Uploaded by rikaros119

KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI

advertisement
KONSEP KEBUTUHAN
ELIMINASI
NS. EMMELIA ASTIKA FITRI DAMAYANTI, S.KEP., M.KEP
AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA
CAPAIAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu memahami konsep kebutuhan eliminasi:
1.
Faktor yang mmpengaruhi eliminasi urin
2.
Karakteristik urin normal
3.
Pengkajian pemenuhan kebutuhan eliminas urin
4.
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin
5.
Perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin
6.
Implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin
7.
Konsep tindakan eliminas
ELIMINASI
ELIMINASI URIN
ELIMINASI FEKAL
ELIMINASI URIN
ORGAN PERKEMIHAN
GINJAL
KANDUNG
KEMIH
URETRA
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URIN

ASUPAN
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang
dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan
urine

RESPON KEINGINAN AWAL BERKEMIH
Kebiasan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan
urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah pengeluaran urine

GAYA HIDUP
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi.
Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.

STRESS
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi

TINGKAT PERKEMBANGAN
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami
mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan
dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia

TINGKAT AKTIVITAS
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk
fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas.
Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapat menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun

KONDISI PENYAKIT
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes
mellitus.

SOSIOKULTURAL
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
kecil di tempat tertentu

KEBIASAAN SESEORANG
Seseorng yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam
keadaan sakit

TONUS OTOT
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan
dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine

PEMBEDAHAN
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah
produksi urine
KARAKTERISTIK URIN NORMAL

Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan
rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada
orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak)

Komposisi urine :
(1) Air
(96%)
(2) Larutan
(4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam
urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium
(potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida
merupakan garam anorganik yang paling banyak
PENGKAJIAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

Pengkajian pola eliminasi urin:
1.
Frekuensi BAK dalam sehari
2.
Warna urin
3.
Penggunaan alat bantu (kateter, pispot)
4.
Keluhan saat berkemih
5.
Adanya nyeri saat berkemih
6.
Penggunaan obat diuresis
MASALAH KEBUTUHAN ELIMINASI URIN

Retensi urine,
merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidak
mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
Tanda klinis retensi :
•
Ketidaknyamanan daerah pubis
•
Distensi vesika urinaria
•
Ketidaksanggupan untuk berkemih
•
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
•
Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
•
Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
•
Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Penyebab retensi urin:
•
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
•
Trauma sumsum tulang belakang
•
Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah
•
Sphincter yang kuat
•
Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)

Inkontinensia urine,
merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine

Enuresis,
merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol sphincter eksterna.
Faktor penyebab enuresis :
•
Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal
•
Vesika urrinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat menampung urine dalam
jumlah besar.
•
Suasana emosional yang tidak menyenangkan dirumah (misalnya, persaingan dengan
saudara kandung atau cekcok dengan orang tua)
•
Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa di
bantu dengan mendidiknya
•
Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis system perkemihan.
•
Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

Perubahan pola eliminasi urine,
merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi
urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi
saluran kemih.
Perubahan eliminasi terdiri atas :
•
Frekuensi, merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam satu hari
•
Urgensi, merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinesia jika tidak berkemih
•
Disuria, merupakan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih
•
Poliuria, merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
•
Urinaria supresi, merupakan berhentinya produksi urine secara
mendadak
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pemenuhan kebutuhan cairan

Pendidikan kesehatan tentang proses berkemih

Membantu BAK di atas tempat tidur

Memasang diapers

Memasang dan merawat kateter

Blader training
Eliminasi fekal
ORGAN PROSES DEFEKASI
FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI PROSES DEFEKASI

USIA
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda

DIET
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan
yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan
jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya

ASUPAN CAIRAN
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena
itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.

AKTIVITAS
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi

PENGOBATAN
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.

GAYA HIDUP
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau
tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

PENYAKIT
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit
infeksi lainnya

NYERI
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan
untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau
episiotomi

KERUSAKAN SENSORIS DAN MOTORIS
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat
mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan
proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan
defekasi.
PENGKAJIAN KEBUTUHAN ELIMINASI
FEKAL

Pengkajian pola eliminasi fekal
1.
Frekuensi BAB dalam sehari
2.
Waktu BAB (pagi/siang/malam)
3.
Warna feses
4.
Konsistensi feses
5.
Penggunaan obat laxative
6.
Keluhan
7.
Adanya darah dalam feses
MASALAH ELIMINASI FEKAL
Konstipasi
merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus
besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi
terlalu kering dan keras.
Tanda klinis
•
Adanya fefes yang keras
•
Defekasi kurang dari 3 kali
seminggu
•
Penyebab
•
Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas
karena cedera serebrospinalis, cerebro vascular
accident (CVA), dan lain-lain.
Menurunnya bising usus
•
Pola defekasi yang tidak teratur
•
Adanya keluhan pada rektum
•
Nyeri saat defekasi karena hemorrhoid
•
Nyeri saat mengejan dan
defekasi
•
Menurunnya peristaltic karena stress psikologis
•
Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau
anestesi
•
Proses menua (usia lanjut)
•
Adanya perasaaan masih ada
sisa feses
Diare
merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai
kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
Tanda klinis
Penyebab
•
Adanya pengeluaran feses cair
•
•
Frekuensi lebih dari 3 kali
sehari
Malabsorpsi atau inflamasi,
proses infeksi
•
Peningkatan peristaltic karena
peningkatan metabolisme
•
Efek tindakan pembedahan usus
•
Efek penggunaan obat seperti
antasida, laksantif, antibiotic,
dan lainlain
•
Stres psikologis
•
Nyeri/kram abdomen
•
Bising usus meningkat
Inkontinesia usus
merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari
proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses
tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang
merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter
Tanda Klinis :

Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

Kemungkinan Penyebabnya:
•
Gangguan sphincter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lainlain
•
Distensi rectum berlebih
•
Kurangnya control sphincter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain
•
Kerusakan kognitif

Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena
pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus

Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan
karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain

Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.
Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet
rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
IMPLEMENTASI TINDAKAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL

Pemenuhan kebutuhan cairan

Pendidikan kesehatan dan modifikasi kebiasaan diit pasien

Membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB di tempat
tidur

Memasang diapers atau popok

Memotivasi untuk peningkatan aktivitas di rumah

Melakukan huknah
KONSEP TINDAKAN ELIMINASI
PROSEDUR MEMASANG PISPOT
1.
Perawat cuci tangan.
2.
Pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan dan bagian yang terbuka ditutup
dengan selimut.
3.
Pasien dianjurkan menekuk lutut dan mengangkat bokong.
4.
Pasang alas pispot.
5.
Pispot diletakkan di bawah pasien.
6.
Bila telah selesai anus dan daerah sekitar genetalia dibersihkan dengan air
dan kertas kloset lalu dibuang ke dalam pispot, diulang beberapa kali sampai
bersih.
7.
Pispot diangkat dan feses diamati, bila ada kelaian segera lapor dan dicatat.
8.
Bokong pasien dikeringkaN.
9.
Pasien dirapikan, alat-alat dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
10.
Sampiran dibuka.
11.
Perawat mencuci tangan.
12.
Mencatat kegiatan dalam dokumen perawatan.
PROSEDUR MEMBERIKAN SEMPRIT GLISERIN
1.
Jelaskan prosedur pada pasien.
2.
Cuci tangan.
3.
Atur ruangan, tutup pintu dan pasang sketsel.
4.
Atur posisi pasien miring kekiri dan pasang
selimut.
5.
Pasang pengalas di area gluteal.
6.
Siapkan bengkok di dekat pasien.
7.
Spuit diisi gliserin 10-20 cc (kemasan).
8.
Gunakan sarung tangan.
9.
Masukkan gliserin perlahan keadalam anus ke
arah umbilicus (7.5-10 cm untuk dewasa) dengan
cara tangan kiri meregangkan daerah anus,
tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus
sampai pangkal kanula anjurkan pasien bernapas
dalam.
10.
Setelah selesai, cabut dan masukkan spuit ke
dalam bengkok.
11.
Dekatkan bel dan Anjurkan pasien untuk
menahan sebentar rasa ingin defekasi dan
pasang pispot bila pasien tidak mampu ke
toilet.
12.
Besihkan daerah perinium/anus dengan air
hingga bersih lalu keringkan dengan tissu,
lalu buang pada bengkok dan angkat pispot
dan pengalas.
13.
Lepas sarung tangan.
14.
Rapikan dan kembalikan pasien ke posisi
semula.
15.
Angkat selimut esktra.
16.
Rapikan alat dan buka sampiran.
17.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
18.
Observasi keadaan pasien .
19.
Catat jumlah feses, warna, konsistensi dan
respon pasien
PROSEDUR MEMBERIKAN HUKNAH RENDAH ATAU TINGGI
1.
Pasang sampiran.
12.
Klem selang karet bila cairan habis.
2.
Perawat mencuci tangan dan pakai sarung
tangan.
13.
3.
Menanggalkan pakaian bawah pasien dan
melepaskan sprei kecil lalu selimut dipasang.
Mengeluarkan kanule bila cairan irigator habis
(atau bila pasien merasa tidak bisa menahan
lagi).
4.
Meletakkan bengkok ke bawah pantat.
14.
5.
Gantung irigatur pada standart infuse dengan
ketinggian 15-20 cm (klisma rendah) dan 45-50
cm (klisma tinggi) dari bokong pasien.
Menganjurkan pasien untuk menahan cairan
sampai betul-betul ingin BAB.
15.
Membantu pasien untuk BAB dengan
menggunakan pispot atau ke kamar mandi.
6.
Pasang kanul klem.
16.
Membersihkan daerah anus.
7.
Mengisi irigator dengan air hangat/Nacl 1000 cc
klisma tinggi dan 500 cc klisma rendah.
17.
Angkat pispot dan dan selimut ektra dan tutup.
8.
Dicoba dialirkan melalui kanule ke bengkok dan
klem kembali.
18.
Kembalikan ke posisi semula dan bereskan
alat-alat.
9.
Mengolesi ujung kanule dengan slem/jelly.
19.
10.
Memasukkan kanule ke dalam rektum dengan
hati-hati dengan arah menuju umbilicus (huknah
rendah 7,5 cm dan huknah tinggi 10 cm).
Perawat melepas sarung tangan dan mencuci
tangan.
20.
Observasi klien.
21.
Catat tindakan yang dilakukan
11.
Mengatur cairan perlahan-lahan kurang lebih 100
cc/menit
PROSEDUR MEMBANTU PASIEN BUANG AIR KECIL
1.
Perawat cuci tangan.
2.
Pakaian pasien bagian bawah ditanggalkan dan bagian yang terbuka ditutup dengan selimut.
3.
Pasien dianjurkan menekuk lutut (dorsal recumbent) dan angkat bokong serta pasang pengalas.
4.
Pasang pispot (wanita)/urinal (laki-laki).
5.
Bila telah selesai anus dan daerah sekitar genetalia dibersihkan dengan air dan keringkan dengan
tissu lalu dibuang ke dalam bekong, diulang beberapa kali sampai bersih.
6.
Pispot diangkat atau urinal dan urine diamati, bila ada kelaian segera lapor dan dicatat.
7.
Pasien dirapikan dan pakaian bawah dipasang.
8.
Pengalas dan selimut diangkat.
9.
Bersihkan dan rapikan alat-alat dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
10.
Sampiran dibuka.
11.
Perawat mencuci tangan.
12.
Observasi keadaan pasien.
13.
Mencatat kegiatan dan hasil tindakan (dokumen perawatan).
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER PADA PEREMPUAN
1.
Membuka labia minora dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri, dan tangan kanan
memengang kapas sublimat.
2.
Membersihkan vulva dengan kapas
savlon/sublimat dari labia mayora dari atas
kebawah 1 kali usap, kapas kotor diletakkan
dibengkok, kemudian labia minora, dan
perineum sampai bersih (sesuai kebutuhan) .
3.
Dengan memakai sarung tangan atau dengan
pinset anatomis mengambil kateter dan diberi
pelumas pada ujungnya 2.5-5 cm.
4.
Perawat membuka labia minora dengan tangan
kiri.
5.
Memasukkan kateter ke dalam orificium uretra
perlahan-lahan (5-7.5 cm dewasa) dan
menganjurkan pasien untuk menarik nafas
panjang
6.
Urine yang keluar ditampung dalam bengkok
atau botol steril dan masukan lagi (2.5-5 cm)
7.
Bila kateter dipasang tetap/permanen maka, isi
balon 5-15 cc (kateter dikunci memakai spuit
dan aquades steril).
8.
Tarik sedikit kateter untuk memeriksa bolan
sudah terfiksasi dengan baik.
9.
Menyambung kateter dengan urobag/urine bag.
10.
Fiksasi kateter di paha dengan plester bila untuk
aktifitas.
11.
Pasien dirapikan dengan angkat pengalas dan
selimut.
12.
Rapikan dan alat-alat dibereskan.
13.
Lepas sarung tangan.
14.
Mencuci tangan.
15.
Buka sampiran.
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER PADA LAKI-LAKI
1.
Tangan kiri perawat memegang penis atas.
7.
2.
Preputium ditarik sedikit ke pangkalnya
dan dibersihkan dengan kapas savlon
minimal 3 kali.
Menyambung kateter dengan urobag/urine
bag.
8.
Fiksasi kateter di paha dengan plester bila
untuk aktifitas
3.
Oleskan minyak pelicin pada ujung kateter
sepanjang 12.5-17.5 cm
9.
Pasien dirapikan dengan angkat pengalas
dan selimut
4.
Penis agak ditarik supaya lurus, dan
kateter dimasukkan perlahan-lahan (17.522 cm (dewasa) dan menganjurkan pasien
untuk nafas panjang
10.
Rapikan dan alat-alat dibereskan
11.
Mencuci tangan
12.
Buka sampiran
5.
Urine yang keluar ditampung dalam
bengkok atau botol steril lalu masukkan
lagi 5 cm.
6.
Bila kateter dipasang tetap/permanen
maka kateter dikunci memakai spuit dan
aquades steril (mengisi balon)
REFERENSI

Kozier, B. 1995. Fundamental of Nursing: Concept Process and
Practice, Ethics and Values. California: Addison Wesley.

Perry, at al. 2005. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta:
Kedokteran, EGC.

Potter, P. 1998. Fundamental of Nursing. Philadelphia: Lippincott.

Kasiati, Rosmalawati, NWD. 2016. Praktikum Kebutuhan Dasar
Manuasi I. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Download