PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI YANG DIINFEKSI Staphylococcus aureus PADA TIKUS Spraque-Dawley JANTAN 1) Asti Widiyani 1 ) Hera Maheswari 2), 3) dan Mulyati Effendi 1) Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor 2) Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB 3) Abstrak Telah dilakukan penelitian Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Waktu Kesembuhan Luka Insisi yang Diinfeksi Staphylococcus aureus Pada Tikus Spraque-Dawley Jantan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kemampuan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dalam meningkatkan waktu kesembuhan luka insisi yang diinfeksi Staphylococcus aureus pada tikus Spraque-Dawley jantan. Perlakuan dilakukan dalam 5 kelompok. Parameter pengujian meliputi hilangnya nanah, hilangnya radang, tepi luka menutup dan terkelupasnya jaringan neukrotik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dengan ekstrak daun sirih merah konsentrasi 12,5 % sama dengan pengobatan povidone iodine 10% dalam waktu 12 hari. Pada pengobatan ekstrak daun sirih merah konsentrasi 25% dan 50% memiliki waktu kesembuhan luka lebih cepat dibanding konsentrasi 12,5 dalam waktu kesembuhan masing-masing 9 hari dan 6 hari. Kata Kunci : Sirih Merah, Luka, Staphylococcus aureus Abstract Has conducted research Effect Leaf Extract Red Betel (Piper crocatum Ruiz & Pav) Against Time Healing Wounds infected incisions Staphylococcus aureus In Spraque-Dawley male rats. The purpose of this study is to prove the ability of red betel leaf extract (Piper crocatum Ruiz & Pav) in improving wound healing time Staphylococcus aureus infected incision on Spraque-Dawley rats. The treatment is done in 5 groups. Testing parameters include loss of pus, loss of inflammation, wound edges closed and peeled neukrotik network. The results showed that treatment with red betel leaf extract concentration of 12.5% is equal to 10% povidone iodine treatment within 12 days. In the treatment of red betel leaf extract concentration of 25% and 50% had a wound healing faster than 12.5 concentrations in healing time each 9 days and 6 days. Keywords: Red Betel, Wound, Staphylococcus aureus 2 alkohol 96%, H2O2, etanol 70%, pakan ayam bangkok 512, dan aquadest steril. PENDAHULUAN Luka merupakan kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis. Gangguan kontinuitas suatu jaringan pada kulit menyebabkan terjadinya pemisahan jaringan yang semula normal menjadi tidak normal. Luka yang terbuka sering mengalami infeksi dan menyebabkan keterlambatan kesembuhan luka. Luka insisi merupakan jenis luka yang disebabkan oleh teriris alat instrumen yang tajam (Kozier, 1995; Bachsinar, 1995). Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab penyakit pada manusia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah gastroenteritis (masalah pencernaan), berbagai infeksi kulit, mulai dari infeksi kulit kecil sampai infeksi yang tidak dapat disembuhkan. Selain itu, bakteri Staphylococcus aureus juga dapat menginfeksi jaringan atau alat tubuh lain dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas seperti peradangan, nekrosis, dan pembentukan absesSirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti stroke, batu ginjal, radang prostat, hepatitis, diabetes, asam urat, kolesterol, batuk, keputihan, maag, letih, lesu, dan memiliki sifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan antiinflamasi (Hanum dkk., 2011). Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu botol coklat, timbangan analisis, timbangan gram, kandang tikus, tempat minum, alat cukur, spuit, jarum suntik, blade, scalpel, labu Buchner (labu vakum), kertas saring, maserator, rotary evaporator, cawan uap, water bath, mortir, stemper, gelas ukur, beaker glass, tabung reaksi, cawan petri, ose, inkubator, dan pipet pasteur mikroskop. Determinasi Sampel Determinasi tanaman akan dilakukan di Herbarium Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jalan Raya Bogor Km.46, Cibinong 16911. Preparasi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) yang diperoleh dari BALITTRO. Setelah daun sirih merah dikumpulkan lalu dibersihkan dari kotoran yang menempel, dicuci bersih dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50-60oC sampai kering. Setelah kering digiling dan diayak menggunakan Mesh 20. Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam ayakan tiap 1 inchi persegi, maka pada Mesh 20 terdapat 20 lubang pada tiap 1 inci persegi. Semakin besar jumlah Mesh maka ukuran lubang akan semakin kecil (DepKes RI, 1985). METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun sirih merah, tikus putih jantan galur Spraque-Dawley dengan bobot sekitar 200-250 g dengan umur rata-rata 2-3 bulan, povidone iodine 10%, ketamin, Staphylococcus aureus, CMC Na (Carboxymethylcellulose natrium), PZ, BaCl2, H2SO4, blood agar, carbol gentian violet, lugol, safranin, Karakteristik Simplisia 1 Penetapan Kadar Air Simplisia Kadar air adalah salah satu parameter standarisasi, adanya air dalam simplisia akan memungkinkan pertumbuhan mikroba. Batas kandungan air masing-masing simplisia menunjukkan batas diperbolehkan jumlah air yang dikandung oleh simplisia yang akan digunakan. 1 Pemeriksaan kadar air dilakukan dengan menggunakan Moisture Balance dengan cara ditimbang di atas punchse sebanyak 1 g (akurasi rendah). Sampel diratakan sampai menutupi permukaan punch lalu ditutup. Dimasukkan ke dalam alat yang telah disiapkan, pada suhu 105oC selama 10 menit hingga terdengar bunyi bip yang menandakan bahwa proses telah selesai. Pada layar akan tertera persen kadar air dari sampel yang diujikan secara otomatis, kemudian dicatat (DepKes RI, 1977). sebanyak 10 L. Bejana ditutup dan didiamkan selama dua hari, kemudian endapan dipisahkan. Semua maserat dikumpulkan dan dilakukan penguapanrendahsuhu 50oC dengan syncore, dan dilanjutkan dengan vaccum dry untuk membuat ekstrak kental (DepKes RI, 1985). % Kadar Air = % Rendemen = Rendemen ekstrak etanol dihitung dengan membandingkan berat awal simplisia dan berat akhir ekstrak yang dihasilkan, dengan rumus: x 100 % 4. Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Sirih Merah (LEDSM) Pada pengujian kesembuhan luka infeksi ini, ekstrak daun sirih merah dibagi menjadi tiga konsentrasi, yaitu 12,5%, 25%, dan 50%. 12,5% = 2. Penetapan Kadar Abu Penetapan kadar abu dilakukan dengan metode pemijaran. Penetapan dilakukan untuk memberikan batas nilai maksimal kandungan mineral dan senyawa organik yang masih boleh terkandung dalam bahan. Sebanyak kurang lebih 2 g serbuk simplisia daun sirih merah dimasukkan ke dalam krus yang sudah ditara, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 700o C sampai terjadi abu, dinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap atau perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Kadar abu daun sirih merah tidak lebih dari 14% (DepKes RI, 1980). Kadar abu total = x 100 % 25% = 50%= Uji perlakuan dengan pembagian 5 kelompok perlakuan. Kelompok Perlakuan P0 Infeksi Staphylococcus aureus + tanpa ekstrak daun sirih merah (kontrol -) P1 Infeksi Staphylococcus aureus + povidone iodine 10% (kontrol +) P2 Infeksi Staphylococcus aureus + ekstrak daun sirih merah 12,5% P3 Infeksi Staphylococcus aureus +ekstrak daun sirih merah 25% P4 Infeksi Staphylococcus aureus +ekstrak daun sirih merah 50% x 100 % 3. Pembuatan Ekstrak Daun Sirih Merah Ekstrak dibuat dengan cara maserasi, yaitu 1 kg serbuk daun sirih merah dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dimasukkan 5 L etanol 70%, ditutup dan dibiarkan selama tiga hari, kemudian dilakukan pengocokan sekalikali agar terdistribusi merata. Sari diserkai dan ampas diperas, ampas ditambah etanol 70% secukupnya, kemudian diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari 2 5. Pembuatan Suspensi Staphylococcus aureus Beberapa koloni bakteri Staphylococcus aureus strain lapangan yang telah dibiakkan pada media Manitol Salt Agar (MSA) dilakukan peremajaan dengan ditanam dalam media Blood Agar (BA) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Bakteri yang akan dipakai diidentifikasi sampai pada tahap spesies yaitu Staphylococcus aureus. Selanjutnya dilakukan pembuatan suspensi dengan cara mengambil beberapa koloni Staphylococcus aureus kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 10 ml PZ. Berdasarkan penelitian Analia (2001) dosis Staphylococcus aureus untuk menginfeksi 100% hewan coba diperoleh dengan cara membandingkan kepekatan suspensi koloni Staphylococcus aureus dengan kepekatan McFarland nomor 1 (3x103 sel/ml), kemudian dilakukan pengenceran seri 10-2 sehingga diperoleh suspensi dengan jumlah bakteri 3x106 sel/ml. Uji Alkaloid Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml aquadest. Dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bourchard. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Bourchard (DepKes RI, 1989). Uji Saponin Sebanyak 1 g ekstrak dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup kemudian dikocok selam 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin dengan terbentuknya buih yang stabil (DepKes RI, 1985). 6. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak daun sirih merah. Kandungan senyawa organik yang umum diidentifikasi adalah flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin. Uji Tanin Sebanyak 100 mg ekstrak diencerkan dengan air dan larutan tersebut ditambahkan pereaksi FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya golongan tannin (DepKes RI, 1977). Uji Flavonoid Sebanyak 1 g ekstrak dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Campuran ekstrak dan air kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1) dan 20 ml amil alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid (DepKes RI, 1985). Pelaksanaan Penelitian a) Uji Perlakuan 1. Infeksi Luka Insisi Tikus dengan Staphylococcus aureus. Hewan coba tikus dibius total dengan ketamin 0,1 cc per ekor tikus, kemudian bagian punggung tikus dicukur seluas 3 cm x 2,5 cm. Pada daerah tersebut dilakukan insisi menggunakan scalpel sepanjang 2 cm dan kedalaman 0,25 cm dengan cara kulit diregangkan dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri bertindak sebagai peregang dan penekan. Scalpel dipegang menggunakan handle pada tangan kanan dengan membentuk sudut 3 30-40o dengan kulit. Insisi dilakukan dengan menarik scalpel kearah caudal (Asali, 1993). Luka diinfeksi Staphylococcus aureus dengan meneteskan suspensi kuman yang telah dibuat sebanyak 1 tetes pipet pasteur (0,05 ml), kemudian diamkan tikus selama 36-48 jam sampai terjadinya infeksi pada luka yang ditandai terdapatnya nanah dan keradangan atau kemerahan pada kulit punggung tikus (Analia, 2001). Moisture Balance. Persyaratan kadar air simplisia daun sirih merah tidak lebih dari 10% (DepKes RI, 2000). Hasil penetapan kadar air dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Air Simplisia Jenis Bahan Serbuk Daun Sirih Merah 2. Pengobatan Luka Insisi Tikus yang Diinfeksi Staphylococcus aureus. Tikus sebanyak 25 ekor diacak dalam lima perlakuan dengan masingmasing perlakuan lima ulangan. Ulangan Kadar Air % 1 9,16 2 8,60 Ratarata kadar air % 8,88 Hasil Penetapan Kadar Abu Serbuk Simplisia Penetapan kadar abu ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat anorganik dan mineral. Hasil perhitungan rata-rata kadar abu simplisia daun sirih merah sebesar 11,74%. Persyaratan kadar abu simlisia daun sirih merah berdasarkan Materia Indonesia Edisi IV (DepKes RI, 1980) adalah tidak lebih dari 14%. Hasil tersebut memenuhi persyaratan. b) Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah waktu kesembuhan luka infeksi Staphylococcus aureus dalam hari. Perhitungan waktu dimulai dari pengobatan hari pertama setelah terjadinya infeksi pada luka yang ditandai terdapatnya nanah dan keradangan sampai terjadinya kesembuhan pada luka yang ditandai dengan hilangnya nanah dan keradangan, tepi luka yang menutup dan terkelupasnya jaringan nekrotik (Iswansari, W. 2011). Hasil Uji Fitokimia Pengujian fitokimia ekstrak daun sirih merah untuk mengetahui adanya kandungan senyawa – senyawa yang terkandung didalamnya. Pengujian fitokimia merupakan salah satu parameter spesifik dari suatu ekstrak (DepKes RI, 2000) yang memungkinkan terjadinya perbedaan kandungan senyawa kimia yang tertarik. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan, daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan saponin. Keseluruhan hasil uji fitokimia daun sirih merah dapat dilihat pada Tabel 5. 3.4 Analisa Data Untuk mendapatkan suatu kesimpulan hasil penelitian, data penelitian yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan sidik ragam untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan program SPSS. Analisis efek peningkatan dan penurunan dilihat dari 5 perlakuan dan 5 kali pengulangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penetapam Kadar Air Serbuk Simplisia Penetapan kadar air dilakukan untuk memenuhi batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air dalam suatu bahan, karena dengan adanya air dalam simplisia memungkinkan pertumbuhan mikroba yang bertindak sebagai kontaminan. Penetapan kadar air yang dilakukan dengan menggunakan alat 4 pada setiap parameter yang ada sudah terlihat perubahan, dan pada perlakuan P4 sudah terlihat kesembuhan pada punggung tikus. Pada hasil pengamatan hari ke-9 pada perlakuan P0, P1, dan P2 sudah menunjukan banyak perubahan dengan hilangnya keradangan dan tepi luka sudah menutup, hanya saja jaringan nekrotik belum terlihat mengelupas, sedangkan pada perlakuan P3 sudah terlihat kesembuhan pada punggung tikus. Pada hasil pengamatan hari ke-12 pada perlakuan P0 masih terlihat jaringan neukrotik dan pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 sudah menunjukkan perubahan yang ditandai pada setiap parameter sudah menunjukan kesembuhan pada luka. Waktu kesembuhan luka pada perlakuan kelompok kontrol positif (P1) dengan perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirih merah 12,5% (P2), 25% (P3) dan 50% (P4) menunjukkan bahwa hasil yang didapat memiliki perbedaan waktu kesembuhan luka infeksi pada tikus. Hal ini dapat membuktikan bahwa pada setiap konsentrasi ekstrak daun sirih merah memiliki kandungan senyawa yang berguna untuk mempercepat waktu kesembuhan luka, berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini pemberian ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 12,5% (P2) diketahui sama dengan hasil kesembuhan luka dengan perlakuan kontrol povidone iodine 10% (P1) hal ini terjadi karena ekstrak daun sirih merah memiliki kandungan senyawa yang berguna untuk mempercepat waktu kesembuhan luka, dengan terdapatnya kandungan senyawa flavonoid yang bersifat sebagai anti bakteri dan senyawa saponin pada daun sirih merah memiliki protein struktur yang dapat memacu pembentukan kolagen sehingga berperan dalam proses penyembuhan luka. sehingga tidak lagi diperlukan penambahan pada perlakuan konsentrasi ekstrak daun sirih merah, walaupun diketahui hasil pada konsentrasi ekstrak daun sirih merah 25% (P3) dan 50% (P4) dapat lebih cepat untuk proses penyembuhan luka infeksi. Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Sirih Merah Pengujian Ekstrak daun sirih senyawa merah Flavonoid + Alkaloid + Saponin + Tanin + Keterangan: (+) mengandung senyawa uji ( - ) tidak mengandung senyawa uji Hasil Uji Perlakuan Pada Hewan Coba Penelitian ini menggunakan kelompok kontrol positif P1 ( luka insisi yang diinfeksi Staphylococcus aureus diobati dengan povidone iodine 10%) dimaksudkan untuk menunjukkan hasil kesembuhan yang positif dengan menggunakan produk paten yang umum digunakan sebagai obat luka. Sedangkan pada kelompok perlakuan (luka insisi yang diinfeksi Staphylococcus aureus diobati dengan daun sirih merah) dimaksudkan untuk melihat kecepatan kesembuhan luka yang terjadi pada tiga kelompok perlakuan. Pada luka yang diinfeksi diberikan ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi masimg-masing 12,5% (P2), 25% (P3), dan 50% (P4). Berdasarkan hasil pengamatan hari pertama pada tiap perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4 tidak ditemukan adanya perubahan sehingga pengamatan harus dilihat lebih lanjut pada hari-hari berikutnya. Pada hasil pengamatan hari ke3 pada perlakuan P0, P1, dan P2 belum terlihat perbedaan yang mencolok, karena keradangan pada luka masih terlihat pada punggung tikus, sedangkan pada perlakuan P3 dan P4 sudah terlihat sedikit perubahan karena sudah tidak terlihat adanya nanah dan tepi luka sudah sedikit menutup sehingga luka terlihat mengecil. Pada hasil pengamatan hari ke-6 pada perlakuan P0, P1, dan P2 sudah terlihat perubahan yaitu sudah tidak terlihat adanya nanah, tetapi masih terlihat sedikit keradangan pada tiap perlakuan, sedangkan pada perlakuan P3 sudah terlihat perubahan yang signifikan, 5 Kerjasama pada komponen-komponen yang terkandung dalam daun sirih merah dapat saling melengkapi dalam proses pengobatan kesembuhan pada luka infeksi, dimana terdapat komponen pada daun sirih merah yang dapat memacu pembentukan kolagen sehingga dapat mempercepat penutupan daerah luka dalam proses penyembuhan luka, serta memiliki sifat antibakteri yang berfungsi untuk menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri sehingga dapat mempersingkat waktu kesembuhan luka infeksi. Anonim. 1978. Formularium Nasional edisi II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1.Pemberian larutan ekstrak daun sirih merah ( Piper crocatum Ruiz & Pav) dapat meningkatkan waktu kesembuhan luka insisi yang diinfeksi Staphylococcus aureus. 2.Larutan ekstrak daun sirih merah ( Piper crocatum Ruiz & Pav) konsentrasi 12,5% setara dengan waktu penyembuhan luka dengan Povidone Iodine 10%. 3.Larutan ekstrak daun sirih merah ( Piper crocatum ruiz & Pav) konsentrasi 50% memiliki waktu kesembuhan luka lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 12,5% dan 25%. Dep Kes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid II. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta. Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press Jakarta. Dep Kes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Dep Kes RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Dep Kes RI. 1989. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Dep Kes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu: 1.Perlu dilakukan uji lanjut pada ekstrak daun sirih merah terhadap waktu kesembuhan luka infeksi dalam bentuk sediaan seperti sediaan obat padat atau semi padat (salep, krim, atau gel). 2.Perlu dilakukan uji lanjut pengaruh pemberian ekstrak daun sirih merah terhadap waktu kesembuhan luka dengan penampang gambaran histopatologis. Hanum, Musyri’ah dan Tim Redaksi Cemerlang. 2011. Pengobatan Tradisional dengan Jamu Ala Kraton sebagai Warisan Turun Temurun. Andi. 109-110. Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Bandung: ITB. Jawetz, E.,J.L.Melnick, E.A. Adelberg, G.F. Brooks, J.S. Butel, L.N. Ornston. 1996. Mikrobiologi DAFTAR PUSTAKA Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gajah Mada Press Yogyakarta. 6 Kedokteran. Ed. 20. ECG. Jakarta. 53-58, 211-213. Juliantina, R, Farida, D.A. Citra, B. Nirwani, B. Nirwani, T. Nurmasitoh, E. T. Bowo. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper betle Var. Rubrum) Sebagai Anti Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Journal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Vol. 1. No. 1. Juwita, Sartika. 2007. Perbandingan Efektifitas Pemberian topikal Tumbuhan Daun Pare (Momordia charantia L) dengan Povidone Iodine 10% Terhadap Waktu Penyembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih (Rattus norwegicus). [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Kumar, V., R.S.Cotran, S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. ECG. Jakarta. Edisi 7. 80-83. Lachman, L., Lieberman, H. A dan Kanigh, J.L. 2004. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Vol I. Edisi III. Terjemahan Siti Suyatmi. Universitas Indonesia. Jakarta. 7