Mata Kuliah Dosen Pembimbing Fiqih Muamalah Muhammad Sauqi, S.H.I, MH. Akad Murabahah (Dalam Jual Beli Dan Bermuamalah) Disusun Oleh: Kelompok II Alffunuunurrutsani NPM: 19.15.0125 Azizah NPM: 19.15.0126 Fathia Asfihani NPM: 19.15.0128 Fatimatuz Zahra NPM: 19.15.0129 Norhasanah NPM: 19.15.0152 PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA 2020 KATA PENGANTAR Alhamdullillahhirobbil alamin, segalah puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segalah rahmat dan hidayah-Nya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robbal alamin. Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Fiqih Muamalah yang berjudul “Akad Murabahah (Dalam Jual Beli dan Bermuamalah)” pada tepat waktu. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya. Martapura, Desember 2020 Kelompok II ii DAFTAR ISI COVER ..................................................................................................................... i KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2 1.3 Tujuan Masalah .......................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3 2.1 Pengertian Murabahah ................................................................................ 3 2.2 Dasar Hukum Murabahah ........................................................................... 6 2.3 Komponen-komponen dalam Murabahah .................................................... 9 2.4 Perbedaan Murabahah dan Ba’i Bitsaman Ajil .......................................... 10 BAB III PENUTUP ................................................................................................ 12 3.1 Simpulan .................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13 iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akad merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara satu pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan prinsip syariah.1 Salah satu akad yang digunakan BMT dalam transaksi pembiayaan berbasis jual beli adalah murabahah. Murabahah adalah kontrak jual-beli dimana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Undang-undang No.21 Tahun 2008 tentang PerbankanSyari’ah telah merumuskan maksud dari akad, bahwa “ Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syari’ah atau Unit Usaha Syari’ah dan pihak lain yang membuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syari’ah’’. Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah akad (perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat Islam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan harus ditegakkan isinya. Al-Qur’an surah al-Maaidah (5) ayat 1 menyebutkan: “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”. Pada prinsipnya, setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia adalah bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika kita mengetahui istilah penjualan secara umum, maka dalam ekonomi Islam hal tersebut dikenal dengan istilah ba’i. Jual beli dalam bahasa arab “al-bay’u” berarti saling menukar (pertukaran) atau pertukaran dari satu barang dengan yang lain. 1 Abdul Ghofur, 2010, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia” Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. 1 Hal ini merujuk pada Q.S. Yusuf[12]: 20 yang artinya, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” . Ada banyak bentuk jual beli yang terdapat dalam Islam. Salah satu yang umum diketahui adalah murabahah. Salah satu akad tersebut adalah akad Murabahah, yaitu akad jual-beli. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan akad murabahah ? 2. Bagaimana dasar hukum murabahah ? 3. Bagaimana komponen murabahah ? 4. Bagaimana murabahah dan bai’bi saman ajil ? 1.3 Tujuan Masalah 1. Dapat mengetahui akad murabahah. 2. Dapat mengetahui dasar hukum murabahah. 3. Mengetahui bagaimana kommponen murabahah. 4. Dapat mengetahui murabahah dan bai’bi saman ajil. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Murabahah Murabahah berasal dari kata bahasa Arab, ribh (ar-ribhu) yang berarti keuntungan, kelebihan, atau tambahan. Di dunia perbankan syariah, perjanjian ini terjadi antara bank dengan nasabah yang memerlukan barang dari bank tersebut. Pada dasarnya, murabahah adalah transaksi penjualan. Menurut Syafi’I Antononio murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. 2 Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. Penjual harus memberi tahu harga produk yang dia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. 3 Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Jual beli mempunyai prinsip yang harus dilaksanakan dengan adanya peprindahan kepemilikan barang. Ke tingkatan penjual ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Dalam aplikasi dilembaga keuangan syariah pada perjanjian murabahah, lembaga keuangan, syariah membiayai pembelian yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasuk, ia kemudian menjual kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau di mark up. Murabahah adalah kegiatan yang berbentuk jual beli, di mana barang nya diterima di depan, sementara pembayaran kemudian (ditangguhkan). Dalam murabahah pigak penjual mendapatkan margin yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum terjadi akad/perjanjian. Sistem pembiayaan ini sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan nasabah terhadap barang-barang modal. 2 Syafi’i Antonia, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Cet. I, h.101. 3 M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam,Malang: UIN Malang press, 2009, h.190 3 Yang membedakan akad ini dengan praktik penjualan konvensional adalah informasi yang diberikan kepada pembeli. Menurut pendapat Utsmani, murabahah adalah bentuk jual-beli yang menuntut penjual untuk memberi informasi kepada calon pembeli tentang harga dan biaya di baliknya. Selain harga jual, calon pembeli juga berhak tahu tentang nilai pokok barang serta jumlah keuntungan yang diambil penjual. Rukun dan Syarat Murabahah. Rukun-rukun murabahah adalah sebagai berikut: a. Penjual (pihak yang memiliki barang) b. Pembeli (pihak yang akan membeli barang) c. Barang yang diperjualbelikan d. Harga e. Ijab qabul. Adapun syarat-syarat murabahah yaitu: a. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan c. Kontrak harus bebas dari riba d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika cacat atas barang sesudah pembelian . e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian dilakukan secara utang.4 4 Syafi’i Antonia, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Cet. I, 102. 4 Penyempitan Makna Murabahah Dewasa ini, akad murabahah mengalami penyempitan makna. Seringkali makna akad murabahah hanya sekedar jual beli dengan cara cicilan sebagaimana yang dipraktikan oleh lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah, BMT dan sebagainya. Padahal makna murabahah tidak sesempit itu. Intinya bila kamu menjual barang yang disertai dengan pengakuan akan modal dan keuntungan yang hendak diperoleh kemudian disepakati oleh pembeli maka kamu telah melakukan transaksi murabahah. Dengan kata lain, akad murabahah bisa terjadi jika transaksi penjualan dan pembelian memiliki margin keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini, pembeli berhak membatalkan keinginan untuk bertransaksi jika pada akhirnya biaya yang dikemukakan oleh penjual tidak sesuai dengan keinginan. Pembayaran barang dalam akad ini bisa dilakukan secara tunai atau kredit, sesuai kesepakatan sehingga tidak terbatas hanya pada cara cicilan. Murabahah termasuk Bai’ul Amanah Akad murabahah termasuk dalam kategori jual beli amanah atau dalam bahasa arab disebut bai’ul amanah. Apa itu bai’ul amanah? Ia adalah jual beli dimana penjual dipercaya untuk menyebutkan harga belinya/harga modal dengan jujur. Bai’ul amanah terdiri dari tiga jenis yaitu bai’ul murabahah, bai’ul tauliyah dan bai’ul wadiah. 5 o Bai’ul Murabahah Pada bai’ul murabahah, penjual dipercaya untuk menyebutkan modal atas barang yang ia jual termasuk keuntungan yang hendak ia peroleh. Misalnya, Rosnita memiliki usaha kue. Ia akan menjual kue tersebut kepada Rohman. Ketika akan menjual kue tersebut, Rosnita akan menyebutkan modal ia ketika membuat kue beserta keuntungan yang ia dapatkan dari menjual kue tersebut. o Bai’ul Tauliyah Pada bai’ul tauliyah, penjual akan menjualkan barangnya sesuai dengan harga modal ketika ia memperoleh barang tersebut. Misalnya, Rosnita yang memiliki usaha kue memerlukan modal sebesar Rp50.000 untuk membuat kue tersebut. Kemudian ia menjual ke Rohman juga dengan harga Rp50.000. Sehingga Rosnita mendapatkan kembali uang yang menjadi modalnya tanpa memperoleh keuntungan sepeserpun. 5 2.2 Dasar Hukum Murabahah Dasar hukum pelaksanaan murabahah dalam sumber utama hukum Islam adalah sebagai berikut: Al-Qur’an Landasan utama adanya transaksi murabahah adalah berasal dari Q.S. AlBaqarah[2] : 275, yang artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Juga pada Q.S. An-Nisa[4] : 29 yang artinya, “hai orangorang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamu dengan jalan yang 5 https://qazwa.id/blog/murabahah/ 6 batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu“.6 كونتَ ِْجاَرةً َعْنتَـَرا ٍض َ ُْ َإلالأَْْ نت ِ ِيَاأَيـ َُْ ْهاال َِْْذيَنآَمنُواالتَأُْْ كلُواأَْْ َموالَُْ كْمبَـْيـنَ ُْ كْم ِبا ْلبَ ِاط ب ِْكْم َِرح ًيما ُ ِْ ْمن ُكْم َوال تَـْقت ُـلُوا أ َ ْنـُف َس ُكْم ِإ ن الل َه َكاَن Hadits Landasan hadist yang mendasari transaksi murabahah ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2289. عن سهيب رضي هللاا عنه ا ن النبي صلى هللاا عليه وسلم قا ل: ثال ث فيهن ا لبراكة: البيع الى اجل (رواه ا بن ما جه)والمقرضة وخلط البر با لشعير للبيت ال للبيع7 Artinya: “Diriwayatkan dari shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: tiga hal yang mengandung berkah yaitu jual beli secara tidak tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” Hadist dia atas menjelaskan diperbolehkannya praktek jual beli yang dilakukan secara tempo, begitu juga dengan pembiayaan murabahah yang dilakukan secara tempo, dalam arti nasabah diberi tenggang waktu untuk melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai kesepakatan. ب ي َصل ىاهللااَُْ علَْْ يِه ََوس ْ َْ َ َ عشَرةُبِأََْ َحد َ َْْ عنُ َمح مٍدالَبَأ َ ْْسال ِ ِربْْ حاَوقَاَاللن ً عش ََرويَأ ُ ْْ ُخذلِلن ـَفَ ِقة ماي ْْكِف ِيك ََوولََْ دِك ِبالَْْ ْمعُر ِوف َ َ)صحيحالبخاري)ل ََْ ْم ِل ِْ ْهنٍد ُخِ ذي Artinya: Dari Muhammad, tidak bahaya (menjual harga) sepuluh dengan sebelas, dan dia mengambil untung sebagai nafkah. Dan bersabda Nabi saw 6 Ibid, h. 83 7 kepada Hindun:” Mengambillah engkau pada apa-apa yang mencukupi bagimu dan anak mu dengan sesuatu yang baik.” Fatwa MUI Terkait Murabahah Pada era saat ini dimana transaksi murabahah erat kaitannya dengan praktik pada lembaga keuangan syariah, maka transaksi murabahah tercantum dalam fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/20007 tentang murabahah. Hal ini dicontohkan seperti ketika seseorang pembeli berkata, “Beli barang ini olehmu 10 juta, nanti saya berjanji akan membelinya darimu 12juta tidak tunai dan saya pasti akan memenuhi janji (janji yang mengikat). Dalam hal ini dikarenakan adanya janji yang terikat yang membuat kedua belah pihak tidak dapat menarik diri maka transaksi ini diperbolehkan. Hal ini merupakan pendapat dari ulama Dr. Yusuf Al Qaradhawi dan Dr. Samid Hamud. Landasan Hadist atas Fatwa Landasan dari pendapat ini adalah sabda Nabi SAW yaitu, “Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani). Kemudian terdapat banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang mengharuskan seorang muslim memenuhi janjinya dan menyebut orang yang tidak memenuhi janji sebagai orang yang munafik. Nabi SAW bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga apabila ia berucap ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar dan apabila ia diberikan amanah ia khianat” (HR. Bukhari). Pendapat Jumhur Ulama 7 Ichwan Sam dan Hasanudin, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Ciputat: CV, Gaung Persada, 2006 8 Jumhur (mayoritas) ulama telah sepakat terkait kebolehan akad murabahah. Sebagian ulama mendasarkan kebolehan ini deengan menganalogikan (qiyas) terhadap jual beli tauliyah yaitu jual beli dengan harga yang sama dengan harga modalnya. Sebagaimana pada hadist Nabi SAW, “Rasulullah SAW membeli unta untuk hijrah dari Abu bakar dengan harga at par (tauliyah); ketika Abu Bakar ingin menghibahkan unta tersebut, Rasulullah mengatakan; “Tidak, saya akan bayar sesuai dengan harga pokok pembelian (tsaman).””. Kemudian pada riwayat lain, Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya dua ekor unta yang telah aku siapkan keduanya untuk keluar hijrah, maka ambillah salah satunya.” Maka beliau berkata: “Aku sudah mengambil salah salatunya dan kamu terima harga jualnya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Ahmad). 2.3 Komponen-komponen dalam Murabahah Dalam murabahah terdapat tiga komponen murabahah, yaitu: Harga pokok barang adalah harga barang ditambah dengan beban-beban lainyang dikeluarkan sehingga barang tersebut memiliki nilai ekonomis. Masalah yang terkait dengan harga pokok ini adalah: 1) Pengadaan barang yang diperjualbelikan 2) Diskon dari pemasok 3) Pengadaan barang jika diwakilkan 4) Nilai harga pokok (perolehan) Keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak dengan tidak menganiaya salah satu pihak. Harga jual murabahah, yaitu harga yang disepakati yang meliputi harga pembelian ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Yang terkait dengan harga jual murabahah adalah masalah: 9 1) Hutang nasabah 2) Uang muka dari nasabah 3) Pembayaran angsuran Pembayaran pelunasan lebih awal 3) Jenis Murabahah Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam: a. Murabahah tanpa pesanan Yaitu ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang. b. Murabahah berdasarkan pesanan Yaitu bank syariah baru akan melakukan transaksi jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam: 1) Sifatnya mengikat antara murabahah berdasarkan pesanan tersebut mangikat untuk dibeli nasabah sebagai pemesan. 2) Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut. 2.4 Perbedaan Murabahah dan Ba’i Bitsaman Ajil 1. Al Murabahah Yaitu kontrak jual-beli dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan segera sedangkan harga (pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) dibayar kemudian hari secara sekaligus (lum sump defered payment). Dalam prakteknya, bank bertindak sebagi penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan lump sum. 2. Al Bai’ Bitsaman Ajil 10 Yaitu kontrak al murabahah dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga barang tersebut dibayar dikemudian hari secara angsuran (installment deffered payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran. 3. Bai’ Salam Yaitu kontrak jual-beli dimana harga atas barang yang diperjual-belikan dibayar dimuka sebelum barang diserahkan kepada pembeli (pre-paid purchase of goods). Melalui cara ini harga barang dibayar dimuka pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa waktu kemudian. Jadi pada dasarnya transaksi al bai’ bitsaman ajil merupakan jenis kontrak murabahah dimana kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran dan untuk transaksi murabahah kewajiban nasabah dilakukan secara tangguh dan sekaligus. Sedangkan transaksi murabahah merupakan kebalikan dari bai’ salam. Pada murabahah, barang diserahkan terlebih dahulu oleh penjual (bank) kepada pembeli (nasabah), baru pembayarannya dilakukan dikemudian hari setelah penyerahan barang (baik pembayaran dilakukan secara sekaligus maupun secara cicilan). Sedangkan pada bai’ salam, pembayaran harga barang oleh pembeli (bank) dilakukan dimuka sebelum penyerahan barang oleh penjual (pemasok atau nasabah) dan kepada pembeli (bank) dilakukan kemudian hari setelah pembayaran selesai dilakukan (Syahdeni, 1999, 69).8 Perbedaan di antara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada murabahah dilakukan secara tunai setelah terjadi akad. Sedangkan pada 8 http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/perbedaan-murabahah-al-bai-bitsaman-ajil.html 11 Al-Bai' Bitsaman Ajil pembayaran dilakukan secara cicilan setelah pembeli memperlihatkan hasil usahanya atau pada saat jatuh tempo yang disepakati (Ridwan, 2004:17-18). BAB III PENUTUP 12 3.1 Simpulan Dalam aplikasi bank syari’ah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah sebagai pembeli. Bank syari’ah menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi disbanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syrai’ah. Pembayaran atas transaksi murabahah dapat dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan angsuran selama jangka waktu yang disepakati. DAFTAR PUSTAKA 13 Abdul Ghofur, 2010, “Hukum Perjanjian Islam di Indonesia” Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/perbedaan-murabahah-al-bai-bitsamanajil.html https://qazwa.id/blog/murabahah/ Ichwan Sam dan Hasanudin, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Ciputat: CV, Gaung Persada, 2006. M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam,Malang: UIN Malang press, 2009. Syafi’i Antonia, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Cet. I. 14