LAPORAN PROGRAM MANAJEMEN STRESS DI MASA PANDEMI Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas Dosen Pembimbing: Megah Andriany, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Kom.,Ph.D. Ns. Artika Nurrahima, S.Kep.,M.Kep. . Disusun oleh: Kelompok 1 Abul Hasan Al Asy’ari : 22020120210072 Ibni Asriati : 22020120210079 Srimpi Kumayaningrum : 22020120210081 Desta Widayat : 22020120210022 Rizqi Fitriyani : 22020120210021 Regina Aprilia Roberto : 22020120210002 Frieda Andini Wulan S. : 22020120210027 Nisa Dieni Utami : 22020120210001 Nur Chamidah : 22020120210024 Haura Labibah Salsabil S. : 22020120210016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, 2021 A. LATAR BELAKANG Awal tahun 2020 dunia diguncangkan oleh penyebaran virus baru yang diidentifikasi sebagai Corona Virus Disease – 19 (COVID – 19). Virus ini merupakan virus pertama yang ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019. Transmisi virus ini menular dari manusia ke manusia (Yuliana, 2020). Penularan virus ini terjadi melalui droplet yang keluar saat bersin atau batuk dan kontak dengan virus yang kemudian virus tersebut masuk ke dalam mukosa (lapisan kulit dalam yang ada pada oral, nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, hati, ginjal, limpa, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos (Handayani et al., 2019; Susilo et al., 2020; Yuliana, 2020). World Health Organization (2020) melaporkan bahwa transmisi virus ini secara cepat menyebar luas di China hingga lebih dari 190 negara dan teritori lainnya sehingga akhirnya pada 12 Maret 2020, COVID – 19 dinyatakan sebagai pandemi. Insiden kasus COVID – 19 sampai saat ini masih meningkat. WHO (2021) melaporkan sebanyak 103.989.900 terkonfirmasi COVID – 19 dan sebanyak 2.260.259 mengalami kematian akibat COVID – 19 di dunia pertanggal 4 Februari. Di Indonesia, kasus COVID – 19 pertanggal 5 Februari 2021 dilaporkan sebanyak 1.134.854 terkonfirmasi positif, 926.980 sembuh, dan 31.128 meninggal akibat positif COVID – 19 (Kemenkes RI, 2021). Tingginya kasus COVID – 19 di Indonesia mendorong kebijakan pemerintah menerapkan physical distancing atau menjaga jarak, membuat aturan untuk menghindari kerumunan, membatasi kuota tempat ibadah, hingga menerapkan WFH (Work From Home) sebagai upaya dalam menekan kenaikan penyebaran infeksi COVID – 19. Memudarnya interaksi sosial dari aktivitas – aktivitas yang dilakukan secara massal di ruang publik merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 pasal 13 (Aufar & Raharjo, 2020). Semua aktivitas yang tidak mendesak dilakukan di luar rumah dianjurkan untuk dilakukan seminimal mungkin dengan tetap melakukan protokol kesehatan. Oleh sebab itu, masyarakat memerlukan adaptasi dari perubahan yang terjadi akibat dari pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang bukan hanya secara fisik saja, tetapi juga berdampak pada kesehatan jiwa. Adaptasi dari perubahan dalam menghadapi dan menjalani aktivitas di masa pandemi bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu, kesulitan dalam menghadapi perubahan selama masa pandemi dapat meningkatkan terjadinya stress. Hasil penelitian survei lebih dari 7.200 pria dan wanita di China dalam (Aufar & Raharjo, 2020) menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga menderita gangguan kecemasan umum terkait COVID-19 sedangkan seperlima menderita tanda – tanda depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et.al., dalam (Lakhan et al., 2020) menunjukkan bahwa selama pandemi, survey online yang dilakukan kepada masyarakat ditemukan stress sedang hingga berat 8.1%, kecemasan 28.8%, dan depresi 16.5%. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dari sebanyak 644 responden yang tersebar di 8 kepulauan di Indonesia ditemukan sebesar 65.8% mengalami kecemasan akibat wabah COVID-19, sebesar 55% mengalami stress, dan sebesar 23.5% mengalami depresi (Nasrullah et al., 2020). Stres jika tidak segera diatasi dapat mengakibatkan masalah psikologis yang lain hingga terjadi depresi. Stres yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit fisik dan menyebabkan hrmon endorphin menurun sehingga imunitas dalam tubuh dapat menurun (Diinah & Rahman, 2020). B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa mengetahui terkait kebijakan yang ada di dunia dan di Indonesia terkait manajemen stress di masa pandemi. 2. Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mengetahui kebijakan yang dibuat oleh WHO terkait penanganan stres. 2. Mahasiswa mengetahui kebijakan yang dibuat oleh Indonesia (Pemerintah Pusat) terkait penanganan stres. 3. Mahasiswa mengetahui program puskesmas terkait penanganan stres. 4. Mahasiswa mampu menganalisis SWOT terkait kebijakan yang dibuat. C. LITERATUR JURNAL TERKAIT PROGRAM 1. KEBIJAKAN WHO WHO (World Health Organization) dalam (Muslim, 2020) merumuskan strategi dalam menghadapi stress di masa pandemi COVID-19, yakni sebagai berikut. 1) Merasa sedih, tertekan, bingung, takut, dan marah adalah hal yang lumrah selama krisis terjadi. Berbincang dan berbagi cerita dengan orang – orang yang dapat dipercayai bisa membantu mengurangi rasa tertekan yang dialami. 2) Selama pandemi, berdiam diri di rumah lebih dianjurkan untuk meminimalisir penyebaran virus dan kontak fisik dengan orang banyak. Menjaga gaya hidup sehat dengan asupan gizi yang cukup, pola tidur yang baik, olahraga, dan berinteraksi dengan orang – orang yang disayang bisa dilakukan selama berdiam diri di rumah. 3) Menghindari rokok, alkohol, dan narkotika untuk menyelesaikan emosi. 4) Mencari fakta – fakta dan info terbaru yang dapat membantu dalam menentukan tahap pencegahan yang tepat dan menghindari berita – berita yang tidak valid dan kredibel. 5) Mengurangi kecemasan dengan membatasi media yang menyebarkan informasi yang membuat semakin cemas dan takut. 6) Mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki untuk mengatur emosi selama masa pandemi. 2. KEBIJAKAN DI INDONESIA Meningkatnya masalah psikologis selama masa pandemic covid-19 berupa stress dan cemas terhadap kejadian COVID-19 (Kemenkes RI, 2020). Hal tersebut dikarenakan pandemi COVID-19 membawa banyak perubahan. Salah satu perubahan yang terjadi adalah adanya kebiasaan baru yang wajib dilakukan oleh semua kalangan masyarakat termasuk mahasiswa non kesehatan, yaitu melakukan pembatasan sosial. Kebiasaan tersebut dapat mengakibatkan permasalah pada mahasiswa non kesehatan yaitu stress dikarenakan padatnya aktivitas diluar, namun semua harus dibatasi dan dilakukan secara online (Ridlo, 2020). Menjaga jarak fisik (physical distancing) menimbulkan banyak masalah seperti stres pada orang yang terbiasa memiliki aktivitas diluar rumah. Perasaan terasing akibat menjaga jarak sosial dan isolasi mandiri telah mengganggu aktivitas normal (Ridlo, 2020). Dalam rangka mengatasi dan menurunkan masalah kesehatan jiwa dan psikososial, puskesmas melalui program pemerintah mencanangkan program dukungan kesehatan jiwa dan psikososial. Secara global istilah ‘Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) Situasi Kedaruratan, yang berarti dukungan jenis apa pun dari luar atau lokal yang bertujuan melindungi atau meningkatkan kesejahteraan psikologis. DKJPS dipakai berbagai pihak untuk merespons kondisi kedaruratan maupun bencana, salah satunya pandemic COVID-19 (Kemenkes RI, 2020). DKJPS mengintegrasikan pendekatan biologis, psikologis, dan sosiokultural di bidang kesehatan, sosial, pendidikan dan komunitas, serta untuk menekankan perlunya pendekatan-pendekatan yang beragam dan saling melengkapi dari berbagai profesi dalam memberikan dukungan yang sesuai. Secara Umum Pada Dukungan Kesehatan Jiwa & Psikososial terkait COVID-19 adalah sebagai berikut:(Kemenkes RI, 2020) a. Upaya promotif-preventif (termasuk PFA) di masyarakat/komunitas b. Melakukan pencegahan terjadinya stigma terkait COVID-19 c. Memberdayakan masyarakat/komunitas untuk dukungan psikososial d. Memahami/menfasilitasi kebutuhan khusus pada kelompok rentan e. Melakukan kerja sama dengan stake holder di masyarakat/komunitas f. Memahami alur koordinasi dan rujukan : kesehatan fisik, kesehatan jiwa dan psikososial. DKJPS dalam Situasi Kedaruratan mengedepankan berbagai tingkatan intervensi agar diintegrasikan dalam kegiatan respons pandemi. Tingkatan-tingkatan ini disesuaikan dengan spectrum kebutuhan kesehatan jiwa dan psikososial dan digambarkan dalam piramida intervensi, mulai dari mempertimbangkan aspek sosial dan budaya dalam layanan-layanan dasar, hingga memberikan layanan masalah Kesehatan jiwa. Pada masa pandemik covid-19, pelaksanaan DKJPS meliputi:(Kemenkes RI, 2020) 1) Emosi positif: gembira, senang dengan cara melakukan kegiatan dan hobi yang disukai, baik sendiri maupun bersama keluarga atau teman. 2) Pikiran positif: menjauhkan dari informasi hoax, mengenang semua pengalaman yang menyenangkan, bicara pada diri sendiri tentang hal yang positif (positive self-talk ), responsive (mencari solusi) terhadap kejadian, dan selalu yakin bahwa pandemi akan segera teratasi. 3) Hubungan sosial yang positif : memberi pujian, memberi harapan antar sesama, saling mengingatkan cara-cara positif, meningkatkan ikatan emosi dalam keluarga dan kelompok, menghindari diskusi yang negatif, dan saling memberi kabar dengan rekan kerja, teman atau seprofesi. 4) Secara rutin tetap beribadah di rumah atau secara daring. 3. ARTIKEL MANAJEMEN STRESS BERDASARKAN REFERENSI Stress dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, dan emosi seorang individu. Oleh sebab itu, penting bagi setiap individu dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengatasi stress. Lazzarus dan Folkman dalam (Muslim, 2020) mengungkapkan bahwa coping stress merupakan suatu proses ketika individu mencoba untuk dapat mengelola jarak yang ada antara tuntutan – tuntuan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan menggunakan sumber – sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan. Oleh sebab itu, terdapat dua macam fungsi coping stress, yaitu sebagai berikut (Muslim, 2020). a. Emotion-focused coping Emotion-focused coping digunakan untuk mengatur respons emosional terhadap stress. Pengaturan ini melalui perilaku individu, seperti penggunaan obat penenang, bagaimana meniadakan faktafakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif. Bila individu tidak dapat mampu mengubah kondisi stressful, individu akan cenderung mengatur emosinya. b. Problem-focused coping Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Metode atau fungsi masalah ini lebih sering digunakan oleh orang dewasa. Selain itu, terdapat delapan strategi coping yang berbeda secara umum dikenal dalam psikologi, meliputi: konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah dikaitkan dengan problem-focused coping, kontrol diri, membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima tanggung jawab, dan lari atau penghindaran (Muslim, 2020). Setiap orang memiliki cara berbeda dalam mengatasi stress. Ada yang menghadapi stress dengan cara yang sehat atau ada juga dengan menggunakan cara yang tidak sehat yang dapat memperburuk keadaan dengan melakukan hal – hal di luar batas. Diana Ballesteros dan Janis Whitlock dalam (Muslim, 2020) mengemukakan dua jenis cara mengatasi stress, yakni: 1) Strategi yang baik dalam menghadapi stres: berolahraga secara rutin, memiliki alokasi waktu untuk beristirahat dan perawatan diri, menyeimbangi antara bekerja dan bermain, membuat manajemen waktu dan meditasi. 2) Strategi yang tidak baik dalam menghadapi stress: Mengonsumsi alkohol dan narkotika, melakukan kejahatan dan kriminal, menundanunda pekerjaan, menyakiti diri sendiri dan makan/minum berlebihan. Di bawah ini adalah beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan di masa pandemi, yakni sebagai berikut. 1. Tele-Yoga Yoga adalah cara tradisional yang dapat membantu dalam menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan emosi dengan lingkungan alam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pascoe, Gallegos, Zou et.al., dalam (Jasti et al., 2020) menunjukkan bahwa yoga dapat menjadi salah satu strategi dalam meningkatkan kesehatan dan mengurangi stress. Hasil penelitian dengan memberikan tele-yoga di masa pandemi menunjukkan perbandingan skor stress pada pre dan post intervensi selama 4 minggu pemberian tele-yoga menurun dari skor awal stress (n=54;mean ±SD 17.46 ± 6.97) dan post-intervensi selama 4 minggu skor stress (n=54;mean ±SD 12.15 ± 4.59) (Jasti et al., 2020). 2. Meditasi dengan Suara Alam Terapi meditasi tarik napas dalam yang dilakukan tiga kali pertemuan dengan durasi waktu setiap pertemuan selama 10 – 60 menit menunjukkan penurunan skor stress (Fendina et al., 2018). Selain itu, terapi musik pada penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dkk dalam (Luh et al., 2019) menunjukkan bahwa suara alam dapat membantu dalam mengurangi tingkat kecemasan. Hasil penelitian Luh et al., dengan memberikan kombinasi terapi meditasi dengan suara alam menunjukkan penurunan skor stress sebesar 36.36% dari skor stress sebelum diberi perlakuan. Terapi meditasi dapat membantu mengurangi stress karena terjadi penurunan hormon katekolamin epinefrin (EP) dan norepinefrin (NE) yang menyebabkan detak jantung menjadi lambat, tekanan darah menjadi normal, dan pernapasan menjadi tenang (Tilong, 2017). Terapi musik dapat menyebabkan penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang dapat mendorong rasa senang, bahagia, rileks, dan membantu dalam mengurangi stress (Sarafino & Smith, 2012). 3. Movie Therapy Relaksasi dapat dilakukan salah satunya dengan terapi menonton film (movie therapy) untuk mengurangi stress yang terjadi. Efektifitas movie therapy dikatakan cukup efektif diberikan untuk memfasilitasi pemodelan kognitif, emosi dan perilaku. Film disebutkan mampu mempengaruhi seseorang secara emosional daripada dampaknya pada tingkat intelektual. Film membantu mengurangi mekanisme pertahanan emosi seperti represi sehingga cocok digunakan sebagai media untuk eksplorasi diri (Abedin, A; Molaie, 2010). Penelitian tentang movie therapy lain juga menyatakan keefektifannya dibandingkan dengan social group therapy yang diterapkan selama 2 bulan dalam upaya mengatasi masalah kesehatan mental pada remaja (Molaie et al., 2010). 4. Koping Lain Stress Shdaifat et al., dalam (Luh et al., 2019) mengungkapkan koping stress lain yang dapat dilakukan adalah istirahat yang lebih lama, menjaga kesehatan, relaks dengan menonton TV, film, atau melakukan latihan fisik. 5. Relaksasi Relaksasi adalah suatu kegiatan melemaskan otot-otot pada tubuh yang berguna untuk mengurangi ketegangan yang dirasakan oleh tubuh. Proses kegiatan relaksasi ini berpegang kuat pada pengaturan pernapasan serta sugesti agar dapat merasakan ketenangan dan menghilangkan stres. Agar klien merasakan rileks di seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki, aktivitas relaksasi ini dilakukan dengan memberikan sugesti kepada klien. Selain itu, klien juga dituntun untuk dapat mengistirahatkan pikirannya dan merasakan kenyamanan, damai, bahagia atau perasaan positif lainnya pada dirinya (Budi, 2019). 6. Reappraisal and mindset approaches Strategi manajemen stres yang berfokus pada penilaian kembali stres mungkin merupakan pendekatan yang menjanjikan. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa keyakinan individu tentang stres memainkan peran penting dalam kapasitas mereka untuk mengatasi stres secara efektif dan mengurangi hasil terkait stres maladaptive. Crum, Jamieson, dan Akinola pada tahun 2020 menyarankan bahwa penilaian stres dan pola pikir sangat penting untuk menentukan apakah respons individu terhadap stresor bersifat adaptif dan mengarah pada koping yang efektif, atau maladaptif dan mengarah pada koping yang tidak efektif serta kesehatan dan fungsi yang terganggu. Prediksi utama dari teori-teori ini adalah bahwa individu yang menilai stres sebagai tantangan, sebagai lawan dari mengancam dan memegang keyakinan bahwa stres dapat meningkatkan dan memfasilitasi pengejaran tujuan yang berharga, berlawanan dengan melemahkan dan suboptimal dalam mengejar tujuan, mengatasi lebih efektif dan menunjukkan lebih baik. hasil. Perspektif ini masing-masing mengusulkan dua strategi adaptif yang mengubah perspektif individu tentang stres dan kemungkinan besar akan sangat efektif dalam manajemen stres: penilaian ulang stres dan pola pikir stres. D. ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM (SWOT) Analisis SWOT terhadap kebijakan atau program terkait manajemen stress pada mahasiswa adalah sebagai berikut: 1. S (Strength) a. Program manajemen stress ini memiliki berbagai macam intervensi mulai dari preventif, promotif dan rehabilitatif. b. Program dalam manajemen stres dapat dilakukan oleh setiap individu. c. Program manajemen stres ini tidak membutuhkan biaya banyak dan memerlukan alat secukupnya sesuai kebutuhan. 2. W (Weakness) a. Program manajemen stres masih jarang dipromosikan selama masa pandemi. b. Keterbatasan untuk bertatap muka langsung menjadi salah satu halangan untuk mempromosikan manajemen stres di masa pandemi. c. Kurangnya kesadaran mahasiswa terhadap tingkat stres. d. Kurangnya pengetahuan mahasiswa terkait manajemen stres. 3. O (Oppurtunities) a. Sasaran program ini adalah mahasiswa non kesehatan, dimana sebagian besar mahasiswa memiliki masalah psikologis seperti stres dan mahasiswa memiliki kemampuan menerima informasi dengan baik. b. Sebagian mahasiswa memahami cara penggunaan gadget, sehingga memudahlan dalam pemberian intervensi atau Tindakan terkait manajemen stres secara online selama masa pandemi. 4. T (Threats) a. Mahasiswa non kesehatan belum mengetahui tentang manajemen stress. b. Kurang minatnya mahasiswa dalam melakukan manajemen stres di masa pandemi. c. Intervensi atau Tindakan manajemen stres pada mahasiswa non kesehatan tidak dapat berjalan secara efektif. E. SARAN Meningkatnya stress selama di masa pandemi, mendorong pemerintah untuk dapat lebih menggencarkan pemberian edukasi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman dalam mengatasi stress hingga program – program yang sifatnya dapat dilakukan oleh masyarakat di rumah selama di masa pandemi. F. REFLEKSI 1) Program manajemen stress belum terlihat jelas dan kurang gencar untuk diterapkan secara nyata oleh masyarakat di masa pandemi. 2) Sudah adanya dan banyaknya berita pada platform secara online yang menginformasikan kegiatan relaksasi untuk mengatasi stress di masa pandemi. 3) Perlu digencarkan kembali mengenai cara mengatasi stress di masa pandemi melalui iklan – iklan layanan kesehatan dengan jangkauan yang lebih luas. G. LAMPIRAN ARTIKEL DAFTAR PUSTAKA Abedin, A; Molaie, A. (2010). The effectiveness of Group Movie Therapy (GMT) on parental stress reduction in mothers of children with mild mental retardation in Tehran. Procedia Social and Behavioral Sciences. Aufar, A. F., & Raharjo, S. T. (2020). Kegiatan Relaksasi Sebagai Coping Stress Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2(2), 157. https://doi.org/10.24198/jkrk.v2i2.29126. Budi, P. P. (2010). Cara Cepat Menguasai Hypnohealing. Yogyakarta: Leutika. Crum, A. J., Akinola, M., Martin, A., & Fath, S. (2017). The role of stress mindset in shaping cognitive, emotional, and physiological responses to challenging and threatening stress. Anxiety, Stress & Coping, 30, 379–395. https://doi.org/10.1080/10615806.2016.1275585. Diinah, D., & Rahman, S. (2020). Gambaran Tingkat Kecemasan Perawat Saat Pandemi Covid 19 Di Negara Berkembang Dan Negara Maju: a Literatur Review. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 37–48. https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.555. Fendina, F., Nashori, H. ., & Sulistyarini, I. (2018). Efektifitas Pelatihan Meditasi Pernapasan Dalam Menurunkan Stress Pada Pendukung Sebaya ODHA. Jurnal Psikologi Integratif, 6(I). Handayani, D., Hadi, D. R., Isbaniah, F., Burhan, E., & Agustin, H. (2019). Penyakit Virus Corona. Jurnal Respiratori, 40(2). Jasti, N., Bhargav, H., George, S., Varambally, S., & Gangadhar, B. N. (2020). Tele-yoga for stress management: Need of the hour during the COVID-19 pandemic and beyond? Asian Journal of Psychiatry, 54(August). https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102334 Kemenkes RI. (2021). Kesiapsiagaan menghadapi Infeksi COVID - 19. https://www.kemkes.go.id/. Kemenkes RI. (2020b). Protokol Layanan Dukungan Kesehatan Jiwa Dan Psikososial (Dkjps) Anak Dan Remaja Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Pandemi Covid19 (Subdirektorat Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja, ed.). Jakarta: Germas. Lakhan, R., Agrawal, A., & Sharma, M. (2020). Prevalence of Depression, Anxiety, and Stress during COVID-19 Pandemic. Journal of Neurosciences in Rural Practice, 11(4), 519–525. https://doi.org/10.1055/s-0040-1716442 Luh, N., Sri, K., Murdhiono, W. R., Damayanti, S., & Respati. (2019). Meditation With Sound of Nature Can Reduce Stress in Nursing Students. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 145–152. Molaie, A., Abedin, A., & Heidari, M. (2010). Comparing the effectiveness of group movie therapy (GMT) versus supportive group therapy (SGT) for improvement of mental health in grieving adolescent girls in Tehran. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 5, 832–837. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.07.194 Muslim, M. (2020). Manajemen Stress pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Manajemen Bisnis, 23(2), 192–201. Nasrullah, D., Natsir, M., Twistiandayani, R., Rohayani, L., Siswanto, Sumartyawati, N. M., Hasanah, U., & Direja, A. H. S. (2020). Dampak Psikologis Tenaga Kesehatan dalam Upaya Menghadapi Pandemi Corona Virus (Covid-19) di Indonesia. Kementerian RI. http://sinta.ristekbrin.go.id/covid/penelitian/detail/245. Ridlo, I. A. (2020). Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental Pandemi COVID-19 dan Tantangan Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia. INSAN Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 5(2), 155–164. https://doi.org/10.20473/jpkm.v5i12020.155-164. Sarafino, E., & Smith, T. . (2012). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. John Wiley & Son. Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L. K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan, C. O. M., & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415 Tilong, A. . (2017). Yoga dan Meditasi untuk Mempercepat Kehamilan. Laksana. Yuliana. (2020). Corona Virus Disease (COVID - 19): Sebuah Tinjauan Literature. Wellness and Healthy Magazine, https://doi.org/10.2307/j.ctvzxxb18.12 2(February), 124–137.