instruksi presiden republik indonesia

advertisement
www.hukumonline.com
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..........
TENTANG
PELAYANAN PUBLIK
UMUM
Tuntutan masyarakat akan tegaknya sistem pemerintahan yang baik (Good Governance) dan
bersih (Clean Governance) sangat ditentukan oleh ada tidaknya suatu pelayanan yang dapat
memuaskan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Sebagaimana tujuan negara tertera dalam
Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa penyelenggaraan negara dan pemerintahan sematamata untuk menciptakan masyarakat sejahtera (Social Welfare) adil dan makmur, secara sosial,
ekonomi, politik dan budaya (Pasal 27, 28, 29, 31 dan 32). Tujuan ini tidak mungkin dapat tercapai
bilamana tidak diupayakan secara komprehenshif melalui suatu peningkatan peraturan hukum
yang efektif, penataan tugas dan kewenangan pejabat negara, dan hubungan hukum antar warga
negara dengan pemerintah.
Sudah cukup banyak Undang-Undang sebagai perangkat keras (hard law) yang mengatur tentang
fungsi, tugas dan wewenang serta tanggung jawab, setiap instansi pemerintah. Untuk
meningkatkan kerja profesional para pejabat negara dan pegawai negeri sipil lainnya, juga telah
tersedia berbagai perangkat hukum lunak (soft law) seperti kode etik dan tata tertib lainnya.
Namun, kedua perangkat tersebut tampaknya berfungsi pada tataran memperkuat peran negara
dan kurang berorientasi pada terciptanya peningkatan dan akuntabilitas aparatur dan pelayanan
publik.
Penguatan peran negara, melalui peningkatan fungsi birokrasi pemerintahan secara sektoral
berdampak lahirnya model pelayanan publik yang mengecewakan dapat dipastikan tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di era reformasi. Pilihan akan terselenggaranya masyarakat
madani telah mengisyarakatkan perlunya suatu pemerintahan yang baik dan bersih didukung oleh
sistem politik demokratis, keterbukaan informasi, supremasi hukum, non diskriminatif dan
partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan.
Beberapa parameter Good Governance tersebut menjadi sangat relevan, terutama ketika realisasi
di lapangan berhadapan dengan berbagal hambatan, baik dari segi kepastian hukum yang akan
dipergunakan, cakupan dan sikap sebagian pejabat publik mau dilayani. Kinerja aparat pemerintah
yang dibutuhkan saat ini antara lain berupaya untuk memperbaiki kinerja pelayanan yang dapat
memberikan kepuasan masyarakat. Kurangnya orientasi tugas dan fungsi aparat pemerintah yang
memihak kepada model pelayanan publik yang akuntabilitas terbukti bukan sekedar disebabkan
karena tiadanya peraturan hukum tentang fungsi dan tugas masing-masing instansi pemerintah,
melainkan karena belum terdapatnya suatu peraturan hukum yang secara khusus mengatur
tentang pelayanan publik yang komprehensif.
PROPENAS 2000-2004 menghendaki adanya terapi yang mampu menjawab penurunan kualitas
pelayanan publik telah menjadi tantangan strategis negara. Keberhasilan melaksanakan undangundang tentang Pelayanan Publik akan menjadi komoditas dasar yang menggerakan
perekonomian, sekaligus dapat menimbulkan kepercayaan pada masyarakat.
Peraturan hukum atau undang-undang tentang pelayanan publik yang komprehenshif dan terpadu
ini antara lain dapat berfungsi efektif bagi upaya pencegahan dan penerapan sanksi hukum
bilamana aparat pemerintah atau pegawai negeri tidak melakukan pelayanan sebagaimana
mestinya. Konsekuensi sanksi hukum apakah yang dapat diterapkan bilamana Mal-Adminitrasi
telah berlangsung dan sungguh-sungguh menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Bentuk
pelanggaran yang konvensional seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tiga faktor yang
telah meruntuhkan sendi-sendi pemerintahan yang baik dan bersih. Namun tuntutan warga negara
atas kelalaian tugas dan wewenang yang diperankan pejabat publik akan menjadi faktor pemaksa
bilamana kedua pihak (The Rulling Party and Ruled Party) memiliki kesepakatan yang legitimit.
Secara filosofis, juridis dan politis diperlukan undang-undang Pelayanan Publik dilaksanakan pada
kaedah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dalam
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
kerangka mengkaitkan harkat dan martabat bangsa. Dari sisi Budaya, diperlukan suatu proses
perubahan sosio-kultural
Berdasarkan kompleksitas persoalan penerapan Good Governance, keberadaan undang-undang
tentang Pelayanan Publik dalam kerangka Sistem Pemerintahan yang baik dan bersih menjadi
sangat vital untuk diselenggarakan. Dengan cara demikian, bukan saja tugas, fungsi dan
kewenangan serta tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan akan semakin meningkat,
melainkan juga diharapkan dapat membantu tercipta pemerintahan yang baik.
Dengan terwujudnya undang-undang tentang Pelayanan Publik bukan saja timbul kepastian
hukum bagi penegak hukum untuk melakukan mengawali tindakan hukum atas terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan (abusive of power), melainkan juga menjadi sangat relevan bagi
masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap ada tidaknya pelayanan memadai dalam
sistem pemerintahan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Butir 1
Cukup Jelas
Butir 2
Penyelenggara pelayanan publik adalah Institusi atau badan yang diadakan atau dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan berbentuk Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah. Tidak termasuk dalam pengertian
institusi adalah sidang dalam komisi, rapat oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Sidang-sidang
internal pemerintah.
Butir 3
Cukup Jelas
Butir 4
Pengertian memiliki hak dengan Pemanfaatan suatu jasa Pemerintahan adalah mereka
yang kepentingannya tidak secara langsung terkait dengan Keputusan Penyelenggara
Pelayanan Publik. Mereka adalah komunitas Publik yang memperoleh manfaat atau
senantiasa menggunakan fasilitas tersebut.
Pasal 2
Arahan bagi penyelenggara pelayanan publik sangat diperlukan karena penyediaan pelayanan
memiliki karakteristik, antara lain:
(1)
memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya;
(2)
memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk sasaran yang ingin dicapai;
(3)
memiliki tujuan sosial;
(4)
dituntut akuntabel kepada publik;
(5)
memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan, serta
(6)
sering menjadi sasaran isu politik.
Pasal 3
Pelayanan Publik hakekatnya pemenuhan kebutuhan publik dalam bentuk barang dan jasa (goods
and services) yang diperlukan oleh setiap warga negara atau penduduk sebagai konsumen. Oleh
karena itu pelayanan publik dirinci menjadi layanan civil dan jasa publik. Keduanya menghasilkan
produk administratif, barang dan jasa. Layanan civil merupakan produk yang tidak hanya berfungsi
sebagai pemenuh kebutuhan, akan tetapi lebih dari itu yaitu sebagai pemenuh hak dasar warga
negara. Oleh karena kedudukannya itu maka Layanan civil tidak dijualbelikan (diperdagangkan),
penyediaannya dimonopoli dan merupakan kewajiban Pemerintah. Provider layanan Civil adalah
setiap unit kerja pemerintah. Jasa Publik senantiasa terkait antara hak dan kewajiban, berbeda
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
halnya dengan layanan civil yang tidak terbebani atau tidak terkait dengan kewajiban apapun.
Rakyat Indonesia yang memerlukan jasa publik harus membayar sesuai dengan besaran
kebutuhan yang diperlukan, namun transaksi demikian berbeda halnya dengan transaksi antara
konsumen dan produsen swasta. Jasa publik sebagai . bagian dari kewajiban Pemerintah untuk
menyediakan harus senantiasa memberikan pengaturan, agar terhindar terjadinya keingkaran janji
(wan prestasi). Ketidakmampuan atau kegagalan memenuhi kewajiban tersebut akan
menimbulkan ketidaksenangan terhadap kinerja Pemerintah yang apabila tidak mampu diatasi
akan menimbulkan ketidakpercayaan.
Pasal 4
Pelayanan harus diberikan dengan tingkat akurasi yang tinggi karena pelayanan hakekatnya
merupakan suatu art dan aktornya adalah aparat pemerintah, dan wujud jasa publik tersebut
sangat tergantung pada acting aparat. Aparat sebagai actor/actriss dalam memberikan pelayanan
seharusnya penuh dengan nilai dan kreativitas untuk meningkatkan kadar birokrasi dalam
memberikan pelayanan, meskipun pelayanan pemerintah telah memiliki peraturan perundangundangan sebagaimana yang kita kenal dengan Undang-undang sektor.
Pasal 5
Prinsip dalam penyediaan pelayanan publik, meliputi; Pertama, Penetapan standar pelayanan,
yaitu standar yang akan dapat menunjukkan kinerja pelayanan dan oleh karena itu standar tidak
hanya menyangkut produk pelayanan akan tetapi terkait dengan pemberian pelayanan yang
berkualitas; Kedua, Terbuka terhadap kritik, saran, keluhan dan gugatan atau tuntutan publik.
Dalam arat penyelenggaraan pelayanan harus memiliki instrumen yang memungkinkan publik
menyampaikan kritik, saran dan keluhan serta mekanisme yang menjadi jalur bagi gugatan publik
terhadap instansi penyelenggara dan pertanggungjawaban atas kegagalan pejabat memberikan
pelayanan; Ketiga, Keadilan dalam pelayanan bagi setiap masyarakat senantiasa diberikan secara
transparan pilihan pelayanan yang proporsional sesuai tarif yang dibayarkan dan kemudahan
akses kepada publik. Unit pelayanan yang disediakan harus benar-benar mudah diakses oleh
publik. Keempat, Kebenaran dalam proses pelayanan guna menghindari kegagalan dalam
pemberian pelayanan dan penyelenggara harus mengakui dan menerima segala resiko, seperti
mengganti, membayar kerugian, menerima sanksi perdata atau pidana. Kegagalan pelayanan
administratif wajib diganti melalui proses peradilan administratif atau tata usaha negara. Kegagalan
pelayanan yang berakibat kerugian harta dan atau jiwa diproses melalui mekanisme peradilan
umum; Kelima, Penggunaan secara efektif dan efisien semua sumber yang digunakan untuk
melayani dan peningkatan kualitas pelayanan sekaligus kontinuitas melakukan pembaruan dan
penyempurnaan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Pasal 6
Pertanggungjawaban hakekatnya dimaksudkan untuk memenuhi kepuasan publik pelanggan.
Ketidakpuasan pelanggan dapat dikarenakan pelayanan jelek, ketidakmampuan atau terjadi
kegagalan pelayanan. Penyebab ketidakpuasan publik antara lain:
(a)
ketidaktahuan penyedia pelayanan terhadap harapan publik;
(b)
kesalahan atau kekurangan seperti penetapan standar pelayanan;
(c)
rendahnya kinerja pelayanan dan;
(d)
ketidaksesuaian antara yang dijanjikan dengan yang diberikan.
Untuk memenuhi kepuasan publik, dimensi yang dapat digunakan, yaitu:
(a)
Tangibles (tampilan fisik), yaitu bangunan, sarana dan prasarana pendukung termasuk
penampilan aparat saat memberikan pelayanan;
(b)
Reliability (kehandalan), yaitu kecakapan/kemampuan dan keakuratan aparat termasuk
ketepatan waktu;
(c)
Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemudahan untuk dihubungi, kemampuan dan
respon memberikan bantuan kepada publik;
(d)
Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan, kesopanan dan sikap untuk dipercaya
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(e)
Emphathy (empati) yaitu kemampuan memahami kebutuhan publik, termasuk kepedulian
dari aparat.
Pasal 7
Hak Publik mendapat pelayanan hakekatnya adalah sebagai perwujudan kedaulatan yang dijamin
dalam undang-undang Dasar, sekaligus sebagai prestasi yang wajib diperoleh setelah
melaksanakan kewajiban sebagai warga negara.
Pasal 8
Kewajiban publik pada dasarnya adalah kewajiban warga negara dalam perilaku sosial yang
seharusnya dipenuhi dalam kerangka tertib hukum material.
Pasal 9
Hak yang dimiliki oleh penyelenggaraan pada dasarnya terdiri dari kewenangan negara
menyelenggarakan tugas selaku pengelola penyelenggaraan pemerintahan yang dijamin oleh
undang-undang yang mengatur tugas fungsi dan kewenangan.
Pasal 10
Kewajiban negara dalam menyelenggarakan pelayanan publik merupakan konsekuensi hukum
yang seharusnya dilakukan negara untuk melindungi kepentingan publik. Tuntutan atas tanggung
jawab negara menyelenggarakan pelayanan publik harus diterjemahkan dan dijabarkan secara
baik oleh Sistem dan perangkat negara, guna menghindari pelayanan yang bersifat diskriminasi,
baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Pasal 11
Setiap Penyelenggara di dalam melakukan pelayanan publik diwajibkan memiliki perangkat
organisasi dan seluruh sarana dan prasarana pendukungnya, karena setiap tindakan
penyelenggara mempunyai nilai keabsahan yang tidak dapat digugat. Ketentuan ini dalam rangka
memberikan kepastian aksesabilitas dalam upaya memenuhi asas dan tujuan.
Fungsi-fungsi yang wajib diadakan disetiap organisasi penyelenggaraan merupakan ketentuan
minimal dan selanjutnya menjadi standar dalam pembentukan unit organisasi penyelenggara yang
kemudian diharapkan memberi manfaat bagi penerima dengan rasa aman serta terlindungi secara
hukum.
Pasal 12
Asas Kecermatan menjadi unsur utama dalam pelayanan publik untuk menjamin keabsahan setiap
produk yang dikaitkan oleh penyelenggara. Pengertian ijin dan sistem perijinan dimaksudkan
dalam arti luas, yaitu setiap keputusan tata usaha negara, yang oleh undang-undang atau
Peraturan Daerah diberikan kewenangan kepada Penyelenggara untuk menerbitkan keputusan itu.
Bentuk keputusan tersebut antara lain meliputi pemberian Kartu Tanda Penduduk, Akta Kelahiran,
Akta Kematian, Ijin Mengemudi, Ijin Usaha, Pemberian Badan Hukum, Keterangan Kepolisian,
Sertifikat Tanah, Kutipan Putusan Pengadilan dan sebagainya.
Pasal 13
Pengalihan atau pengubahan fungsi atau peruntukan setiap sarana atau fasilitas umum tanpa
persetujuan publik, merupakan wujud pengingkaran hak publik memperoleh ruang publik yang
layak. Fasilitas umum adalah seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga,
taman, jalur hijau, dan sejenisnya.
Pasal 14
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Kewajiban ini merupakan salah satu azas kecermatan dalam penyelenggaraan pelayanan yang
wajib dipenuhi oleh Penyelenggara. Kelalaian memberikan pernyataan pada publik saat terjadi
kerusakan atau ada perbaikan sarana atau fasilitas umum dengan menempatkan papan tanda,
lampu tanda dan sebagainya, dapat mengakibatkan terjadi seseorang mendapat bahaya karena
tiada tanda yang demikian. Kelalaian tersebut mengakibatkan Penyelenggara harus memberikan
ganti kerugian pada penderita.
Pasal 15
Pembiayaan yang bersifat basic sevice yang diambilkan dari hutang komersial pada gilirannya
akan memberatkan publik. Demikian pula bangunan pelayanan publik tidak boleh dijadikan
jaminan hutang. Pelayanan publik yang dibayar melalui hutang komersial menunjukkan watak jalan
pintas, yang mudah dilakukan, tetapi justru memberikan beban publik membayar biaya pelayanan
publik dalam kerangka bisnis semata. Lembaga pelayanan publik hakekatnya berfungsi sosial dan
upaya mengemas Pelayanan dengan memasukkan unsur komersial bertentangan dengan
keinginan mewujudkan Kesepakatan Rakyat.
Pasal 16
Instansi penyelenggara pelayanan publik harus tunduk pada peraturan perundang-undangan
kebendaharaan yang menetapkan bahwa sistem pengelolaan kenegaraan harus didasarkan pada
sistem dari mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang telah disetujui oleh DPR
atau DPRD.
Pasal 17
Pertanggungjawaban Penyelenggara merupakan hal yang mutlak untuk menghindari pelepasan
tanggungjawab bilamana terjadi hal-hal yang diluar tugasnya, namun karena kelalaian itu
menyebabkan bangunan publik menjadi rusak. Contoh, Kelalaian penanggungjawab pasar yang
tidak memelihara hidran, mengakibatkan kebakaran yang seharusnya dapat dilokalisir menjadi
merembet dan merusak seluruh atau sebagian besar bangunan pasar dimaksud.
Pasal 18
Kegiatan sub kontrak senantiasa terjadi di hampir sebagian penyelenggara pelayanan publik.
Seperti dilakukan di rumah sakit yang seharusnya dibiayai atau menggunakan anggaran
Pemerintah, namun atas Kebijaksanaan Pimpinan rumah sakit telah mengundang badan usaha
swasta untuk membangun fasilitas atau sarana rumah sakit seperti laboratorium, dan sebagainya
dalam kerangka kerjasama. Dari kerjasama tersebut, pihak rumah sakit bertanggungjawab untuk
menyediakan pasien dan atas kewajiban tersebut memperoleh imbalan. Di pihak lain, badan usaha
swasta memperoleh pendapatan dari selisih tarif yang telah ditetapkan. Kerjasama tersebut, tidak
hanya tampak dalam bentuk fisik seperti peletakan fasilitas atau sewa itu dalam kompleks rumah
sakit, tapi juga dapat diluar kompleks.
Pasal 19
Kewajiban ini untuk menghindari tindak penyalahgunaan kekuasaan yang seharusnya dihindari
sekaligus mewujudkan transparansi publik dalam setiap kebijakan.
Pasal 20
Pengertian pembiayaan anggaran dari pemerintah mencakup anggaran yang telah ditetapkan oleh
APBN atau APBD, juga dapat berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pasal 21
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Pusat diberikan tanggung jawab
mengawasi penerbitan Peraturan Daerah. Berkaitan Pelayanan Publik, undang-undang ini
menegaskan kembali kebijakan dimaksud.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 22
Upaya ini untuk mewujudkan kontribusi Publik, atas tindakan yang menyalahi kewenangan.
Sebagai pengelola, penyelenggara sepatutnya memperhatikan hak publik dan setiap pengurangan
Kenikmatan wajib memperoleh persetujuan publik yang diwakilkan dalam lembaga legislatif.
Perlunya dihindari pola pengambilan keputusan yang tidak melibatkan peran serta publik, dan
perlunya transparansi kriteria yang disepakati publik saat terjadi proses pengambilan keputusan.
Pasal 23
Sarana umum atau fasilitas publik seperti taman, jalur hijau, trotoar (pendestrian), got, yang
memang disediakan oleh Pemerintah untuk melayani kebutuhan warga.
Pasal 24
Sistem setoran yang diterapkan oleh sebagian pengusaha terutama di bidang jasa angkutan
mengakibatkan operator tidak atau kurang memperhatikan keselamatan publik.
Pasal 25
Upah karyawan seharusnya bukan merupakan salah satu kebijakan yang atraktif guna
meningkatkan investasi.
Pasal 26
Jalan pintas yang dilakukan petugas tanpa dasar standar peraturan menumbuhkan pelayanan
yang diskriminatif dan tidak terkontrol.
Pasal 27
Kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik yang berbasis pada ketidakadilan justru menimbulkan
problema sosial.
Pasal 28
Ketaatan pada setiap asas adalah hal yang mutlak dilakukan sebelum kuatnya kesadaran dapat
disepakati masyarakat untuk memperbaiki dan mengkontrol kualitas pelayanan publik.
Pasal 29
Organisasi Sosial Kemasyarakatan sedapat mungkin mendapatkan tempat dalam kehidupan sosial
dan mengikutkan pejabat penyelenggara pelayanan publik hanya akan memperkuat patronase
sosial budaya, sehingga pelayanan sosial tidak lagi bersifat alamiah, melainkan dipaksakan akibat
alasan hegemoni kekuasaan. Organisasi Sosial berada dalam wilayah Society dan bukan wilayah
government. Pola ini bermaksud menghindari masuknya kekuasaan dalam interaksi sosial yang
akan berpengaruh terhadap lemahnya budaya pelayanan publik.
Pasal 30
Diskriminasi merupakan salah satu penghambat pelayanan publik yang berkualitas.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Standarisasi sistem disetiap pelayanan publik, sudah saatnya dilakukan karena berbagai ragam
sosial budaya yang mudah menimbulkan kecemburuan. Standar Pelayanan adalah ketentuan yang
dibuat oleh Penyelenggara yang penyusunannya harus memperhatikan masukan dan saran Publik
serta pihak terkait mengenai kualitas pelayanan yang diberikan.
Pasal 44
Akta Layanan Publik adalah janji tertulis yang dibuat Penyelenggara dengan memperhatikan
masukan dan saran dari Publik atau penerima jasa yang dijadikan sebagai standar dan instrumen
pengawasan atas pelayanan publik yang diberikan. Sebagai janji bagi setiap Penyelenggara atas
pelayanan yang diberikan merupakan komitmen dan tanggungjawab.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Bantuan kedinasan hanya diperbolehkan semata-mata atas permintaan.
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Mekanisme pengawasan yang baik dapat menjamin penyelenggaraan pelayanan publik yang baik
dan peningkatan kualitas pelayanan. Selain menggunakan infrastruktur, penetapan Akta Layanan
dan Standar Pelayanan, diperlukan mekanisme pengawasan. Pengawasan dilakukan sesuai,
dengan struktur instansi penyelenggara, namun tetap diperlukan pengawasan secara eksternal
yang dimaksudkan menjembatani kepentingan publik sebagai konsumen. Pengawasan ini dapat
dilakukan oleh lembaga ombudsman.
Pasal 56
Cukup jelas
a.
b.
c.
d.
Pasal 57
Kerugian yang diderita oleh penerima dari suatu transaksi publik yang bersifat individual.
Kerugian yang diderita oleh publik yang bersama-sama menderita karena kepentingannya
terganggu.
Publik sebagai komunitas yang dihimpun dalam suatu lembaga yang memiliki bersama.
Penyelenggara yang menderita kerugian
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Cukup jelas
Pasal 60
Kerangka penyelesaian diluar lembaga peradilan semata-mata hanya ditujukan untuk menetapkan
bentuk atau besarnya suatu ganti rugi atau kompensasi, tanpa menghilangkan tanggungjawab
pidana.
Pasal 61
Lembaga Ombudsman sebagai media yang telah tersedia cukup representatif menjadi mediasi.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Sanksi administratif disesuaikan dengan Peraturan Disiplin yang menjadi acuan penindakan
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Pengertian Penyelenggara dimaknai sebagai institusi, dengan demikian pihak yang paling
bertanggungjawab adalah pejabat yang diberi wewenang oleh peraturan perundang-undangan
mengelola Pelayanan Publik. Secara formal pejabat yang dimaksud adalah aparat yang berhak
menandatangani surat keputusan, ijin, lisensi, atau sejenisnya.
Pasal 67
Ketentuan ini menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan yang diakui dalam undangundang ini bukan dikategorikan sebagai perbuatan mal-praktek atau pertanggungjawaban profesi.
Undang-undang ini secara tegas menentukan perbuatan pidana bagi pihak. yang melanggar. Pihak
yang melanggar dapat dibedakan antara perbuatan yang mengatasnamakan institusi yang
direpresentasikan oleh pejabat dan perbuatan yang memang menjadi tanggungjawab pribadi,
walaupun perbuatan tersebut masih dalam rangka tugas dan wewenangnya. Pelaku perbuatan ini
terdiri dari aparat yang berstatus Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri, disamping itu pelaku
dapat dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berasal dari Partai Politik yang karena pilihan rakyat
ditetapkan sebagai penyelenggara pemerintahan dan berwenang mengelola pelayanan publik,
dengan demikian perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan pelanggaran profesi.
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR .................
www.hukumonline.com
Download