Uploaded by ichaseprinela

candi muara takus

advertisement
Alkisah zaman dahulu hiduplah masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan pedagang di
sepanjang Sungai Kampar yang berpusat di Minangga Kanwar (Muara Takus). Disini dimulailah
pertualangan ninik mamak yang gagah berani menelusuri sungai Kanwar menuju Muaro Sako
hingga Selat Melaka menggunakan perahu yang menjadi alat transportasi pada saat itu.
Setelah beberapa bulan melakukan perjalanan dagang ninik mamak Datuok nan batigo pun
berniat hendak pulang ke Minangga Kanwar. Namun ditengah perjalanan Datuok nan batigo
melihat seekor burung gaudo (burung garuda/elang) yang terbang dengan cepat sambil
mencengkram seorang gadis muda yang cantik rupanya sambil berteriak minta tolong. Datuok
nan batigo pun berpikiran kalau gadis itu akan dibawa ke sarang sang burung gaudo dan
dijadikannya sebagai santapan makan siang. Datuok nan batigo itu adalah Dt. Rajo Dibalai ( Ahli
Tabib – pengobatan ), Dt. Bandaro Tanjung ( Ahli Selam ), Dt. Sati Gunung Malelo (Ahli
Memanah ). Setelah melihat kejadian itu, Datuok nan batiga baumbik (berunding) dan menyuruh
Dt. Sati Gunung Malelo untuk mengarahkan anak panahnya ke kaki burung gaudo tersebut.
Dengan secepat kilat anak panahpun menembuh kaki burung gaudo. Karena merasa kesakitan
dan membuatnya susah terbang, langsung saja sang burung gaudo melepaskan gadis muda dari
cengkramannya. Sang gadispun jatuh kelaut dan tenggelam, dengan cepat tanggap Dt. Bandaro
Tanjung langsung melompat kedaerah tenggelamnya gadis dan menyelam untuk mencarinya.
Dengan keahliannya dan niat tulus sang gadispun ditemukan dan dibawa langsung ke atas kapal.
Diatas kapal sang gadis dalam keadaan sekarat dan belum sadarkan diri. Tanpa piker panjangpun
Dt. Rajo Dibalai langsung menyelamatkan nyawa sang gadis dan membrinya obat-obat kampung
yang manjur. Berkat kerjasama Datuok nan batigo, sang gadis selamat dan sehat seperti sedia
kala.
Datuok nan batigo melanjutkan perjalanannya menuju kampung halaman Minangga Kanwar.
Dalam perjalanan terjadi tegur sapa Datuok nan batigo dengan sang gadis yang hanya dijawab
dengan gelengan dan sesekali tersenyum. Bahasa yang diucapkan sang gadis tidak dimegerti oleh
Datuok nan batigo dan sebaliknya. Setelah berlayar cukup lama, sampailah Datuok nan batigo ke
Minangga Kanwar dan membawa gadis turun dari perahu. Masyarakat banyak yang bingung dan
bertanya asal keberadaan gadis. Datuok nan batigo membawanya ke balai dan menjelaskan
peristiwa yang dia alami. Masyarakatppun mengerti dn mengizinkannya tinggal sementara disini
sampai ada keluarga sanak saudaranya mencari.
Selama tinggal di daerah itu, sang gadis hanya suka bernyanyi dan mengucapkan kata yang tidak
dimengerti masyarakat dan akhirnya masyarakat pun terbiasa. Datuok nan tigo bersama pemuka
adat lainnya merunding dan member usulan untuk menyebarkan berita melalui alat komunikasi
saat itu sepeti menghanyutkan kertas dalam wadah seperti botol agar dapat dibaca oleh orang
yang menemukan botol dan juga dengan cara menyebarkan berita kepada pelaut dan pedagang
lainnya. Walaupun dengan cara ini tetapi berita sangat efektif untuk disampaikan hingga sampai
ke negri luar sungai Kampar tersebut.
Sampailah berita ini ketelinga salah seorang Raja yang tinggal di India dimana selama ini tengah
mencari putrinya yang hilang. Tanpa pikir panjang sang Raja dan pengikutnya pergi ke sungai
Kampar dimana anaknya ditemukandenga persiapan yang matang. Tidak susah untuk menuju
sungai kampat karena dari India cukup mengarahkan kapal kea rah timur dan sesampainya
diselat malaka telusuri sungai yang besar disumatera dan mengikuti pedagang Kampar yang ada
di India. Apalagi pada zaman itu cukup majunya teknologi pelayaran yang digunakan.
Sebelum itu sang Raja dan pasukannya dengan susah payah telah mencari putrinya baik melalui
jalur laut menggunkan kapal atau perahu maupun melalui jalur darat menggunakan gajah di
berbagai daerah. Namun setelah adanya informasi bahwa putrinya tersebut berada di Minangga
Kanwar, seluruh pasukan baik pasukan berkendaraan gajah maupun pasukan dengan kapal laut
seluruhnya dikerahkan menuju Minangga Kanwar.
Mendengar kedatanga rombonga Kerajaan India, Datuon nan batigo berunding atau
musyawarahuntuk persiapan penyambutan. Setelah ditemukannya kesepakatan, maka dimulailah
para ninik mamak berdiam di puak puak atau balai yang ada ditepian sungai Kampar untuk
mempersiapkan penyambutan rombongan Kerajaan India tersebut. Setelah beberapa hari
berdatanagnlah rombongan kecil menggunakan kapal laut agar dapat melakukan penyerangan
dan segera menyelamatkan putri karena mereka mengira kalau sang putri itu diculik. Tetapi
sebelum sampai di Minangga Kampar yang berada tidak jauh untuk penyerangan melalu daratan,
kapalpun disandarakan disebuah batu pada saat itu yang sekarang dinamkan dengan daerah Batu
Bersurat yang berlokasi diBukit Kincung. Menurut masyarat disini ada seorang Datuok bergelar
Dt. Simalancar berhasil berdiplomasi dan bersiasat dengan pasukan Kerajaan India sehingga
penyerangan dapat dihentikandengan cara meletakkna daun jelatang dipinggiran sungai Kampar
dan menyampaikan bahwa disini tidak ada kerajaan, yang ada hanya adat istiadat ninik mamak
yang memiliki kesaktian masing-masing. Tetapi karena merka tidak sabar dan ingin segera
menyelamatkan sang putri tidak lama setelah pasukan yang turun dari kapal dan menyerang
melalui daratanpun kembali kekapal dengan cepat karena badan meerka gatal-gatal dan
membengkak akibat daun jelatang. Akhirnya pimpinan rombongan kecil ini mengambil langkah
untuk tidak menyerang pemukiman di Minangga Kanwar dan kembali kekapal. Barulah ninik
mamak, pemangku adat, orang – orang tua beserta para bomo ( peselantar Bono Sungai Kampar)
dan seluruh masyarakat Minangga Kanvar menyambut dengan gembira.
Raja Kerajaan Indiapun tiba di pemukiman Sungai Kampar tanpa melakukan pemberhentian di
tepi sungai. dan terkesan atas sambutan mereka. Dalam penyambutan putripun hadir dan
menambah perasaan tyerkesan mereka karena putri dirawat dengan baik dn dalam keadaan sehat.
Malahan sekarang sang putridenggan meninggalkan Minangga Kanwar karena putri pun terkesan
dan senang tinggal disini mala sang putri enggan untuk meninggalkan daerah Minangga Kanwar.
Disini masyarakatnya memilki sopan santun yang tinggi dengan adt istiadat leluhurnya. Sambil
menunggu kedatangan pasukan lainnya yang mempergunakan jalan darat memakai kendaraan
gajah Oleh ninik mamak, kepada rombongan yang akan kembali ke India, dititipkanlah hasil –
hasil bumi dan hutan Kampar untuk Raja India sebagai tali hubungan persahabatan. Karena
kedatangan rombongan kerajaan India inilah terbukanya informasi ke dunia luar bahwa Negeri
Kampar dan kepulauan Sumtera yang bernama Swarnadwipa waktu itu merupakan daerah yang
subur dan memiliki beraneka ragam hasil bumi dan hutan. Kengganan sang putrid untuk kembali
dan keinginannya untuk menetap masyarakat besimpati dan sang Rajapun akhirnya setuju
dengan cara memberikan pengawalan yang ketat karena banyaknya pedagang yang datang. Dan
banyaknya juda masyarakat luar negeri yang berdatangan dan menambahkan pengaman yang
banyak lagi.
Agar suasana India ada juga disana, sang Raja inisiatif untuk membuatkan kompleks yang
didalmnya berisi candi-candi untuk putrinya yang bernama Putri Indira Dunia untuk melakukan
kegiatan keagamaan sesuai kepercayaan saat itu. Dari komplek inilah masyarakat adanya
pengaruh buadaya hindu terhadap masyarakat Kampar. Masyarakat Kampar yang dikepalai oleh
Datuk sebagai ninik mamak beserta Bomo, Batin, Dukun dan Pawang sebagai penghubung
dengan roh – roh Nenek Moyang terdahulu. Dalam hal adat, Nenek Moyang sebagai penghulu
dan pimpinan adat, sangat dihargai oleh perwakilan kerajaan India yang berada di Minangga
Kanwar waktu itu. Ninik mamak beserta anak kemanakan hidup dengan mengumpulkan hasil
alam serta mencari ikan disepanjang tepian sungai kampar. Ninik mamak dan masyarakatpun
mulai berkembang dan berpindah keberbagai daerah dan mendikan pemukiman disana. Maka
diangkatlah bebrapa pimpinan atau ninik mamak sesuai aturan adat yang berlaku aturan kepada
masyarakat adatnya sehubungan dengan kegiatan mengumpulkan hasil alam serta kegiatan
kemasyarakatan lainnya. Hasil alam dipertukarkan didalam komplek candi untuk dijual dikeluar
negeri. Karena Pihak kerajaan sangat menghargai tindakan ninik mamak disana karan telah
menyelamatkan sang puteri. Dan berkembanglah Kerajaan Muara Takus dari timur barat utara
selatan yang menjadikan sungai Kampar sebagai pusat perdagangan ketika itu. Hingga sekarang
bukti Keberadaan Kerajaan Candi Muara Takus masih ada walaupun hanya sebagian kecil
diaman ini dapat dijadukan bukti bahwa Diana pernah menajdi pusat Kerajaan dan Keagamaan
yang besar sebelum mulai berpindah dan menyebarkan ke wilayah sumatera yang lain.
Download