berdampak di era Rev 4.0 adalah industri digital. Teknologi
merupakan supporting system. Industri manufakture, perfilman, pariwisata dan seluruhnya
dalam 1 paket industri agar jauh lebih efisien. Oleh karena itu diberi nama revolusi
industri. Apa saja yang akan direvolusi.? Yaitu penggunaan tenaga kerja (akan sangat
minimal) karena semua bergantung dengan teknologi. Kunci dalam Era Revolusi Industri
4.0 adalah Efektivitas dan efisensi. Untuk melihat indikator pencapaian suatu negera
dianggap sudah siap atau belum dalam menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Salah satu
indikator itu adalah indikator Incremental Capital Output Rasio. Semakin tinggi rasio nya
Perekonomian semakin tidak efesien. Indonesia ICOR tercata lebih tinggi dari 6.
Dibandingkan dengan negera ASEAN lainnya yang rata rata hanya sebesar 3 dan 4.
Dengan vietnam dan filiphina kita sudah ketinggalan. Secara rangking rantai industri
global indonesia juga tertinggal. Bagaimana cara untuk mengerja ketertinggalan ini. Salah
satu solusinya dengan cara bagaimana yaitu dengan cara memasifkan penggunaan
teknologi dan penggunaan inovasi yang baru.
Indonesia saat ini sendang mengalami deindustrialisasi. Kontribusi manufacture terhadap
PDB tahun 2001 sebesar 29 persen. Berdasarkan referensi bahwa untuk menjadi negara
industri setidak tidaknya minimal 30 persen. Setelah krisis moneter industri manufakture
kita cenderung menurun. Data BPS kontribusi manufacture 2017 tinggal 20
persen.Berdasarkan latar belakang ini maka salah satu cara yang diambil oleh pemerintah
dalam mengatasi masalah ini pada bulan april 2018 menteri perindustrian mencanangkan
making indonesia 4.0. Saat ini pertumbuhan ekonomi kita tertahan 5 persen. Tentunya
pertumbuhan ekononomi ini belum ideal.
Oleh karena itu sudah saatnya untuk SDM di indonesia harus segera berbenah, jika tidak
kita akan tertinggal. Hal ini bukan hanya PR Pemerintah namun PR bagi kita semua. Butuh
penyelesaian antar lini semua perlu pembenahan. Pemerintah perlu pro aktif untuk
menggunakan anggarannya untuk berbenah. Sebagai contoh Total staff badan pelatihan
9
kerja di Indonesia hanya 1200 orang. Sedangkan di Jerman memiliki 133000 orang.
Sehingga gap ini memang sangat jauh. Mengapa perlu ditingkatkan karena orang di
indonesia yang ingin mencari kerja perlu wadah untuk meningkatkan kapasitas
keahliannya. Selain masalah di atas terdapat masalah lain yang tak kalah penting. Masalah
itu adalah masalah disektor pendidikan khususnya masalah kurikulum. Saat ini
kepentingan kurikulum dengan kepentingan industri berbeda. Contoh yang bisa diambil
adalah misalnya mayoritas penghuni BLK (Balai Latihan Kerja) adalah lulusan SMK. Lalu
mengapa fonomena ini terjadi? Lalu apa yang terjadi di SMK? apa yag diajarkan?
Mengapa mereka menjadi penghuni BLK paling banyak? harusnya mereka adalah
generasi yang dipersiapkan langsung untuk dapat kompatible dengan keperluan industri,
berarti ini ada yang salah dalam pendidikan di indonesia. Taiwan adalah negera yang
sistem pendidikannya terkoneksi dengan industri. Negara maju lainya kurikulumnya
terkoneksi dengan industri. Sehingga kemajuan industri akan didukung oleh lulusan dari
smk , poli teknik dan lain lain. Fenomena yang terjadi di Indonesia SMK dianggap sebagai
lulusan kelas 2 . sedangkan di negara maju lulusan politeknik merupakan lulusan elit.
(jerman, perancis). Paradigma inilah yang hendaknya kita rubah. Saatnya univesitas atau
yang lain untuk segera melakukan langkah konkrit untuk mengkompatiblekan universitas
dan pendidikan kita disesuaikan dengan kebutuhan industri. Dari fenomena ini berarti
lulusan lulusan kita bukan siap kerja tetapi siap ditraining lagi. Bagi industi ini
menghambur hamburkan uang karena harus mentraining kembali calon calon
karyawannya. Di era Revolusi industri sebaiknya adalah Harus ada pemberdayaan
komunitas. Komunitas ini dapat saling kolaborasi. Pelaku bisnis, pemerintah, komunitas,
universitas harus bisa bersinergi. Jika kolaborasi ini sudah baik insya allah indonesia akan
siap. Kepemimpinan yang dibutuhkan merlihat fenomena ini adalah pemimpin yang
memiliki kemampuan atau pengetahuan evaluasi yang baik. Dengan kemampuan ini
seorang pemimpin dapat mengelola segala hambatan/resiko menjadi sebuah perubahan
yang lebih baik.
Saat ini generasi yang kita hadapi saat ini sering disebut sebagai Generasi Milenial.
Ginerasi milinial adalah generasi antara 1981 sampai 1997 (jose : trasmedia). Mereka
menguasai teknologi, aktif di sosial media) mereka mencari informasi hiburan, olahraga
politik. Ciri lain adalah kreatif, manja, egois pintar, inovatif, tidak sudak dipaksa, melek
teknologi, cepat bosan. Mencari segala sesuatu yang tidak membosankan. Dalam bekerja
mereka cenderung memerlukan kantor terbuka , santai, tidak suka hal yang formal dan
internet cepat. Gadget merupakan alat yang penting untuk generasi milenial. Dalam
menghadapi Generasi ini perlu adanya pendekatan baru yang sesuai dengan karakteristik
mereka. Saya memandang perlu adanya tambahan pengetahuan tentang digital finansial
education. Karena Saat ini dunia pendidikan kita agak ketinggalan dengan perkembangan
digital. Masih jarang kampus yang memiliki kurikulum digital marketing. Selain itu
perlunya ada penambahan kurikulum bagi peserta didik seperti kurikulum tentang
kurikulum social media. Bagaimana mengajarkan mana yang bagus dan tidak. Perlu
litersasi sosial media, bagaimana menyaring informasi. Sosok yang dibutuhkan bagi para
generasi meilenial adalah pemimpin yang mampu memberikan keteladanan dalam sikap
dan perilaku. Kita tahu bahwa saat ini kita sedang mempersiapkan program generasi emas
tahun 2045.
10
BAB III PENUTUP
Simpulan
Kepemimpin yang dibutuhkan khususnya dalam dunia pendidikan di indonesia yang
seharus dimiliki di era revolusi industri 4.0 adalah pertama Pemimpin harus jujur,berani,
mau menerima, mendorong, dan memotivasi tim untuk memberikan feedback terhadap
kepemimpinannya demi kemajuan bersama. Kedua pemimpin juga harus kreatif, mampu
membaca peluang terhadap segala perubahan yang terjadi akibat dari revolusi industri 4.0.
Ketiga Pemimpin harus berpikir cepat dan tanggap terhadap segala perubahan, memiliki
arah tujuan yang jelas, dan mampu mampu memberikan rasa aman, nyaman terhadap
orang yang dipimpinnya. Keempat pemimpin harus mampu mengembangkan potensi
potensi yang ada, memanajamen resiko. Kelima Pemimpin harus mampu memberikan
keteladanan baik ahlak, sikap dan perilaku kepada yang dipimpinnya. Ke enam pemimpin
harus dapat membawa siapa yang dipimpinnya menuju arah yang lebih baik. Ke tujuh
mampu melakukan lompatan, berpIkir jauh, visioner, tidak cukup hanya mengikuti
perkembangan jaman namun mampu membawa organisasi yang dibawahinya menjadi
acuan dan tuntunan bagi yang lain. Sehingga tidak akan terus tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Aoun, J. (2018). Robot-proof : higher education in the age of artificial intelligence.
https://doi.org/10.1080/02607476.2018.1500792
Dermawan Siahaan, A., Medriati, R., & Risdianto, E. (2019). Pengembangan Penuntun
Praktikum Fisika Dasar Ii Menggunakan Teknologi Augmented Reality Pada Materi
Rangkaian Listrik Dan Optik Geometris. Jurnal Kumparan Fisika, 2(2), 91–98.
Fairholm, M. (2002). Defining Leadership. The George Washington University. Retrieved
from https://www.researchgate.net/publication/283048404_Defining_Leadership#pf6
Fitzpatrick, J. (2011). Planning Guide for Creating new Models for Student SucceSS Online
and Blended Learning. Michigan Virtual University. Retrieved from
https://michiganvirtual.org/wp-content/uploads/2017/03/PlanningGuide-2012.pdf
Hartanto,
A.
(2018).
Making
Indonesia
http://www.kemenperin.go.id/download/18384
4.0.
Jakarta.
Retrieved
from
Kasali, R. (2018). Disruption (9th ed.). Jakarta: Gramedia.
Maarop, A. H., & Embi, M. A. (2016). Implementation of Blended Learning in Higher
Learning Institutions: A Review of Literature. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v9n3p41
Nugroho, A. (2019). Menjadi Pemimpin di Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from
http://jogja.tribunnews.com/2019/01/13/menjadi-pemimpin-di-era-revolusi-industri-40harus-memiliki-4-kunci-ini
Oktarina, sheren dwi, Budiningsih, A., & Risdianto, E. (2018). Model Blended Learning
Berbasis Moodle (1st ed.). Jakarta: Halaman Moeka.
Prasetyo, B., & Trisyanti, U. (2018). REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN TANTANGAN
11
PERUBAHAN SOSIAL. In Prosiding SEMATEKSOS 3 “Strategi Pembangunan
Nasional MenghadapiRevolusiIndustri 4.0.”
Risdianto, E. (2019). Analisis Pendidikan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved
from
https://www.academia.edu/38353914/Analisis_Pendidikan_Indonesia_di_Era_Revolusi_
Industri_4.0.pdf
RISTEKDIKTI. (2018). Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri
4.0. Retrieved from https://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-danpendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/
Rogers, E. M. (2015). Evolution: Diffusion of Innovations. In International Encyclopedia of
the Social & Behavioral Sciences: Second Edition. https://doi.org/10.1016/B978-0-08097086-8.81064-8
Rudiantara. (2018). 2019, Seluruh Wilayah Indonesia Sudah Terhubung Internet. Retrieved
February
7,
2019,
from
https://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/18/02/25/p4p6uu383-2019-seluruhwilayah-indonesia-sudah-terhubung-internet
Sasongko, R. N., & Sahono, B. (2016). Desain Inovasi Manajemen Sekolah (1st ed.). Jakarta
Pusat: Shany Publiser.
Satya, V. E. (2018). STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI INDUSTRI 4.0. Jakarta.
Retrieved from https://bikinpabrik.id/wp-content/uploads/2019/01/Info-Singkat-X-9-IP3DI-Mei-2018-249.pdf
Suliastini, R. (2016). 42.352 Desa di Indonesia Belum Tersentuh Listrik. Retrieved February
6, 2019, from https://tirto.id/42352-desa-di-indonesia-belum-tersentuh-listrik-89i
Surahman, A. (2015). PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM AL-QUR’AN. Jurnal
Studi
Al-Qur’an.
Retrieved
from
http://www.academia.edu/download/53515830/3.PEMIMPIN_DAN_KEPEMIMPINAN
_DALAM_AL-QURAN.pdf
Wibawa, S. (2018). Pendidikan dalam Era Revolusi Industri 4.0. Indonesia.
Wilson, C. (2018). 6 Blended Learning Models & Platforms. Retrieved from
https://www.teachthought.com/learning/6-blended-learning-models-platforms/
Yahya, M. (2018). ERA INDUSTRI 4.0: TANTANGAN DAN PELUANG PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN KEJURUAN INDONESIA. Makasar.
12
View publication stats
Download