ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI PROTEIN PERMUKAAN VP19 WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon FABRICIUS, 1798) Andi Aliah Hidayani1, Asmi Citra Malina1, Andi Parenrengi 2 dan Ni Putu Linda Wikansari1 1. Jurusan Perikanan, FIKP Universitas Hasanuddin, Kampus Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar, 90245 Email corresponding: [email protected] 2. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros ABSTRACT WSSV is one of the common causes of shrimp diseases and the most dangerous shrimp pathogen and give a very bad impact to the shrimp industry in many countries, including Indonesia. Various efforts have done to prevent the disease, like immunostimulatory, probiotics, and vaccine. One of the requirements of making a vaccine is to characterization protein – encoding genes. WSSV virions on the surface is made of a nucleocapsid containing double-stranded DNA genome. Viral protein 19 (VP19) is one of the major structural protein located on the surface (wrapping virion) is important because of its involvement in the systemic infection of shrimp. This study aimed to isolation and characterization of envelope protein VP19 – encoding gene of WSSV using WSSV infected Black Tiger Shrimp sample from Takalar. VP 19 was isolated using PCR method with VP 19-F and VP19-R primers. Furthermore, sample was sequenced and analysis of sequences was conducted using GENETYX version 7 software and BLAST-N (basic local alignment search tool-nucleotide) program to determine the similarity sequences generated with existing sequences in the Gene Bank. The results of sequence analysis showed that the length of DNA fragment obtained is 386 bp with homology between samples obtained is about 97% until 100% and have proximity to China under accession code AY245790.1. Key Words : Black Tiger Shrimp, WSSV, and Viral Protein 19 ABSTRAK WSSV merupakan salah satu penyebab penyakit udang yang umum dan merupakan pathogen yang paling serius menyerang udang windu dan telah menghancurkan industri udang windu di berbagai negara, termasuk Indonesia. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan untuk pencegahan penyakit tersebut, seperti immunostimulan, probiotik, dan pemberian vaksin. Salah satu syarat pembuatan vaksin adalah mengkarakterisasi gen-gen penyandi protein. Virion pada WSSV ini terbuat dari permukaan nukleokapsid yang mengandung DNA genom double-stranded. Viral protein-19 (VP19) merupakan salah satu protein struktural mayor yang berlokasi dipermukaan (pembungkus virion) yang penting karena keterlibatannya dalam infeksi sistemik pada udang. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengkarakterisasi gen penyandi protein permukaan VP19 WSSV menggunakan udang windu yang terjangkit WSSV asal Takalar. VP 19 diisolasi dengan menggunakan metode DTAB-CTAB dengan primer VP19-F dan VP19-R. Sampel kemudian disekuensing dan analisis sekuen dilakukan dengan menggunakan software GENETYX versi 7 dan program BLAST-N (basic local alignmen search tool-nucleotide) untuk mengetahui kemiripan (similaritas) sekuen yang dihasilkan dengan sekuen yang telah ada di dalam Bank Gen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang fragmen DNA yang diperoleh adalah 386 bp dengan homologi antar sampel yang diperoleh berkisar 97% hingga 100% dan memiliki kedekatan dengan negara China dengan kode aksesi AY245790.1. Kata Kunci : Udang windu, WSSV, dan Protein Viral 19 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Usaha budidaya telah menjadi andalan produksi bidang perikanan Indonesia dan telah berkembang cukup lama. Budidaya di Indonesia yang paling digemari oleh pembudidaya hingga saat ini adalah budidaya udang windu (Penaeus monodon). Budidaya udang windu sudah sejak lama dilakukan dan pernah berhasil meraih puncak kejayaan pada tahun 1989. Keberhasilan suatu budidaya merupakan derajat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata individu yang tinggi sehingga diperoleh produksi yang maksimal. Keberhasilan budidaya udang ditentukan oleh kemampuan toleransi udang terhadap perubahan atau fluktuasi lingkungan, ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, serta kesesuaian pakan yang diberikan (Amiruddin, 2012). Organisme patogen seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur adalah organisme yang umumnya menimbulkan kerugian yang cukup besar. Hal ini merupakan masalah utama pada budidaya udang windu yang dapat menyebabkan kematian sehingga kelangsungan hidup udang menjadi rendah. Salah satu virus yang sering mnyerang udang windu utamanya pada stadia larva adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV) (Wahjuningrum, 2006). WSSV adalah virus yang menginfeksi sebagian besar spesies udang dan krustasea lainnya. Hingga saat ini penyakit WSSV merupakan salah satu penyebab utama di tambak-tambak di Indonesia. Kasus serangan WSSV pertama kali muncul di Asia Timur tahun 1992-1993 dan cepat menyebar dengan menginfeksi benih dan stok induk, melintasi benua Asia hingga Asia Tenggara dan India yang menjadi penyebab pandemik utama, dan kemudian menyebabkan kerugian yang signifikan pada beberapa daerah (Lightner, 2003 dalam Hidayani, et.al 2011). Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan untuk pencegahan penyakit tersebut, misalnya penggunaan imunostimulan, probiotik, dan pemberian vaksin. Salah satu syarat pembuatan vaksin adalah mengkarakterisasi gen-gen penyandi protein (Hidayani, et.al 2011). Virion pada WSSV ini terbuat dari permukaan nukleokapsid yang mengandung DNA genom double-stranded 292.967 bp (Van Hulten et al., 2001a). Penggunaan vaksin spesifik WSSV merupakan strategi lain untuk mendapatkan udang penaid sebagai induk maupun bibit udang yang tahan terhadap serangan WSSV. Viral protein-19 (VP19) merupakan protein pembungkus WSSV yang penting karena keterlibatannya dalam infeksi sistemik pada udang (Zhang et al., 2004). Hasil penelitian terbaru dilaporkan oleh Witteveldt et al., (2004) dimana mereka telah berhasil membuat vaksin rekombinan viral protein-19 (VP19) yang mampu meningkatkan persentase kelangsungan hidup relatif udang Penaeus monodon sebesar 77%. Secara geografis, VP19 WSSV memiliki variasi genetik baik dari China, Thailand, dan USA. Asam amino pada VP19 isolat Korea memiliki perbedaan dengan yang ada di Bank Gen. Di Indonesia, karakterisasi gen penyandi VP19 masih sangat kurang. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kami mengisolasi dan mengkarakterisasi VP19 dari udang yang positif terinfeksi WSSV. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi gen penyandi protein permukaan VP19 WSSV pada udang windu yang terjangkit WSSV asal Takalar yang sangat diperlukan untuk menghasilkan vaksin dalam rangka pencegahan penyakit WSSV pada udang windu. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang windu (P.monodon). Jumlah sampel yang digunakan empat sampel. Bagian yang diambil adalah kaki renang, kaki jalan dan ekor. Sampel ini diperoleh dari Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian Perikanan Budidaya Air Payau di Takalar. Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP). 2.2 Ekstraksi DNA Udang Windu yang Terinfeksi WSSV Ekstraksi genom DNA udang windu diisolasi mengacu pada metode DTAB – CTAB adalah sebagai berikut : - Sampel udang windu yang digunakan adalah campuran bagian kaki renang, kaki jalan dan ekor. Kaki renang, kaki jalan dan ekor ditimbang sekitar 20 mg ke dalam tube berukuran 2 µl berisi 0,6 µl solution. - Sampel yang berada didalam tube kemudian ditumbuk. - Selanjutnya sampel diinkubasi pada water bath bersuhu 75˚c selama 5 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. - Sampel divortex sebentar kemudian tambahkan 0,7 µl kloroform, vortex lagi sekitar 20 detik dan disentrifuge pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. - Selanjutnya bagian atas dipindahkan ke tube baru ukuran 2 µl, setelah itu ditambahkan 100 µl larutan CTAB solution dan 900 µl ddH2O, vortex sebentar, kemudian inkubasi dalam water bath bersuhu 75˚C selama 5 menit. - Sampel didinginkan pada suhu ruang dan disentrifuge pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. - Supernatant kemudian dipindahkan dengan hati-hati, campurkan pellet dengan 150 µl larutan Dissolve solution, inkubasi pada suhu 75˚C selama 5 menit kemudian dinginkan pada suhu ruang. - Sampel kemudian disentrifuge pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Lalu lapisan bening dipindahkan ke tube baru berukuran 0,5 µl dengan 300 µl ethanol 95% - Vortex sebentar, kemudian disentrifuge pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit, kemudian pellet dicuci dengan menambahkan 200 µl ethanol 70%, homogenkan, keringkan pellet selama kurang lebih 2 – 3 jam atau sampai dikira betul-betul kering dan terakhir tambahkan TE buffer sebanyak 100 µl. - Simpan sampel di dalam lemari pendingin bersuhu -20˚C. 2.3 Proses PCR Setelah proses ekstraksi, maka dilakukan proses PCR. Proses PCR dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu PCR pertama dan PCR lanjutan. Adapun langkah-langkahnya yaitu : 1) PCR Pertama (First PCR) Denaturasi : 94˚C 30 detik; 62˚C 30 detik; 72˚C 30 detik, selama 5 siklus, kemudian annealing : 94˚C 15 detik; 62˚C 15 detik; 72˚C 20 detik selama 15 siklus, selanjutnya extension: 72˚C 30 detik; 20˚C 30 detik; dan extansion akhir pada suhu 4˚C. 2) PCR Lanjutan (Nested PCR) 94˚C 20 detik; 62˚C 30 detik; 72˚C 30 detik selama 25 siklus, tambahkan 72˚C 30 detik; 20˚C 30 detik diakhir siklus. 2.4 Elektroforesis Setelah proses PCR dilakukan proses elektroforesis agarosa 2% dengan komposisi sampel sebanyak 7 µl dan loading dye sebanyak 3 µl. elektroforesis ini menggunakan marker 100bp sebanyak 1 µl dan kontrol positif dan kontrol negatif. Hasil elektroforesis diamati dibawah UV transilluminator. 2.5 Amplifikasi PCR Isolasi VP19 virus WSSV dilakukan dengan menggunakan teknik PCR. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : - Sampel yang telah diPCR dan bahan-bahan lain disiapkan. - Kemudian beads,1 µl primer VP19-F, 1 µl primer VP19-R, 1,5 genom (template) udang windu dan 21,5 µl aquamilliQ dicampur kedalam tube. - Sampel disentrifuge cepat selama kurang lebih 10 – 15 detik. - Lalu sampel dimasukkan ke dalam mesin PCR. Adapun profil untuk PCR tersebut adalah pre-denaturasi 94˚C 5 menit sebanyak 1 siklus; denaturasi: 94˚C 30 detik; annealing 53˚C 30 detik; extansion 72˚C 30 detik sebanyak 35 siklus; final extansion 72˚C 7 menit kemudian tambahkan 4˚C diakhir siklus. 2.6 Elektroforesis Agarosa - Penyiapan gel agarosa 2%. Agarosa ini terdiri dari agarosa sebanyak 0,6 gr dan TBE sebanyak 30 mL. Agarosa kemudian dipanaskan menggunakan microwave selama 2 sampai 3 menit sampai agarosa menyatu sepenuhnya dengan TBE. Setelah itu ditambahkan gel red sebanyak 1 µl dan dituangkan ke dalam cetakan. - Setelah agar mengeras dan mulai buram kemudian dilakukan elektroforesis, dengan komposisi sampel sebanyak 3 µl dan loading dye 1 µl. Elektroforesis ini menggunakan marker 100bp plus sebanyak 1 µl. Elektroforesis ini dilakukan selama 1 jam atau lebih. - Hasil elektroforesis diamati dibawah UV transilluminator. 2.7 Penderetan Sekuen Nukleotida Setelah proses amplifikasi PCR dilakukan, selanjutnya sampel dikirim ke laboratorium First Base Singapura untuk dilakukan penderetan sekuen nukleotida. Metode sekuen yang digunakan adalah metode sanger. 2.8 Analisis Data Sekuen hasil penderetan dianalisis dengan menggunakan program Genetyx Version 7 untuk mendapatkan konsensus sekuen dari sekuen forward dan reverse. Untuk mengetahui kemiripan (similaritas) sekuen yang dihasilkan, sekuen VP19 disejajarkan (alignment) dengan sekuen yang telah ada di dalam Bank Gen dengan menggunakan program BLAST-N (basic local alignmen search tool-nucleotide). Hasil analisa ditujukan dengan pohon filogenetika. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Ekstraksi Udang Windu yang Terinfeksi WSSV Proses ekstraksi udang windu yang terinfeksi WSSV dilakukan dengan metode DTAB – CTAB. Ukuran udang windu yang digunakan adalah udang windu kecil, udang windu besar dan . Bagian yang digunakan dari udang adalah campuran kaki renang, kaki jalan, dan ekor. Setelah proses ekstraksi dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses PCR. Setelah diPCR kemudian sampel dielektroforesis, proses elektroforesis ini bertujuan untuk melihat apakah udang diektraksi adalah udang yang positif atau negatif terinfeksi WSSV. Adapun hasil elektroforesis udang windu dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Hasil elektroforesis udang windu yang terinfeksi WSSV setelah proses ekstraksi dengan menggunakan metode DTAB – CTAB. Keterangan : KN = Kontrol Negatif dan KP = Kontrol Positif. Dari gambar yang mewakili sampel di atas dapat dilihat bahwa sampel 1 dan sampel 2 positif terinfeksi virus WSSV. Hal ini ditandai dengan band pada sampel sesuai dengan kontrol positif. Diagnosis penyakit yang paling mudah adalah apabila telah terjadi infeksi akut, terlihat dengan timbulnya bercak putih pada bagian cephalothorax. Pada infeksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan teknik Polimerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer spesifik untuk WSSV (Mukhlis, 2010). 3.2 Amplifikasi PCR dan Analisis Elektroforesis Agarosa Protein virus dari udang windu diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dengan panjang nukleotida 386 bp. Primer yang digunakan untuk F – VP19 5’-CGCGGATCCGATGGCCACCACGACTAACAC-3’ dan R – VP19 5’-CCGGAATTCTTACTGCCTCCTCTTGGGG-3’. DNA genom berhasil diisolasi dengan kemurnian yang cukup tinggi, yang dapat terlihat dari pita yang jelas dan bersih. Pita sampel PCR DNA yang bersih tanpa latar belakang mengindikasikan tingkat kemurnian DNA yang baik (DNA tidak terdegredasi serta terkontaminasi). Hasil elektroforesis dari amplifikasi PCR dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Elektroforesis hasil sekuen PCR DNA, M adalah marker 100bp plus, 1, 2, 3 dan 4 adalah sampel. Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran fragmen marker DNA. Tanda kepala panah ( ) di sebelah kanan gambar menunjukkan DNA target dari hasil PCR. 3.3 Penderetan Urutan Nukleotida VP 19 Untuk memastikan apakah fragmen DNA tersebut adalah target VP19 yang diingankan, maka fragmen DNA dipurifikasi dari gel agarosa kemudian dilakukan pembacaan nukleotidanya atau dikenal dengan istilah sekuensing. Hasil sekuensing sampel 1 hingga sampel 4 tercantum masing-masing pada gambar 3, 4, 5, dan 6. TCG CTC CCG TTG GTC GTA GGA ACA ACA AAT TTC TTT CCA CGG TTC CTG AAG TCT TCC TGG CTG CTG ATA TGG CCG AGA ATC CTT GCC GCT TTT TCG GAC ATA CCA AGA CTG CCG GGA CGA TCG CTT CCA TGA TCC CAA AGG ACG ACA GGT CCA GGC TGG GCA CTT TGT TCG TGG AGA ACA ATA GGA CCG CCG AGT CCA GGA ACA CTA TTG CCG AGG CCG ACG CCA CTC TTT AAG CCA CCG CCA TGG CTA TCA ACA GTG ATG GGG TTC TTA AAT CGA GAG TGG CTC TCT TGA GCG ATG ATG ATA TGT TGT TCC CTA CCC AAG GCA CAA ATG ATT ATG AGG TGA TCC CTT GG ACA AGG ATC TGG TTG TAT CTG ACG ACA TGC TCG ACC 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 386 Gambar 3. Hasil sekuen viral-protein 19 WSSV udang Windu (Penaeus monodon) sampel 1. TCG CTT CCG TTG GTC GTA GGA ACA ACA AAT TTC TTT CCA CGG TTT CTG AAG TCT TCC TGG CTG CTG ATA TGG CCG AGA ATC CTT GCC GCT TTT TCG GAC ATA CCA AGA CTG CCG GGA CGA TCG CTT CCA TGA TCC CAA AGG ACG ACA GGT CCA GGC TGG GCA CTT TGT TCG TGG AGA ACA ATA GGA CCG CCG AGT CCA GGA ACA CTA TTG CCG AGG CCG ACG CCA CTC TTT AAG CCA CCG CCA TGG CTA TCA ACA GTG ATG GGG TTC TTA AAT CGA GAG TGG CTC TCT TGA GCG ATG ATG ATA TGT TGT TCC CTA CCC AAG GCA CAA ATG ATT ATG AGG TGA TCC CTT GG ACA AGG ATC TGG TTG TAT CTG ACG ACA TGC TCG ACC 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 386 Gambar 4. Hasil sekuen viral-protein 19 WSSV udang Windu (Penaeus monodon) sampel 2. TCG TNN CCG TTG GTC GTA GGA ACA ACA AAT TTC TTT CCA CGG TTT CTG AAG TCT TCC TGG CTG CTG ATA TGG CCG AGA ATC CTT GCC GCT TTT TCG GAC ATA CCA AGA CTG CCG GGA CCG TTG CTT CCA TGA TCC CAA AGG ACG ACA GGT CCA GGC TGG GCC CTT TGT TCG TGG AGA ACA ATA GGA CCG CCG AGT CCA GGA ACA CTA TTG CCG AGG CCG ACG CCA CTC TTT AAG CCA CCG CCA TGG CTA TCA ACA GTG ATG GGG TTC TTA AAT CGA GAG TGG CTC TCT TGA GCG ATG ATG ATA TGT TGT TCC CTA CCC AAG GCA CAA ATG ATT ATG AGG TGA TCC CTT GG ACA AGG ATC TGG TTG TAT CTG ACG ACA TGC TCG ACC Gambar 5. Hasil sekuen viral-protein 19 WSSV udang Windu monodon) sampel 3. TCG CTC CCG TTG GTC GTA GGA ACA ACA AAT TTC CGG TTC CTG AAG TCT TCC TGG CTG CTG ATA TGG ATC CTT GCC GCT TTT TCG GAC ATA CCA AGA CTG CGA TCG CTT CCA TGA TCC CAA AGG ACG ACA GGT TGG GCA CTT TGT TCG TGG AGA ACA ATA GGA CCG CCA GGA ACA CTA TTG CCG AGG CCG ACG CCA CTC CCA CCG CCA TGG CTA TCA ACA GTG ATG GGG TTC CGA GAG TGG CTC TCT TGA GCG ATG ATG ATA TGT CTA CCC AAG GCA CAA ATG ATT ATG AGG TGA TCC ACA AGG ATC TGG TTG TAT CTG ACG ACA TGC TCG 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 386 (Penaeus 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 TTT CCG CCG CCA CCG TTT TTA TGT CCA AGA GGA GGC AGT AAG AAT TCC CTT GG ACC 360 386 Gambar 6. Hasil sekuen viral-protein 19 WSSV udang Windu monodon) sampel 4. (Penaeus Setelah dianalisa maka dapat diketahui panjang fragmen sampel 1, sampel 2, sampel 3 dan sampel 4 adalah 386 bp. Kemudian dengan menggunakan software Genetyx Version 7, alignment sekuens parsial viral protein-19 dengan sampel berupa udang windu ditunjukkan pada Gambar 7. Dari hasil alignment diketahui bahwa posisi dari elemen-elemen penting tersebut adalah conserved yaitu urutan yang mirip atau identik seperti dengan sekuensnya yang terjadi dalam asam nukleotida. Start kodon ditandai dengan ATG dan stop kodon ditandai dengan TGA serta boks TATA. Hal ini memperkuat dugaan bahwa hasil isolasi merupakan viral protein-19 WSSV dari sampel udang windu. Gambar 7. Alignment sekuen viral protein-28 dari keempat sampel WSSVyang menginfeksi udang windu dengan panjang gen target yaitu 386 bp. Start Kodon ditanda dengan ATG dan Stop Kodon ditandai dengan TGA serta boks TATA. Nomor pada awal dan akhir nukleotida menunjukkan urutan nukleotida, A=adenina, C=citosina, G=guanina, dan T=timinina. Dari hasil alignment di atas, terlihat kodon start berada pada nukleotida 81, boks TATA terletak pada nukleotida 273 dan kodon stop (kodon nonsense) terletak pada nukleotida 295. Kodon start dimulai pada garis merah pertama, ATG. Sintesis protein dimulai pada kodon tersebut. Kodon stop ditandai dengan garis merah pada akhir sekuens yaitu TGA (Stanfield, 2006). Boks TATA yang ada dalam sekuens dapat dilihat. Boks TATA merupakan elemen yang umum dijumpai pada sekuens, sebagai tempat RNA polimerase melekat pada saat transkripsi RNA berlangsung (Hidayani, 2009). Dari hasil homologi gabungan dari sampel 1, 2, 3 dan 4 maka didapatkan hasil perbandingan analisis urutan nukleotida, dengan nilai antara 97% hingga 100%. Hal ini menunjukkan bahwa virus WSSV, terutama pada Gen VP19 yang menyerang udang windu tersebut sama. Hasil homologi keempat sampel dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil homologi keempat sampel Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 1 99,483% 97,927% 100,000% Sampel 2 99,483% 97,938% 99,483% Sampel 3 97,927% 97,938% Sampel 4 100,000% 99,483% 97,927% 97,927% Berdasarkan hasil analisis menggunakan kesejajaran lokal (local alignment) (BLASTn) VP19 menunjukkan kedekatan dengan isolat dari negara China dengan kode aksesi AY245790.1. yaitu 100%. Pohon filogenetika yang menunjukkan kekerabatan kesejajaran tempat dengan gen penyandi VP19 yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 8. Negara kedua adalah Mexico, kode aksesi AY713327.1. Selanjutnya diikuti dengan negara-negara lain seperti India, Korea, Singapore, dan Vietnam dengan kode aksesi masing-masing yang telah ditunjukkan pada gambar 8. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gen VP 19 yang ada di Indonesia khususnya Takalar memiliki kemiripan yang identik dengan negara lain. Gambar 8. Pohon filogenetika VP19 yang menunjukkan kekerabatan dengan beberapa VP19 yang ada di Gen Bank. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Gen penyandi protein VP19 dari White Spot Syndrome Virus (WSSV) memiliki ukuran 386 bp 2. Homologi yang diperoleh dari keempat sampel berkisar antara 97% hingga 100%. 3. Gen VP19 isolat yang diperoleh memiliki kedekatan dengan negara China dengan kode aksesi AY245790.1. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, 2012. Klasifikasi dan Anatomi Udang Windu. (Online). Diakses hari Selasa tanggal 07 Maret 2012. Makassar. Hidayani, A.A., Malina, A.C. dan Parenrengi, A. 2011. Distribusi Ekspresi Gen Antivirus WSSV pada Beberapa Organ Udang Windu (Penaeus monodon). Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Research Grant, Makassar. Hidayani, Andi Aliah. 2009. Isolasi dan Efektivitas Promoter β-Aktin dalam Mengarahkan Ekspresi Gen Target Pada Transgenesis Ikan Mas (Cyprinus carpio [tesis]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mukhlis, Alis. 2010. Pengklonan Gen VP28 Penyandi Viral Protein 28 dari Virus White Spot Syndrome Sebagai Langkah Awal Produksi Vaksin Rekombinan Udang Penaeid. Institut Pertanian Bogor. Stanfield, William D, dkk. 2006. Biologi Molekuler dan Sel. Jakarta Van Hulten, M. C. W., Witteveldt, J., Peters, S., Kloosterboer, N., Tarchini, R., Fiers, M., Sandbrink, H., Klein Lankhorst, R. & Vlak, J. M. (2001).The white spot syndrome virus DNA genome sequence. Virology. Wahjuningrum, 2006. White Spot Syndrome. (Online) Diakses pada hari Jumat tanggal 01 Februari 2013, Makassar. Witteveldt, J.,J. M. Vlak, and M.C.W. Van Hulten. 2004. Protection of Penaeus monodon Against White Spot Syndrome Virus Using a WSSV Subunit Vaccine. Fish Shelfish Immunol. 16:571-579. Zhang, X., C. Huang, X. Tang, Y. Zhuang, and C.L. Hew. 2004. Identification of Structural Proteins From Shrimp White Spot Syndrome Virus (WSSV) by 2DE-MS. Proteins 55:229-235.