Nama : Fergiawan Bayu Pamungkas NIM : 1601029275 Kelas : 2.I Mata Kuliah : Aqidah PENGANTAR Nabi dan Rasul adalah utusan Allah SWT untuk manusia. Apakah tujuan sesungguhnya misi dari para Nabi dan Rasul yang telah mendapatkan wahyu dari Allah. Apakah pesan akhir para Nabi? Apakah Nabi-nabi telah memainkan peran yang positif ataukah negatif dalam sejarah? Ataukah mereka tidak memainkan peran sama sekali. Bagaimana karakteristik para Nabi. Apakah peran Nabi dikehidupan modern saat ini, yang tidak akan mungkin diperoleh dari manusia jenius dan hanya bisa diperoleh dari para Nabi ini. Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali mengusik pikiran kita. Hal ini dikarenakan masalah kenabian merupakan persoalan yang sangat penting karena menyangkut erat dengan keimanan. Dalam kajian ini, kita akan mencoba menjawab tuntas tentang masalah tersebut. Beriman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah rukun iman yang keempat dari enam rukun iman. Ini menegaskan bahwa tidak sah iman seseorang itu manakala dia tidak beriman kepada para Nabi dan Rasul Allah. IMAN KEPADA NABI DAN RASUL Pengertian Iman Kepada Nabi dan Rasul Secara etimologis, kata nabi ecara etimologis kata nabi berasal dari kata na-ba yang artinya ditinggikan atau dari kata na-ba-a yang artinya berita. Secara terminologis nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Allah SWT. Sedangkan Rasul secara etimologis berasal dari kata ar-sa-la yang artinya mengutus. Sementara secara terminologis adalah orang yang menerima wahyu dan berkewajiban menyampaikan kepada orang lain. Allah Ta’ala dengan ini berfirman: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". Qs. Al-Baqarah: 136 Allah Ta’ala menjelaskan pula bahwa keimanan sebagaimana di atas itulah yang merupakan keimanan seluruh kaum mukminin. Allah ta’ala berfirman: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul rasulNya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". Qs. Al-Baqarah : 285 Allah memberitahukan bahwa letak kebaikan yang sebenarnya adalah dalam cara beriman. Firman Allah SWT : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” Qs.Al-Baqarah/2: 177 Perbedaan Nabi dan Rasul3 Para nabi dan rasul, mereka adalah manusia biasa. Artinya, mereka memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh seorang manusia. Allah membimbing Nabi Muhammad untuk menegaskan bahwa dirinya adalah manusia biasa, “Qul innama ana basyarun mitslukum.” (Qs.Al-Kahfi:110). Seperti manusia-manusia lainnya, mereka juga makan, tidur, berjalan, berusaha menafkahi hidupnya dengan bekerja, berjalan di pasar (berniaga), berketurunan dan akhirnya mati. Dengan demikian, dalam sisi kemanusiaannya tidak ada perbedaan antara nabi, rasul dengan kita selaku manusia juga. Adapun pada nabi, kebesaran para nabi adalah dari seluruh segi. Sempurna dan berkembang dari segi akal, perasaan, kemauan dan jasmani. Bersih daripada perangai-perangai, rendah berurat berakar keutamaan yang ada pada pribadinya. Nabi-nabi dan rasul-rasul memang orang-orang besar. Meskipun demikian, sebagaimana diantara sesame manusia memiliki perbedaan, tentu demikian pula antara nabi dan rasul, juga memiliki perbedaan. Silahkan perhatikan tabel di bawah ini. Perbedaan Nabi dan Rasul RASUL NABI Rasul pasti Nabi Nabi belum tentu rasul Membawa syari’at Tidak membawa syari’at Selamat dari usaha pembunuhan manusia Terdapat Nabi yang dibunuh oleh kaumnya Diutus kepada kaum kafir Diutus kepada umat yang telah beriman Diutus untuk seluruh manusia Diutus untuk kaumnya saja KARAKTER NABI DAN RASUL Dalam Kamus Poerwadarminta dikatakan, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifatsifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Nama lain dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilai-nilai, dan polapola pemikiran3. Hornby & Parnwell, mengatakan, karakter adalah kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Hermawan Kertajaya mendefinisikan, karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki suatu individu. Ciri khas itu adalah sesuatu yang “asli” dan mengakar pada kepribadian individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar dan merespon sesuatu.4 Berdasarkan beberapa pengertian ini, maka dapat dikatakan bahwa karakter adalah sebuah ekspresi jiwa yang tumbuh dan memancar secara alamiah guna merespon segala sesuatu di dalam dan di luar lingkungan sosialnya dengan kekuatan kualitas moralitas dan nilai-nilai yang mengakar dalam diri seseorang itu. Ekspresi kejiwaan yang mengakar dalam diri seseorang itulah yang menjelma menjadi kepribadian. Maka setiap kepribadian memiliki karakteristiknya sendiri sesuai dengan kekuatan dan kualitas moral serta nilai-nilai yang dianut seseorang, yang hampir tetap berada dalam diri orang tersebut. Prasyarat kepribadian, keturunan dan kebutuhan masyarakat di atas oleh Abu Bakar Al-Jazairy diistilahkan dengan “Mualahat An Nubuwwah”, yang intinya ada tiga hal sebagai berikut: 1. Al-Mitsaliyah (keteladanan). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah memiliki kemanusiaan yang sempurna; baik fisik, akal pikiran maupun rohani. 2. Syaraf an-Nasab (keturunan yang mulia). Artinya seseorang yang akan diangkat menjadi Nabi haruslah berasal dari keturunan yang mulia. 3. ‘Amil az-Zaman (dibutuhkan zaman). Artinya kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani,memperbaiki segala kerusakan masyarakat, dan mengembalikan umat isla, kepada kehidupan yang sesuai dengan fitrah penciptaannya. (Al-Jazairy, 1978, hal. 259-260) Mu’jizat Setiap rasul yang diangkat oleh Tuhan diberi anugerah kemampuan luar biasa dengan mana ia bisa melakukan tindakan-tindakan tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa. Teolog-teolog islam menamakannya mu’jizat (harfiah: yang membuat lemah) sebab ia mengungkapkan kelemahanan kemampuan manusia biasa. Ishmah (Ma’sum) Karakteristik nabi-nabi yang lain adalah bahwa mereka itu terjaga dari perbuatan dosa dan kekeliruan. Para nabi tidak dipengaruhi oleh nafsu-nafsu badan tidak pernah berbuat dosa ataupun kekeliruan dalam tindakan-tindakan mereka. Keterjagaan mereka dari dosa dan kekeliruan memberikan kepada mereka kredibilitas yang maksimum. Hal ini dikarenakan dua hal yakni nabi senantiasa keterjagaan dari dosa dan keterjagaan dari kekeliruan. Keterjagaan dari Dosa. Manusia adalah makhluk merdeka yang memilih tindakantindakannya sesuai dengan kemampuannya untuk membedakan manfaat dan kerugian sesuatu Tindaka. Itulah sebabnya kemampuan pembeda, memainkan peranan penting dalam memilih tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh seseorang. Keterjagaan dari dosa tidak bisa dicapai atau terwujud dengan jalan paksaan oleh kekuatan dari luar atau karena adanya ketidakmampuan atau ketidakberdayaan. Jika seseorang tidak bisa melakukan dosa, atau jika suatu kekuatan pemaksa selalu menghalanginya dari melakukan dosa, maka kondisi ketidakbisaannya melakukan dosa itu, tidak dapat dipandang sebagai suatu kebajikan, sebab orang tersebut adalah seperti seorang narapidana yang tidak mampu melakukan kejahatan karena terkurung oleh tembok penjara. Keterbebasan dari dosa dalam situasi dan kondisi seperti itu tidak dapat dipandang sebagai cerminan kebaikan dan kejujurannya. Keterjagaan dari kekeliruan Karakteristik ini muncul dari kebijaksanaan khusus yang dimiliki para nabi. Kekeliruan terjadi karena manusia berhubungan dengan realitas melalui indra internal ataupun eksternalnya. Para nabi dihubungkan dengan realitas wujud dari dalam diri mereka sendiri. Mereka tidak mungkin melakukan kekeliruan karena mereka dalam konteks realitas. Sebagai contoh, jika kita menghitung 100 biji manik-manik dan melakukan penghitungan itu 100 kali lagi (jadi penghitungan dilakukan 101 x, pent), ingatan kita mungkin akan melakukan kekeliruan dan kita ragu bahwa kita telah melakukan penghitungan 101 kali, atau baru 99 kali. Perbedaan antara Nabi dengan Manusia jenius Keterangan di atas memungkinkan kita membedakan antara nabinabi dengan manusia jenius. Jenius adalah orang yang memiliki kemampuan berpikir, daya menalar dan menganalisis yang tinggi. Melalui panca indra, mereka melakukan kontak dengan bendabenda. Kepemimpinan Meskipun kenabian bermula dengan kesadaran rohani, memperoleh kedekatan dengan dzat-Nya, dan memutuskan hubungan dengan orang banyak dan cara cara hidup mereka, yang mengharuskan alienasi dari dunia luar dan memberikan perhatian kepada dunia dalam namun pada akhirnya misi kenabian berujung pada langkah Kembali kepada masyarakat dan dunia luar untuk mengorganisasi dan memimpin kehidupan masyarakat pada jalan yang benar. Kata bahasa Arab nabiy berarti utusan (messenger) atau pembawa berita (prophet). Kata Arab rasul berarti duta (envoy). Iqbal lahouri menjelaskan perbedaan antara nabi dan seorang pencari tuhan (gnostic) yang tidak mempunyai misi kenabian dan yang disebut oleh Iqbal: mistikus (mystics). Mistikus tidak ingin kembali dari ketenangan pengalaman “bersatu” dengan Tuhan. Kalaupun dia kembali, seperti yang seharusnya, maka kekembaliannya itu tidak berarti banyak bagi umat manusia pada umumnya. Sebaliknya, kembalinya seorang nabi dari pengalaman seperti itu, bersifat kreatif. Ketulusan Niat Para nabi,, karena mereka memperoleh dukungan Ilahi, secara ekstrem bersifat dedikatif dalam misi mereka. Mereka tidak mempunyai niat atau tujuan lain daripada membimbing masyarakat, yang merupakan kehendak Tuhan. Mereka tidak meminta imbalan jasa untuk apa yang mereka kerjakan. Mereka tidak pernah lupa bahwa tuhan telah memberikan kepada mereka amanat misi kenabian, dan bahwa mereka sedang melaksanakan kerja-Nya. Ucapan-ucapan banyak nabi kepada kaumnya diringkas dalam Quran suci. Tentu saja, masing-masing nabi membawa pesan khusus untuk kaumnya karena adanya hal-hal yang merintangi jalannya, tetapi salah satu topik yang selalu diulang-ulang dalam pesan setiap nabi adalah “Aku tidak meminta imbalan jasa dari kamu” (Qs asy syu'ara/ 26: 127). Karena dedikasi yang demikian itu, yang merupakan salah satu karakteristik nabi-nabi, maka pesan-pesan mereka selalu bersifat keputusan akhir yang tak bisa ditawar lagi. Musa, putra imran, dengan saudaranya harun, dengan mengenakan pakaian kulit binatang dan membawa tongkat kayu, pergi menemui firaun. Cuma itu senjata lahir yang mereka. Mereka mengajak firaun untuk menerima seruan agama mereka, dan mengatakan dengan tegas tanpa bisa ditawar lagi bahwa jika dia tak mau menerima ajakan tersebut, kekuasaannya pasti akan runtuh. Tetapi jika dia mau menerima ajakan tersebut dan memasuki jalan yang mereka tunjukkan, maka kekuasaan dan kehormatannya akan dijamin. Firaun berkata dengan heran: “Lihatlah kedua orang ini, yang berbicara tentang jaminan kehormatanku dengan syarat aku mau mengikuti mereka, atau kalau tidak, mereka akan menghancurkan kekuasaanku.” Konstruktivitas Para nabi mengorientasikan memberikan mereka agar energi melatih kepada kekuatan-kekuatan individu-individu dan masyarakat dan membimbingnya, dan membangun masyarakat manusia. Dengan kata lain, nabi-nabi itu membimbing mereka menuju kesejahteraan umat manusia. Seorang nabi tidak mungkin bekerja untuk menghancurkan individu-individu ataupun merusak masyarakat. Konflik dan Perjuangan Tanda lain dari ketulusan seorang nabi dalam kainnya adalah bahwa ia berjuang menentang polytheisme takhyul, kebodohan, kepalsuan, penindasan, kekejaman dan ketidakadilan. Seorang nabi sejati tak mungkin membawa risalah yang berbau polytheisme, membantu seorang penindas, mengukuhkan kekejaman dan ketidakadilan, berdiam diri dan tak memerangi polytheisme, kebodohan, tahayul dan kekejaman. Monoteisme (Tauhid), kebijaksanaan, dan keadilan, adalah prinsipprinsip dakwah setiap nabi. Hanya ajakan mereka yang mengikuti jalan inilah yang layak dipertimbangkan dan dipertanyakan. Artinya, ajarkan seorang individu tidaklah mempunyai nilai jika ajakan tersebut mengandung sesuatu yang bertentangan dengan monoteisme dan keadilan dan dengan kenyataan kenyataan yang telah diterima kebenarannya, atau menguatkan kekejaman. Aspek Manusiawi Meskipun nabi-nabi memiliki karakteristik-karakteristik kemampuan untuk mengukuhkan mukjizat ketidak bercacatan, terbebas dari dosa dan kekeliruan, kepemimpinan dan konstruktifitas yang tidak terbanding. perjuangan yang tak tertandingi dalam menentang polytheisme, takhyul dan piranti dan namun mereka adalah manusia biasa. Artinya, mereka memiliki semua karakteristik yang dimiliki oleh seorang manusia. Seperti manusia manusia lainnya, mereka juga makan, tidur, berjalan, berketurunan dan akhirnya mati. Mereka mempunyai semua kebutuhan seorang manusia. Nabi-nabi itu, seperti manusia manusia lain, dituntut dan terikat untuk mengerjakan kewajibanan yang mereka perintahkan kepada orang banyak. Laranganlarangan dan hal-hal yang dibolehkan juga berlaku bagi mereka bahkan kadang-kadang mereka dituntut untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban yang lebih berat. Sebagai contoh nabi islam diwajibkan untuk mengerjakan salat sunat (nafilah) malam dan berdzikir. Nabi-nabi yang Membawa Hukum Ilahi Nabi-nabi umumnya terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, yang merupakan minoritas, diberi wahyu oleh tuhan untuk memimpin manusia dengan menggunakan hukumhukum tersebut diatas. Nabi-nabi ini menurut Al-Quran disebut “nabi-nabi utama” (ulul azmi) jumlah mereka yang tidak diketahui karena Al-Quran menyatakan bahwa hanya sebagian dari mereka yang ceritanya dituturkan. Jika Al-Quran menuturkan kisah dari semua nabi-nabi tersebut, atau jika paling tidak ia menyatakan bahwa semua nabi yang penting disebutkan namanya dalam Al-Quran, mungkinlah bagi kita untuk mengetahui jumlah nabi-nabi utama itu. Apa yang kita ketahui adalah bahwa Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi terakhir Muhammad saw, adalah nabi-nabi utama dan nabi-nabi yang membawa hukum ilahi (syariat). Nabi-nabi ini diberi wahyu oleh tuhan agar menyampaikan serangkaian aturan-aturan dan perintah-perintah kepada umat manusia dan mendidik mereka sesuai dengan aturan-aturan tersebut. PERAN NABI-NABI DALAM SEJARAH Pada masa lalu, nabi-nabi merupakan manifestasi kekuatan nasional yang besar. Kekuatan kekuatan nasional, berlawanan dengan kekuatan-kekuatan yang bersumber dari kekayaan dan kekuasaan, terbatas pada kekuatan-kekuatan yang yang akar pada persamaan keturunan darah dan kecenderungan-kecenderungan kesukuan yang menganggap ketuaketua suku dan pemimpin-pemimpin nasional alwaqiah wakil mereka. Satu kelompok, dengan menggunakan premis yang sederhana, dalam tulisan-tulisan mereka menyatakan bahwa nabi-nabi telah memainkan peran negatif. Yakni, pandangan nabinabi tersebut selamanya telah bersifat spritual semata-mata dan non duniawi. Inti ajaran ajaran para nabi adalah ah menjauhi dunia, mencurahkan perhatian pada akhirat, berpaling pada kehidupan batin, melepaskan kehidupan lahiriyah, cenderung kepada subjektivitas dan meninggalkan objektivitas. Kekuatan agama, dengan nabi-nabi sebagai manifestasinya, selamanya telah digunakan untuk melemahkan semangat hidup manusia dan perkembangan manusia. Kelompok ini menggambarkan peran nabi-nabi dalam gambaran yang negatif. Namun berlawanan dengan kelompok pertama, mereka yakin bahwa wa-nya nabi-nabi mempunyai kecenderungankecenderungan duniawi, dan bahwa kecenderungan spritual mereka hanyalah suatu selubung untuk menutupi kecenderungan duniawi mereka. Mereka mengklaim bahwa wa ke duniawi an nabi-nabi ini selalu mencoba mempertahankan status quo bagi kepentingan kelas penguasa dan menindas kepentingan kaum tertindas, dan bahwa keduniawian tersebut selamanya telah memerangi evolusi gradual masyarakat. Mereka mengklaim bahwa sejarah, sepertihalnya fenomena-fenomena yang lain mempunyai gerakan dialektis yaitu suatu gerakan yang ditimbulkan oleh konflik-konflik internal. Peran nabi-nabi adalah untuk menipu masyarakat demi keuntungan kelas penindas dan pemeras. Kepedulian nabi-nabi terhadap akhirat tidaklah ril, tapi hanya muslihat untuk menutupi keduniawian mereka demi untuk menguasai kesadaran kelas masyarakat yang terampas hak-haknya dan revolusioner. Jadi peran nabi-nabi dalam sejarah selamanya adalah peran yang negatif karena peran tersebut adalah menunjang kelas konservatif untuk memelihara situasi apa adanya demi untuk kepentingan para pemilik kekayaan dan kekuasaan. Pendidikan Dimasa lampau, pendidikan memiliki sifat yang agamis. Sifat ini merupakan bantuan bagi para guru dan orang tua. Ini adalah salah satu kasus dimana perkembangan kesadaran sosial menghilangkan perlunya motif keagamaan. Mengukuhkan Kesepakan dan Perjanjian Kehidupan sosial manusia didasarkan pada penghormatan terhadap perjanjian perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan serta kesetiaan erhadap janji. Penghormatan terhadap persetujuan persetujuan dan janjijanji merupakan salah satu, aspek kemanusiaan dalam peradaban. Agama selamanya telah memainkan peran ini dan hingga kini belum ada yang menggantikan peran tersebut. Meskipun ia adalah seorang yang anti agama, Will Durant dalam bukunya Lecture on History mengAkui kenyataan bahwa :..... Agama, dengan bantuan nilai-nilai tradisionalnya, mengubah janji-janji manusia menjadi hubungan-hubungan yang saling menghormati antara manusia dan Tuhan, yang menghasilkan kekokohan dan stabilitas. Kebebasan dan Penindasan Sosial Peran paling mendasar dari nabi-nabi adalah berjuang menentang kediktatoran, penindasan, dan memerangi wakil-wakil dari mereka yang memberontak terhadap perintahperintah Tuhan. Al-Quran telah memberikan tekanan lebih pada peran ini, karena, pertama, menegakkan keadilan telah dinyatakan sebagai tujuan misi kenabian. Kedua, pertentangan antara nabi-nabi dengan wakil-wakil despotism berulangkali disitir, dan dalam beberapa ayat Al-Quran dinyatakan secara khusus bahwa wa kelas despotic selamanya menentang nabinabi. TUJUAN DAN MISI KENABIAN Dapat dikatakan bahwa tujuan sebenarnya dari misi para nabi adalah membimbing masyarakat dan memberikan kepada mereka kebahagiaan, keselamatan kebaikan dan kesejahteraan. Semua permasalahan ini telah disetir baik secara langsung ataupun tidak langsung, dalam quran suci, tetapi dua konsep telah secara khusus ditunjuk sebagai yang sebenarnya dari misi para nabi. Kedua konsep tersebut adalah (1) pengakuan terhadap Tuhan dan pendekatan diri kepada-Nya (2) menegakkan keadilan dan kesederajatan dalam masyarakat manusia. Semua ajaran para nabi merupakan semacam perkenalkan kepada kedua konsep ini. Disatu pihak, quran suci mengatakan: “ Wahai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya, dan sebagai cahaya yang menerangi” Qs. AlAhzab/33: 45-46). Di antara semua aspek yang disebutkan dalam ayat ini, nyatalah bahwa: “mengajak kepada Tuhan” merupakan tujuan utama para nabi. Berkaitan dengan semua nabi, Al-Quran mengatakan: “ sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Qs. Al-Hadid/57: 25. Ayat ini dengan jelas menyatakan kan bahwa menegakkan keadilan adalah tujuan utama kenabian dan misi kenabian. Mengajak manusia kepada Tuhan, mengenal-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya, adalah monotheisme teoritis dan monotheisme praktis yang bersifat individual. Tetapi menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat berarti menegakkan monoteisme praktis yang bersifat sosial. Pertama, nabi-nabi mempunyai tujuan ganda, artinya, mereka mempunyai dua tujuan yang berdiri sendiri. Salah satu diantaranya adalah berkaitan dengan kehidupan dan kebahagiaan di akhirat ( monotheisme teoritis dan monotheisme praktis individual). Kedua, tujuan sesungguhnya dari misi kenabian adalah monotheisme sosial dan prasarana utamanya adalah monotheisme teoritis dan monotheisme praktis dan individual. Monotheisme teoritis bergantung pada pengenalan kepada Tuhan. Tidak perlu bagi seorang manusia, dalam batas-batas fitrahnya, untuk mengenal atau tidak mengenal Tuhan, untuk menjadikan Tuhan atau apa saja yang lain sebagai satu-satunya faktor pendorong jiwanya. Ketiga, tujuan yang sebenarnya dari misi kenabian adalah agar manusia mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-nya. Dengan demikian monoteisme sosial menjadi prasyarat dan sarana untuk mencapai tujuan yang luhur ini. Sebab, sebagaimana disebutkan sebelumnya, dalam pandangan dunia monotheistik, dunia memiliki sifat “berasal dari-Nya” dan “ kembali kepada-Nya” Jadi kesempurnaan manusia terletak pada ada tindakan manusia menuju kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Keempat, pandangan yang ketiga menyebutkan bahwa tidak hanya kesempurnaan manusia dan tujuan akhirnya saja, tetapi kesempurnaan setiap manusia terletak dalam langkah menuju kepada Tuhan. Menyatakan bahwa nabi-nabi memiliki tujuan ganda adalah bid’ah yang tak terampuni, seperti halnya pernyataan bahwa tujuan akhir mereka adalah keselamatan duniawi, dan bahwasanya keselamatan ini tak lain berarti menikmati kesenangan hidup yang alamiah dalam suasana keadilan, kemerdekaan, kesederajatan dan persaudaraan, adalah pandangan yang materialistik. Tetapi, bertentangan dengan pandangan yang ketiga di atas, sosial dan moral tidaklah tanpa nilai-nilai inheren, meskipun nilai-nilai tersebut juga merupakan sarana menuju nilai original manusia, yang adalah menyembah dan beriman kepada Tuhan. AGAMA PARA NABI Jika kita kembali merujuk pernyataan Muhammadiyah tentang agama6 tentang agama ini,bahwa sesungguhnya agama Islam adalah satu-satunya agama yang ada di dunia ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah: Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama[ dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orangyang kembali (kepada-Nya) . (Qs.41: 13) Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".(Qs.2:136). Para ahli teologi dan sejarawan agama biasanya berbicara tentang agama dalam pengertian “agama” Ibrahim, agama Yahudi, agama Kristen dan agama Islam. Mereka menganggap setiap nabi yang membawa hukum Ilahi sebagai pembawa agama yang terpisah dan berdiri sendiri. Istilah yang beredar dikalangan orang awam juga tidak berbeda. NABI MUHAMMAD SEBAGAI NABI DAN RASUL PENUTUP Nabi Muhamad SAW diutus Allah SWT sebagai nabi dan sekaligus rasul yang terakhir dari seluruh rangkaian nabi dan rasul. Tidak ada lagi nabi sesudah beliau. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya: al-ahzab 33 40 ِ َْلْ َس َْ ِلَا نْ َُملَِّ ناا ٓ َ َد َح ٓ َ َام َ ا َد َا ُح ََماَ َام ِ َْ ََماَ ٓل َا بين لاَ َْمَماَ َِّ ه ِل ٍَءيَ اَ نس ه َ ي مام Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs. Al Ahzab/33: 40) Sebagai nabi yang terakhir beliau telah menyempurnakan “bangunan dinullah” yang telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh para nabi dan rasul sebelumnya.sehingga sekarang bangunan itu menjadi indah dan sempurna. Perumpamaan seperti itu diberikan sendiri oleh beliau dalam sabdanya: “Perumpamaan aku dan seluruh nabi-nabi lainnya adalah seperti seseorang yang mendirikan bangunan, ia telah menyempurnakan dan memperindah bangunan itu seluruhnya kecuali hanya sebuah batu bata yang belum dipasang yang di salah satu sudut bangunan itu. Orangorang yang mengelilingi dan mengagumi bangunan itu memberikan komentar: “Alangkah baiknya kalau batu bata itu diletakkan di tempat yang kosong itu.” Sayalah batu-bata itu, dan sayalah penutup nabi-nabi itu. (Hadits muttafaqun alaih). Sebagai nabi yang terakhir, dengan bangunan dinullah yang indah dan sempurna, Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman sampai hari kiamat nanti. Hal itu ditegaskan oleh allah swt dalam firman-Nya: َ لل ِ َر َْ َام َ َْٓ َينلَاْاَ َّل ٓل َمِّ ََٓث َ َْ َْ ِلَ َا َْ َيي مْٓ َاٍي مْٓ لنل َمِّ ََ َّمفَام ٓ َّل Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Qs. Saba’/34: 28) Karakteristik Nabi Muhammad SAW Secara umum setiap nabi dan rasul memiliki sifat-sifat yang mulia dan terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT, baik dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan Allah SWT secara vertikal maupun dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang membawa misi membimbing umat menempuh jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Keempat sifat tersebut adalah sebagai berikut: 1. As-Shiddiq (benar). Artinya selalu berkata benar, tidak berdusta dalam keadaan bagaimanapun. Apa pun yang dikatakan oleh rasul baik berita, janji, ramalan masa depan dan lain-lain selalu mengandung kebenaran. Mustahil bagi seorang rasul mempunyai sifat kazib atau pendusta, karena hal tersebut menyebabkan tidak adanya orang yang akan membenarkan risalahnya. Sedangkan orang biasa saja yang mempunyai sifat pendusta, tidak akan dipercaya oramh apalagi seorang Rasul. 2. Al-amanah (dipercaya). Artinya seorang rasul akan selalu menjaga dan menunaikan amanah yang dipikulnya ke pundaknya. Dia akan selalu menjaga amanah kapan dan dimana pun, baik dilihat dan diketahui oleh orang lain maupun tidak. 3. At-Tabligh (menyampaikan). Artinya seorang rasul memyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk disampaikan. Tidak ada satupun bujukan atau ancaman yang menyebabkan dia menyembunyikan sebagian dari wahyu yang wajib disampaikannya. 4. Al-Fathanah (cerdas). Artinya seorang rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan dan kebjaksanaan. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling dilematis sekalipun tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran. Beberapa Bukti Kebenaran Nubuwah dan Risalah Nabi Muhammad SAW Ada beberapa bukti yang menunjukkan kebenaran nubuwah dan risalah Nabi Muhammad SAW, antara lain: 1. Basyarat (berita tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW) yang terdapat pada kitabkitab suci sebelumnya. Al-Quran yang menyebutkan tentang adanya basyarat itu di dalam beberapa ayat, antara lain: لع ََم َس َْٓي ق نحَمم ٓلَيَِّ ه َ ِ َْلْس ٓ نء ٓل َْ َّٓيي َس ِي َا َء َاْ َي َِّ ٓاا ِي َ د َاياَ لن َام ًا َ لاَْ ِْوآ ااَ َي َح ًااي ُا لد ُْ ِْ َيٓ ََملْٓ امل َاين ِ ا ِّْ َُ َّم َي فَلَ َام َٓد َا لح ٓلامْ َ َانحب ا َا يَياء ا َْلْ َس َْا َا ن َٓ ٍْ م “Dan (ingatlah) sesungguhnya sebelumku, seorang ketika aku yaitu Rasul (Muhammad)". membawa Isa adalah Taurat, yang dan tatkala yang Maryam utusan akan Maka bukti-bukti ibnu Allah memberi datang rasul nyata, berkata: kepadamu, khabar itu mereka datang Bani Israil, membenarkan gembira sesudahku, "Hai dengan kitab (datangnya) yang namanya Ahmad kepada mereka dengan berkata: "Ini adalah sihir yang nyata". (Qs. As-Shaf/61:6) ٰٓ َ ض ِۚ ِ ت َو ْاْلَ ْر ِ س ْو ُل ه ي ِ سمو َّ ِي لَهٗ ُم ْلكُ ال ُ اس ا ِِن ْي َر ُ َّقُ ْل يٰٓاَيُّ َها الن ْ ّٰللا اِلَ ْي ُك ْم َج ِم ْيعًا ۨالَّذ ٖ ْل اِلهَ ا َِّْل ُه َو ي ُْح ُۖ وي ُِمي ِ ِي يُؤْ ِم ُن بِ ه ِ ْتُ فَا ِمنُ ْوا بِ ه َاّٰلل َو َك ِلمتِ ٖه َواتَّبِعُ ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْهتَد ُْون ُ اّٰلل َو َر ْ س ْو ِل ِه النَّبِي ِ ْاْلُ ِمي ِ الَّذ َ Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimatkalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” Sebagai contoh Ahlul Kitab yang sangat mengenal Nabi Muhammad SAW sebelum kedatangan beliau adalah, Salman al Farisi, Kaisar Heraklius, Raja Najasyi, Abdullah bin Salam dan lain-lain. Kita kutip komentar Heraklius kepada Abu Sufyan: “Sebelumnya saya sudah tahu akan datang seorang nabi, tetapi saya tidak menduga kalau nabi itu datang dari bangsa kalian.” 2. Mu’jizat yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada beliau, antara lain : a. Al-Qquran al-Karim sebagai mu’jizat abadi b. Keluar air dari sela-sela jari beliau yang cukup untuk memberi minum 1400 orang lakilaki dan perempuan (Hr. Bukhari) c. Melipatgandakan makanan sehingga makanan yang sedikit cukup untuk lebih kurang 1000 orang prajurit waktu perang Khandaq (hadits muttafaqun alaihi) d. Mengembalikan mata qotadah yang tercungkil pada waktu perang Uhud, kembali sehingga kembali seperti semula (Sirah Ibnu Hisyam) e. Makanan mengucapkan tasbih di hadapan beliau yang bisa didengar oleh para sahabat (Hadits Bukhari) f. Bulan terbelah dua menjawab permintaan orang-orang Quraisy (Qs. Al-Qamar/54: 1) g. Batu dan pohon kayu memberikan salam kepada beliau yang bisa didengar dan disaksikan oleh orang banyak hadits riwayat bukhari dan tirmidzi h. Peristiwa isra dan mikraj 3. Nubuat ramalan tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang yang selalu tepat. Misalnya antara lain: a. Nubuat tentang mati syahidnya Umar Dan Utsman. Diriwayatkan oleh Anas Bin Malik RA bahwa tatkala Rasulullah SAW, Abu Bakar Umar dan Utsman mendaki bukit uhud beliau bersabda: "kokoh lah wahai uhud, di atasmu ada nabi, siddiq dan dua orang syahid (assyahii-dani)” (HR. Bukhari). b. Nubuat tentang tidak akan terjadinya fitnah antara sesame muslimin selama umar masih hidup. Rasulullah SAW bersabda: " fitnah tidak akan menimpamu selama bersamamu masih ada umar.” (HR. Tabrani). Sejarah mencatat bahwa fitnah itu terjadi pertama kali di zaman Utsman Bin Affan. c. Nubuat tentang hasan bin ali, cucu Rasulullah SAW yang akan menjadi pendamai antara dua golongan besar kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda : “sesungguhnya cucuku ini pemimpin, semoga allah menjadikan dia pendamai antara dua golongan besar kaum muslimin . " (HR. Bukhari). Sejarah mencatat tanazul (mundur)nya hasan dari jabatan khalifah dan memberikannya kepada Muawiyah Bin Abi Sufyan telah mendamaikan kelompok Ali dan Muawiyah. d. Nubuat tentang Sa’ad Bin Abi Waqqash waktu dia sakit keras di Makkah yang diduga akan meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda kepadanya: "Semoga engkau hidup (sehat) sehingga engkau bisa memberi manfaat kepada beberapa kaum dan memberi mudharat kepada yang lainnya." (HR. Syikhan). Sejarah mencatat bahwa Sa’ad sehat dan kemudian berhasil menaklukkan Irak. Melalui dia banyak orang yang masuk islam mendapat manfaat dan tentu saja orang-orang kafir yang dikalahkannya mendapat mudhorot. 4. Kesaksian milyaran umat islam sejak dahulu sampai sekarang yang telah mengucap dua kalimat syahadat. Suatu kesaksian yang sangat mutawatir sekali. 5. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW yang membawa ajaran yang begitu lengkap dan sempurna adalah seorang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis dan tidak pernah berguru kepada siapapun. Dan Rasulullah SAW tidak menyampaikan ajaran apapun sebelum berumur 40 tahun sebelum wahyu pertama turun. Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul Kaitannya Dengan Iman Kepada Nabi Muhammad SAW Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh nabi dan rasul yang telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang secara ijmal saja, sedangkan bagi yang disebutkan namanya kita wajib beriman secara tafsil. Seorang muslim wajib membenarkan masing-masing seperti yang dijelaskan oleh Allah dan rasul-Nya di dalam alquran al-karim dan sunnah rasul. Tidak sah iman seseorang yang menolak walau hanya satu orang nabi atau rasul dari seluruh nabi dan rasul-rasul yang diutus oleh Allah SWT. Dalam hal ini Allah berfirman: مّلل َيَوْْاَ ٓلَيياَ ٓ َا َ َْ ََوْ َان ِ َاياَ وَ نَْْٓيً َٓا َْيْيحْاَ َْْلل بم ا ه ْا ناا َْ َيوْلْاَ َْْلل بم ه َِّ ِ م ِ َ ْل ِو َر ِيل َر َاياَ يَاَميْٓ َٓا َْيْيحْاَ ا َان ْ ٓ لاي َ ًاني مم َ ِّْ َِ َيٓامم اَ لل َِوْي َا ََِْٓاَح َم َدوَم ٓل َِوْْا Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (An-Nisa : 150-151) Seorang muslim wajib mengimani bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup sekian nabi-nabi. tidak ada lagi nabi sesudah beliau. Nabi Muhammad SAW adalah afdhalul anbiya wal mursalin (yang paling utama dari seluruh nabi dan rasul) dan tentu saja afdhalul khalq (makhluk Allah yang paling utama) (HR. Muslim dan Tirmidzi). Sebagian musafir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengandalam firman Allah: ر َ ْك ِلت س لت ن ْ ْض لض ْتع ِْ ْم ع َ ت ُل َِكْ ِتع ْْ ْت ن لض ْتع َِ ِعاِ ِتر هت ىعىْتٰ ِفَ ََُ ِ ْٰضِ ٍِۗ ِعَٰ َ عت ن لض ْتع اِن ْْكضِف ُ ُل ل ِ ى َكع ِْ ْم ِ َ ِْ ْم ِ ْ ِ ُْْنِت ُل َ ِۤف ِتا َِ ِ ْتل ُ ْسلد لقَت ْ لل َْرت َُِِيْد َْي تال ُ ِْٰٰ َضَت ِْ ْليِ ِتع ر ِْف هت ن ُ ْْيْنِت ُ ََِْ ِ ِت ن ِْ ْمدد ْتع ْ ِ ْت َِ َ كنت ِْٰٰ َضَلتُ ِٰ ۤف ِاَْ لض لتع ِْف ِْ ْمدت ْ ِ ْت ْ ن اِم ْض لض ْتع َُُِْكَِل ْل ن َِْ ْض لض ْتع َُ ِْنِت ْْ ْت ُل َ ِۤف ِتا َْ َِ ِ ْتل ََِِ ِتل ْْ ْت ن ُ ََِِْكل ْلَتُ ِْف هت ُ َِ َ ك ْت ر هِت ࣖ يلل ْي تدل ِْف يِ َْ ِم لت Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuhbunuhan rang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 253) Seorang muslim wajib mencintai Rasulullah SAW melebihi cintanya kepada siapapun atau apa saja selain Allah. Rasulullah SAW bersabda:” tidak beriman salah seorang kamu sebelum aku (Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tua, anak-anak dan manusia lain keseluruhannya.” (Hadits Muttafaqun Alaihi). Allah SWT menjadikan ittiba'ur rasul (mengikuti Rasulullah SAW) sebagai bukti cinta kepadanya. Allah berfirman: ِ اداًْاَ َ اِّ ٓا َس ِ لا ي ْاََِّ لََِّ َْيَفوْ ه َْدي ُِّ ٌَوْ ُْ َْ ه َ ِ يدااَِّ فَماَانْ ء ه Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Al-Imron: 31). Oleh sebab itu seorang muslim wajib menjadikan Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah dalam seluruh aspek kehidupannya. Allah SWT berfirman: ِ َْ ََ ِ َْ َي ِ َْلْس فء لََِّ ََماَ لَوَح ل َاُ ٓل َْس ُ ه َ ِ يَُْْٓ ََماَ لن َاا َد َ ّٓلم َْ َْٓليَْ َِّ ه َ ي مْ لٓ ََث ه Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.( Al-Ahzab: 21)