PROYEK PENUGASAN INDIVIDU MATA KULIAH (PPI-MK) PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH “ Utang Pemerintah, Peninggalan Masa Lalu? “ Aulya Rachmawandani NPM 4301180533 Kelas 5-07/07 Diploma III Kebendaharaan Negara 2020 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea empat, tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Salah satu tujuan negara yang menjadi dasar pemerintah dalam melakukan pembangunan ekonomi yaitu memajukan kesejahteraan masyarakat umum. Demi mewujudkan tujuan negara tersebut maka pemerintah berusaha untuk meningkatkan pelayanan maupun fasilitas di berbagai sektor. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penggunaan utang menjadi pilihan bagi pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Utang merupakan salah satu instrument APBN yang berperan penting dalam menjaga keberlangsungan ekonomi di suatu negara. Sejak awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia sudah memiliki utang akibat dari beberapa kesepakatan Indonesia dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar pada akhir 1949. Kesepakatan tersebut menimbulkan biaya ekonomi bagi banga Indonesia dikarenakan Pemerintahan Belanda masih diizinkan untuk membawa hasil keuntungan yang diperoleh dari Indonesia untuk dibawa ke negara asalnya. Selain itu pemerintah Indonesia juga harus melunasi beban utang sejumlah USD 1,13 miliar kepada Pemerintah Belanda akibat dari adanya kesepakatan tersebut (Setiawanto, 2017). Kondisi politik pada tahun 1961 juga mempengaruhi proporsi utang pemerintah Indonesia menjadi lebih besar. Penyebab dari kenaikan utang Indonesia adalah masalah hiperinflasi. Hal tersebut membuat alur distribusi barang di sektor riil menjadi tidak terukur. Likuiditas uang yang beredar di masyarakat juga selalu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan transaksi yang mereka perlukan. Kondisi ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap uang yang dimilikinya menjadi tinggi. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana pengelolaan utang pemerintah masa lalu dengan saat ini ? 2) Apakah besaran utang saat ini dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia? 1.3 Tujuan tujuan penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang pengelolaan utang pemerintah Indonesia di masa lalu dengan masa sekarang. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh utang pemerintah terhadap stabilitas perekonomian Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Teori Utang John Maynard Keynes (1883-1946) merupakan seorang ekonom inggris, memiliki pendapat bahwa untuk membangkitkan perekonomian dunia pada tahun 1930-an, maka perlu adanya peningkatan permintaan terutama dari segi pengeluaran konsumsi melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Utang tersebut dapat diperoleh dengan menciptakan utang. Teori yang diciptakan oleh John Keynes ini yaitu Kebijakan fiskal ekspansif (APBN-ekspansif), melalui peningkaan pengeluaran pemerintah yang dibiayai utang dapat mengatasi resesi pada negara tersebut. Teori yang dikemukakan oleh Keynes ini telah memberikan cara pemulihan depresi yang baik sehingga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung intervensi negara dan kepercayaan kepada pemerintah. Kebijakan ini digunakan oleh pemerintah Indonesia sejak orde reformasi tahun 2000 sampai sekarang. Kebijakan ekspansif melalui pembiayaan utang digunakan oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis 1998. 2.2 Data Pendukung 2.2.1 Perbedaan Pengelolaan Utang Pemerintah Indonesia Saat Ini dengan Masa Lalu Pemerintah Indonesia pernah berada pada kondisi peningkatan utang yang cukup tinggi. Peningkatan utang yang cukup signifikan ini akibat pengelolaan utang yang tidak prudent (hati-hati) sehingga memicu krisis moneter tahun 1998. Penyebab krisis tersebut adalah menurunnya nilai mata uang regional maupun domestik. Dari segi domestik, penurunan disebabkan oleh penurunan nilai ekspor yang menyebabkan defisit neraca berjalan di Indonesia. Pembiayaan defisit nearaca berjalan ini dilakukan dengan melakukan pinjaman jangka pendek oleh pemerintah. Selain itu pada kondisi tersebut, juga berdampak pada pertumbuhan utang luar negeri (LN) swasta yang meningkat tajam selama satu dekade terakhir. Sumber utang pemerintah hanya berupa pinjaman luar negeri sampai dengan tahun 1998. Pada tahun 1999 pemerintah menambah rasio utang berupa pinjaman dalam negeri. Dari grafik tersebut, proporsi utang pemerintah berupa pinjaman dalam negeri terus meningkat dibandingkan dengan pinjaman luar negeri. Rasio utang yang mengalami peningkatan ini merupakan dampak dari krisis ekonomi tahun 1997-1998. Pada periode tersebut, rasio utang terhadap PDB juga mengalami peningkatan yang cukup drastis (Satya, 2015). Pada tahun 2003, pemerintah berusaha untuk mengantisipasi krisis tersebut dengan menetapkan batasan saldo utang terhadap PDB yang dicantumkan dalam Penjelasan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas jumlah pinjaman tertinggi adalah 60% dari PDB. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan utang pemerintah pada masa lalu masih belum menerapkan prinsip kehati-hatian. Setiap penerbitan atau penarikan utang harus tetap mempertimbangkan cost and benefit dengan hati-hati. Di masa pandemi seperti ini, utang pemerintah Indonesia terus meningkat secara signifikan. Perlu adanya pengelolaan utang pemerintah secara prudent, akuntabilitas, dan transparan. Diterbitkannya Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN TA 2020, pemerintah mencatat kenaikan pembiayaan utang menjadi Rp1.006,4 triliun dari perencanaan awal sebesar Rp 351,8 triliun. Peningkatan proporsi utang tersebut seiring dengan meningkatnya outlook defisit anggaran yang mencapai 5,07% untuk membiayai stimulus kebijakan pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Sumber DJPPR Pengelolaan utang pemerintah pada kondisi saat ini dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan (sustainable) agar rasio utang Indonesia tetap dalam batas aman. 2.2.2 Pengaruh utang pemerintah Indonesia terhadap stabilitas ekonomi Indonesia Sebelum pandemi, rasio utang indonesia per februari 2018 29,2% dari PDB, masih dalam batas aman yang diperbolehkan UU No. 17 Tahun 2003 sebesar 60% dari PDB. Tiga lembaga pemeringkat di dunia, Fitch, S&P dan Moody’s menilai bahwa perekonomian Indonesia sehat dan layak dijadikan tempat berinvestasi. Bila dibandingkan dengan negara-negara Asean, Indonesia memiliki rasio utang paling rendah. Sumber DJPPR Rasio Utang Negara (per Desember 2017) Malaysia 50,8% Thailand 32,5% Vietnam 62,40% Indonesia 28,98% Secara fundamental perekonomian (Kementerian Keuangan, 2018), Indonesia juga terbilang cukup kuat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator perekonomian, seperti : Inflasi yang terjaga di 3,13% Tingkat kemiskinan dibawah 2 digit pada 9,82% Outlook pertumbuhan ekonomi 5,15% Penguatan fundamental perekonomian Indonesia mendapat apresiasi positif dari lembaga credit rating dunia dengan tetap mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level Investment Grade di tengah kondisi perekonomian yang rentan (volatile). Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa utang pemerintah masih dalam batas wajar sehingga tidak cukup mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia. Hampir tidak ada negara maju dan berkembang didunia yang tidak memiliki utang. 2.3 Peraturan terkait Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Peraturan Presiden 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 2.4 Ide baru yang aplikatif Pada masa pandemi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menerapkan pengelolaan utang yang baik (Kementerian Keuangan, 2020), seperti : 1) Menerbitkan SBN dnegan tujuan tertentu, khususnya dalam rangka pandemi Covid-19 untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, BUMN, Investor korporasi, dan/atau investor ritel. 2) Meningkatkan efisiensi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai dan peningkatan kinerja kegiatan yang dibiayai dengan utang 3) Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan sumber luar negeri sebagai pelengkap 4) Mengoptimalkan peran serta masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik 5) Mengendalikan utang jatuh tempo jangka pendek-menengah dengan mengutamakan penerbitan SBN dengan tenor menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolo utang secara prudent. Selain itu, menurut saya utang pemerintah harus dikelola lebih baik dengan menghitung kemampuan dalam negeri untuk membayarnya sehingga jangan sampai biaya utang yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat atau investasi yang dibiayai oleh utang tersebut. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kebijakan utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal perekonomian di suatu negara. Indonesia merupakan negara yang menganut kebijakan APBN defisit, yaitu pengeluaran lebih besar dari pendapatan negara. Hal ini dilakukan untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Proporsi utang Indonesia yang cukup besar ini juga akibat dari peninggalan masa lalu. Krisis ekonomi 1998 memberikan dampak cukup besar terutama dalam peningkatan rasio utang Indonesia. Pada tahun 2003, pemerintah dapat mengantisipasi dampak krisis tersebut supaya tidak semakin parah dengan menerbitkan kebijakan yaitu menetapkan batasan saldo utang terhadap PDB yang dicantumkan dalam Penjelasan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan batas jumlah pinjaman tertinggi adalah 60% dari PDB. Kebijakan ini dapat memulihkan perekonomian Indonesia akibat dampak krisis 1998. Selanjutnya di masa pandemi ini, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pengelolaan utang agar tetap prudent, transparan, dan akuntabel. Sesuai dengan Perpres No. 54 Tahun 2020, pemerintah mencatat kenaikan pembiayaan utang menjadi Rp1.006,4 triliun dari perencanaan awal sebesar Rp 351,8 triliun. Peningkatan rasio utang tersebut sebagai stimulus dalam penanganan Covid-19. Proporsi utang Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya masih tergolong aman sehingga tidak mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan beberapa indikator perekonomian seperti Inflasi yang terjaga di 3,13%, tingkat kemiskinan dibawah 2 digit pada 9,82%, dan outlook pertumbuhan ekonomi 5,15%. Bila dibandingkan dengan negara lain, rasio utang terhadap PDB dan tingkat per kapita tahun 2016, Indonesia menjadi salah satu negara yang nilai rasio utang nya paling rendah. Dapat disimpulkan bahwa meskipun utang pemerintah meningkat, jika digunakan untuk hal-hal produktif maka masih dapat terkendali. 3.2 Saran Kebijakan utang dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akan tetapi kebijakan ini dapat mengancam suatu negara yang menganutnya jika tidak dapat mengendalikannya dengan baik. Perlu adanya pengelolaan utang yang prudent, transparan, dan akuntabel untuk mendapatkan benefit yang besar dari kebijakan tersebut. Daftar Pustaka Kementerian Keuangan. (2018). Menjawab Utang. In Www.Kemenkeu.Go.Id. Kementerian Keuangan, D. (2020). Laporan Kinerja Penyerapan Pinjaman, Hibah dan Project Based Sukuk Triwulan II 2020. 1–18. https://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/load/41 Satya, V. E. (2015). Manajemen Utang Pemerintah Dan Permasalahannya State Debt Management Analysis : Kajian Vol. 20 No. 1 Maret 2015 Hal. 59 - 74, 59– 74. Setiawanto, R. (2017). Utang Negara. Lampiran Plagiarism Checker