1 DIKTAT KULIAH FISIKA ZAT PADAT I Oleh Nyoman Wendri, S.Si., M. Si. JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2016 (i) 2 3 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya sehingga Diktat Fisika Zat Padat I ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Terwujudnya Diktat Fisika Zat Padat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan yang baik ini menghaturkanbanyak terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si, selaku Dekan FMIPA Universitas Udayana 2. Bapak Ir. S. Poniman, M.Si selaku ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana 3. Bapak Drs. Made Sumadiyasa, M.Si, atas bantuan yang telah memberikan masukan dan koreksi sehingga diktat ini bisa terselesaikan. 4. Bapak serta Ibu dosen jurusan fisika dilinkungan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan sehingga Diktat Fisika Zat Padat I ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis senantiasamengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun Bukit Jimbaran, Penulis (iii) Juni 2016 4 DAFTAR ISI Halaman JUDUL HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ ii KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv BAB I. STRUKTUR KRISTAL......................................................................................1 1.1 Kisi Kristal : Basis dan Kisi ; Sistem Kristal...................................................1 1.2 Sistem Indeks Bidang Kristal 1.3 Struktur Kristal Sederhana 1.4 Ikatan Kristal ; Kristal dari Gas Inert BAB II . DIFRAKSI KRISTAL 2.1 Hukum Bragg 2.2 Kisi Balik /Resiprok (Reciprocacal lattice) 2.3 Vektor Kisi Balik 2.4 Difraksi dan Hukum Bragg BAB III. DINAMIKA KISI (Fonon) 3.1 Gelombang Elastis 3.2 Vibrasi Pada Kisi Monoatomik 3.3 Kecepatan Fase dan Kecepatan Group 3.4 Kisi Linier Diatomik BAB IV. SIFAT-SIFAT TERMAL 4.1. Energi Model Klasik 4.2. Energi Model Einstein 4.3. Energi Model Debeye 4.5. Ekspansi Termal BAB V. ELEKTRON BEBAS GAS FERMI 5.1. Pengaruh Suhu Terhadap Distribusi Fermi-Dirac 5.2. Gas Elektron Bebas Dalam Tiga Dimensi 5.3. Konduktivitas Listrik dan Hukum Ohm 5.5. Efek Hall DAFTAR PUSTAKA iv 5 BAB I STRUKTUR KRISTAL Suatu benda padat tampak sebagai benda yang kontinyu, tetapi bila diteliti lebih mendalam, secara mikroskopik benda padat tersebut tersusun atas unit-unit yang diskrit, atom-atomnya tersusun dengan teratur mengikuti suatu pola. Suatu kristal ideal adalah dibangun oleh pengulangan tak berhingga unit-unit struktur ideal dalam ruang. 1.1. Kisi Kristal Kisi kristal terdiri dari kisi Bravais dan non Bravais, kisi Bravais seluruh titik kisi adalah ekuivalen, oleh karenanya seluruh atom dalam kristal sama jenisnya. Sedangkan dalam kisi non Bravais terdapat titik-titik kisi yang tidak ekuivalen. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1 kisi tempat A, B, C adalah ekuivalen satu sama lain, sedangkan tempat A’, B’, C’ juga ekuivalen satu sama lain. Tetapi dua tempat, A dan A’ adalah titik ekuivalen. Atom pada A dapat sama atau tidak dengan atom pada A’. Misalnya dua atom H atau atom H dan Cl. Gambar 1.1. Kisi non Bravais Kisi non-Bravais terkadang diungkapkan sebagai kisi dengan basis. Pada Gambar 1.2, basisnya adalah A dan A’. Kisi non-Bravais dapat dipandang sebagai kombinasi dari dua atau lebih kisi Bravais dengan orientasi tertentu. Oleh karenanya, titik-titik A, B, C dan seterusnya membentuk kisi Bravais, sedangkan titik-titik A’, B’, C’ membentuk kisi Bravais yang lain. Struktur kristal real terbentuk bila atom-atom basis ditempatkan secara identik pada setiap titik kisi. Relasi logikanya adalah : Kisi + Basis = Struktur Kristal Setiap titik dalam kisi tiga dimensional dapat ditulis sebagai ujung dari vektor kisi. Rn = n1a, + n2b + n3c (1.1) 1 26 Dimana : a, b, dan c adalah vektor; n1, n2 dan n3 bilangan yang nilainya tergantung pada titik kisinya. Seperti diberikan pada Gambar 1.2. dalam gambaran dua dimensi, titik asal berada pada titik kisi tertentu, A. Titik B, (n1, n2) = (1,0); C, (n1, n2) = (1,1), D, (n1, n2) = (0,-1). Gambar 1.2. Vektor a dan b adalah vektor basis kisi. Vektor a dan b’ membentuk satu set vektor basis yang lain. Daerah yang diarsir adalah satu unit sel untuk kedua basis tersebut 1.2. Sistem Indeks Bidang Kristal Perhatikan Gambar 1.3 perpotongan pada vektor basis a, b, c bidang ABC adalah pada 3a, 2b, 2c. Resiproks bilangan tersebut adalah 1/3, 1/2, 1/2. Ini dapat dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan mengalikan ketiga bilangan tersebut dengan 6 sehingga diperoleh 2, 3, 3. Maka indeks bidang tersebut adalah (h k l) = (2 3 3). Indeks Miller secara matematis dapat diselesaikan : Tentukan perpotongan sepanjang sumbu vektor a, b, c dan andaikan perpotongan tersebut sebagai x, y, z masing-masing sebagai fraksi perkalian dari a, b dan c. dengan demikian kita dapatkan tiga fraksi : x y z , , a b c Cari kebalikan (1.2) dari fraksi tersebut dan direduksi dengan suatu bilangan sehingga diperoleh bilangan bulat terkecil, yang dinyatakan sebagai indeks Miller (h, k, l) dengan a hn , x b kn , y ln c z (1.3) Jika bidang memotong sumbu pada sisi negatif dengan titik asal, indeks Misalnya pada kasus di atas, x = 3a, y = 2b, z = 2c. kebalikan fraksionalnya adalah 37 Gambar1.3. Bidang ABC : Indeks bidang (2 3 3) ; Bidang ADE : Indeks bidang (434) ; Bidang AD~ : Indeks bidang (4 3 0) Jarak antara bidang dengan indeks Miller yang sama, (h k l) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan yang tergantung pada struktur kristalnya. Secara umum, jarak antara bidang dh k l : d hkl 1 1 1 1 2 2 2 x y z 1 h k l 2 2 2 b c a 2 2 2 1 2 (1.4) 1.3. Struktur Kristal Sederhana Struktur sodium klorida, NaCl adalah sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.4. Struktur kristal NaCl dikonstruksi oleh ion Na+ dan Cl- yang terletak berselang seling pada titik kisi dari kisi kubus. Dalam kristal setiap ion dikelilingi oleh enam ion lain terdekat dengan muatan berlawanan. Ruang kisinya adalah FCC dan basisnya terdiri dari ion Cl- pada 000 dan ion Na+ pada ½, ½, ½. Pada setiap unit kubus terdapat empat unit NaCl dengan atom-atom pada posisi : Cl : 0 0 0; ½ ½ 0; ½ 0 ½; 0 ½ ½ Na : ½ ½ ½; 0 0 ½; 0 ½ 0; ½ 0 0 Gambar 1.4. Struktur Sodium Klorida, b. Model sodium Clorida 48 1.4. Ikatan Kristal Energi kohesif pada kristal adalah energi yang harus ditambahkan pada kristal untuk memisahkan komponen-komponennya menjadi atom bebas pada jarak pisah tak terhingga. Energi kisi digunakan dalam pembicaraan kristal-kristal ionik dan didefinisikan sebagai energi yang diberikan pada kristal untuk memisahkan komponenkomponennya menjadi ion-ion bebas. 1.4.1. Kristal dari Gas-Gas Inert Misalkan dua atom gas inert yang identik dipisahkan oleh jarak R dengan R << C jari jari atom. Apakah ada interaksi diantara atom-atom netral tersebut ? Gambar 1.6. Koordinat Dua osilator Ambil P1 dan P2 merupakan momentum masing-masing osilator dan C merupakan konstanta gaya. Sistem Hamiltonian adalah : Ho 1 2 1 1 2 1 2 2 P1 C x1 P2 C x 2 2m 2 2m 2 (1.5) Setiap osilator tak terkopel memiliki frekuensi o dan konstanta gaya C = mo2, H1 energi interaksi coulomb dua osilator yaitu: H1 (1.6) e2 e2 e2 e2 R R x1 x2 R x1 R x2 Bila |x1| dan |x2| << R, dan menyelesaikan Persamaan (1. 6) maka dapat diperoleh 2 e 2 x1 x2 H1 R3 (1.7) Hamiltoman total dengan menggunakan bentuk pendekatan Persamaan (1.7) bagi H1. Modus simetri dan anti-simetri dari gerakan dua osilator adalah : 1 1 x s x1 x 2 x1 x s x a 2 2 1 1 x a x1 x 2 x2 xs xa 2 2 Momentum bagi dua modus, Ps dan Pa : P1 1 Ps Pa 2 P2 1 Ps Pa 2 (1.8) (1.9) (1.10) 95 Dengan demikian, Hamiltonian total H adalah H0 + H1, 1 2 1 2e 2 2 1 2 1 2e 2 2 H Ps C 3 xs Pa C 3 xa 2 R 2m 2 R 2m 1 1 2 2 2 2e 1 2 2e 1 C 3 C 3 R m R m C M dengan 1 X 1/ 2 1/ 2 2e 2 1 3 CR 1/ 2 1 2e 2 1 2e 2 2 0 1 ... 3 3 2 CR 8 CR (1. (1.11) (1.12) X 1 1 X 2 .... 2 8 1 H 0 o 2 o dengan T= 0K 2 Energi terendah (titik nol) adalah ½(a + s); Energi osilator tak tergandeng adalah 2.(½0) dan setelah tergandeng energinya berkurang sebesar U, h 0 2e U 8 CR 3 h0 e4 A A 2C 6 R 2 1 2e 2 U U akhir U 0 o 3 8 CR 2 (1.13) Energinya pada saat jarak tertentu adalah bersifat tolak-menolak yang sebagian besar diakibatkan oleh prinsip larangan Pauli : dua elektron tidak dapat memiliki seluruh bilangan kuantum yang sama. Energi potensial total pada dua atom dengan jarak R adalah : 12 6 U R 4 R R B U 12 R r 12 r 6 4 R R A 4 6 , B 4 12 R U exp (1.14) 10 12 6 1 U R N 4 2 R R dengan Pij Pij R j U tot 6 12 1 N 4 2 j pij R j pij R Telah dilakukan evaluasi untuk struktur FCC : p j Untuk hCP ij 12 ij ij 12.13188 ; 12 p j 6 ij 12.13229; ij 6 14.45392 14,45481 ij Besar R0 kesetimbangan dapat dicari dU t R 0 dR dU tot 12 6 2 N (12)(12.13) 13 (6)(14.45) 7 dR R R R0 6 14,45 1 R R0 24,26 R0 1,09 R0 1,09 untuk keadaan equilibrium m dengan R0 adalah jarak terdekat Sehingga diperoleh: R0 1.4.2. Ikatan Kristal Ionik 1,09 Apabila ion Na+ dan ion Cl- saling berdekatan satu sama lain, energi tarik-menarik Coulomb pada jarak pisah antar inti R relatif terhadap energi nol pada jarak tak terhingga adalah : U coil q2 4 o R (1.19) Bentuk lain interaksi tolak menolak (suku pertama persamaan (1.14) adalah dalam bentuk empiris : R U rep B exp . (1.20) Dengan menggunakan Persamaan (1.19) dan (1.20), energi interaksi antara ion ke i dan ion lain adalah U ij U coul U rep q2 B exp 4 o R R . 11 (1.21) Kontribusi interaksi Van der Waals pada energi kohesif dalam kristal ionik U i U ij (`1.22) j Energi total pada kristal yang terkomposisi atas Ñ molekul atau 2 N ion adalah 2 diungkapkan sebagai, U B exp R q ij 4 R o (1.23) U tot N U i j R q 2 N zB e 4 o R konstanta pij (1.24) Madelung Definisi ekivalen dari Persamaan (1.24) adalah : R j rj Ambil ion negatif sebagai ion acuan dan jarak R sebagai jarak antar ion terdekat. Hasilnya 1 1 1 1 : R 2 ... R 2 R 3R 4 R 1 1 1 2 1 ... 2 3 4 x2 x3 x4 ln 1 x x ... 2 3 4 (1.25) Dengan membandingkan kedua deret di atas dengan x = 1 maka konstanta Madelung rantai satu dimensi di atas adalah 2 ln 2 Untuk sistem kristal kita perhatikan kristal NaCl; terdapat : 6 Cl- terdekat dengan jarak R 12 Na+ terdekat berikutnya dengan jarak 2 R 8 Cl- berikutnya dengan jarak 3 R dan seterusnya. Maka Atau 1, 748 12 6 R R 2R 8 ... 3R Untuk kristal CsCl; 1,762675; kristal ZnS (kubus), = 1,6381. Turunan pertama terhadap R dan pada kondisi sama dengan nol. dU tot 0 dR R Nq 2 NzB exp 0 0 4 R o 12 R q 2 B exp . 0 2 4 o zRo (1.26) Maka energi ikat pada jarak R tertentu : Ui N q 2 4 o R Ro R R 1 2 exp Ro (1.27) Pada jarak pisah kesetimbangannya, R=R0 U eq N q 2 4 o R0 1 Ro (1.28) Soal-Soal 1. Pikirkanlah struktur fcc, bcc, hcp dan intan Gambarkan satu satuan sel struktur tersebut, nyatakan posisi atom sebagai fungsi tinggi dari satu satuan sel a. Beri koordinat atom dalam basis masing-masing struktur tersebut. b. Jika struktur dibangun oleh bola-bola yang saling berkontak, hitunglah fraksi yang ditempati oleh bola-bola tersebut. 2. Sudut antara ikatan tetdra hedral pada intan adalah sama dengan sudut antara diagonal ruang kubus. Gunakanlah analisis vektor elementer untuk menentukan besar sudut tersebut. 3. Tunjukkanlah bahwa perbandingan c/a untuk suatu struktur paket tertutup heksagonal (hcp) adalah 1.633. 4. Gambarkan satu satuan sel kubus dengan bidang kisi (122), (201), (233) dan (222) 13 BAB II DIFRAKSI OLEH KRISTAL 2.1 Hukum Bragg Berkas datang direfleksikan secara persial pada setiap bidang seperti terlihat pada gambar 2.1. Andaikan jarak antar bidang Gambar 2.1. Model Difaksi untuk menurunkan persamaan Bragg Beda lintasan untuk kedua berkas termaksud adalah: AB BC AC 2 AB AC ' karena AB BC ' Sedangkan AB 2d d dan AC ' AC cos cos sin tan Sehingga 2d 2d 2d cos 2 1 cos 2 sin sin sin 2d sin Interferensi yang saling menguatkan terjadi apabila n ; Dimana: n adalah bilangan bulat positip λ adalah panjang gelombang sinar-X Sehingga diperoleh hukum Bragg untuk refleksi oleh bidang kristal (hkl) n 2d hkl sin n 1,2,3,4,...... n adalah ordo pemantulan (2.1) 14 2.2. Kisi Balik (Reciprocal Lattice) 2.2.1. Vektor Kisi Balik (resiprok) Kita membangun sumbu vektor b1, b2 dan b3 untuk kisi balik dengan hubungan b1 2 a2 xa3 a3 xa1 a1 xa2 ; b2 2 ; b3 2 a1 a2 xa3 a1 a2 xa3 a1 a 2 xa3 (2.2) Setiap vektor yang didefinisikan oleh Persamaan (2.2) adalah ortogonal dengan dua sumbu vektor kisi kristal. Sifat-sifat dari b1, b2 dan b3 adalah bahwa bi a j 2ij (2.3) Dimana berlaku aturan ij = 1 jika i = j , α = 0 0 dan ij = 0 jika ij. α =- 90 0 Titik dalam kisi balik dipetakan dengan seperangkat vektor dalam bentuk vektor kisi balik G : G v1b1 v2b2 v3b3 (2.4) 2.2.2. Kisi Resiprok dari kisi simple cubic (sc) Vektor basis dari kekisi kubus sederhana adalah a1 a x ; a2 a y ; a3 a z (2.5) Dengan x, y dan z adalah vektor satuan. Volume sel adalah a1 a 2 xa3 a 3 . Vektor basis primitif dari kisi baliknya dapat diperoleh dari Persamaan ( 2.2), b1 2 x ; a b2 2 y ; a b3 2 z a (2.6) Dalam hal ini konstanta kisi adalah 2 / a . Batas-batas daerah Brillouin pertama adalah bidang normal dari 6 vektor kisi balik b1 ;b2 ;b3 , yaitu pada titik tengahnya, 1 b1 a x ; 2 1 b2 a y ; 2 1 b3 a z 2 (2.7) Keenam bidang batas sebuah kubus dengan tepi 2 / a dan volume 2 / a . Kubus ini 3 adalah daerah Brillouin pertama kisi kristal kubus sederhana. 2.2.3. Kisi Balik Dari Kubus Berpusat Tubuh (bcc:body center cubic) 15 11 Vektor basis primitif dari kekisi bcc, seperti terlihat pada Gambar 2.2 adalah a1 1 1 1 a ( xˆ yˆ zˆ ) , a 2 a ( xˆ yˆ zˆ ) ; a 3 a ( xˆ yˆ zˆ ) 2 2 2 (2.8) Gambar 2.2. Vektor basis oprimitif pada kisi bcc Dengan a adalah rusuk dari kubus dan x, y dan z adalah vektor satuan. Volume satu satuan sel primitif adalah, 1 V a1 . a2 xa3 a 3 2 (2.9) Dengan menggunakan persamaan 2.2, vektor basis kisi balik bcc adalah b1 2 2 2 ( yˆ zˆ ) ; b2 ( xˆ zˆ ) ; b3 ( xˆ yˆ ) a a a (2.10) Vektor kisi balik dengan bilangan bulat h, k dan l dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (2.4) dan (2.10), yaitu G 2 (k ) xˆ (h ) yˆ (h k ) zˆ a (2.11) Setiap sel mengandung satu titik kisi pada titik pusat selnya. Daerah ini (untuk kisi bcc) dibatasi oleh bidang normal terhadap 12 vektor, pada titik tengah dari 2 2 2 yˆ z ; xˆ zˆ ; yˆ yˆ a a a (2.12) Daerah tersebut terdiri atas 12 permukaan dalam bentuk rhombik-dodekahedron, Gambar 2.4. Vektor-vektor dari titik asal ke titik pusat setiap permukaan adalah 12 16 yˆ zˆ ; xˆ zˆ ; xˆ yˆ a a a (2.13) .Pemilihan tanda dilakukan secara bebas sehingga memberikan 12 vektor. 2.3. Kondisi Difraksi dan Hukum Bragg Didefinisikan vektor hamburan k sedemikian rupa k + k = k’. Ini merupakan ukuran dari perubahan vektor gelombang terhambur. Bila yang terjadi adalah hamburan yang bersifat elastis, tidak ada perubahan besar vektor gelombang : k k ' 2 (2.17) Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7, perubahan vektor k dalam k adalah tegak lurus terhadap bidang (hkl) . Arahnya adalah searah dengan arah G(hkl) atau vektor satuan n. Maka diperoleh hubungan 1 4 Sin k k k 2 Sin k n n 4 Sin G hkl G hkl (2.18) Dapat ditunjukkan bahwa jarak antar bidang d(hkl) berkaitan dengan besar G(hkl) dalam bentuk d hkl 2 (2.19) G hkl Oleh karenanya Persamaan (2.18) dapat diuangkapkan sebagai 2 d (hkl) Sin k G (hkl) Jika hukum Bragg terpenuhi maka, (2.20) k G hkl (2.21) Dari persamaan ini, hubungan antara vektor gelomabang awal dan akhir refleksi Bragg gelombang - partikel dapat ditulis sebagai (2.22) k ' G hkl k Sehingga kondisi difraksi dapat ditulis sebagai k G k 2 atau 2 2 k . G G2 0 Ini adalah ungkapan khusus yang dipergunakan sebagai kondisi bagi difraksi (2.23) 13 17 Produk skalark dan G, dari persaman 2.3 dan 2.4, kita dapatkan, a1 . k 2 h ; a 2 . k 2 k ; a 3 . k 2 l (2.24) Persamaan ini adalah persamaan Laue, yang mana digunakan dalam pembicaraan simetri dan struktur kristal. Persamaan (2.24) di atas memiliki interpretasi sebagai berikut, acos 2 cos 2 k; acos 1 cos 1 h; acos 3 cos 3 l; 2.4. Faktor Struktur Hasil difraksi gelombang oleh keseluruhan atom dalam unit sel (satu satuan sel) dinyatakan dalam faktor struktur. Bila kondisi difraksi terpenuhi amplitudo terhambur bagi kristal terdiri dari N sel adalah diungkapkan sebagai FC N S G (2.25) Dimana kuantitas SG disebut dengan faktor struktur yang didefinisikan sebagai SG fe i G .. r j j (2.26) j Dengan rj adalah vektor terhadap pusat atom ke j (2.27) rj x j a1 y j a 2 zi a 3 Dan fj = faktor atomik. Kemudian, bagi refleksi yang tandai dengan h, k, l, G .r hb1 kb2 lb3 x j a1 y j a2 z j a3 2 hx j ky j lz j (2.28) Sehingga persamaan (2.26) menjadi SG hkl f j exp i 2 hx j ky j lz j (2.29) j Faktor struktur S tidak perlu real karena intensitas hamburan adalah melibatkan S*S yang hasilnya adalah real, dimana S* adalah “kompleks konjugate” dari S. Basis bcc adalah sel kubus dengan atom-atom identik pada x1 y1 z1 0 dan x2 y2 z 2 1 2 . Dengan Persamaan (2.29), S hkl f 1 expi h k l dan S = 0, bila h+k+l = bilangan ganjil S = 2f, bila h+k+l = bilangan genap Misalnya Sodium memiliki struktur bcc. Puncak difraksi (100), (300), (111) atau (221) tidak ada, tetapi puncak (200), (110) dan (222) tampak. 1814 Basis struktur fcc untuk sel kubus dengan atom identik pada 000 ; 0½ ½ ; ½01/2, ½ ½ 0. Dengan Persamaan (2.29) S 0 , bila hkl adalah bilangan genap S 0, bila hkl adalah bilangan ganjil S = 0, bila hkl adalah dua genap satu ganjil S = 0 , bila hkl adalah satu genap dua ganjil Beberapa contoh menghitung faktor struktur geometrik Fhkl, Sel satuan kubik sederhana (SC; Simple cubic), Atom terletak di (000) SG hkl f j exp i 2 hx j ky j lz j j f a e 2i 0 0 0 SG 2 fa 2 Base-Centered Cell Atom-atom ini terletak di 000 dan 1 1 1 2 2 2 SG hkl f j exp i 2 hx j ky j lz j j fae 2i 0 h 0 k 0 l fae 1 1 2i h k 0 l 2 2 f a f a e i h k f a 1 e i h k S G hkl 2 f a , untuk h dan k yang tidak tercampur ; artinya keduanya genap atau keduanya ganjil S G hkl 0 , untuk h dan k tercampur artinya h dan k tidak dua-duanya genap atau dua- duanya ganjil Persamaan (2.25) adalah sebagai penjumlahan bentuk eksponensial, F hkl f j e i j j e i Cos i Sin A iB Dengan fj = faktor fase. Dari bentuk identitas Sehingga, f ei f Cos f i Sin f Af B (2.30) 19 15 Dalam difraksi intensitas adalah terkait dengan besar absolut |F|. ungkapan trigonometri untuk menghitung |F| : 2 2 F f j Aj f j B j j j f j Cos j 2 1 2 j f j Sin j j 2 1 2 (2.31) Selanjutnya dapat ditulis sebagai, 1 2 2 2 F f j cos 2 hx j ky j lz j f j sin 2 hx j ky j lz j (2.32) j j Bagian trigonometrei sering ditulis sebagai faktor struktur geometri ditulis secara terpisah A Cos 2 (hx ky lz ) B Sin 2 (hx ky lz ) A dan B adalah fungsi koordinat posisi atom dalam sel, Bila struktur kristal memiliki pusat simeteri dan titik asal berada pada koordinat pusat tersebut maka faktor struktur dapat lebih sederhana. Dalam hal ini atom pada titik xyz adalah cocok dengan atom yang sama pada titik –(xyz) fase kedua atom : ( xyz) 2 (hx hy lz ) ( x y z ) 2 (hx hy lz ) 2 (hx ky lz ) ( xyz) Jadi bila pusat simetri pada titik asal, terdapat pasangan atom yang identik dengan besar fase yang sama tetapi berlawanan tanda. Karena cos (-) = cos untuk seluruh dan sin (-) = -sin maka, F (hkl) f j Cos 2 (hx j kt j lz j ) j Soal-soal Bab 2 1. Vektor translasi primitive kisi ruang heksagonal diberikan oleh, a a a a a1 ( 3 ) x̂ ( ) ŷ ; a 2 ( 3 ) x̂ ( ) ŷ ; a 3 cẑ 2 2 2 2 3 2 a c Buktikan bahwa volume sel primitif adalah 2 20 2. Buktikan bahwa translasi primitif kisi baliknya adalah b1 ( 2 2 2 2 2 ) x̂ ( ) ŷ ; b 2 ( ) x̂ ( ) ŷ ; b3 ( )ẑ a a c 3a 3a Perhatikan suatu bidang hkl dalam suatu kisi kristal. (a). Buktikan bahwa vektor kisi balik G=ha1+ka2+la3 adlah tegak lurus terhadap bidang hkl tersebut. (b). Buktikan bahwa jarak antara dua bidang paralel berturutan adalah d(hkl)=2/|G|. (c). Tunjukkan bagi sebuah kisi kubus a2 d 2 h k 2 l2 2 21 BAB III VIBRASI KRISTAL 3.1. Gelombang Elastis Vibrasi dapat dipandang sebagai gelombang elastis. Andaikan gelombang elastis merambat dalam suatu medium yang berbentuk batangan seperti Gambar 3.1. x x+dx Gambar 3.1. Gelombang elastis dalam suatu medium Bila gelombang yang merambat adalah gelombang longitudinal dan perpindahan secara elastis pada titik x adalah u(x) dan sesuai dengan hukum Newton II pada segmen dx berlaku hubungan : dx 2u ( x ) S x dx S ( x) A t 2 (3.1) dimana = rapat masa ; A = luas penampang ; S = stress yang didefinisikan sebagai gaya persatuan luas, sesuai dengan hukum Hooke, S Ye ; (regangan=strain) (3.2) Dengan Y = modulus Young (atau modulus elastis “bulk” K) e = strain yang didefinisikan sebagai : e du dx (3.3) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2) dan dengan menggantikan S pada persamaan (3.1), maka diperoleh 2u 2u ; x 2 Y t 2 v 2u 1 2u 0 x 2 v2 t 2 Y (3.4) )) (3.5) Penyelesaian Persamaan (3.4) adalah berbentuk : U Ce i kx t (3.6) C = amplitudo ; k = bilangan gelombang ; = frekuensi sudut gelombang dengan hubungan : vk (3.7) 17 22 18 Laju suatu gelombang longitudinal dalam medium dengan rapat masa adalah diberikan oleh Persamaan (3.5), yaitu 0 v B Dengan B adalah modulus “bulk” elastis atau koefisien kekakuan medium. Dengan mengetahui rapat masa dan modulus bulk (dapat diukur) laju 0 dapat dihitung. 3.2. Vibrasi Pada Kisi Monoatomik Energi vibrasi dari kisi disebut sebagai fonon, yang mana merupakan vibrasi kolektif suatu bahan. Gambar 3.2. memperlihatkan model kisi dengan basis monoatomik dalam satu bidang s dengan konstanta kisi sama dengan a. Pada saat bervibrasi setiap atom berpindah dari tempatnya. Karena atom-atom berinteraksi satu sama lain dengan atom terdekatnya, atom-atom yang bervibrasi bergerak secara bersamaan. Bila terdapat gaya yang bekerja pada bidang s sehingga mengakibatkan perpindahan atom-atom pada bidang s ke s+p, dimana gaya tersebut sebanding dengan perbedaan perpindahan kedua bidang, (Us+p – Us). Bila kita hanya memperhatikan interaksi antara bidang terdekat saja, yaitu p = ± 1 saja., supaya total pada s yang datang dari bidang s ± 1 : Fs U s 1 U s U s 1 U s 2U s U s 1 U s 1 (a) (3.8) 23 19 (b) Gambar 3.2. Model kisi monotomik (a). Bidang atom berpindah pada gelombang longitudinal (b). Bidang atom berpindah pada gelombang transversal, menggambarkan perpindahan bidang s dari posisi kesetimbangannya. Pada zat padat yang homogen transmisi suatu gelombang bidang dalam arah tertentu, arah x dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan perpindahan, U A expikx t (3.9) A = amplitudo, k = bilangan gelombang, = frekwensi sudut, t = waktu. Lebih khusus seamalog dengan Persamaan (3.9), perpindahan bidang ke s, U s A exp iksa t (3.10) sa = posisi kesetimbangan bidang ke s ; a = jarak antar bidang. Turunan dua kali pers.(3.10) terhadap waktu t, diperoleh d 2U s 2 A exp i ksa t 2 … dt 2 U s (3.11) Sesuai dengan hukum Newton kedua, gaya pemulih pada bidang s adala d 2U s Fs m m 2U s 2 dt (3.12) Dari Persamaan. (3.8) dan (3.12) : m 2 U s 2U s U s 1 U s 1 2 U U 2 s 1 s 1 m Us Us m 2 exp .i ka exp . i ka (3.13) 20 24 Kita ketahui bahwa 2 cos x = eix + e-ix , maka 2 2 Cos ka m 2 1 Cos ka m 4 ka Sin 2 m 2 2 (3.14) Dari Persamaan (3.14) kita dapatkan bahwa hubungan dispersi gelombang dalam kisi monotomik adalah : 3.4. Kristal Linier Diatomik Pada bagian ini kita bahas model matematis kristal linier diatomik. Dalam model ini kita memiliki dua jenis atom yang bermasa M yang terletak dalam suatu bidang dan atom yang bermasa m pada bidang yang lain. Kedua atom tersebut dapat dipandang sebagai satu rantai linier dimana jarak antara dua atom terdekat pada saat keadaan kesetimbangannya adalah a. Gambar 3.4. Untaian linier atom bermasa m dan M dengan jarak antara dua atom terdekat adalah a, jarak pengulangan adalah 2a Diasumsikan bahwa interaksi hanya terjadi diantara atom terdekat saja dan konstanta gaya adalah identik. Perpindahan yang terjadi adalah dalam daerah jangkauan hukum Hooke. Persamaan gaya bagi perpindahan U2l dan U2l + 1 adalah : d 2U 2 r m 2U 2 r U 2 r 1 U 2 r 1 2U 2 r 2 dt 2 d U 2 r 1 m m 2U 2 r 1 U 2 r 2 2U 2 r 2U 2 r 1 2 dt M (3.23) Persamaan ini diharapkan mempunyai solusi yang berbentuk : U 2 r Ae i ka 2 r t (3.24) 25 21 U 2 r 1 Be i ka 2 r 1t Subtitusi Persamaan (3-24) ke dalam Persamaan (3-23), diperoleh persamaan linier simultan. A Be 2A M 2 B A e ika e ika 2B m 2 ika e ika Atau M 2 B A2 coska 2B m 2 A B2 coska 2A (3.25) Ini memberikan persamaan Untuk A dan B 2 mA 2 cos kaB 0 2 cos kaA 2 M B 0 2 2 Persamaan ini memiliki solusi yang tidak trivial hanya jika determinan koefisien A dan B sama dengan nol. 2 M 2 2 coska 2 coska 2 m 2 = 0 Yang memberikan solusi untuk ω2 Mm 2 m M 4 1 cos ka 0 Mm 2 m M 4 sin ka 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 4 Sin 2 (ka) 1 1 2 mM m M m M 1 2 (3.26) Dari pers.(3.26) diperoleh dua solusi, yaitu a. 1 1 12 m M 2 2 1 1 4 Sin (ka) mM m M Dengan 12 0 12 = 2/M , b. 2 2 1 2 untuk k = 0 1 1 2 4 Sin 2 (ka) 1 1 mM m M m M Dengan 22 2 1 / m 1 / M (3.27) untuk ka = /2 untuk k = 0 1 2 26 22 22 2 / m untuk ka = /a (3.28) Cabang bagian bawah pada Gambar 3.5 diperoleh dari pemilihan negatif pada Persamaan (3-26). Cabang ini disebut dengan cabang akustik. Sedangkan cabang bagian atas diperoleh dari pemilihan tanda positif pada persamaan (3.26). Cabang ini disebut dengan cabang optik. Gambar 3. 5. Cabang optik (bagian atas) dan akustik (bagian bawah) dari relasi dispersi untuk kisi linier diatomik, dengan jarak pengulangan adalah 2a. Dari Gambar 3.5 (cabang akustik) tampak bahwa : 1. Perpindahan sekarang dapat diungkapkan dalam bentuk vektor gelombang dengan harga /2a, dibandingkan dengan batas daerah Brillouin pada ± /a pada rantai linier monoatomik. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa daerah Brillouin adalah ditentukan oleh jarak pengulangan 2a, bukan oleh jarak antar tetangga terdekat. 2.. Frekwensi sudut maksimum ragam vibrasi akustik adalah : 1 2 M Tampak frekuensi sudut maksimum tidak tergantung pada masa atom yang lain, m dalam rantai. Frekuensi sudut berkisar antara 0 sampai 1. 3. Perbandingan amplitudo kedua atom sebagai fungsi frekwensi, dari Amplitudo dari masa yang berat M B 2 m 2 Amplitudo dari masa yang lebih ringan m A 2 Cos ka 2 Cos ka 2 M 2 (3.29) 27 23 Tampak perbandingan amplitudo tersebut mendekati satu (seluruh atom bergerak dengan cara yang sama, pada gelombang yang panjang amplitudonya sefasa, vektor gelombang | k | << /2a .4. Pada | k | = /2a 8a 2 Kecepatan fasa k 2 M d Kecepatan group 0 dk Dari cabang optiknya, daerah vibrasi adalah dari 1 2 (3.30) 2 1 1 sampai dengan 2 m m M 1. * Pada k 0 ; Kecepatan fasa /k ~ Kecepatan group d/dk 0 * Pada k /2a 8 a 2 Kecepatan fasa k 2 M 1 2 Kecepatan group d/dk 0 2. Pada k = 0, perbandingan amplitudo B/A adalah negatif : 2 w mA 2B Cos ka 2 1 1 2 2 m M m A 2 B B m A M (3.31) Artinya, getaran atom bermasa m berlawanan fasa dengan getaran atom bermasa M ; MB + mA=0 menyatakan bahwa titik pusat masa atom tidak berubah. Soal – soal Bab 3 1. Tunjukkan bahwa relasi dispersi bagi vibrasi kisi dari rantai linier dari atom atom bermasa M bila konstanta rantai penghubung (pegas) antara atom tetangga terdekat pertama adalah C 1 dan atom tetangga terdekat kedua adalah C 2 sbagai berikut, M 2 2C1 (1 cos ka) 2C2 (1 cos 2ka) 2428 Hitunglah kecepatan groupnya pada k=/a ka ka Sin m Sin m 2 2 2 m 2 (3.15) m Tanda + dan - menunjukkan perambatan gelombang ke kanan atau ke kiri. Perbatasan zona Brillouin pertama berada pada k = ±/a. Kita dapat menunjukkan dari pers.(3-14) bahwa kemiringan (slope) kurva dari sebagai fungsi k adalah nol pada batas zona Brillouin d 2 2a Sin ka 0 dk m (3-16) karena pada k = ±/a, sin (ka) = sin (±) = 0. Plot terhadap k diberikan pada Gambar 3.3 Daerah k yang kecil merupakan daerah spektrum dari gelombang yang panjang. Bagi ka <<1, sin (ka/2) (ka/2) dan relasi frekwensi sudut terhadap bilangan gelombang adalah 2 ka m 2 v0 k v0 a ka<<1 m Gambar 3.3. Grafik terhadap k untuk perambatan gelombang dalam kisi monoatomik, interaksi hanya terjadi antara atom terdekat saja. Daerah | k | < /a adalah zona Brillouin pert (3-17) 29 BAB IV SIFAT-SIFAT THERMAL 4.1. Energi Kisi Model Klasik Andaikan atom bermasa m melakukan gerak harmonik dengan frekuensi . Bila konstanta gaya pemulih adalah , perpindahan atom dari titik kesetimbangannya adalah , dan kecepatannya adalah v, maka energi totalnya adalah : E = energi kinetik + energi potensial 1 / 2mv 2 1 / 2x 2 1/ 2 v 2 2 x 2 (4.1) Energi rata-rata sesuai dengan didistribusi Boltzmann, harga ekspektasi klasik : m E 0 xm 0 m o E .e xm o e E k 0T E k 0T d dx (4.2) d dx T = suhu ; k0 = konstanta Boltzmann Dengan mensubstitusikan persamaan (4.1) ke dalam persamaan (4.2) dan n 1 mengingat bahwa : ~ 1 n 1 2 x 2 n I n e x dx o 2 2 Maka Persamaan (4.2) dapat dievaluasi, hasilnya adalah : E k oT Untuk N atom yang mana masing-masing memiliki tiga derajat kebebasan, sehingga energi total kisi adalah : U 3Nk0T (4.3) Dari sini, panas jenisnya adalah : U Cv 3Nk0 T v Pada volume konstan, panas per mole adalah : CV 3N o k o 24,94 joule / Mole Kelvin Ini dikenal sebagai hukum Dulong dan Petit. Tampak bahwa panas jenis adalah konstan, tidak tergantung pada suhu. Secara eksperimen panas jenis sesungguhnya adalah tergantung pada suhu, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Oleh karenanya perlu pejelasan lebih lanjut untuk menjelaskan ketergantungan panas jenis pada suhu 25 30 26 Gambar 4.1. Ketergantungan suhu dari panas jenis Argon, Xenon dan Kripton. Garis mendatar adalah hasil perhitungan secara klasik 4.2. Model Einstein Berdasarkan kesuksesan dari M. Planck dalam menggambarkan radiasi benda hitam dengan aturan terkuantisasinya, Einstein kemudian mengambil aturan tersebut untuk menjelaskan bagaimana ketergantungan panas jenis terhadap suhu. Dalam hal ini gelombang elastis yang digambarkan sebagai fonon adalah analog dengan foton. Secara kuantum energi suatu keadaan (osilator) adalah diungkapkan sebagai : E n n ; n = 0, 1, 2 (4.4) Dan probalitas keadaan ke n adalah : E g n exp n k 0T (4.5) Energi rata-rata sesuai dengan osilator dalam kesetimbangan termalnya, adalah : E En e En k 0T n0 e En k 0T n 0 penjumlahan untuk x < 1 berlaku hubungan Dengan mengingat bentuk 1 ; 1 x n d x n nx n x dx n x n 1 x 2 x n maka Persamaan (4-6) dapat dievaluasi, dan hasilnya adalah (4.6) 2731 k T E e 0 1 1 (4.7) Untuk penyederhanaan, Einstein menganggap bahwa N atom memiliki 3 N ragam vibrasi dan seluruhnya memiliki frekuensi sudut yang sama, yaitu E . Dengan demikian setiap ragam vibrasi memiliki energi yang sama, yaitu <E>. Energi vibrasi kisi secara total adalah U 3 N E E exp k 0T 1 (4.8) Dengan menggunakan Persamaan .(4.8) ini, panas jenis pada volume konstan adalah U Cv T V 3 Nk0 FE E , T (4.9) dengan fungsi Einstein FE E , T adalah 2 E exp . E kT k0T FE ( E , T ) 0 2 E 1 exp . k T 0 (4.10) Fungsi Einstein adalah mendekati satu pada suhu tinggi, sehingga panas jenisnya adalah sama dengan panas jenis klasik. Dengan mendefinisikan suhu karakteristik Einstein, TE E / k 0 , pada T << TE maka Persamaan.(4.10) menjadi exp E FE E , T E k T k T 0 0 2 2 T T E exp E T T (4.11) Perbandingan kurva panas jenis model klasik dan model yang dibuat oleh Einstein sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4. 2 32 28 Joule/moleModel klasik Model 0 0,2 0,4 0,6 0,8 Gambar 4.2. Panas jenis model klasik Dulong - Petit dibandingkan dengan model Eintein. Sesuai dengan prinsip mekanika kuantum “modern” yang mana dibangun 20 tahun setelah masanya Einstein, energi kuantum persamaan (4.4) dimodifikasi menjadi : E n 1 / 2 n Ada tambahan energi ½, adalah energi titik nol karena ada pada seluruh suhu termasuk T = 0. 4.3. Model Debye Kelemahan dari model Einstein adalah terletak pada anggapan bahwa semua modus vibrasi mempunyai frekwensi sama E. Sebelum membahas model Debye terlebih dahulu dibahas rapat keadaan dan jumlah ragam vibrasi dalam daerah frekwensi , + d. Persamaan gelombang untuk suatu polarisasi (longitusinal atau transversal) didalam ruang isotropik 3 dimensi. 2 2 2 1 2 x 2 y 2 z 2 2 t 2 (4.12) = perpindahan posisi, v = cepat rambat. Pada batas kristal perpindahan 0, dan solusi Persamaan (4.12) adalah dalam bentuk gelombang berdiri, U ~ sin k x x sin k y y sin k z z e it (4.13) Komponen-komponen k dalam Lx, Ly, Lz adalah : kx 2 mx ; Lx ky 2 my ; Ly kz 2 mz Lz m = bilangan bulat. Terdapat satu harga k per volume (2/L)3 dalam ruang k, atau (4.14) 29 33 3 V L 3 2 8 (4.15) harga k yang diijinkan per satu satuan volume di dalam ruang k. Jumlah total ragam dengan vektor gelombang kurang dari k adalah (L/2)3 kali volume bola yang berjari-jari k, yaitu : 3 L 4k N 2 3 3 (4.16) Rapat keadaan adalah didefinisikan sebagai, 2 dN Vk dk g 2 d 2 d (4.17) Dalam pendekatan Debye digunakan relasi dispersi = vk di mana v = kecepatan yang konstan. Dengan demikian, rapat keadaan pers.(4-17) menjadi : V 2 V 2 2 2V 3 2 2 Selanjutnya kita bahas panas g 1 2 3 3 (4-18) L T jenis sesuai dengan model Debye. Model ini didasarkan pada asumsi Berarti sistem mempunyai ragam utama dengan 3 N derajat kebebasan. Oleh karenanya, m 3N o g ( ) d (4.19) Sebagai pendekatan, Debye mendefinisikan bahwa 3V 2 3 2 2 0 g 0 D (4.20) Untuk seluruh ragam vibrasi, kemudian Persamaan 4.19 dapat ditulis sebagai : 3N V D o D ³ 3 ² d 2 ² 0 ³ 2 ² 0 ³ Atau 1 6 ² N 3 D 0 V (4.21) D disebut dengan frekuensi ambang. Suhu karateristik Debye diungkapkan dalam bentuk D D k0 1 D 6 ² N 3 k0 V (4.22 3034 Selanjutnya, energi vibrasi kisi per satu satuan volume adalah U ( ) g ( ) d (4.23) exp k 0T 1 Dengan menggunakan ungkapan Persamaan .(4.20), maka Persamaan (4.23) menjadi : 3 3 d U 2 3 2 0 exp 1 k 0T (4.24) Kemudian didefinisikan variabel tak berdimensi, x D ; xD D k0T k0T T .Sehingga persamaan (4.24) dapat diungkapkan dalam variabel x, 3k04T 4 2 203 3 xD 9 Nk0T 4 U V D ³ xD U x 3dx 0 e x 1 x ³ dx x 1 e 0 (4.25) Panas jenis dicari dengan mendiferensialkan pers.(4.25) terhadap T, yaitu 4 exp k T 3 ² U D 0 Cv 2 0 T 2 ² 0 ³ k0T ² exp k0T 1 Dan dalam variable x, 9N k0 CV V T D 3 xD x4 e X e 0 X 1 (4.26) 2 Kurva panas jenis suatu zat padat (per-mole) sebagai fungsi suhu sesuai dengan model Debye diberikan pada Gambar 4.3. Sifat-sifat termal U dan Cv melibatkan integral yang cukup rumit untuk diselesaikan secara langsung. Akan tetapi dengan mudah dapat diselesaikan secara analitik dengan pendekatan pada suhu yang sangat tinggi dan sangat rendah. Untuk suhu yang sangat tinggi dimana T >> D. x3 x² e X 1 35 31 Joule/mole-K 20 15 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 Gambar 4. 3. Panas jenis sebagai fungsi suhu. Lingkaran adalah data eksperimen dari Yttrium yang dilaporkan oleh l.D. Jennings, dkk. (1960) Sehingga persamaan 4.25 dapat diungkapkan kembali dalam bentuk suhu T, U 9 Nk0 T 4 xD3 V D3 3 9 Nk0 T 4 D3 3Nk0T 3 3 V D 3T V (4.27) dan panas jenis pers. 4.26 mejadi Cv 3 Nk0 V (4.28) Hasilnya ternyata sesuai dengan pendekatan klasik. Untuk T << D, dengan mengambil batas atas sampai tak terhingga dapat diperoleh ~ 0 ~ ~ x 3 dx 3 x e nx e x 1 0 s 1 ~ 6 s 1 1 4 s 4 15 Dengan demikian, persamaan energi total pers. 4.25 dapat dinyatakan dalam suhu T, yaitu U 3Nk0 T 4 5V D3 Kemudian panas jenis CV dapat dihitung, yaitu 36 32 C 12 4 Nk 0 5V T D 3 T 234 Nk D 3 (4.29) Hasilnya memperlihatkan bahwa panas jenis berbanding lurus dengan T3. Persamaan (4.29) ini disebut dengan hukum Debye T3 Untuk suatu gradien suhu yang kecil arus thermal yang diamati sebanding dengan T: jv K dT dx J = - KT (4.30) Energi thermal per elektron adalah (T{x-l}. l = vx adalah panjang lintasan bebas rata-rata bila v = kecepatan rata-rata dan = waktu rata-rata 1 J nv T x l T x l 2 Dengan perubahan suhu pada lintasan bebas rata-rata adalah sangat kecil, persamaan di atas dapat diekspansikan sehingga diperoleh J nv X2 d dT dT dx (4.31) Kecepatan elektronik rata-rata dalam berbagai arah n v x2 v y2 v z2 1 / 3v karena : d N d Cv dT V dT adalah panas jenis, maka pers.(4.31) dapat ditulis sebagai 1 J v 2 Cv T 3 (4.32) Dengan membandingkan persamaan.(4.30) dan persamaan (4.32) maka koefisien konduktivitas panas dapat diungkapkan sebagai 1 2 1 v C v l vC v 3 3 (4.33) Dari pembicaraan konduktivitas listrik DC pada logam rapat arus __ J E ne 2 m E= medan listrik, m = masa elektron, e = muatan elektron mak 1 2 Dari pendekatan klasik,Cv = 3/2Cvnkmo vdan ½ mv2 = 3/2 koT, pers.(4-34) menjadi 3 n e2 (4.34) 33 37 3k 0 T 2 e 2 1,11.10 8 Watt Ohm 2 K Ini dikenal sebagai hukum Wiedemann-Franz, dan sering disebut seabgai bilangan Lorentz. Harga ini adalah sekitar setengah dari harga hasil eksperimen. 4.4. Ekspansi Thermal Dalam membicarakan ekspansi thermal biasanya parameter yang menjadi perhatian adalah koefisien ekspansinya, karena koefisien ini merupakan karakteristik dari suatu bahan. Koefisien ekspansi thermal tersebut didefinisikan sebagai, 1 V V T p (4.35) Ini dapat ditulis dalam bentuk 1 V V p p 1 p T T V B T V (4.36) dengan p B V V T (4.37) dimana B adalah “modulus bulk”, yaitu modulus elastis yang mana menentukana perubahan volume yang diakibatkan oleh adanya perubahan tekanan. Untuk mengevaluasi ekspansi thermal kita perlu membicarakan ketergantungan volume dan suhu terhadap tekanan. Untuk itu kita perhatikan energi bebas Helmholtz, F U .TS (4.38) Hubungan antara tekanan, p dengan energi bebas Helmholtz adalah F p V T (4.39) Kemudian dengan pendekatan harmonik, F E pot E mod us Dengan Epot. Adalah energi potensial yang mana tidak tergantung pada suhu berkenaan dengan adanya interaksi inter-atomik. Emodus adalah energi sebahai konsekuensi dari adanya vibrasi kisi. Dari pelajaran fisika statistik, energi setiap modus pada osilasi harmonik dapat diungkapkan sebagai 3438 f k 0T ln 1 k 0T ln 1 exp 2 k T 0 (4.40) Dari persamaan.(4.38) dan (4.40) dapat diperoleh hubungan, dE pot. p dV f mod us V 1 1 exp dV k0T mod us V 2 dE pot. 1 (4.41) Keterkaitan antara frekuensi vibrasi dengan volume diungkapkan dalam bentuk persamaan berpangkat ~ V-, dengan adalah parameter tak-berdimensi yang mana disebut dengan parameter Gruneisen. Selanjutnya ini dapat dibuat dalam bentuk persamaan diferensial, d (ln ) d (ln V) d d dV V dan (4.42) Dengan demikian dapat diperoleh ungkapan untu tekanan, p dalam bentuk 1 1 1 p exp dV V mod us 2 k T 0 dE pot. (4.43) Energi potensial tidak tergantung pada suhu sehingga koefisien ekspansi thermal dapat diungkapkan sebagai, C V V BV Emod us BV T (4.44) CV adalah kapasitas panas kisi pada volume konstan yang mana berkaitan dengan efek ketidak-harmonikan. Dalam hal ini volume adalah tergantung pada frekuensi vibrasi. Pers. 44 dikenal sebagai hukum Gruneisen. Parameter adalah menggambarkan efek dari suku ketidak-harmonikan, ketergantungan volume terhadap frekuensi. Soal – soal Bab 4 1. Tentukan ungkapan bagi kapasitas panas kerena vibrasi rantai linier dari atom-atom identik dengan pendekatan Debye. Tunjukkan pada suhu rendah kapasitas panas berbanding lurus dengan T. 2. Hitunglah energi titik nol per atom dari vibrasi kisi zat padat Argon (D=92) 39 39 BAB V ELEKTRON DALAM LOGAM 5.1. Tingkat-Tingkat Energi dalam Satu Dimensi Gas elektron bebas dalam satu dimensi, memenuhi teori kuantum dan prinsip Pauli. e Seperti terlihat pada Gambar 5.1, lektron dengan massa m dapat bergerak di sepanjang lintasan L saja karena dibatasi oleh penghalang tak terhingga pada x=0 dan x=L. Fungsi gelombang n(x) dari elektron adalah merupakan penyelesaian dari persamaan Schrodinger H n x n x Gambar 5.1. Tiga tingkat energi pertama dan fungsi gelombang dari elektron bebas bermasa m sepanjang garis L. Tingkat energi ditandai berdasarkan bilangan kuantum n. Energi n pada tingkat bilangan kuantum n adalah sama dengan (2/2m)(n/2L)2. Dengan mengabaikan bagian energi potensialnya, maka H = p2/2m, dimana p adalah momentum. Dalam teori kuantum, p dapat diwakili oleh i d / dx , sehingga : H n 2 d 2 n n n 2m dx 2 (5.1) di mana n adalah energi dari elektron pada orbit ke n. Kita gunakan istilah orbital untuk menyatakan penyelesaian dari persamaan gelombang pada sistem dengan satu elektron. Syarat batas n(0)=0 dan n(L)=0 adalah sebagai akibat dari penghalang potensial yang takterhingga pada x=0 dan x=L. Ini dipenuhi jika fungsi gelombangnya adalah fungsi gelombang sinus dimana bilangan bulat n kali setengah panjang gelombang sama dengan jarak antara 0 sampai dengan L, yaitu 36 35 40 36 2 x ; n n x A sin 1 2 nn L (5.2) dimana A adalah konstanta. Kita dapat lihat bahwa persamaan (5.2) adalah penyelesaian dari persamaan (5.1), karena d n n n A Cos x ; L L dx d 2 n n n x Sin 2 A L L dx 2 dimana energi n diberikan oleh : n 2 n 2m L 2 (5.3) Berdasarkan prinsip larangan Pauli tidak dimungkinkan dua elektron dapat mempunyai seluruh bilangan kuantum yang identik. Ini berarti bahwa setiap orbital hanya bisa ditempati paling banyak oleh satu elektron. Hal ini berlaku juga untuk elektron dalam atom, molekul, atau zat padat. Energi Fermi F adalah didefinisikan sebagai energi dari tingkat tertinggi yang telah terisi dalam keadaan dasar pada sistem N elektron. Dari persamaan (5.3) dengan n=nF, maka untuk satu dimensi, 2 n F 2 N F 2m * L 2m 2 L 2 2 (5.4) 5.2. Pengaruh Temperatur Terhadap Distribusi Fermi-Dirac Distribusi Fermi-Dirac memberikan probabilitas suatu orbit dengan energi akan ditempati oleh suatu gas elektron ideal pada kesetimbangan termal. Fungsi distribusi Fermi Dirac dinyatan sebagai f () 1 (5.5) exp ( ) / k B T 1 Besaran adalah suatu fungsi terhadap temperatur. Pada nol absolut =F, karena dalam limit T 0 fungsi f() berubah secara tidak kontinyu dari nilai 1 (terisi) ke nilai 0 (kosong) pada =F = . Pada semua temperatur f() sama dengan ½ ketika = , dimana penyebut pada persamaan (5.5) akan bernilai sama dengan 2. Besaran adalah potensial kimia dan pada temperatur absolut sama dengan nol potensial kimia tersebut adalah sama dengan energi Fermi, yang didefinisikan sebagai energi dari orbital teratas yang telah terisi. Daerah dimana - >> kB T; suku 41 37 eksponensial akan dominan pada penyebut persamaan (5.5), sehingga f() exp [)/k0T]. Batas ini disebut distribusi Boltzmann atau Maxwell. 5.3. Gas Elektron Bebas Dalam Tiga Dimensi Persamaan Schrodinger partikel bebas dalam tiga dimensi adalah : 2 2 2 2 2 (r ) k k (r ) 2m x y 2 z 2 k (5.6) Jika elektron dibatasi oleh kubus dengan sisi L, fungsi gelombangnya adalah gelombang berdiri: n x x n y y n z z sin sin (5.7) L L L n r A sin dimana nx, ny, nz adalah bilangan bulat positif. Titik asal adalah pada salah satu sudut dari kubus. Fungsi gelombang yang periodik dalam x, y, z dengan periode L, yaitu: x L, y, z x, y, z (5.8) demikian juga untuk koordinat y dan z. Fungsi gelombang memenuhi persamaan Schrodinger untuk partikel dan memenuhi kondisi keperiodikan adalah berbentuk gelombang datar berjalan, k r ekspik .r (5.9) dimana komponen dari vektor gelombang k memenuhi k x 0 ; 2 ; L 4 ; . . ., L (5.10) demikian juga untuk ky dan kz Setiap komponen k memiliki bentuk 2n/L, dimana n adalah bilangan bulat positif atau negatif. Komponen k adalah bilangan kuantum bersama dengan bilangan kuantum ms untuk spin. Nilai-nilai kx yang memenuhi persamaan (5.8), untuk : expik x L expi 2nx L / L exp i2nx / L exp i2n exp i 2nx / L exp i 2n (5.11) Dengan mensubstitusikan persamaan (5.9) ke persamaan (5.6) maka diperoleh energi k dari orbital dengan vektor gelombang k. 42 38 k 2 2 2 2 2 2 k (k x k y k z ) 2m 2m (5.12) Besar vektor gelombang dihubungkan dengan panjang gelombang oleh relasi k =2/. Momentum linier p direpresentasikan dengan mekanika kuantum dengan operator p i , dengan demikian untuk orbital Persamaan (5.9), akan dipenuhi : p k (r) i k (r) k k (r) (5.13) sehingga gelombang datar k merupakan fungsi-eigen dari momentum linier dengan nilai eigen k Kecepatan partikel dalam orbital k adalah diberikan oleh v = k/m. Untuk sistem N elektron bebas dalam keadaan dasar, elektron elektron yang menempati orbital dapat direpresentasikan sebagai titik-titik di dalam suatu bola dalam ruang k. Energi pada permukaan bola adalah energi Fermi; vektor gelombang pada permukaan Fermi mempunyai besar sama dengan kF, seperti (Gambar 5.4), sedemikian rupa sehingga : F 2 2 k 2m F (5.14) Dari Persamaan (5.10) terdapat satu vektor gelombang yang diijinkan untuk elemen volume (2/L)3 pada ruang k. Jadi dalam bola dengan volume 4kF3/3, jumlah total orbit adalah : 4 k F3 / 3 V 3 2. k N 3 (2 / L) 3 2 F (5.15) dimana faktor 2 pada ruas sebelah kiri berasal dari dua harga yang diperbolehkan pada ms, yaitu bilangan kuantum spin, untuk setiap harga k yang diijinkan. Selanjutnya kita dapatkan : 3 2 N kF V 1/ 3 (5.16) dimana hanya tergantung pada konsentrasi partikel. Dengan menggunakan Persamaan (5.14) dapat ditulis sebagai 2 3 2 N F 2m V 2/3 (5.17) 43 39 Gambar 5. 4. Dalam keadaan dasar sistem N elektron bebas menempati orbital sistem mengisi bola dengan jari-jari kF, dimana F 2 k F2 / 2m adalah energi elektron yang mempunyai vektor gelombang kF. Persamaan (5.17) menjelaskan ubungan antara energi Fermi dengan konsentrasi elektron N/V. Kecepatan elektron vF pada permukaan Fermi adalah : 2 k 3 N v F F m m V 1/ 3 (5.18) Selanjutnya kita lakukan perhitungan terhadap jumlah orbital per satuan daerah energi, yaitu kerapatan keadaan D(). Kita gunakan persamaan (5.17) untuk jumlah total orbital pada energi : V 2m N 2 2 3 3/ 2 (5.19) sehingga kerapatan keadaan Gambar 5 adalah : dN V 2m D() 2 . 2 d 2 3/ 2 . 1 / 2 (5.20) Persamaan (5.20) dapat disederhanakan menjadi: 3 1nN 1n konstan ; 2 dN 3 d . , N 2 dengan D () dN 3 N d 2 (5.21) Sehingga jumlah orbital per unit energi Fermi adalah jumlah total elektron konduksi dibagi oleh energi Fermi, seperti yang kita harapkan. 44 40 5.4. Kapasitas Panas Gas Elektron Ketika kita memanaskan suatu bahan dari nol absolut, tidak semua elektron mendapat energi ~k0T seperti yang diharapkan secara klasik, tetapi hanya elektronelektron dalam orbital-orbital dapat dieksitasi secara termal pada temperatur T dan elektron-elektron ini mendapat tambahan energi sebesar k0T, seperti terlihat pada Jika N adalah jumlah total elektron, hanya beberapa elektron dalam orde T/TF dapat dirangsang secara termal pada temperatur T, karena hanya ini yang berada di dalam daerah energi dalam orde k0T pada bagian atas dari distribusi energi. Setiap fraksi NT/T F ini elektron mempunyai energi termal sebesar k0T. Energi kinetik termal elektronik total U adalah dalam orde U (NT / TF) k0T. (5.22) Kapasitas panas elektron adalah sebagai berikut C el U Nk 0 (T / TF ) T (5.23) dan berbanding langsung T, sesuai dengan hasil percobaan. Pada temperatur ruang C el adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai klasik (3/2)Nk0 dengan faktor dalam orde 0,01 atau kurang, untuk TF 5x104 K. Ungkapan kuantitatif untuk kapasitas panas elektronik pada temperatur rendah k0T<< F. Penambahan U U T U 0 terhadap energi total (Gambar 5.5) pada sistem N elektron jika dipanaskan dari 0 ke T adalah : F 0 0 U d D() f () d D() (5.24) di sini f() adalah fungsi Dirac-Fermi dan D() adalah jumlah orbital persatuan energi. Kita kalikan identitas F 0 0 N d D() f () d D() (5.25) dengan F untuk memperoleh F d f () D() F d D() F F 0 0 F (5.26) Kita gunakan (26) untuk menulis kembali (24) seperti 1 0 0 U d (F ) f () D() d (F )[1 f ()]d () (5.27) Hasil ()D() d di dalam integral pertama adalah jumlah elektron yang meloncat ke orbital dalam daerah energi d pada energi . Faktor [1-()] dalam integral 41 45 kedua adalah probabilitas elektron yang telah berpindah dari orbital . C el df dU d (F ) D() dT 0 dT (5.28) Jika variasi dari dengan T menyarankan bahwa bila k0T << F kita abaikan ketergantungan temperatur potensial kimia pada fungsi distribusi Fermi-Dirac dan diganti dengan konstan F. Kita dapatkan kemudian dengan kBT, df F exp[( F ) / ] . d 2 {exp[( F ) / ]1}2 (5.29) Kita ambil x (-F)/ (5.30) Dan dari Persamaan (5.29) dan (5.30) maka C el k 02 T D( F ) F / t Dengan dx x 2 ex (e x 1) 2 (5.31) mengganti batas bawah dengan - karena faktor ex di dalam pengintegralan adalah sangat kecil pada x = -F/ jika kita berbicara pada temperatur rendah sedemikian rupa F/~100 atau lebih. Integral menjadi dx x 2 2 ex 3 (e x 1) 2 (5.32) Sehingga kapasitas panas gas elektron persamaan (5.32) menjadi 1 Cel 2 D (F ) k 02 T 3 (5.33) Dari persamaan (5.21) kita dapatkan bahwa DF 3N / 2 F 3N / 2k 0TF (5.34) untuk gas elektron bebas dengan k0TF F. Selanjutnya, Persamaan (5.34) menjadi 1 C el 2 Nk 0T / TF 2 (5.35) Temperatur Fermi, TF sesungguhnya bukanlah temperatur yang nyata tetapi hanya notasi dari temperatur referensi 5.5. Efek Hall Medan Hall adalah medan listrik yang terbentuk melewati dua permukaan konduktor dalam arah jxB, bila arus j mengalir memotong medan magnet B. Andaikan bahan berbentuk batang dalam arah longitudinal medan listrik, Ex dan transversal medan 42 46 magnet, seperti tampak dalam Gambar 5.14. Jika tidak ada arus yang mengalir keluar batang dalam arah y maka vy=0. jika medan listrik transversal E y c E x eB E m x (5.37) Kuantitas yang didefinisikan sebagai : RH Ey jx B Koefisien Hall (5.38) Untuk mengevaluasi model yang sederhana tersebut kita gunakan jx = ne2Ex/m dan koefisien Hall menjadi : RH 1 ne (5.39) Gambar 5.14. Susunan standar dari efek Hall, sampel dengan tampang lintang segiempat diletakkan pada medan magnet yang berada dalam arah Z seperti pada (a). Medan listrik Ex dilewatkan pada salah satu sisi elektroda menyebabkan arus listrik jx mengalir sepanjang sampel. Kecepatan hanyut dari elektron yang bermuatan negatif segera terjadi setelah diberi medan listrik seperti terlihat pada (b). Pembelokan ke arah y ini terjadi karena adanya medan magnet. Elektron terkumpul pada salah satu sisi dari batang dan kelebihan ion positif terkumpul pada sisi yang berlawanan sampai seperti terlihat pada (c), medan listrik tranversal (medan Hall) saling meniadakan dengan gaya Lorentz yang disebabkan oleh medan magnet. .Pengukuran koefisien Hall sangat penting untuk mengukur konsentrasi pembawa muatan. Simbol RH yang menyatakan koefisien Hall kadang-kadang digunakan dengan maksud yang berbeda, yaitu sebagai resistansi Hall dalam masalah dua dimensi. Resistansi Hall didefinisikan sebagai, 43 47 H BR H E y / j x (5.55a) (3.40) dimana jx adalah kerapatan arus permukaan dalam arah x. Persamaan sederhana persamaan 5.55 diperoleh dengan asumsi bahwa waktu relaksasi seluruhnya adalah sama, tidak tergantung pada kecepatan tiap elektron. Daftar Pustaka 1. C. Kittel, Intruduction to Solid State Physics, 6-edition,john Willey &Sons, Inc, California 2. J. S. Blakemore, Solid State Physics, 2-edition 3. M. A. Omar, Elementary Solid State Phisics : Principles & Application, Addison – Wesley Publihing, Manila 1975 4. V. Rajendran, A. Marikani, Materials Science, Tata McGraw-Hill Publiching, New Delhi, 2004