Uploaded by User89999

JURNAL SKRIPSI AGUSTINUS ILE SUKUN

advertisement
Analisis Pengaruh Ketinggian Bangunan Terhadap Gaya Gempa Dasar, Periode Getar,
dan Simpangan Lantai Pada Bangunan Bertingkat Rendah dan Tinggi
Dionisius T.A.B.1), Ninik Catur E.Y.2) dan Agustinus I. Sukun3)
1,2) Dosen Teknik Sipil S-1 Universitas Merdeka Malang
3) Mahasiswa Teknik Sipil S-1 Universitas Merdeka Malang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan pembangunan di Indonesia mengakibatkan ketersediaan lahan yang
semakin berkurang. Karena itu, pembangunan secara vertikal merupakan solusi dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Namun Indonesia yang terletak di daerah rawan gempa,
mengakibatkan bangunan dengan ketinggian yang tinggi memiliki risiko kerusakan yang
berat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketinggian bangunan terhadap
gaya gempa dasar, periode getar, dan simpangan lantai pada bangunan bertingkat rendah dan
tinggi.
Struktur bangunan yang dimodelkan merupakan gedung beraturan, dengan ketinggian
Gedung, konfigurasi massa dan kekakuan yang divariasikan. Model struktur terdiri dari
bangunan dengan ketinggian 26,2 m sebagai bangunan bertingkat rendah dengan jumlah 6
lantai, 38,8 m sebagai variabel bangunan kontrol dengan jumlah 9 lantai, dan 51,4 m sebagai
bangunan bertingkat tinggi dengan jumlah 12 lantai. Sedangkan konfigurasi massa dan
kekakuan terdiri dari massa yang berbeda dan kekakuan yang sama (DMSS) dan massa yang
berbeda dan kekakuan yang berbeda (DMDS). Dalam penelitian ini, analisis beban gempa
dilakukan dengan analisis respon spektrum berdasarkan SNI 1726-2012 dan menggunakan
software SAP2000 V20.
Hasil analisis menunjukan bahwa semakin tinggi suatu bangunan, respon dinamis
struktur bangunan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya peningkatan massa
pada bangunan. Bangunan dengan konfigurasi massa dan kekakuan DMDS memiliki gaya
gempa dasar lebih kecil, periode getar lebih panjang dan simpangan lantai lebih besar
dibandingkan dengan bangunan yang memiliki konfigurasi massa dan kekakuan DMSS. Hal
serupa terjadi juga pada bangunan yang mempunyai ketinggian sama, dengan konfigurasi
massa dan kekakuan DMDS ditemukan memiliki gaya gempa dasar lebih kecil, periode getar
lebih panjang dan simpangan lantai lebih besar.
Kata Kunci : Ketinggian Bangunan, Gaya Gempa Dasar, Periode Getar, Simpangan
Lantai.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan pembangunan sarana
dan prasarana penunjang kehidupan
seperti gedung akibat pertumbuhan
penduduk di Indonesia, menyebabkan
ketersediaan
lahan
yang
semakin
berkurang. Karena itu pembangunan
vertikal
merupakan
solusi
dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Menurut
Akmal (2007), bangunan bertingkat terdiri
dari bangunan bertingkat rendah (low rise
building) dengan tinggi bangunan kurang
dari 35 m dan bangunan bertingkat tinggi
(high rise building) dengan tinggi
bangunan lebih dari 35 m.
Pembangunan gedung bertingkat di
Indonesia memiliki kerusakan yang berat.
Hal tersebut disebabkan wilayah Indonesia
Sehingga pembangunan gedung atau
bangunan-bangunan
lainnya
harus
direncanakan sebagai bangunan tahan
gempa. Perencanaan bangunan tahan
gempa bertujuan untuk menghindari
terjadinya korban jiwa akibat keruntuhan
gedung.
Berdasarkan SNI 1726-2012 tentang
tata cara perencanaan ketahanan gempa
untuk struktur bangunan gedung dan nongedung, tahapan analisis terhadap gempa
harus dilakukan untuk mengetahui
perilaku struktur akibat beban gempa yang
bekerja pada struktur bangunan tersebut.
Analisis gempa dapat dilakukan melalui
analisis statik dan dinamis. Dalam hal
gempa, respon struktur pada bangunan
bertingkat rendah dan tinggi mengalami
perbedaan. Hal tersebut dikarenakan
semakin tinggi bangunan, maka massa
yang bekerja pada bangunan tersebut
semakin besar, sehingga gaya gempa yang
diterima semakin besar, periode getar
struktur semakin kecil dan simpangan
semakin besar. Selain dipengaruhi oleh
massa bangunan, respon struktur juga
dipengaruhi oleh kekakuan. Semakin kaku
suatu struktur, maka semakin kecil periode
getar dan simpangan semakin besar.
Namun perlu perlu ada pembatasan nilai
periode getar dan simpangan lantai agar
tidak menjadi berlebihan yang dapat
mengakibatkan
struktur
mengalami
keruntuhan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
penelitian
ini
yaitu
mengetahui besarnya nilai gaya gempa
dasar, periode getar, dan simpangan lantai
pada bangunan dengan ketinggian yang
berbeda akibat gempa dan perbedaannya
serta pengaruh massa dan kekakuan pada
bangunan dengan ketinggian yang berbeda
terhadap gaya gempa, periode getar dan
simpangan antar lantai. Dari hasil tersebut
dpaat digunakan sebagai gambaran terkait
respon struktur pada bangunan bertingkat
rendah dan tinggi.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ketinggian gedung yang ditinjau adalah
26,2 m sebagai bangunan dengan
ketinggian rendah (6 lantai), 51,4 m
sebagai bangunan dengan ketinggian
yang tinggi (12 lantai), dan 38,8 m
sebagai variabel bangunan kontrol (9
lantai).
2. Denah struktur dibuat dengan jumlah
bentang pada struktur arah x = y yaitu 5
bentang.
3. Semua pemodelan struktur diasumsikan
terletak di Kota Larantuka, Flores
Timur dengan kondisi batuan (SB).
4. Konfigurasi kekakuan dan massa yang
digunakan adalah:
a. DMSS (Different Mass, Same
Stiffness), model ini mengasumsikan
bahwa
setiap
lantai
yang
direncanakan memiliki massa yang
berbeda dan kekakuan (dimensi)
yang sama.
b. DMDS (Different Mass, Different
Stiffness), model ini mengasumsikan
bahwa
setiap
lantai
yang
direncanakan memiliki massa yang
berbeda dan kekakuan (dimensi)
yang berbeda.
5. Perhitungan 3 dimensi, diambil hasil
keluaran (output) program Structural
Analysis Programme 2000 Versi 20
(SAP2000 V20) dan struktur dianalisis
menggunakan analisis respon spektrum.
TINJAUAN PUSTAKA
Filosofi Bangunan Tahan Gempa
Menurut Budiono dan Supriatna
(2011), filosofis perencanaan bangunan
tahan gempa meliputi:
1. Pada saat terjadi gempa minor, struktur
bangunan dan fungsi bangunan harus
dapat tetap berjalan (servicable)
sehingga struktur harus kuat dan tidak
ada kerusakan baik pada elemen
struktural dan elemen nonstruktural
bangunan.
2. Pada saat terjadi gempa sedang, struktur
diperbolehkan mengalami kerusakan
pada elemen nonstruktural, tetapi tidak
diperbolehkan terjadi kerusakan pada
elemen struktural.
3. Pada saat terjadi gempa kuat,
diperbolehkan terjadi kerusakan pada
elemen struktural dan nonstruktural,
namun
tidak
boleh
sampai
menyebabkan
bangunan
runtuh
sehingga tidak ada korban jiwa atau
dapat meminimalkan jumlah korban
jiwa.
Konsep Desain Bangunan Tahan Gempa
Menurut Wibisono dan Lie (2008),
konsep bangunan tahan gempa merupakan
upaya untuk membuat seluruh elemen
rumah menjadi satu kesatuan yang utuh,
yang tidak lepas/runtuh akibat gempa
sehingga beban dapat ditanggung dan
disalurkan secara bersama-sama dan
proposional. Penerapan konsep tahan
gempa antara lain dengan cara membuat
sambungan yang cukup kuat diantara
elemen balok dan kolom serta pemilihan
material dan pelaksanaan yang tepat. Pada
umumnya, konsep desain bangunan tahan
gempa yang biasa digunakan adalah
konsep desain kapasitas (capacity design).
Konsep desain kapasitas dirancang dengan
tujuan supaya sendi-sendi plastis terjadi
pada daerah-daerah yang dapat menunjang
tujuan desain bangunan tahan gempa atau
yang dikenal dengan konsep strong column
weak beam.
Massa Bangunan
Massa dari struktur bangunan
merupakan faktor yang sangat penting,
karena beban gempa merupakan gaya
inersia yang bekerja pada pusat massa dan
besarnya sangat bergantung dari besarnya
massa dari struktur tersebut. Semakin berat
massa bangunan maka gaya gempa yang
bekerja pada bangunan tersebut juga
semakin
besar.
Sehingga
untuk
mengurangi besarnya gaya gempa yang
timbul, maka massa bangunan harus
diusahakan seringan mungkin, seperti
dalam pemilihan bahan dan material yang
digunakan pada bangunan tersebut.
Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan suatu
elemen
untuk
menahan
terjadinya
perpindahan/simpangan. Nilai kekakuan
suatu struktur ditentukan oleh properti
material, dimensi elemen struktur,
persentase penulangan, kondisi batas,
tegangan dan nilai deformasi struktur.
Kekakuan struktur merupakan suatu hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
merencanakan bangunan tahan gempa,
karena sangat berpengaruh terhadap
perilaku
struktur
akibat
gempa.
Pembatasan kekakuan berguna untuk
menjaga konstruksi agar tidak melendut
lebih dari lendutan yang disyaratkan.
Respon Spektrum
Menurut Widodo (2001), respon
spektrum adalah suatu spektrum yang
disajikan dalam bentuk grafik/plot antara
periode getar struktur T, dengan responrespon maksimum berdasarkan rasio
redaman dan gempa tertentu. Langkahlangkah pembuatan respon spektrum
menurut SNI 1726-2012 adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan parameter percepatan
tanah Ss dan S1
2. Menentukan klasifikasi situs
3. Menentukan faktor koefisien situs (Fa,
Fv) dan menghitung parameter respon
spektrum percepatan gempa masimum
yang disesuaikan dengan pengaruh
klasifikasi situs (SMS, SM1)
4. Menghitung parameter
percepatan
spektrum desain (SDS, SD1)
Gambar 1 Respon Spektrum Desain
Gaya Gempa Dasar
Menurut Widodo (2011), gaya
gempa dasar merupakan penyerdehanaan
dari getaran gempa bumi yang bekerja
pada dasar bangunan dan selanjutnya
digunakan sebagai gaya gempa rencana
yang harus ditinjau dalam perencanaan dan
evaluasi struktur bangunan gedung. Gaya
geser dasar akan didistribusikan secara
vertikal sepanjang tinggi struktur sebagai
gaya horizontal tingkat yang bekerja pada
masing-masing tingkat bangunan. Akibat
dari gaya yang terjadi pada tingkat-tingkat
tersebut maka akan mengakibatkan
terjadinya perpindahan dan simpangan
pada tingkat-tingkat tersebut (Cornelis,
Bunganaen, & Umbu Tay, 2014).
Berdasarkan SNI 1726-2012 pasal
7.8.1, geser dasar seismik (𝑉) dalam arah
yang ditentukan harus sesuai dengan
persamaan berikut:
V = Cs x W
dimana;
𝑆𝐷𝑆
𝐢𝑠 = 𝑅
(1)
(2)
𝐼𝑒
Simpangan Lantai
Simpangan
adalah
sebagai
perpindahan lateral relatif antara dua
tingkat bangunan yang berdekatan atau
dapat dikatakan simpangan mendatar tiaptiap tingkat bangunan (horizontal story to
story). Berdasarkan SNI 1726-2012 pasal
7.8.6, simpangan antar lantai hanya
terdapat satu kinerja, yaitu pada kinerja
batas ultimit. Penentuan simpangan antar
lantai u tingkat desain (βˆ†) harus dihitung
sebagai perbedaan defleksi pada pusat
massa di tingkat teratas dan terbawah yang
ditinjau. Defleksi pusat massa di tingkat x
(Δx) harus dihitung sesuai persamaan
berikut:
𝐢𝑑 .Δx𝑒
Δx = 𝐼𝑒
(3)
Simpangan antar tingkat desain (βˆ†)
tidak boleh melebihi simpangan antar
lantai tingkat ijin (βˆ†a) seperti yang
ditentukan pada SNI 1726-2012 untuk
semua tingkat. Tabel simpangan antar
lantai ijin dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 1 Simpangan Antar Lantai Ijin, Δa a , b
Sumber: SNI 1726-2012
Gambar 2 Penentuan Simpangan Antar
Lantai
METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan Analisis
Tahapan dalam penelitian ini
disesuaikan dengan prosedur dalam SNI
1726-2012. Untuk proses analisa, peneliti
menggunakan software SAP2000 V20.
Adapun tahapan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Menggambar model struktur gedung
bertingkat rendah (6 lantai), bangunan
kontrol (9 lantai) dan bertingkat tinggi
(12 lantai) dengan konfigurasi massa
dan kekakuan DMSS dan DMDS.
2. Menentukan data pemodelan struktur
yang digunakan sebagai berikut:
ο‚· Fungsi bangunan = Perkantoran
ο‚· Lokasi = Kota Larantuka
ο‚· Sistem struktur = SRPM
ο‚· Tanah dasar pondasi = Batuan (SB)
ο‚· Struktur utama = Struktur beton
bertulang
ο‚· Mutu beton = 35 Mpa = 422 kg/cm2
ο‚· Mutu baja tulangan lentur = fy 400
Mpa
ο‚· Mutu baja tulangan geser = fy 240
Mpa
3. Menentukan data gempa yang akan
dianalisa berdasarkan pemilihan dimana
struktur tersebut akan dibangun. Data
gempa
diambil
dari
web:
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_s
pektra_indonesia_2011/
4. Menghitung
pembebanan
struktur
(beban mati, beban hidup dan beban
mati tambahan) dan menentukan massa
struktur kemudian menginput ke dalam
software SAP2000 beserta data gempa
untuk selanjutnya dianalisa terhadap
metode metode respon spektrum.
5. Memeriksa hasil analisa kemudian
membandingkan
dan
membahas
parameter yang dianalisis (gaya gempa
dasar, periode getar dan simpangan
lantai pada masing-masing model
struktur yang dihasilkan sesuai dengan
tujuan dari penelitian ini.
6. Mengambil
kesimpulan
dan
memberikan saran berdasarkan hasil
dari penelitian yang didapatkan.
Diagram Alir Penelitian
Tabel 2 Dimensi Balok Pada Tiap
Pemodelan Struktur
Sumber : Hasil Perhitungan
Gambar 3 Diagram Alir Penelitian
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Struktur
Model struktur yang dianalisis
dengan masing-masing ketinggian dan
konfigurasi massa dan kekakuan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ketinggian Bangunan Tiap
Pemodelan Struktur
Perhitungan Estimasi Dimensi Balok
Kolom
Estimasi dimensi balok pada model
bangunan dengan konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS & DMDS menggunakan
persamaan sebagai berikut:
1. DMSS
Tinggi balok (hb) = 1/10 * Lb
Lebar balok (bb) = ½ * hb
2. DMDS
Tinggi balok (hb) = 1/10 * Lb dan
Tinggi balok (hb) = 1/12 * Lb
Lebar balok (bb) = ½ * hb
Hasil estimasi dimensi balok pada
model bangunan dengan konfigurasi massa
dan kekakuan DMSS dan DMDS dapat
dilihat pada Tabel 2.
Estimasi dimensi kolom berdasarkan
total beban mati dan hidup “area modul
load” pada system struktur di atasnya yang
diterima satu kolom. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung estimasi
dimensi kolom pada model bangunan
dengan konfigurasi massa dan kekakuan
DMSS & DMDS adalah sebagai berikut:
1. DMSS
Pn = 0,80 * [0,85 * f'c * (Ag-Ast) +
fy*Ast]
2. DMDS
Dimensi kolom yang digunakan
mengacu pada nilai minimum kolom
pada model DMSS.
Dimensi kolom pada model DMSS
dan DMDS hanya dihitung pada model
bangunan bertingkat tinggi (12 lantai).
Sedangkan dimensi kolom pada model
bangunan bertingkat rendah dan kontrol
mengacu pada dimensi kolom bangunan
bertingkat tinggi.
Hasil estimasi dimensi kolom pada
model bangunan dengan konfigurasi massa
dan kekakuan DMSS dan DMDS dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Dimensi Kolom Pada Tiap
Pemodelan Struktur Dengan DMSS
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4 Dimensi Kolom Pada Tiap
Pemodelan Struktur Dengan DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Pembebanan Struktur
1. Beban Mati (DL)
Perhitungan beban mati hanya mengacu
pada komponen finishing pelat. Hal
tersebut dikarenakan beban pada elemen
struktur (balok, kolom dan pelat) sudah
dihitung otomatis melalui (self weight
multiplier). Tabel bahan bangunan yang
berhubungan dengan beban mati dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Bahan Bangunan Yang
Berhubungan Dengan Beban Mati (DL)
Sumber : PPIURG 1987
2. Beban Hidup (LL)
Beban hidup digunakan berdasarkan
fungsi ruangan pada masing-masing
denah model struktur yang digunakan.
Fungsi ruangan dengan total beban
hidup yang digunakan dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Beban Hidup (LL)
Sumber : PPIURG 1987
3. Beban Super Dead (SDL)
Merupakan beban mati tambahan ytang
digunakan untuk menghitung berat mati
pada dinding atau partisi. Bahan
bangunan yang berhubungan dengan
beban mati tambahan dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7 Bahan Bangunan Yang
Berhubungan Dengan Beban Mati
Tambahan (SDL)
Sumber : PPIURG 1987
4. Beban Gempa (E)
Beban gempa yang digunakan mengacu
pada SNI 1726-2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan NonGedung. Data beban gempa di lokasi
penelitian
diambil
dari
website
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_s
pektra_indonesia_2011/.
Pembahasan Hasil Analisis
1. Perbedaan Gaya Gempa Dasar pada
Bangunan Bertingkat Rendah dengan
ketinggian 26,2 m (6 Lantai) dan
Bangunan Bertingkat Tinggi dengan
Ketinggian 51,4 m (12 Lantai)
A. Persentase perbedaan gaya gempa dasar
arah x pada bangunan bertingkat rendah
(6 lantai) dan tinggi (12 lantai) dengan
konfigurasi kekakuan dan massa DMSS
dan DMDS terhadap bangunan kontrol
(9 lantai) dapat dilihat pada Tabel 8 dan
Tabel 9.
Tabel 8 Persentase Perbedaan Gaya Gempa
Arah X pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMSS
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 9 Persentase Perbedaan Gaya Gempa
Arah X pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
B. Persentase perbedaan gaya gempa dasar
arah y pada bangunan bertingkat rendah
(6 lantai) dan tinggi (12 lantai) dengan
konfigurasi kekakuan dan massa DMSS
dan DMDS terhadap bangunan kontrol
(9 lantai) dapat dilihat pada Tabel 10
dan Tabel 11.
Tabel 10 Persentase Perbedaan Gaya
Gempa Arah Y pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMSS
Tabel 12 Persentase Perbedaan Gaya
Gempa Arah X pada Model Bangunan
dengan DMSS dan DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 11 Persentase Perbedaan Gaya
Gempa Arah Y pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dengan konfigurasi
massa dan kekakuan DMSS dan DMDS,
model bangunan yang memiliki gaya
gempa arah X dan Y terbesar adalah model
bangunan dengan ketinggian 51,4 m yang
didefinisikan sebagai bangunan bertingkat
tinggi (12 lantai). Hal ini menunjukan
bahwa semakin tinggi suatu bangunan,
maka gaya gempa dasar yang dihasilkan
oleh bangunan tersebut akan semakin
besar, karena adanya tambahan massa yang
bekerja pada bangunan tersebut.
2. Perbandingan Gaya Gempa Dasar
pada Model Bangunan dengan
Konfigurasi Massa dan Kekakuan
DMSS dan DMDS Akibat Pengaruh
Ketinggian
Perbandingan gaya gempa dasar
arah x dan y pada model bangunan yang
memiliki konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS dan DMDS dapat
dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.
Tabel 13 Persentase Perbedaan Gaya
Gempa Arah Y pada Model Bangunan
dengan DMSS dan DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi
bangunan, maka gaya gempa yang
dihasilkan akan semakin besar karena
massa yang bekerja pada bangunan
tersebut semakin besar. Sedangkan pada
ketinggian yang sama, model bangunan
dengan konfigurasi massa dan kekakuan
DMDS memiliki gaya gempa dasar yang
lebih kecil dibandingkan dengan model
bangunan dengan konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS. Hal tersebut dikarenakan
semakin kecil massa yang bekerja pada
bangunan tersebut, maka gaya gempa dasar
yang dihasilkan juga semakin kecil.
3. Perbedaan Periode Getar Struktur
pada Bangunan Bertingkat Rendah
dengan ketinggian 26,2 m (6 Lantai)
dan Bangunan Bertingkat Tinggi
dengan Ketinggian 51,4 m (12 Lantai)
A. Perbandingan perbedaan mode shape
yang memiliki periode terpanjang (Ta)
pada semua pemodelan struktur dengan
masing-masing konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS dan DMDS dapat
dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.
Tabel 14 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape a (Ta) pada
Model yang Ditinjau Terhadap Model
Kontrol (9 lantai) dengan DMSS
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 15 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape a (Ta) pada
Model yang Ditinjau Terhadap Model
Kontrol (9 lantai) dengan DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
B. Perbandingan perbedaan mode shape
yang memiliki periode terpendek (Tb)
pada semua pemodelan struktur dengan
masing-masing konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS dan DMDS dapat
dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17.
Tabel 16 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape b (Tb) pada
Model yang Ditinjau Terhadap Model
Kontrol (9 lantai) dengan DMSS
Dari hasil pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa model bangunan
dengan konfigurasi massa dan kekakuan
DMSS dan DMDS yang memiliki periode
getar terpanjang (mode shape a) adalah
bangunan dengan ketinggian 51,4 m yang
didefinisikan sebagai bangunan bertingkat
tinggi (12 lantai). Hal ini menunjukan
bahwa semakin tinggi bangunan maka
periode getar struktur pada mode shape a
(Ta) akan semakin besar.
4. Perbandingan
Periode
Getar
Struktur pada Model Bangunan
dengan Konfigurasi Massa dan
Kekakuan DMSS dan DMDS Akibat
Pengaruh Ketinggian
Perbandingan
periode
getar
struktur mode shape a dan b pada model
bangunan yang memiliki konfigurasi
massa dan kekakuan DMSS dan DMDS
akibat pengaruh ketinggian dapat dilihat
pada Tabel 18 dan Tabel 19.
Tabel 18 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape a (Ta) pada
Model Bangunan dengan DMSS dan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 19 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape b (Tb) pada
Model Bangunan dengan DMSS dan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 17 Persentase Perbedaan Periode
Getar Struktur Mode Shape b (Tb) pada
Model yang Ditinjau Terhadap Model
Kontrol (9 lantai) dengan DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi
bangunan maka periode getar pada mode
shape a (Ta) semakin besar. Sedangkan
periode getar pada mode shape b (Tb)
sebaliknya. Sedangkan pada ketinggian
yang sama, bangunan dengan konfigurasi
massa dan kekakuan DMDS memiliki
periode getar pada mode shape a (Ta) dan
mode shape b (Tb) yang lebih besar
dibandingkan dengan model bangunan
dengan konfigurasi massa dan kekakuan
DMSS. Hal tersebut dikarenakan faktor
massa dan kekakuan. Dimana semakin
kecil kekakuan dan massa suatu bangunan,
maka gaya gempa dasar yang dihasilkan
semakin kecil. Jika semakin kecil gaya
gempa dasar yang dihasilkan maka periode
getar struktur yang dihasilkan akan
semakin besar.
dan DMDS dapat dilihat pada Tabel 22
dan Tabel 23.
Tabel 22 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah Y pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMSS
5. Perbedaan Simpangan Lantai pada
Bangunan Bertingkat Rendah dengan
ketinggian 26,2 m (6 Lantai) dan
Bangunan Bertingkat Tinggi dengan
Ketinggian 51,4 m (12 Lantai)
A. Perbandingan perbedaan simpangan
lantai arah x pada semua pemodelan
struktur
dengan
masing-masing
konfigurasi massa dan kekakuan DMSS
dan DMDS dapat dilihat pada Tabel 20
dan Tabel 21.
Tabel 20 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah X pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMSS
Sumber : Hasil Perhitungan
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 21 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah X pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
B. Perbandingan perbedaan simpangan
lantai arah y pada semua pemodelan
struktur
dengan
masing-masing
konfigurasi massa dan kekakuan DMSS
Tabel 23 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah Y pada Model yang Ditinjau
Terhadap Model Kontrol (9 lantai) dengan
DMDS
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dengan konfigurasi
massa dan kekakuan DMSS dan DMDS,
model bangunan yang memiliki simpangan
lantai arah X dan Y terbesar adalah model
bangunan dengan ketinggian 51,4 m yang
didefinisikan sebagai bangunan bertingkat
tinggi (12 lantai). Hal ini menunjukan
bahwa semakin tinggi suatu bangunan,
maka simpangan yang dihasilkan oleh
bangunan tersebut akan semakin besar.
6. Perbandingan Simpangan Lantai
pada Model Bangunan dengan
Konfigurasi Massa dan Kekakuan
DMSS dan DMDS Akibat Pengaruh
Ketinggian
Perbandingan simpangan lantai
arah x dan y pada model bangunan yang
memiliki konfigurasi massa dan
kekakuan DMSS dan DMDS akibat
pengaruh ketinggian dapat dilihat pada
Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah X pada Model Bangunan
dengan DMSS dan DMDS
Tabel 25 Persentase Perbedaan Simpangan
Lantai Arah Y pada Model Bangunan
dengan DMSS dan DMDS
Perbandingan Periode Getar Struktur Dengan
Simpangan Lantai Arah X - DMSS
Simpangan Lantai (cm)
Sumber : Hasil Perhitungan
massa dan kekakuan DMSS dan DMDS
dapat dilihat pada Gambar 4, 5, 6 dan 7.
12,0
11,0
10,0
9,0
8,0
7,0
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
0,0
0,2
0,3
0,5
0,6
0,8
0,9
1,1
1,2
1,4
1,5
1,7
1,8
Periode Getar Struktur (detik)
Bangunan Bertingkat Rendah (6 Lantai)
Bangunan Kontrol (9 Lantai)
Bangunan Bertingkat Tinggi (12 Lantai)
Gambar 4 Perbandingan Periode Getar
Dengan Simpangan Lantai Arah X -DMSS
Sumber : Hasil Perhitungan
7. Hubungan Antara Parameter Model
Struktur
Perbandingan Antara Periode
Getar Struktur dengan Simpangan
Lantai Arah X dan Y pada semua
pemodelan struktur dengan konfigurasi
13,5
Simpangan Lantai (cm)
12,0
10,5
9,0
7,5
6,0
4,5
3,0
1,5
0,0
0,0
0,2
0,3
0,5
0,6
0,8
0,9
1,1
1,2
1,4
1,5
1,7
1,8
Periode Getar Struktur (detik)
Bangunan Bertingkat Rendah (6 Lantai)
Bangunan Kontrol (9 Lantai)
Bangunan Bertingkat Tinggi (12 Lantai)
Gambar 5 Perbandingan Periode Getar
Dengan Simpangan Lantai Arah X -DMDS
Perbandingan Periode Getar Struktur Dengan
Simpangan Lantai Arah Y - DMSS
1,0
Simpangan Lantai (cm)
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi
bangunan maka simpangan lantai arah x
dan y yang dihasilkan semakin besar.
Sedangkan pada ketinggian yang sama,
bangunan dengan konfigurasi massa dan
kekakuan DMDS memiliki simpangan
lantai yang lebih besar dibandingkan
dengan
model
bangunan
dengan
konfigurasi massa dan kekakuan DMSS.
Hal tersebut dikarenakan faktor massa dan
kekakuan. Dimana semakin kecil kekakuan
dan massa suatu bangunan, maka struktur
akan semakin fleksibel terhadap gaya
gempa, sehingga simpangan lantai yang
dihasilkan akan semakin besar. Karena
DMDS memungkinkan struktur fleksibel
dan tidak terlalu kaku, sehingga perlu ada
pembatasan fleksibelitas struktur dengan
memenuhi syarat dalam SNI 1726-2012
pasal 7.8.6. Sedangkan semakin kecil
massa suatu bangunan, maka gaya gempa
yang dihasilkan akan semakin kecil dan
simpangan lantai yang dihasilkan akan
semakin besar.
Perbandingan Periode Getar Struktur Dengan
Simpangan Lantai Arah X - DMDS
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
0,0
0,2
0,3
0,5
0,6
0,8
0,9
1,1
1,2
1,4
1,5
1,7
1,8
Periode Getar Struktur (detik)
Bangunan Bertingkat Rendah (6 Lantai)
Bangunan Kontrol (9 Lantai)
Bangunan Bertingkat Tinggi (12 Lantai)
Gambar 6 Perbandingan Periode Getar
Dengan Simpangan Lantai Arah Y -DMSS
Perbandingan Periode Getar Struktur Dengan
Simpangan Lantai Arah Y - DMDS
1,2
Simpangan Lantai (cm)
1,1
0,9
0,8
0,6
0,5
0,3
0,2
0,0
0,0 0,2 0,3 0,5 0,6 0,8 0,9 1,1 1,2 1,4 1,5 1,7 1,8 2,0
Periode Getar Struktur (detik)
Bangunan Bertingkat Rendah (6 Lantai)
Bangunan Kontrol (9 Lantai)
Bangunan Bertingkat Tinggi (12 Lantai)
Gambar 7 Perbandingan Periode Getar
Dengan Simpangan Lantai Arah Y -DMDS
Dari hasil pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi suatu
gedung, periode getar struktur yang
dihasilkan
menjadi
semakin
kecil
sedangkan
simpangan
lantai
yang
dihasilkan akan semakin besar, sehingga
struktur yang dihasilkan semakin flexibel
dan tidak terlalu kaku dalam menahan
beban gempa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pengaruh
ketinggian terhadap gaya gempa dasar,
periode getar struktur, dan simpangan
lantai pada bangunan bertingkat rendah
dan tinggi, dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Diperoleh besar nilai gaya gempa dasar
terkecil arah x dan y dengan konfigurasi
massa dan kekakuan DMDS untuk
semua pemodelan sebagai berikut:
a. Arah X dengan konfigurasi DMDS
(Different Mass and Different
Stiffness)
Bangunan kontrol dengan
ketinggian 38,8 m (9 lantai) memiliki
gaya
gempa
dasar
sebesar
664.151,133 kg, bangunan bertingkat
rendah dengan ketinggian 26,2 m (6
lantai) memiliki gaya gempa dasar
sebesar 441.705,358 kg, dan
bangunan bertingkat tinggi dengan
ketinggian 51,4 m (12 lantai)
memiliki gaya gempa dasar sebesar
888.820,299
kg.
Persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat rendah (6 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
33,493 %. Sedangkan persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat tinggi (12 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
33,828 %.
b. Arah Y dengan konfigurasi DMDS
(Different Mass and Different
Stiffness)
Bangunan kontrol dengan
ketinggian 38,8 m (9 lantai) memiliki
gaya
gempa
dasar
sebesar
200.263,011 kg, bangunan bertingkat
rendah dengan ketinggian 26,2 m (6
lantai) memiliki gaya gempa dasar
sebesar 133.215,694 kg, dan
bangunan bertingkat tinggi dengan
ketinggian 51,4 m (12 lantai)
memiliki gaya gempa dasar sebesar
267.594,635
kg.
Persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat rendah (6 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
33,480 %. Sedangkan persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat tinggi (12 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
33,622 %.
2. Diperoleh besar nilai periode getar
struktur terpanjang pada mode shape
pertama dengan konfigurasi massa dan
kekakuan
DMDS
untuk
semua
pemodelan sebagai berikut:
Bangunan
kontrol
dengan
ketinggian 38,8 m (9 lantai) memiliki
periode getar struktur sebesar 1,25820
detik, bangunan bertingkat rendah
dengan ketinggian 26,2 m (6 lantai)
memiliki periode getar struktur sebesar
0,83495, dan bangunan bertingkat tinggi
dengan ketinggian 51,4 m (12 lantai)
memiliki gaya gempa dasar sebesar
1,73830. Persentase kecenderungan
perbedaan bangunan bertingkat rendah
(6 lantai) terhadap bangunan kontrol (9
lantai) sebesar 33,63899 %. Sedangkan
persentase kecenderungan perbedaan
bangunan bertingkat tinggi (12 lantai)
terhadap bangunan kontrol (9 lantai)
sebesar 38,15788 %.
3. Diperoleh besar nilai simpangan lantai
terbesar pada tingkat tertinggi bangunan
arah x dan y dengan konfigurasi massa
dan kekakuan DMDS untuk semua
pemodelan sebagai berikut:
a. Arah X dengan konfigurasi DMDS
(Different Mass and Different
Stiffness)
Bangunan kontrol dengan
ketinggian 38,8 m (9 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar 6,77034 cm, bangunan
bertingkat rendah dengan ketinggian
26,2 m (6 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar 2,97848 cm, dan bangunan
bertingkat tinggi dengan ketinggian
51,4 m (12 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar
12,86590.
Persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat rendah (6 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
56,00693 %. Sedangkan persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat tinggi (12 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
90,03332 %.
b. Arah Y dengan konfigurasi DMDS
(Different Mass and Different
Stiffness)
Bangunan kontrol dengan
ketinggian 38,8 m (9 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar 0,5326 cm, bangunan
bertingkat rendah dengan ketinggian
26,2 m (6 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar 0,24803 cm, dan bangunan
bertingkat tinggi dengan ketinggian
51,4 m (12 lantai) memiliki
simpangan lantai tingkat tertinggi
sebesar
1,07085.
Persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat rendah (6 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
55,96458 %. Sedangkan persentase
kecenderungan perbedaan bangunan
bertingkat tinggi (12 lantai) terhadap
bangunan kontrol (9 lantai) sebesar
90,11754 %.
4. Dari hasil analisis ini, dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin tinggi suatu
bangunan, maka gaya gempa dasar,
periode getar struktur dan simpangan
lantai yang dihasilkan akan semakin
besar. Namun pada ketinggian yang
sama, massa dan kekakuan sangat
mempengaruhi respon struktur suatu
bangunan. Dimana bangunan dengan
massa dan kekakuan kecil maka gaya
gempa dasar yang dihasilkan akan
semakin kecil sehingga periode getar
struktur yang dihasilkan semakin besar.
Selain itu, model struktur bangunan
yang memiliki massa dan kekakuan
yang kecil memiliki sifat struktur yang
lebih fleksibel terhadap gaya gempa,
sehingga simpangan lantai yang
dihasilkan akan menjadi semakin besar.
Sehingga pemodelan struktur dipilih
berdasarkan gaya gempa dasar, periode
getar, dan simpangan lantai untuk
bangunan bertingkat adalah struktur
dengan variasi massa yang berbeda dan
kekakuan yang berbeda (DMDS).
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, I. 2007. Menata Apartemen.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Badan Stardardisasi Nasional. 2002. SNI
1726-2002: Standar Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan
Gedung.
Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Stardardisasi Nasional. 2012. SNI
1726-2012:
Tata
Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung
dan
Non-Gedung.
Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI
2847-2013: Persyaratan Beton
Struktural
untuk
Bangunan
Gedung. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum.
Budiono,
Supriatna.
2011.
Studi
Komparasi Desain Bangunan
Tahan
Gempa
dengan
Menggunakan SNI 03-1726-2002
dan RSNI 03-1726-201X. Penerbit
ITB. Bandung.
Cornelis, Bunganaen, dan Tay U. 2014.
Analisis Perbandingan Gaya
Geser Tingkat, Gaya Geser
Dasar, Perpindahan Tingkat Dan
Simpangan Antar Tingkat Akibat
Beban
Gempa
Berdasarkan
Peraturan Gempa SNI 1726-2002
Dan SNI 1726-2012. Jurnal
Teknik Sipil Vol. III No. 02: 205216.
Departemen Pekerjaan Umum. 1983.
Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Gedung (PPIUG 1983).
Bandung: Ditjen Cipta Karya
Direktorat Masalah Bangunan.
Faizah, R. dan Widodo. 2013. Analisis
Gaya Gempa Rencana Pada
Struktur
Bertingkat
Banyak
Dengan Metode Dinamik Respon
Spektra. Prosiding Konferensi
Nasional Teknik Sipil 7. UNSSolo. 24-25 Oktober 2013.
Faizah, R. 2015a. Pengaruh Frekuensi
Gempa
Terhadap
Respon
Bangunan Bertingkat. Seminar
Nasional Teknik Sipil V. UMS. S:
59-66
Imran, Iswandi dan Fajar Hendrik. 2014.
Sruktur
Beton
Bertulang.
Bandung: ITB.
Nawy, EG. 2003. Beton Bertulang Suatu
Pendekatan
Dasar.
Penerbit
Refika Aditama. Bandung.
Wibisono, C. dan Lie, H. 2008. Modal
Pushover
Analysis
Struktur
Gedung Beton Bertulang di
Bawah Pengaruh Beban Gempa
Kuat. Laporan Tugas Akhir,
Program Studi Teknik Sipil.
Bandung:
Institut Teknologi
Bandung.
Widodo. 2001. Respons Dinamik Struktur
Elastik. UII Press. Yogjakarta.
Widodo. 2011. Seismologi Teknik &
Rekayasa Kegempaan. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Download