PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI EKSTRAK KERING HERBA KEMANGI SEBAGAI ANTIMIKROBA TERHADAP BAKTERI DAN JAMUR 1) Chaerunisa Nasrumiah, 2)Oom Komala dan 3)Ike Yulia Wiendarlina 1,3) Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan 2) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan ABSTRAK Tanaman kemangi merupakan tanaman yang dikenal mempunyai manfaat diantaranya menghilangkan bau badan, masalah mulut, serta antimikroba. Tujuan penelitian ini untuk menentukan metode ekstraksi herba kemangi yang paling baik sebagai antimikroba serta untuk menentukan konsentrasi yang paling baik dari ekstrak herba kemangi sebagai antimikroba. Metode yang digunakan dalam pengujian antibakteri menggunakan metode difusi kertas cakram (40%, 45%, 50% dan 60%) Kontrol positif menggunakan amoksisilin 10 ppm dan kontrol negatif menggunakan DMSO4. Hasil penelitian didapatkan konsentrasi terbesar pada 60% dengan metode sokletasi merupakan konsentrasi yang paling efektif yang dapat membunuh bakteri S.mutans secara statistik sama dengan amoksisilin 10 ppm, sedangkan esktrak herba kemangi baik metode sokletasi maupun maserasi tidak dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Kata Kunci : Ekstrak Kering Herba Kemangi, Sokletasi dan Maserasi, Streptocococcus mutans, Candida Albicans. ABSTRACT Hoary Basil (Kemangi) is well known had more function to treat the illness, such as body odor, oral infection, and being anty-mycrobial agent . The purpose of this researched were to determined the best extraxtion method and the best cocentration of hoary basil as anty-mycrobial. The method of anty-mycrobial tested were used disc diffusion method using a several concentration started from 40%, 45%, 50%, 55%, 60% of dried hoary basil herb extract. Amoxycillin 10 ppm for the positive control, negative control is DMSO4. The result showed that the concentration of 60% with soxhlet extraction method was the most effectively. As antibacteria chould killed the S.mutans bacteria as much as amoxycillin 10 ppm. On the other hands, hoary basil herb extract used soxhlet extraction or maceration both of them couldn’t prevent the growth of C.albicans Keyword : Dried Hoary Basil Herb (Kemangi), Soxhlet and maceration method, Streptocococcus mutans, Candida Albicans. PENDAHULUAN Penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme masih sering melanda masyarakat Indonesia, mikroba tersebut masuk ke dalam tubuh melalui tangan dan mulut (Reshental, 2005; Schaffner, 2007; Cindy, 2005). Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme salahsatunya adalah infeksi pada mulut seperti sariawan dan plak gigi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia penyebab karies gigi, bakteri ini mampu menghasilkan asam, asidodurik, dextran (polisakarida) dan dapat hidup dalam suasana asam, oleh karena itu bakteri ini mampu melarutkan email gigi (Soerodjo, 1992). Candida albicans biasanya hidup saprofit dalam rongga mulut, usus dan vagina, akan tetapi dalam keadaan tertentu jamur ini dapat berubah menjadi patogen, akibatnya dapat menimbulkan infeksi pada mulut seperti sariawan, penyakit sistemik progresif dan dapat menimbulkan infeksi pula pada mata, vagina dan organ tubuh lainnya (Jawetz et al, 1995). Tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) adalah salahsatu tanaman obat tradisional yang mempunyai khasiat diantaranya menghilangkan bau badan serta bau mulut, melebarkan pembuluh kapiler, mengatasi ejakulasi prematur, merangsang aktivitas saraf pusat, menguatkan hepar, merangsang ASI, melebarkan pembuluh darah, mencegah pengeroposan tulang, serta merangsang terbentuknya hormon androgen dan estrogen (Herbie, 2015). Menurut penelitian yang telah ada, Kandungan kimia tanaman kemangi mengandung senyawa minyak atsiri, karbohidrat, fitosterol, flavonoid, alkaloid, fenolik, tanin, saponin, terpenoid, antrakuinon, lignin, pati yang bersifat insektisida, larvasida, fungisida, antipiretik serta antibakteri (Nurcahyanti dkk, 2007). Kemangi memiliki kandungan minyak atsiri berupa sitral yang berpotensi sebagai antibakteri dan memiliki daya hambat sebesar 23, 7 mm (Rubiyanto 2012). Herba kemangi juga mengandung flavonoid yang bersifat antibakteri. Flavonoid dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat metabolisme energi sel bakteri dan jamur (Cushnie and Lamb, 2005). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa bahan antibakteri daun kemangi lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif termasuk diantaranya adalah Streptococcus mutans (Joshi et al., 2009). Hasil penelitian Atikah (2012) menyebutkan bahwa tanaman kemangi mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada konsentrasi 1000 µg/ml pada bakteri Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans. Penelitian yang dilakukan oleh Novita (2007) menyatakan bahwa ekstraksi kemangi yang dilakukan dengan metode ekstraksi penyulingan menghasilkan ekstrak minyak atsiri yang terbanyak. Metode ekstraksi dalam penelitian ini dibagi ke dalam 2 cara yaitu cara panas dan cara dingin, keduanya memiliki prinsip kerja yang berbeda. Soxhlet merupakan metode ektraksi cara panas dengan keunggulan yaitu dengan menggunakan pelarut yang selalu baru serta jumlah pelarut yang konstan dengan adanya pendinginan balik, sedangkan maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin yang dilakukan pada suhu kamar,sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalisasi (Hanani, 2016). Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektifitas herba kemangi dengan dua cara tersebut untuk mengetahui yang lebih berpotensi sebagai antimikroba. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2016 di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba kemangi (Ocimum americanum L.), aquadest, Streptococcus mutans, Candida albicans Nutrient agar, etanol 70%, Potato dextrose agar, Ketokonazol, Amoksisilin, Asam asetat anhidrat, Asam sulfat, Kloroform, Asam klorida, Serbuk magnesium. Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Cawan petri, Tabung reaksi, mikroskop, kaca objek, spiritus, Neraca digital, batang pengaduk, labu ukur, pipet tetes, ose, api bunsen, gelas ukur, labu ukur, beaker glass, batang pengaduk, corong, kertas whatman, pipet tetes, botol semprot, oven, autoklaf, alat soxhlet, inkubator. Ekstraksi Metode Sokletasi Sebanyak 300 gram serbuk herba kemangi dimasukan ke dalam ke dalam alat soxhlet, kemudian ditambahkan sebanyak 3 L pelarut etanol 70% (1:10) ke dalam labu soxhlet, lalu dilakukan proses sokletasi pada temperatur 78℃ sehingga tidak terjaddi perubahan warna lagi pada filtrat yang dihasilkan. Filtrat dievaporasi dengan menggunakan Rotary Evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstraksi Metode Maserasi Serbuk simplisia herba kemangi sebanyak 300 g dalam 3 L pelarut etanol 70% (1:10), kemudian dikocok selama 10 menit setiap 6 jam sekali dalam waktu 24 jam dan disaring , antara filtrat dan ampas dipisahkan, kemudian ampas dimaserasi kembali menggunakan etanol 70%, dan filtrat ditampung dalam wadah lain dan dienaptuangkan. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari, kemudian semua hasil filtrat di gabungkan dan dievaporasi menggunakan Rotary Evaporator pada suhu 30-400C sehingga diperoleh ekstrak kental. Pengujian Fitokimia Alkaloid Uji Hager Sebanayak 1 ml Ekstrak herba kemangi ditambahkan dengan beberapa ml reagen Hager (adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan kuning). Uji Dragendorff 1 tetes ekstrak herba kemangi pada sepotong plat TLC yang sudah dilapis, lalu semprot dengan reagen dragendorff ( adanya alkaloid ditandai dengan adanya titik noda berwarna orange ). Uji Wagner Sebanyak 200 mg ekstrak herba kemangi ditambahkan beberapa ml asam khlorid encer 1% , lalu tambahkan 6 tetes reagen wagner (adanya alkaloid ditandai dengan adanya endapan kemerahan ). berwarna coklat Flavonoid Uji Shinoda Sebanya 5 ml ekstrak etanol herba kemangi ditambahkan ke dalam 1 ml asam sulfat pekat dan ditambahkan pula 0,5 gram magnesium (adanya flavonoid ditandai dengan perubahan warna menjadi pink-merah). Uji Timbal Asetat Larutan timbal asetat 1 ml ditambahkan ke dalam 5 ml larutan ekstrak herba kemangi. (adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya flo – flok endapan berwarna putih). Uji Seng Hidrokhlorid Serbuk seng dan larutan asam khlorid pekat ditambahkan ke dalam larutan ekstrak herba kemangi (adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya perubahan warna menjadi merah). Saponin Sebanyak 1 ml ekstrak herba kemangi dan 1 ml etanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 20 ml aquadest kedalam tabung reaksi tersebut. Kocok selama 15 menit (adanya saponin ditandai terbentuknya busa). Tanin Uji FeCl3 1 ml ekstrak etanol herba kemangi ditambahkan 2 ml aquadest, dimasukkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1% (adanya tanin ditandai dengan perubahan warna menjadi biru-hijau). Uji Gelatin Ekstrak herba kemangi ditambahkan gelatin 1% yang mengandung natrium klorid ( adanya tanin ditandai dengan terbentuknya endapan putih). Terpenoid Sebanyak 5 ml ekstrak herba kemangi ditambahkan 2 ml kloroform, 3 ml asam sulfat pekat setetes demi setetes hingga terbentuk lapisan (adanya terpenoid menunujukkan perubahan warna coklat kemerahan pada batas antar lapisan). Pengujian antimikroba Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Sebanyak 20 ml media Nutrient agar (28 g/L) dimasukan 1 ml ekstrak dengan konsentrasi yang diuji, kemudian 20 ml media Potato Dextrose Agar (PDA) (23 g/L) dimasukan 1 ml ekstrak dengan konsentrasi sesuai yang di uji, diamkan hingga memadat, kemudian tambahkan 0,2 ml bakteri S. mutans dengan konsnetrasi 106 dan 0, 2 ml jamur C. albicans konsentrasi 104, digores menggunakan ose, di inkubasi dalam oven pada suhu 370C untuk bakteri dan suhu 290C untuk C. albicans, setelah diinkubasi dilihat dan diamati adanya pertumbuhan bakteri. Konsentrasi terendah dari ekstrak herba kemangi yang tidak menyebabkan pertumbuhan bakteri maupun jamur pada cawan petri merupakan konsentrasi hambat minimum (KHM) (Hadioetomo, 1985). Uji Difusi Cakram Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode difusi Kirby Bauer. Sebanyak 0,2 ml bakteri, masing – masing konsentrasi dituangkan ke dalam media NA hangat, lalu dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat, kemudian di letakkan kertas cakram yang telah berisi ekstrak dengan konsentrasi 40%, 45%, 50%, 55% dan 60%, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, zona bening di sekitar cakram kemudian diamati dan diukur menggunakan jangka sorong. Parameter Penelitian 1. Menentukan Diameter Daerah Hambat (DDH) dari ekstrak herba kemangi sebagai Antimikroba. 2. Menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak herba kemangi sebagai antimikroba. 3. Menentukan kandungan senyawa yang terkandung dalam ekstrak herba kemangi. Analisis Data Metode yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan percobaan analisis uji menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk menentukan perbedaan lebar daya hambat melalui 7 perlakuan (40%, 45%, 50%, 55%, 60%, amoksisilin 10 ppm dan DMSO4, dilakukan 3x ulangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak cair herba kemangi hasil sokletasi dengan pelarut etanol 70% di evaporasi dengan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan 69,12 g 67,22 g serta mempunyai tekstur yang keras dan berwarna hitam pekat. Sedangkan ekstrak cair herba kemangi hasil maserasi dengan pelarut etanol 70% di dapatkan ekstrak kering sebanyak 67,22 g dan mempunyai tekstur yang keras dan berwarna hitam, ekstrak yang didapat dari proses sokletasi mempunyai rendemen lebih besar dibandingkan dengan ekstrak cara maserasi yaitu sebanyak 69,12%, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah pelarut, proses pengerjaan dan lama waktu ekstraksi. Hasil Uji Fitokimia Berdasarkan hasil uji fitokmia, ekstrak herba kemangi hasil sokletasi dan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% positif mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, triterpenoid, dan saponin, sehingga ekstrak herba kemangi memiliki potensi digunakan sebagai antimikroba. Tabel 1. Hasil Perbandingan Uji Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi Uji Sokletasi Maserasi Alkaloid + + Flavonoid + + Tanin + + Triterpenoid + + Saponin + + Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum Hasil uji KHM ekstrak kering herba kemangi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans yang dilakukan dengan 2 metode ekstraksi yaitu sokletasi dan maserasi. Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terkecil suatu ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur yang ditandai dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh. Berdasarkan hasil uji KHM ekstrak kering herba kemangi hasil sokletasi dan maserasi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans tampak bahwa bakteri Streptococcus mutans masih tumbuh pada konsentrasi 3%, 6% , 12%, 25% hal ini menunjukkan ekstrak kering herba kemangi pada konsentrasi 3 %, 6 %, 12 % dan 25% tidak dapat memberikan daya hambat pada bakteri streptococcus mutans. Ekstrak kering herba kemangi hasil sokletasi dan maserasi pada konsentrasi 50 % menunjukkan adanya daya hambat yang ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri streptococcus mutans pada media agar. Konsentrasi 50% masing-masing ekstrak hasil sokletasi dan maserasi tersebut memiliki sifat bakteriosida, sehingga dapat dilihat Konsentrasi hambat Minimum (KHM) berada pada konsentrasi 50%. Ekstrak kering herba kemangi cara sokletasi dan maserasi menunjukan keduanya sama-sama kurang efektif terhadap jamur Candida albicans, setelah dilakukan uji KHM kedua ekstrak tersebut tidak dapat menghambat pertumbuhan jamur pada C.albicans. Beberapa faktor yang Konsentrasi 40%, 45%, 50% mengakibatkan jamur Candida albicans resisten terhadap ekstrak tersebut kemungkinan berasal dari pH lingkungan, komposisi media, aktivitas metabolisme fungi, ukuran inokulum, suhu dan waktu inkubasi, serta senyawa yang rusak yang pada saat proses ekstraksi juga dapat mempengaruhi kereaktifan ekstrak tersebut sebagai antifungi (Jawetz et al, 1992). Hasil Pengujian DDH Aktivitas Antibakteri Berdasarkan pengukuran Diameter Daya Hambat, maka aktivitas ekstrak kering herba kemangi hasil penelitian termasuk ke dalam kategori kuat karena mempunyai diameter zona bening berkisar antara 10 mm hingga 14 mm. Konsentrasi 55%, 60% Kontrol (+) dan Kontrol (-) Gambar 1. Hasil Uji Diameter Daerah Hambat (DDH) Ekstrak Herba Kemangi Sokletasi Pada Media Nutrient agar Terhadap S. mutans. Konsentrasi 40%, 45%, 50% Konsentrasi 55%, 60% Metode Kontrol (+) dan Kontrol (-) Gambar 2. Hasil Uji Diameter Daerah Hambat (DDH) Ekstrak Herba Kemangi Metode Maserasi Pada Media Nutrient agar Terhadap S. mutans. Hasil uji Duncan, nilai daya hambat dapat dinyatakan bahwa konsentrasi ekstrak kering herba kemangi dengan metode maserasi pada kontrol negatif berbeda sangat nyata sebagai antibakteri. Pemberian perlakuan dengan konsentrasi 40%, 45%, 50%, dan 55% tidak berbeda nyata, namun sangat berbeda nyata dengan kontrol positif dan konsentrasi 60%. Konsentrasi 60% berbeda nyata dengan kontrol positif, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 60% merupakan konsentrasi yang paling efektif hal ini disebabkan karena Semakin besar konsentrasi yang digunakan, maka daya antibakterinya akan semakin besar pula, dikarenakan senyawa aktifnya semakin bertambah dan semakin mudah penetrasinya di dalam sel (Sabir, 2005) sementara pada konsentrasi 40% lebih efisien sebagai antibakteri. Hasil uji Duncan, nilai daya hambat dapat dinyatakan bahwa konsentrasi ekstrak kering herba kemangi dengan metode sokletasi pada pemberian perlakuan dengan kontrol negatif berbeda sangat nyata sebagai antibakteri. Pemberian perlakuan dengan konsentrasi 40%, 45%, 50%, dan 55% tidak berbeda nyata. Konsentrasi 60% tidak berbeda nyata dengan kontrol positif, sehingga dapat dinyatakan konsentrasi 60% merupakan konsentrasi yang paling efektif dan konsentrasi 40% lebih efisien. Senyawa fenol yang terdapat dalam ekstrak kering herba kemangi berdasarkan uji fitokimia adalah flavonoid dan tanin. Menurut Bankova (2005) golongan senyawa fenol yang terkandung dalam herba kemangi menunjukkan aktivitas antibakteri. Tanin merupakan salah satu antimikroba yang berasal dari tumbuhan dan bekerja dengan cara membentuk ikatan yang stabil dengan protein sehingga terjadi koagulasi protoplasma bakteri (Robinson, 1991).Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada konsentrasi terendah bentuk komplek protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan koagulasi dan sel membran mengalami lisis. Selain itu turunan fenol juga dapat merubah permeabilitas membran sel, sehingga dapat menimbulkan kebocoran konstituen sel yang esensial, sehingga sel bakteri mengalami kematian (Siswanodo dan Soekardjo, 1995). Sifat antibakteri flavonoid secara umum disebabkan senyawa ini mempunyai kemampuan mengikat protein ekstraseluler dan protein integral yang bergabung di dinding sel bakteri (Murphy, 1999). Akibat mekanisme tersebut, permeabilitas dinding sel terganggu sehingga dinding sel pecah karena tidak mampu menahan tekanan sitoplasma. KESIMPULAN Kesimpulan 1. Metode ekstraksi herba kemangi yang paling baik terhadap diameter daerah hambat pada bakteri Streptococcus mutans yaitu dengan menggunakan metode sokletasi, sedangkan ekstrak kering herba kemangi baik metode sokletasi maupun maserasi tidak dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans 2. Konsentrasi 60% merupakan konsentrasi yang paling efektif yang dapat membunuh bakteri secara statistik sama dengan amoksisilin 10 ppm dan KHM 40% merupakan konsentrasi minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.mutans untuk kedua metode yaitu maserasi dan sokletasi. Saran Perlu dibuat sediaan obat kumur dari ekstrak herba kemangi sebagai pencegah masalah mulut baik melalui metode sokletasi maupun maserasi. DAFTAR PUSTAKA Atikah, Nur. 2013. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba kemangi ( Ocimum amricanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida Albicans. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Bankova, V. 2005. Recent trends and important developments in propolis research. eCAM 2 Page: 29-32. Cindy, W. 2005. The Impact Of the Halth Campaign On hand Hygiene and Upper Respiratory Illness Among College Student Living In Residence Halls. Journal Of American College Health, 53(4). Hal. 175-181. Cushnie, T. P. T, and A. J. Lamb. 2005. Review: Antimicrobial Activity of Flavonoid. Int. J. Antimicrobial Agent, 26. Hal. 343-356. Hanani, E. 2016. Ananlisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Obat Untuk Penyembuhan Penyakit Dan Kebugaran Tubuh. Penerbit Octopus Publishing House. Yogyakarta. Hal 160 – 161. Jawetz, E, et al. 1995. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16. Alih Bahasa Oleh Dr. H. Tonang. Jakarta : EGC. Joshi, B., S. Lekhak, and A. Sharma. 2009. Antibacterial Property of Different Medical Plants: Ocimum Sanctum Lin, Cinamommum zylanicum, Xanthoxilum armatum, and Origanum majurana. Kathmandu University J. Sci, Eng, and Tech. 5(1). Hal. 143150. Murphy MC. 1999. Plant Products As Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology Review. Resdiana, R. 2006. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol – Air Daun Kemuning (Muraya Paniculata Jack) Terhadap Bakteri Salmonella typhi. Skripsi Jurusan Farmasi Universitas Pakuan Bogor. Robinson, Y. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi edisi 4 diterjemahkan oleh Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Rubiyanto, D., 2009, Isolasi dan Analisis Komponen Utama Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum Citriodorum) Serta Pengujian Bioaktivitasnya Terhadap Belalang, Jurnal LOGIKA, ISSN 1410-2315, Vol. 6, No. 2, Yogyakarta Sabir A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona spp Terhadap Bakteri Streptococcus mutans (In Vitro). Universitas Hasanuddin. Makasar. Schaffner, Donald W. 2007. Management Of Risk of Microbial CrossContamination From Uncooked Frozen Hamburgers By Alcohol- Based Hand Sanitizer. Journal Of Food Protection, 1: 109-113. Sanitizer Siswandono, S.1995. prinsip prinsip rancangan obat. universitas Airlangga. Surabaya. Hal. 249251. Soerodjo, T . S 1992. Membandingkan Daya Bakterisidal Beberapa Pasta Gigi Siswandono, S. 1995. Prinsip Prinsip Rancangan Obat. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal Stretococcus mutans 3. Jurnal Mikrobiologi Indonesia . Jakarta. Hal 16 – 19.