Uploaded by lucos09

BUKU Q&A BPJS

advertisement
Kepo Yuuukk
Question and Answer
[dr. ARYA PUTRA SYUHADA]
[01 AGUSTUS 2019]
[RS HERMINA GRAND WISATA]
1
Kepo Yuuukk
Author:
dr. Arya Putra Syuhada
RS HERMINA GRAND WISATA
JL. FESTIVAL BOULEVARD BLOK JAI NO.1, LAMBANG SARI, TAMBUN SELATAN
dr. Arya Putra Syuhada
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat Nya lah alhamdulillah pada
akhirnya saya bisa menyelesaikan buku Kepo Yuuukk Q&A. Buku ini saya buat dengan
harapan dapat mempermudah teman – teman sekalian dalam memahami tentang seluk
beluk JKN.
Saya ucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Lussy Messiana G, MPH selaku Direktur RS Hermina Grand Wisata
2. Bpk Imam Santoso, SE selaku Wakil Direktur Umum RS Hermina Grand Wisata
3. dr. Firdaus, selaku Wakil Direktur Medis RS Hermina Grand Wisata
4. Para Manajer RS Hermina Grand Wisata yang kece abis
5. Teman – teman Casemix yang saya cintai dan saya banggakan
6. Teman – teman dokter umum yang saya cintai dan saya banggakan
7. Dan seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
Tentunya dalam buku ini masih sangat banyak kekurangan, mohon dibukakan pintu maaf
yang seluas – luasnya dan saya mohon kritik dan sarannya agar edisi buku selanjutnya
bisa lebih baik kedepannya.. Aamin
Bekasi, 01 Agustus 2019
Penulis
dr. Arya Putra Syuhada
2
dr. Arya Putra Syuhada
3
BAB I
Pendaftaran
Ada berbagai macam pertanyaan tentang aturan JKN yang berhubungan dengan
pendaftaran. Oke kita bahas satu – satu yaaa...
1. Boleh gak sih kalau pasien sudah mendaftar sebagai jaminan umum lalu mau
berubah menjadi jaminan JKN?
Status kepesertaan Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal
masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Bila pasien
berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan
pendaftaran
dan
pembayaran
iuran
peserta
JKN
dan
selanjutnya
menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam
hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila
pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan
pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien
dinyatakan sebagai pasien umum (PERMENKES 28 tahun 2014)
2. Boleh gak sih kita pindah faskes? Terus caranya bagaimana?
Peserta dapat mengganti FKTP tempat terdaftar setelah jangka waktu 3 bulan
dengan kondisi sebagai berikut:
a. Pindah domisili dalam jangka waktu <3 bulan setelah terdaftar di FKTP awal
yang dibuktikan dengan surat keterangan domisili
b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan dalam jangka waktu <3
bulan yang dibuktikan dengan surat keterangan penugasan atau pelatihan.
Penggantian FKTP mulai berlaku pada tanggal 1 bulan selanjutnya (PERPRES
82 tahun 2018)
3. Bagaimana sih penjaminan bayi baru lahir?
Bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib di daftarkankepada BPJS
Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
kandung yang terdaftar sebagai peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3
dr. Arya Putra Syuhada
4
4. Apa aja sih yang gak dijamin oleh BPJS Kesehatan?
•
Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan
•
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat
•
Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat Kecelakaan Kerja
atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh Program Jaminan Kecelakaan
Kerja atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja
•
Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh Program
Jaminan Kecelakaan Lalu Lintas sesuai hak kelas rawat
•
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
•
Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
•
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
•
Pelayanan kesehatan untuk meratakan gigi atau ortodonsi
•
Gangguan kesehatan / penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
•
Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
•
Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional yang belum dinyatakan
efektif berdasarkan penilaian tekhnologi kesehatan
•
Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen
•
Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik
•
Perbekalan kesehatan rumah tangga
•
Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian
luar biasa/wabah
•
Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah
•
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial
•
Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual,
korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
•
Pelayanan
kesehatan
tertentu
yang
berkaitan
dengan
Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
dr. Arya Putra Syuhada
5
5. Kalau hak kelas perawatan masih penuh, harus gimana dong ya?
Apabila kelas sesuai hak peserta penuh dan kelas satu tingkat diatasnya
penuh,peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih rendah paling lama 3
(tiga) hari dan kemudian dikembalikan ke kelas perawatan sesuai dengan
haknya. Apabila perawatan di kelas yang lebih rendah dari haknya lebih dari 3
(tiga) hari,maka BPJS Kesehatan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas
dimana pasien dirawat. Bila semua kelas perawatan di rumah sakit tersebut
penuh maka rumah sakit dapat menawarkan untuk dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang setara dengan difasilitasi oleh FKRTL yang merujuk dan
berkoordinasi dengan BPJSKesehatan (PERMENKES 28 tahun 2014)
6. Kalau ada perusahaan yang mau COB itu bagaimana ya? Terus yang bayar
sisanya siapa?
COB (Coordination of Benefit) bisa dengan AKT (Asuransi Kesehatan
Tambahan) dengan ditandai oleh pada label kartu asuransi tersebut terdapat 2
logo, yakni logo AKT dan logo BPJS kesehatan. Ada 2 ketentuan penjaminan:
•
Jika pasien tidak naik kelas, maka FKRTL menjaminkan ke asuransi komersial
tsb dan nantinya asuransi komersial tersebut akan mengklaimkan ke BPJS
Kesehatan
•
Jika pasien naik kelas, maka berlaku perhitungan naik kelas sesuai dengan
Peraturan yang berlaku dan yang melakukan lebih pembayarannya bisa
perorangan, asuransi atau perusahaan
7. Kalau ada kasus kecelakaan lalu lintas, bisa gak pakai BPJS Kesehatan?
Pada kasus kecelakaan lalu lintas, Jasa Raharja sebagai penjamin pertama
sedangkan BPJS Kesehatan menjadi penjamin kedua. Dan syarat untuk
mendapatkan Jasa Raharja ialah dengan mengurus LAPORAN KEPOLISIAN
bukan SURAT KETERANGAN KEPOLISIAN. Setelah keluarga ke kantor polisi
untuk mengurus laporan kepolisian maka keluarga pasien akan mendapatkan
bukti pembuatan laporan kepolisian yang nantinya nomor tsb akan diinput ke
dalam sistem INSIDEN. Setelah itu petugas FO akan menginput bahwa ini
termasuk kasus kecelakaan lalu lintas dengan menuliskan kronologis dan
nomor laporan polisi tsb di sistem. Nanti akan tersambung secara otomatis ke
dr. Arya Putra Syuhada
6
Jasa Raharja, dan Jasa Raharja akan melakukan kroscek datang ke RS.
Barulah nanti surat Jasa Raharja akan keluar. Oh ya jangan lupa ya harus
dibedain mana BPJS Kesehatan dan mana yang BPJS Ketenagakerjaan
yaaa...
8. Kalau misalkan ada pasien yang mau naik kelas, misalkan hak kelasnya kelas 2
boleh gak naik ke VIP? Kalau kelas 3 boleh naik kelas gak?
Oke kita jawab satu – satu ya… Untuk pertanyaan pertama, kalau hak
kelasnya itu kelas 2 dan pasien tersebut mau naik ke VIP jawabannya tidak
bisa. Berdasarkan Permenkes 51 Tahun 2018 Pasal 10 butir ke 5 menyebutkan
bahwa peningkatan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya hanya
dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta.
Untuk pertanyaan kedua, boleh gak kelas 3 naik kelas, jawabannya ialah
boleh selama pasien tersebut tidak terkategori PBI. Dan ketentuannya tetap
sama hanya boleh naik satu tingkat lebih tinggi
dr. Arya Putra Syuhada
7
BAB II
PENGKLAIMAN
1. Apa aja sih syarat pengklaiman ke BPJS?
Pada prinsipnya syarat pengklaiman BPJS sama antara Rawat Jalan ataupun
Rawat Inap. Dan dibagi 2 antara scan dan berkas
Berkas Rawat Jalan dan Rawat inap:
a. SEP
b. Resume Rawat Jalan yang terisi lengkap
c. Resume Medis Pasien Pulang yang terisi lengkap untuk Rawat Inap
d. Koding Inacbgs
Scan Rawat Jalan dan Rawat Inap:
a. SEP
b. Kartu Masuk
c. Resume
d. Penunjang
e. Laporan Operasi (bila ada)
f. Bendera Labu darah (bila ada)
g. Hasil PA (bila ada)
h. Billing
2. Bagaimana sih cara pengklaimannya?
RS mengirimkan txt dan excel bulan pelayanan ke verifikator. Setelah cocok,
maka berkas dan soft file akan dikirimkan ke kantor BPJS Kesehatan. Oh ya
jangan lupa ya dengan melampirkan juga surat antifraud dan surat
pertanggungjawaban mutlaknya. Setelah berkas dikirimkan, BPJS akan
mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas paling lambat 10 hari sejak
klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. Jika tidak
mengeluarkan maka dianggap lengkap. Setelah itu akan dilakukan verifikasi
selama 15 hari kerja setelah keluarnya berita acara kelengkapan berkas klaim.
Jika nanti jatuh tempo pada hari libur, maka pembayaran akan dibayarkan di
hari kerja berikutnya. Jika telat maka BPJS Kesehatan akan dikenakan denda
sebesar 1% dari jumlah yang harusnya dibayarkan untuk setiap 1 bulan
dr. Arya Putra Syuhada
7
8
keterlambatan
3. Ada batas umurnya gak sih berkas klaim tsb tiap bulannya?
Jawabannya pasti ada dong.. Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 77
butir ke-1, Pengajuan klaim pembiayaan pelayanan kesehatan diberikan
jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak pelayanan kesehatan diberikan.
Kalau telat ya hangus lah yaa.. Hiksshiksss
4. Kalau sakit bisa langsung ke IGD kan yaa? Padahal cuma batuk pilek sih.. Abisnya
kalau antri di Faskes lama dan belum tentu dapat rujukan.. Boleh kan yaaa?
Eiiittss.. Tunggu dulu.. Sudah ada loh kriteria emergensinya..
a. Mengancam nyawa, membahayakan diri, dan orang lain/lingkungan
b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
c. Adanya penurunan kesadaran
d. Adanya gangguan hemodinamik, dan/atau
e. Memerlukan tindakan segera
5. Cara pengklaiman alat kesehatan seperti kacamata gimana ya caranya?
Pelayanan alat kesehatan dapat diberikan di rawat jalan dan atau di rawat
inap baik di FKTP maupun di FKRTL atas rekomendasi DPJP. Adapun alat
kesehatan yang bias diklaimkan terpisah ialah:
a. Kacamata
b. Alat bantu dengar (Hearing aid)
c. Prothesa gigi/gigi palsu
d. Penyangga leher (Collar neck)
e. Jaket penyangga tulang (Corset)
No Jenis Pelayanan
Tarif
Ketentuan
1
Kelas III: 150.000
1. Diberikan
Kacamata
Kelas II : 200.000
Kelas I : 300.000
paling
cepat 2 tahun sekali
2. Indikasi
medis
minimal:
a. Spheris 0.5 D
b. Silindris 0.25 D
2
Alat Bantu Dengar
Maksimal Rp 1.000.000
Diberikan paling cepat
dr. Arya Putra Syuhada
9
5
tahun
sekali
atas
indikasi medis
3
Prothesa
anggota Maksimal Rp 2.500.000
1. Prothesa alat gerak
gerak
adalah:
a. Kaki palsu
b. Tangan palsu
2.Diberikan
paling
cepat 5 tahun sekali
atas indikasi medis
4
Prothesa gigi
Maksimal Rp 1.000.000
Diberikan paling cepat
2
tahun
sekali
atas
indikasi medis untuk
gigi yang sama Full
protesa gigi maksimal
Rp.
1.000.000,00
Masing masing rahang
maksimal
Rp.500.000,00
Rincian
per rahang
adalah :
•1-8 gigi: Rp 250.000
•9-16 gigi: Rp 500.000,
5
Korset
tulang Maksimal Rp 350.000
belakang
Diberikan paling cepat
2
tahun
sekali
atas
indikasi medis
6
Collar neck
Maksimal Rp 150.000
Diberikan paling cepat
2
tahun
sekali
atas
indikasi medis
7
Kruk
Maksimal Rp 350.000
Diberikan paling cepat
2
tahun
sekali
atas
indikasi medis
6. Apa aja sih yang termasuk penyakit kronis?
Penyakit kronis itu ada 9: DM, PPOK, Asma, Stroke, Hipertensi, Jantung,
dr. Arya Putra Syuhada
10
Epilepsi, SLE dan Skizofrenia
7. Cara klaim terpisah insulin itu bagaimana sih? Apa benar harus cek HbA1C semua
dulu sebelum pemberian insulin?
Emmmm… Tentu tidak dong.. Memang betul pengklaiman insulin itu syarat
dan ketentuannya berlaku loh ya.. Mau tau kan? Yuk lihat dibawah ini:
DM TIPE I
Human Insulin dan atau
Human Insulin dan atau Analog
Human Insulin dan atau Analog
Analog insulin pada DM
insulin pada DM tipe II yang BELUM
insulin
tipe
PERNAH mendapatkan insulin
(rapid acting) pada pasien baru DM
II
yang
SUDAH
PERNAH mendapatkan
tipe II dalam KONDISI KHUSUS
insulin
1.
Lembar SEP
1. Lembar SEP
1. Lembar SEP
1.
Lembar SEP
2.
Resep dokter
2. Resep dokter
2. Resep dokter
2.
Resep dokter
3.
TIDAK
3. TIDAK DIPERLUKAN
3. Bukti berupa:
3.
Ringkasan medis peserta yang
DIPERLUKAN
HBA1C
HBA1C
a. Pernyataan bahwa pasien tidak
4. Pencatatan
penggunaan
terkendali
insulin
kombinasi
dengan
pemberian
metformin
dosis
menunjukkan
bahwa
pasien
dalamkondisi khusus, misalnya
perioperatif
atau
koma
terakhir berdasarkan
optimal dan obat diabetes oral
diabetikum atau hiperglikemia
riwayat pengobatan
lainnya yang dituangkan dalam
atau kondisi lain sesuai dengan
pernyataan DPJP (cukup sekali
pertimbangan
saja)
Perioperatif adalah rangkaian
b. Hasil pemeriksaan HBA1C >9%
DPJP.
kegiatan sebelum, selama dan
sesudah proses pembedahan
8. Cara klaim obat kronis di rawat jalan bagaimana sih?
Ada caranya loh teman..
dr. Arya Putra Syuhada
11
dr. Arya Putra Syuhada
12
9. Persyaratan untuk rujuk dengan ambulans apa aja sih?
Persyaratannya itu:
a. Tulis di memo internal yang lengkap ya kolom – kolomnya
b. Jangan lupa setelah itu ditulis juga nama pasien, nomor CM, diagnosa,
nomor ambulans dan drivernya siapa
c. Terus yang paling penting ialah jangan lupa di tandatangan ya.. Baik dari
petugas perujuk dan juga petugas penerima rujukan
d. JANGAN LUPA CAP RS SETEMPAT YAA.. Bukan CAP IGD RS nya yaaa…
dr. Arya Putra Syuhada
13
BAB III
FRAUD
1. Siapa aja sih yang bisa melakukan fraud?
Peserta, Petugas BPJS Kesehatan, Pemberi pelayanan kesehatan dan
Penyedia obat dan alat kesehatan
2. Apa aja sih yang bisa termasuk Fraud di RS?
a. penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
b. penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning;
c. klaim palsu/phantom billing;
d. penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills;
e. pemecahan episode pelayanan/services unbundling or fragmentation;
f. rujukan semu/selfs-referals;
g. tagihan berulang/repeat billing;
h. memperpanjang lama perawatan/ prolonged length of stay;
i. memanipulasi kelas perawatan/type of room charge;
j. membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled services;
k. melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value;
l. penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of care;
m. melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu/unnecessary treatment;
n. menambah panjang waktu penggunaan ventilator;
o. tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit;
p. tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures;
q. admisi yang berulang/readmisi;
r. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan tertentu;
s. meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
t. tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan huruf s.
13
dr. Arya Putra Syuhada
14
BAB IV
DIAGNOSA dan PROSEDUR
1. Apa sih yang disebut dengan diagnosa primer?
Diagnosa primer adalah diagnosa yang dibuat oleh DPJP dengan
berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir
perawatan
2. Severity level itu apa?
Severity level itu tingkat suatu keparahan suatu penyakit di inacbgs.
Temen – temen bisa lihat di grouper inacbgs. Severity level itu terdiri dari
I-II-III. Semakin tinggi severity level maka semakin tinggi tingkat keparahan
suatu penyakit tersebut. Dan juga klaim inacbgs akan semakin meningkat.
3. Kalau prosedur utama itu apa?
Prosedur utama adalah prosedur yang dibuat oleh DPJP dengan
berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir
perawatan
4. Kalau mau nulis diagnosa yang bukan di bidangnya boleh gak? Misalkan
apakah kalua diagnosa Pneumonia harus konsul ke Dokter Spesialis Paru? Atau
dengan dokter penyakit dalam saja bisa?
Sebenernya kalau diagnosa pneumonia secara RKK (Rincian Kewenangan
Klinis) dokter penyakit dalam sih bisa. Akan tetapi jika dari verifikator bpjs
seandainya di RS tersebut ada dokter Paru, maka diagnosa Pneumonia
harus dikonsultasikan ke Paru. Beda hal nya kalau diagnosa tersebut tidak
ada dokter Paru nya baru boleh. Begitu juga dengan penyakit yang lainnya
5. Oh gituu.. Oh ya jadi kepikiran nih.. Berarti setiap penyakit bisa kita tingkatin
severity level nya dong ya,,?? Asiikk…
Eiittss tunggu dulu.. Syarat dan ketentuan berlaku loh.. Kalau tidak hati –
hati nanti jatuhnya Fraud.. Ini dya syarat dan ketentuannya berdasarkan
HK
03.03/MENKES/518/2016
Tentang
Pedoman
Penyelesaian
Permasalahan Klaim Inacbg Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional:
14
dr. Arya Putra Syuhada
15
A. PERMASALAHAN KODING
Diagnosis / Prosedur
No
Utama
1
2
Hiperte
nsi (I10I15)
3
Thalasemia
(D56.1)
4
Sekunder
Candidiasis (B37)
Prosedur
Perihal
Kesepakatan
Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode candidiasis (B.37)
Pada kasus HIV tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah tetapi dikoding
dengan kode kombinasi, jadi seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dikoding
1. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF
2. Koding Hipertensi disertai kode RF
Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat
dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal
ginjalnya ( Permenkes no. 27 Tahun 2014 )
Dampak: Peningkatan severity level
Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron dan
Deferoxsamin) dalam sebulan lebih dari 1x
Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama
seperti DM (E10-E14)
Hiperglikemia
(R73.9)
Dampak : secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjadi
diagnosis primer
Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring
Top up klaim obat kelasi (pada klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x
sebulan (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014)
Hiperglikemi (R73.9) tidak dapat menjadi diagnosa utama jika ada diagnosa lain
yang lebih spesifik
5
Tonsilektomi dengan
Kauter Faring (28.2 dan
Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping
29.39)
6
Appendectomy dengan Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
laparotomi (47.0+54.1) dengan kode tindakan utama
7
Herniotomi dengan
Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau
laparotomi (53.9+54.1) bertambah
8
Insisi Peritoneum
(54.95)
Tindakan
operasi
dikoding
terpisah-pisah
SC/appendectomy dengan insisi peritoneum
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
misalnya Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau
bertambah
9
No
Repair Perineum
(75.69)
Diagnosis / Prosedur
Utama
Sekunder
Prosedur
Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum
dengan tindakan repair perineum (75.69)
Perihal
Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6
(bukan kode 75.69)
Kesepakatan
Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan
menyebabkan perubahan grouper menjadi O-6-12-I dengan
biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal
dr. Arya Putra Syuhada
16
10
USG pada Kehamilan
(88.76/88.79)
Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG
kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan
USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 (bila terbukti
melakukan tindakan USG)
Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan
kode 88.78
11
WSD dan puncture of
lung
Pada kasus-kasus degan pemasangan WSD (34.04) sering
Koding tindakan WSD adalah 34.04
disalahgunakan dengan menambah koding puncture of
lung (33.93)
Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah
hasil grouper menjadi lebih tinggi
12
Endotrakeal Tube
(96.04)
Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan
endotracheal tube dikoding terpisah
Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
13
Collar Neck
Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device
(84.59) karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT
Tidak perlu dikoding karena Collar neck termasuk alat kesehatan yang dibayar
namun tidak menggunakan sistem INA-CBG.
Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam
(Contoh DHF). Bagaimana diagnosis sekundernya ?
Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis utama: kode DHF (A91),
sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O"
14 DHF pada
pasien hamil
15
Gas Gangrene
(A48.0)
16
Kejang
17 Soft Tissue
Tumor
18 Penyulit
Persalinan
19
20
Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis sekunder,
biasanya didiagnosis gangrene dikoding gas gangrene
Eksisi (83.39)
Persalinan SC
(O82)
Pemasangan infus
pump (99.18)
Kemoterapi
Oral
1. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan
adanya gas dilokasi gangren
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
2. Sesuai kaidah ICD jika gangrene saja dapat dikode R02, Sedangkan pada
kasus DM, Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14
(sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2
di kode E11.5).
Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan Jika diagnosis Kejang disertai hasil pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi
peningkatan biaya klaim
yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat dikoding
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
1. Pasien dirawat inapkan 1 hari
1. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue tumor dapat dirawat inap :
2. Penentuan Eksisi massa soft tissue tumor, biasa
a. sesuai dengan indikasi medis pasien
disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (Ekxicion of Lession
b. dengan narkose umum
of other soft tissue) dibandingkan 86.3 (other local exicion
2. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT :
or destruction of lession tissue of skin & subcutaneous
a. kode 83.39 untuk STT yang lokasi nya dalam (deep )
tissue. Dampak : Biaya koding 83.39 lebih tinggi dari 86.3,
b. kode 86.3 untuk STT yang superfisial
RI>RJ
Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika penyulit
Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika ada penyulit dalam
persalinan adalah kode O42.0 dan O42.1
persalinan, seperti contohnya O42.0 & O42.1 dengan tindakan seksio sesarea
yang menghasilkan proses grouping persalinan vaginal
Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 hanya untuk Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 untuk semua kasus
kasus persalinan
Kemoterapi oral dikoding sebagai kemoterapi
Tindakan kemoterapi menggunakan kode Z51.1
B. PERMASALAHAN KLINIS
dr. Arya Putra Syuhada
17
No
21
Utama
Diagnosis / Prosedur
Sekunder
Prosedur
Skingraft
22
23
Educational Therapy
(93.82)
Anemia
Perihal
Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dll
Kesepakatan
Pada kasus Skin graft, tidak dapat dijamin pada yang berhubungan dengan
kosmetik
Catatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar
dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika
hanya luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu dikonfirmasi.
Educational therapy pada konsultasi ke dokter misalnya dokter 1. Episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan
gizi pada klaim rawat jalan
untuk konsultasi gizi
2. Pelayanan poli gizi adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik
Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada Anemia pada persalinan:
beberapa diagnosa utama seperti : persalinan, gagal Ginjal, dll. 1. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO
Menyebabkan peningkatan biaya klaim.
2. jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dicoding
Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II
Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh :
1.Komplikasi penyakit utamanya ( dimana terapi anemia berbeda dengan terapi
utamanya, contoh : pasien kanker payudara yg diradioterapi, pada
perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan
diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan
eritropoetin harus dimasukkan
2. Anemia gravis (dibawah 8) pada penyakit kronik ( gagal ginjal kronik, kanker
kedalam diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg
berbeda dari penyakit dasarnya.
Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai
diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil
laboratorium leukosit meningkat walaupn tidak mengikat dan
tidak ada terapi spesifik.
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosis
sekunder
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Leukositosis (D72.8) yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah
leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan
(GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN)
Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut (N17.9) :
1. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl
2. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam
24
Leukositosis
25
Malnutrisi
Kaheksia (R64)
26
Gagal Ginjal
Akut/AKI (N17)
AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering
disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum kreatinin yang
meningkat tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
27
LeukopeniaAgranulositosis
(D70)
Kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, biasanya 1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab)
disalahgunakan pada hasil laboratorium leukosit yang menurun 2. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien kanker adalah leukosit dibawah
tetapi tidak bermakna (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak
juga dikoding D70 karena leukopeni)
pada pemberian GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama
dengan 5000
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Diagnosis menyertakan bukti klinis (penilaian status gizi, IMT,dll)
Termasuk pada kanker stadium lanjut dimasukkan sebagai diagnosa sekunder
karena memerlukan penatalaksanaan khusus
dr. Arya Putra Syuhada
18
No
Diagnosis / Prosedur
Utama
28
29
Sekunder
Efusi Pleura (J90J91)
Respiratory Arrest
(R09)
Perihal
Prosedur
Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa sekunder
menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis sekunder
terutama pada kasus yang meninggal
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
Kesepakatan
Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila hasil pemeriksaan imaging (foto
thoraks, USG, CT scan) menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila dilakukan
proof punksi keluar cairan
Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis sekunder bila :
(1). Terdapat usaha resusitasi dan atau pemakaian alat bantu nafas
(2). Bila terkait dengan diagnosis primer
(3).Merupakan perjalanan penyakit primer
30
Pneumonia/
Bronkopneumonia
Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis sekunder tanpa
hasil rontgen atau tanda klinis
Dampak: meningkat severity level II
Pneumonia dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan imaging minimal foto
thoraks dan atau berdasarkan anamnesis pasien mengeluh batuk produktif
disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) atau dari pemeriksaan fisis
dapat ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial
31
TB Paru (A15)
Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien
dengan TB Paru yang sedang pengobatan OAT rutin
TB Paru (A15-A19) tetap diltulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis
primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap di pantau selama
perawatan
32
Disfagia (R13)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dll
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
33
34 Vertigo
Hemiparese/
Hemiplegia
Diagnosis sekunder Disfagia (R13) dapat dikoding bersama dengan Prosedur
Tonsilektomi (28.2) pada kondisi sebagai berikut :
(1). Pasien Anak
(2). Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang
dibanding usia atau IMT menurut usia
Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese sebagai Tidak ada masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang di rekam medis
Diagnosa utama maupun sekunder menyebabkan peningkatan pada catatan perawatan dituliskan klinis hemiparesis (G81.9)
biaya klaim
Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level
menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke
akan meningkatkan biaya dan severity level III
Vertigo dirawat inapkan
Indikasi vertigo yang dirawatinapkan:
1. Vertigo (R.42) sentral dengan etiologi nya : Stroke (iskemik, hemoragik),
infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dengan peningkatan
tekanan intra kranial
2. Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan
terjadi hiponatremia / hipokalemia / hipoglikemia / insufisiensi renal
dr. Arya Putra Syuhada
19
No
Utama
35 Katarak
Diagnosis / Prosedur
Sekunder
Prosedur
Perihal
penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium
umumnya dilakukan rawat inap
Kesepakatan
Operasi Katarak dengan Teknik
Phacoemulsification:
Untuk
operasi
katarak
dengan
Phacoemulsification (insisi ±3 mm)
maka pasien katarak tanpa penyulit
dilakukan di rawat jalan
Operasi Katarak dengan Teknik SICS
(Small Incicion Cataract Surgery):
(1). Untuk operasi katarak dengan SICS
(insisi ± 6 mm) maka dilakukan rawat
jalan
(2) Pasien dilakukan rawat inap dengan
tindakan Phacoemulsification dan SICS
apabila :
a. Ada komplikasi selama operasi
(during opreration) yang memerlukan
pemantauan intensif setelah operasi
b.Operasi pada salah satu mata pasien
dimana mata yang lain visusnya sudah
0 (buta) atau one eyes.
c. Jika ada underlying disease seperti :
hipertensi, DM, HbsAG(+), dll
Operasi Katarak dengan Teknik
ECCE (Ekstra Capsular Cataract
Extraction), ICCE (Intra Capsular
Cataract Extraction)
Indikasi rawat inap Jika:
a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm
b. Waktu operasi lebih lama
dibandingkan operasi dengan teknik
Phaco
c. Untuk menghindari / meminimalkan
resiko infeksi, prolaps isi bola mata (iris,
vitreous) paska operasi
Indikasi Secara Umum Rawat Inap
pada Operasi katarak :
a. Memakai Teknik ECCE (Ekstra
Capsular Cataract Extraction)
b. Katarak Pediatrik (anak – anak:
kongenital, juvenil)
c. Katarak Hipermatur
d. Katarak
dengan
gangguan
pendengaran, kelainan jiwa/cacat
mental dan dengan penyakit sistemik(
HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes
mellitus, HBsAg+)
e. Kepatuhan pemakaian Obat
f. Katarak dengan komplikasi
penyakit mata ( contoh: Uveitis,
glaukoma )
g. Luksasi lentis/subluksasi lentis,
katarak dengan iridodialisis,
h. Katarak dengan sikatrik kornea
i.
Zonulysis
j.
Sinekia anterior/posterior lebih
dari 180 derajat>2 quadran
k. Katarak dengan komplikasi intra
operatif
l.
Katarak Grade 5 (Brunescent)
m. katarak + Glaukoma
n. katarak Post Vitrektomi
o. katarak Post Uveitis
p. katarak Pada high Myopia
q. katarakTraumatika
r. Komplikasi Post operatif
s. Katarak + Ablatio Retina
t.
katarak Polaris Posterior
u. Pasien2 yang memerlukan
pemeriksaan tambahan Khusus
v. pasien tidak kooperatif , baik krn
usia muda maupun keadaan psikologis
pasien, cemas dll
dr. Arya Putra Syuhada
20
No
Utama
36 Pterigium
(H11.0)
Diagnosis / Prosedur
Sekunder
Perihal
Prosedur
penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium
umumnya dilakukan rawat inap
Kesepakatan
Rawat Inap:
1. Pterigium (H11.0) Grade IV
2. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva, Flap conjungtiva, atau membran
amnion baik dengan jahitan atau membran glue
3. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif yang memerlukan
anestesi umum
4. Ada keperluan sistemik yang memerlukan evaluasi baik dibidang mata
maupun dari departemen lain
5. Terdapat perdarahan masif atau komplikasi lain yang memerlukan evaluasi
lebih lanjut
6. Transportasi sulit atau jauh dari tempat pelayanan
Rawat jalan: Operasi Pterigium (H11.0) tanpa penyulit (Kondisi seperti yang
diindikasikan pada Rawat Inap) dan dikerjakan dengan Bare Sklera
37 Chalazion (H001)
Chalazion di rawat inapkan
Dampak: peningkatan biaya akibat rawat inap
Pasien Schizoprenia yang dalam pengobatan selalu
ditambahkan koding Extrapiramidal Syndrom (G25)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Tindakan ini dilakukan di Rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum
kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum (GA)
38
Extrapiramidal
Syndrom
39
Hiponatremi
Penambahan kode E871 (Hypo-osmolality and hyponatremia)
sebagai diagnosa sekunder, sering disalahgunakan saat hasil
laboratorium menurun tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
40
Hipokalemia
Kondisi Hipokalemia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium dengan kadar K < 3,5 mEq/L
41
Hipovolemik Syok
Penambahan kode E876 (Hypokalemia) sebagai diagnosis
sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang
menurun tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Penggunaan Hipovolemik Syok sebagai Diagnosa sekunder
menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
42
Epistaxis
Kasus DHF dengan gejala pendarahan didiagnosis sekunder
seperti epitaxis, melena
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Kondisi perdarahan yang terjadi pada kasus DHF harus dinyatakan sebagai
diagnosis sekunder karena hal tersebut penting dalam menentukan
penatalaksanaan selanjutnya, dan bukti pendukungnya adalah adanya
penatalaksanaan perdarahan dalam rekam medis
1. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal syndrom (G25.9) yang ditetapkan oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada
Lampiran II) digunakan sebagai panduan diagnosis Ekstrapiramidal Syndrom
untuk dokter dan dapat dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator
2. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal syndrom yang di tetapkan oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada
Lampiran II) dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator jika terjadi
keraguan diagnosis
Kondisi Hiponatremia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium dengan kadar Na < 135 mEq/L
Kondisi Syok Hipovolemik dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan
adanya manifestasi klinis dan penatalaksanaan syok hipovolemik yang tercatat
dalam rekam medis
dr. Arya Putra Syuhada
No
Utama
43 Dispepsia
Diagnosis / Prosedur
Sekunder
44
Volume Depletion
(E86)
45 Gagal Ginjal dg
HD
Z49.1
Prosedur
46
Endoskopi (45.11)
47
Colonoscopy (45.23)
48
Asfiksia
Perihal
Penggunaan dispepsia sebagai diagnosis primer, sering
disalahgunakan untuk menggantikan diagnosis saluran
pencernaan yang lebih spesifik seperti gastritis, peptic ulcer
Dampak: peningkatan biaya dengan kode dispepsia (lebih tinggi
daripada dengan kode gastritis,dll)
Penegakan diagnosis Dispepsia bisa dengan gejala klinis. Sebelum ada
21
pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, diagnosis yang tegak adalah
Dispepsia (K30). Jika dilakukan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis
disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang.
Indikasi untuk dilakukan endoskopi pada kasus Dispepsia dengan alarm
symptom seperti : berat badan menurun, tidak bisa menelan, demam,
perdarahan atau ketersediaan sarana dan prasarana.
GE dirawat inap atas dasar volume depletion/dehidrasi
Dampak: koding volume depletion pada diagnosis tidak
mempengaruhi severity level klaim
Renal failure yg HD selalu ditambahkan extracorporal dialysis
dan dirawat inap
GE dapat dirawatinap atas dasar volume depletion/dehidrasi, dan bukti
pendukungnya adalah adanya penatalaksanaan terapi cairan
Atrial Fibrilasi (I48
& I64)
Pasien renal failure dengan HD dapat dirawat inap sesuai indikasi medis yang
spesifik (cth. Anemia), bukan atas perbaikan keadaan umum (KU)
Penggunaan tindakan Endoskopi di rawat inapkan
Pasien dengan tindakan endoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan
umum pasien
Tindakan Colonoscopy dirawat inapkan (alasan untuk persiapan Pasien dengan tindakan kolonoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan
colonoscopi)
umum pasien
Kode Asfiksia yang dapat meningkatkan severity level adalah
P210 (Asfiksia berat)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
49
Kesepakatan
Penggunaan Atrial Fibrilasi sebagai Diagnosa sekunder
menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
KRITERIA DIAGNOSIS ASFIKSIA NEONATORUM (UKK Neonatologi - IDAI) :
1. ASFIKSIA BERAT
a. Apnea atau megap megap yang membaik setelah resusitasi minimal dengan
3 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed yang berat dengan pH< 7 atau base deficit ≥ 12 mmol/L,
ATAU
c. Ada manifestasi gangguan neurologis (misal: kejang, koma, tonus otot jelek),
ATAU
d. Ada keterlibatan multi organ (misal: ginjal, jantung, paru, hati, usus), ATAU
e. FJ <100 X/menit saat lahir dan cenderung menurun atau tetap, ATAU
f. skor Apgar 0-3 sampai 1 menit ATAU <5 sampai 5 menit setelah lahir
2. ASFIKSIA RINGAN/SEDANG
a. Bayi bernapas spontan setelah resusitasi maksimal dengan 2 siklus ventilasi
tekanan positif, ATAU
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed dengan pH 7,0 sampai kurang dari 7,35, ATAU
c. Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah lahir
Kondisi Atrial Fibrilasi memang harus dipisahkan sebagai diagnosis sekunder,
dan bukti pendukungnya berupa hasil EKG
dr. Arya Putra Syuhada
22
No
50
Diagnosis / Prosedur
Utama
Sekunder
Syok Kardiogenik
(R57)
Prosedur
Perihal
Penggunaan Syok kardiogenik sebagai diagnosis sekunder
terutama pada pasien jantung yang meninggal
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
51
Cardiac Arrest
(I46.9)
52
53
Penggunaan Cardiac arrest sebagai diagnosis sekunder
terutama pada kasus yang meninggal
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
CAG Dan PCI dipisahpisah waktunya
Syok saat Operasi
(T811)
Kesepakatan
Kondisi Syok Kardiogenik dapat menjadi diagnosis sekunder terutama pada
pasien penyakit jantung dengan bukti tertulisnya kriteria klinis dalam rekam
medis berupa :
1. Penurunan Tekanan Darah
a. TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau
b. TD < 80 mmHg dengan inotropik
2. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%)
1. Cardiac arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak hanya penyakit jantung)
& ada bukti penatalaksanaan Cardiac Arrest yaitu CPR
2. Cardiac Arrest tidak dapat digunakan pada pasien DOA
3. Koding INA-CBG adalah kode Morbiditas
Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya, karena masalah
prasarana dan sarana, instruksi manajemen.
Tambahan modus : PCI dipisah berdasarkan jumlah stent yang
akan dipasang.
Dampak : Pembayaran klaim untuk satu pasien meningkat
Panduan Praktek Klinis (PPK) Tatalaksana Kasus Penyakit Jantung Koroner PERKI 2015 :
PCI atau CABG :
- Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika ditemukan
bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai lesi signifikan
berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner.
- Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal
>50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA
stenosis >70%.
- Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas
memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR <
0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR
maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi sebagai
penyebab iskemik.
- Indikasi CABG : Lesi multipl+F98e stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan
atau tanpa diabetes mellitus.
- Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi
(Fraksi ejeksi rendah atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka
dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan
mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan
lama tindakan.
- PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika
kondisi klinis stabil.
- PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna.
Penggunaan koding T811 pada diagnosis sekunder , biasanya Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang dalam rekam medis
pada pasien dengan tindakan atau terapi
tertulis manifestasi klinis syok yang merupakan komplikasi operasi serta tertulis
penatalaksaan syok tersebut
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
dr. Arya Putra Syuhada
23
54
Scleroterapy pada
Hemorhoid (49.42)
Kasus Scleroterapi pada hemorhoid oleh Sp.PD dan dirawat
inapkan hanya untuk injeksi obatnya karena obatnya mahal
Pasien dengan tindakan Scleroterapi pada hemorhoid dapat dirawat inap
berdasarkan keadaan umum pasien
55
Odontektomi (23.19)
Tindakan Odontektomi di rawat inapkan
Pasien dengan tindakan odontektomi dapat dirawat inap sesuai dengan keadaan
umum pasien, atau jumlah maupun letak gigi
No
Diagnosis / Prosedur
Utama
56 Hypertensive
renal disease
with renal failure
(I12.0)
Sekunder
Pulmonary
oedema (J81)
57 Hypertensive
renal disease
with renal failure
(I12.0)
Ascites (R18)
58
Imbalance of
constituents of
food intake(
E63.1)
59
Insufisiensi renal
(N19)
60 Typhoid (A01.0)
Urinary Tract
Infection, site not
specified (N390)
Prosedur
Perihal
Kesepakatan
Pasien dengan riwayat hemodialisa rutin mengalami efek
samping sesak, kemudian pulmonary edema dikoding sebagai
diagnosa sekunder dan menyebabkan severity level meningkat
menjadi berat (III)
Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, ronki
Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam dalam resume medis
dan ada terapi diuretik dan oksigen yang diberikan.
Pada kasus HD rutin yang dirawat inap dengan kondisi pulmonary oedema,
maka Dx Sekunder Pulmonary Odema dan Dx utama CKD (bukan kontrol HD
atau kode Z)
Pasien dirawat inapkan hanya untuk dilakukan fungsi ascites.
Apa kriteria rawat inap untuk tindakan fungsi ascites atau dapat
kah sebagai rawat jalan? Tepatkah pengkodingan pada kasus
ini?
Dampak : peningkatan biaya pada klaim
Kecendrungan pasien yang tidak nafsu makan langsung dikode
dengan E63.1 (imbalance of constituents food intake). Kapan
imbalance of constituents of food intake ditegakkan ?
Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II)
Kriteria Rawat Inap untuk Ascites adalah Ascites masif, tujuan tindakan Pungsi
untuk Terapeutik.
Bila terjadi pada kasus CKD, maka diagnosis ascites dapat menjadi diagnosis
sekunder dan diagnosis utamanya adalah CKD
Kode R63.8 (other symptoms and signs concerning food and fluid intake)
digunakan untuk intake sulit yakni kelainan yang membutuhkan tindakan khusus
diet parenteral, enteral atau parsial baik cairan dan atau nutrisi
Kode E63.1 (imbalance of constituents food intake) digunakan untuk Intake sulit
yang disertai asesmen gizi oleh dokter yang merawat/dokter ahli gizi/ahli gizi.
Bukti malnutrisi, IMT kurang dari 16
Kode sekunder N19 (insufisiensi renal) dikoding dengan Kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal: Nilai GFR kurang dari 60 atau
penanganan yang kurang bermakna yaitu istirahat saja. Apakah nilai creatinin wanita diatas 1,1 dan pria diatas 1,3
kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal ?
Dampak : peningkatan severity level
Kode N390 sebagai ISK sering dijadikan dignosa sekunder
Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu dari kriteria dibawah ini :
sedangkan hasil pemeriksaan penunjang masih dalam batas
1. Gejala klinis yang khas (minimal satu): sakit kencing, nyeri perut bagian
normal. Kapan diagnosa ISK ditegakkan ?
bawah, nyeri tekan suprapubic, anyang-anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok
Dampak : Menyebabkan kenaikan severity level
costovertebral angle (CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah
lekosit urin lebih dari 10/LPB
2. Kultur urin positif
dr. Arya Putra Syuhada
24
61
Ventricular
fibrillation and
flutter (I49.3)
62
Non spesific
reactive hepatitis
(K75.2)
63 Gout arthritis
(M10.9)
64
No
Phlebitis
EKG (8952)
Penambahan kode K75.2 (non specific reactive hepatitis)
sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil
laboratorium yang SGOT/PT meningkat tidak bermakna.
Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II)
Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non spesifik bila SGOT/SGPT diatas nilai
normal
Other local excision or Pasien dengan Gout arthritis yang dilakukan injeksi artikular Kriteria rawat inap untuk pasien Gout Arthritis adalah Gout dengan banyak sendi
destruction of lession of tetapi dikoding 80.87 (Other local excision or destruction of ankle 3 atau lebih atau Gout Polyarticular atau Gout yang dirawat karena penyakit lain
ankle joint (80.87)
joint) dan dirawat inapkan
atau gout dengan nyeri hebat VAS >=7
Kode Tindakan untuk injeksi artikular adalah 81.92 (injection of therapeutic
substances into joint or ligaments)
Penggunaan Phlebitis sebagai diagnosa sekunder sering
Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder bila dilakukan
disalahgunakan pada kondisi pasien rawat inap yang diinfus
penatalaksanaan khusus, seperti diantaranya debridement atau pemberian
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
antibiotik
Diagnosis / Prosedur
Utama
Diagnosa sekunder ventrikular fibrilasi selalu dipasangkan VF harus disertai dengan diagnosis jantung yang potensial menyebabkan henti
dengan diagnosa jantung lain seperti I10 (hypertensi essential), jantung dan dilakukan tata laksana sesuai dengan tatalaksana henti Jantung.
I11, dan I50. Namun tidak ada penggunaan terapi yang spesifik
penanganan VF pada pasien tersebut.
Dampak : peningkatan severity level klaim menjadi sedang (III)
Prosedur
Perihal
Kesepakatan
65
Sekunder
Septikemia
66
Alergi Obat
Penggunaan Alergi obat (T88.7) sebagai Diagnosa sekunder
menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
67 Thypoid Fever
(A01.0)
DHF (A91)
Thypoid ditambahkan Dengue Fever, sering disalahgunakan Diagnosis typhoid dan DHF dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
pada hasil widal yang meningkat tetapi tidak bermakna ataupun kedua penyakit tersebut.
pada hasil trombosit yang menurun tapi tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
Penggunaan
Septikemia
sebagai
diagnosa
menyebabkan peningkatan biaya klaim
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
sekunder Penggunaan kode Septicaemia (A41.9) adalah untuk kondisi yang sesuai
dengan terminologi Sepsis dan terpenuhi kriteria sepsis dan tatalaksana sepsis
yaitu hipertermi, hiportemi, tachichardi, tachypnoe dengan hasil laboratorium
leukosistosis atau leukopenia
Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau sistemik akibat pemberian obat oral
atau parenteral, atau topikal, inhalasi atau metode pemberian obat lainnya untuk
mengobati suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena hasil skin test.
Alergi obat yang menjadi sebab perawatan saat itu atau yang terjadi pada saat
perawatan berlangsung dapat dijadikan diagnosis sekunder. Informasi tersebut
dicantumkan pada resume medis pasien saat pulang rawat.
dr. Arya Putra Syuhada
25
68 GEA (A09)
Thypoid Fever
(A01.0)
kombinasi GEA dengan Thypoid fever, sering disalahgunakan
yaitu GEA sebagai diagnosis utama dan thypoid sebagai
diagnosis sekunder
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
69 CKD
Diagnosis GEA dan typhoid dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
kedua penyakit tersebut.
Diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) on HD dalam 1 bulan CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat dirawat inap lebih dari satu kali
masuk opname 3 kali hanya dapat diacc klaim 1 pelayanan oleh sesuai dengan indikasi medis
BPS Kesehatan karena dianggap readmisi
C. PERMASALAHAN ADMINISTRASI
No
Utama
70 Thalasemia
(D56.1)
Diagnosis / Prosedur
Sekunder
Hemosiderosis
Prosedur
Perihal
Penggunaan kode Hemosiderosis (E83.1) menyebabkan
peningkatan biaya klaim
Kesepakatan
Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan diagnosis sekunder Hemosiderosis
(E83.1) yang mendapatkan top up obat kelasi besi diinput sebagai pasien rawat
inap (sesuai PMK No. 59/2014) dengan tidak diinputkan semua kode diagnosis
sekundernya ke dalam software INA-CBG.
71 Kelas rawat
Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau ruang non kelas Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3
seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim
ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3)
72
Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam
ke dalam software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun,
dan tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur yang maka prosedur-prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput untuk semua kasus
menurunkan tarif tidak diinput hanya untuk kasus persalinan
dr. Arya Putra Syuhada
26
BAB V
PEMBAYARAN
1. Kalau kita sudah melakukan pengiriman berkas terus kapan cairnya?
Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 menyebutkan bahwa
1) FKRTL mengajukan klaim kolektif kepada BPJS Kesehatan secara periodik
dan lengkap.
2) BPJS Kesehatan harus mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim
paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima
oleh BPJS Kesehatan.
3) Dalam hal BPJS Kesehatan tidak mengeluarkan berita acara kelengkapan
berkas klaim dalam waktu 10 (sepuluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka berkas klaim dinyatakan lengkap.
4) BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada FKRTL berdasarkan
klaim yang diajukan dan telah:
a. Diverifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 1 5 (lima
belas) hari sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim;
atau
b. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 1
5 (lima belas) hari sejak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
c. Dalam hal pembayaran kepada FKRTL sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) jatuh pada hari libur maka pembayaran pada FKRTL dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
2. Seandainya pembayarannya telat bagaimana?
Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 butir ke-5 menyebutkan
bahwa:
“Dalam
hal
BPJS
Kesehatan
tidak
melakukan
pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPJS Kesehatan wajib membayar denda
kepada FKRTL yaitu sebesar 1 % (satu persen) dari jumlah yang harus
dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.”
26
dr. Arya Putra Syuhada
27
KATA PENUTUP
Dengan selesai nya buku Kepo Yuuukk Q&A, maka berakhir pula masa bakti saya di RS
yang kita cintai bersama ini.. Harapan saya, teman – teman semua lebih memahami ilmu
tentang JKN, dan tidak takut dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang
berhubungan dengan JKN. Selaku penulis saya memohon maaf sebesar – besarnya
jikalau selama 5 tahun saya bergabung di RS Hermina Grand Wisata mempunyai banyak
kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan pendidikan yang begitu
berharga dan sangat bermanfaat kepada diri saya pribadi selama saya bekerja di RS
Hermina Grand Wisata.
Terimakasih saya sudah diberikan kesempatan untuk memimpin instalasi – instalasi
seperti VKOK, IGD, Poli, ICU dan Casemix selama saya bekerja dan berkarya di RS
Hermina Grand Wisata.
Besar harapan saya untuk melihat RS Hermina Grand Wisata bisa menjadi RS yang
tumbuh, sehat dan berumur panjang serta terkemuka di wilayah cakupannya. Semoga di
masa yang akan datang, kita bisa berjumpa dan berkumpul lagi dengan kondisi yang lebih
baik lagi. Aamiin
Akhir kata saya mohon undur diri.. Ich liebe euch alle… Du bist unglaublich
Billahi taufik wal hidayah..
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh…
dr. Arya Putra Syuhada
27
28
LAMPIRAN
DAFTAR TARIF TINDAKAN RAJAL
NO
TINDAKAN
KODE
TARIF
KODE
1
BIOMETRI
95.05
Rp221,800
BIO
2
3
BNO-IVP
87.73
Rp735,800
BNP
CT ABDOMEN
88.01
Rp1,133,500
CTA
4
5
CT THORAX
87.41
Rp1,133,500
CTR
CT KIDNEY
87.71
Rp1,133,500
CTK
6
7
CT SCAN KEPALA
87.03
Rp939,600
CTB
ECHOCARDIOGRAM
88.72
Rp330,800
ECHO
8
9
EEG
89.14
Rp296,900
EEG
FUNDUSCOPY
16.21
Rp221,800
FUN
10
11
HEMODIALISA
39.95
Rp825,500
HD
INHALASI/ NEBULIZER
93.94
Rp323,900
NEB
12
13
INJEKSI FLAMICORT
81.92
Rp425,500
FLAM
INJEKSI UMARON
83.97
Rp425,500
UMAR
14
15
LARYNGOSCOPY
31.42
Rp400,600
LO
OKSIGEN
93.96
Rp323,900
OX
16
17
REFRAKTOMETRI
95.02
Rp221,800
REF
SPIROMETRI
89.37
Rp456,900
SP
18
19
TONOMETRI
89.11
Rp221,800
TON
TREADMILL
89.41
Rp294,700
TR
20
21
USG GRAVIDA
88.78
Rp311,300
UGR
USG LAIN-LAIN
87.71
Rp576,900
ULL
22
X-RAY CERVICAL
87.22
Rp735,800
XC
dr. Arya Putra Syuhada
NO
1
DIAGNOSA
ABORTUS INCOMPLET
KODE ICD
10
O06.9
TINDAKAN
DNC (UTERUS) : Hyperplasia endometrium, non
kehamilan
DNC (TERMINASI) : BO,AB INKOMPLIT,Kematian
Mudigah)
KODE ICD 9
DNC: sisa konsepsi
1
2
3
69.09
3,220,800
2,760,700
2,300,600
69.01
3,081,500
2,641,300
2,201,100
69.02
3,220,800
2,760,700
2,300,600
2,327,000
1,994,600
1,662,200
2
ABORTUS IMINEN
O20.0
3
ABSES
L02.9
DEBRIDEMENT/EKSISI DEBRIDEMENT
86.28/86.22
2,453,800
2,103,200
1,752,700
4
ANEMIA
D64.9
TRANSFUSI
99.04
4,181,800
3,584,400
2,987,000
5
APENDIK
K35.8
APENDECTOMY
47.09
5,424,200
4,649,300
3,874,400
6
APENDIK
K35.8
LAPARATOMY
54.11
10,909,500
9,351,000
7,792,500
7
ASMA
J45.9
3,116,300
2,671,100
2,225,900
8
BACTERIAL INF
A49.9
3,176,200
2,722,500
2,268,700
9
BPH
N40
12,373,100
10,605,500
8,837,900
10
BRONCHIOLITIS
J21.9
3,116,300
2,671,100
2,225,900
11
BRONCHITIS
J40
3,917,900
3,358,200
2,798,500
12
BRONCHOPNEUMONIA
J18.0
5,058,500
4,335,900
3,613,200
13
CALCULUS BLADDER
N21.0
TURBT
57.49
11,257,400
9,649,200
8,041,000
14
CALCULUS BLADDER
N21.0
LITOTRIPSI BLADDER
57.0
11,257,400
9,649,200
8,041,000
15
CALCULUS RENAL
N20.0
4,784,600
4,101,100
3,417,600
16
CALCULUS URETER
N20.1
URS
56.31
4,784,600
4,101,100
3,417,600
17
CALCULUS URETER
N20.1
LITOTRIPSI
56.0
11,257,400
9,649,200
8,041,000
18
CATARACT
19
CEPHALGIA /TTH
20
21
H26.9
TURP
PHACO (TOP UP)
60.29
29
7,938,000
13.41
R51/ G44.2
3,710,200
3,180,100
2,650,100
CHF
I50.0
5,005,900
4,290,800
3,575,600
CHOLECYSTITIS
K81.9
5,879,800
5,039,800
4,199,800
22
CHOLELITHIASIS
K80.8
CHOLECYSTECTOMY
51.22
9,855,000
8,447,200
7,039,300
23
CKD
N18.
AV SHUNT
39.27
6,076,700
5,208,600
4,340,500
PASANG CDL
38.95
6,076,700
5,208,600
4,340,500
REMOVE CDL
39.43
6,076,700
5,208,600
4,340,500
N30.9
3,349,800
2,871,200
2,392,700
24
CYSTITIS
25
DHF
A91
2,925,900
2,507,900
2,090,000
26
DM
E14
4,903,800
4,203,300
3,502,700
27
DIARE
A09
2,405,100
2,061,500
1,718,000
dr. Arya Putra Syuhada
30
28
DYSPEPSIA
K30
2,033,900
1,743,400
1,452,800
29
EFUSI PLEURA
J90
PUNKSI PLEURA
34.91
6,496,700
5,568,600
4,640,500
30
FAM
D24
31
FAM
D24
EKSISI FAM
85.21
9,150,100
7,842,900
6,535,800
MASTECTOMY
85.41
9,150,100
7,842,900
6,535,800
32
FEBRIS
R50.9
3,695,000
3,167,100
2,639,300
33
HEMORRHOID
I84.9
8,335,900
7,145,100
5,954,200
34
HEPATITIS
K75.9
5,886,000
5,045,200
4,204,300
35
HERNIA INGUINAL
K40.9
7,684,500
6,586,700
5,489,000
36
HNP
M51.9
5,162,900
4,425,400
3,687,800
37
HNP
M51.9
15,692,300
13,450,500
11,208,800
38
HYPERTENSI
39
ICH
40
HEMORRHOIDECTOMY
HERNIORRHAPY
49.46
53.00
LAMINECTOMY
03.09
2,669,400
2,288,000
1,906,700
I61.9
CRANIOTOMY
01.24
24,351,000
20,872,300
17,393,600
IMPACTED GIGI
K01.1
ODONTECTOMY
23.19
5,163,500
4,425,900
3,688,200
41
INFARK CEREBRI
7,018,400
6,015,800
5,013,100
42
INFARK CEREBRI, HEMIPLEGIA
I63.9
I63.9,
G80.9
9,673,300
8,291,400
6,909,500
43
ISCHIALGIA
M54.3
5,162,900
4,425,400
3,687,800
44
ISK
N39.0
3,349,800
2,871,200
2,392,700
45
ISPA
J06.9
2,772,200
2,376,200
1,980,100
46
KEJANG DEMAM
R56.0
3,718,200
3,187,000
2,655,900
47
KET
O00.9
LAPARATOMY
54.19
10,909,500
9,351,000
7,792,500
48
KET
O00.9
SALPHINGOPHORECTOMY
65.49
11,569,900
9,917,100
8,264,200
49
KISTA BARTHOLIN
N75.0
MARSUPAILIZATION
71.23
6,531,400
5,598,300
4,665,300
50
KISTA OVARY
N83.0
KISTEKTOMI
65.29
11,569,900
9,917,100
8,264,200
51
MCI
I21.9
5,660,200
4,851,600
4,043,000
52
MELLENA
K92.1
2,033,900
1,743,400
1,452,800
53
MYOMA UTERI
D25.9
MYOMECTOMY
11,569,900
9,917,100
8,264,200
54
NCB SMK
P03.4
>2500
5,118,000
4,386,800
3,655,700
2000-2500
7,677,000
6,580,300
5,483,600
1500-2000
13,541,500
11,607,000
9,672,500
I10
68.29
dr. Arya Putra Syuhada
31
1000-1500
<1000
14,333,700
12,286,000
10,238,400
17,200,400
14,743,200
12,286,000
55
NEPHROLITHIASIS
N20.0
NEPHROSTOMY
55.02
13,696,900
11,740,200
9,783,500
56
PARTUS NORMAL
O80.9
MANUAL DELIVERY
73.59
2,344,900
2,009,900
1,674,900
57
PHIMOSIS
N47
CIRCUMSISI
64.0
2,054,300
1,760,800
1,467,400
58
PNEUMONIA (CAP)
J18.9
5,058,500
4,335,900
3,613,200
59
PTERYGIUM GRADE IV (RANAP)
H11.0
12,218,600
10,182,200
EKSISI
11.39
14,255,100
1,286,200
60
PTERYGIUM GRADE I-III (RAJAL)
H11.0
EKSISI
11.39
61
SC
SC
74.99
6,981,500
5,984,100
4,986,800
62
SC GEMELI
O82.0
O82.0,
O30.0
SC
74.99
7,567,300
6,486,300
5,405,200
63
SINUSITIS
J32.0
CADWELL
22.39
9,207,300
7,892,000
6,576,600
64
SNH
I64
5,734,600
4,915,400
4,096,200
65
SNH + HEMIPARESE
I64 + G81
6,844,000
5,866,300
4,888,600
66
SNNT
9,019,700
7,516,400
67
SOFT TISSUE TUMOR
5,974,200
4,978,500
68
THALASEMIA
69
TB PARU
70
TONSILITIS
71
TYPOID
72
E04.9
D56.1
ISMULOBECTOMY/ THYROIDECTOMY
06.39/06.4
10,523,000
EKSISI LOKAL
86.3
6,969,900
KELASI BESI
TOP UP OBAT
4,425,200
TRANSFUSI
99.04
1,015,300
A16.2
4,336,500
5,203,800
6,071,100
5,461,000
4,680,900
3,900,700
A01.0
3,176,200
2,722,500
2,268,700
VERTIGO
R42
2,124,500
1,821,000
1,517,500
73
VIRAL INF
B34.9
2,925,900
2,507,900
2,090,000
74
VOMITUS
R11
2,405,100
2,061,500
1,718,000
J35.0/J03.9
TONSILEKTOMY
28.2
75
AV SHUNT
39.27
2,498,400
76
BNO-IVP
87.73
743,600
77
CDL
38.95
2,498,400
78
CT ABDOMEN
88.01
1,145,500
79
CT THORAX
87.41
1,145,500
80
CT KIDNEY
87.71
1,145,500
dr. Arya Putra Syuhada
32
81
CT SCAN KEPALA
87.03
999,500
82
ECHOCARDIOGRAM
88.72
351,900
83
EEG
89.14
360,900
EKSISI STT
83.49
450,800
FISIOTERAPI :
84
85
KTK/ SI/ GENERAL EXSERCISE/ MASSAGE
93.89/93.19
161,400
86
US/ ES/ MWD/ EXC/ TENS/ IRR
93.34/93.12/93.35
118,700
87
HEMODIALISA
39.95
923,100
88
INHALASI/ NEBULIZER
93.94
327,300
89
INJEKSI FLAMICORT
81.92
429,700
90
INJEKSI UMARON
83.97
429,700
INSISI ABSES BREAST/ MASTOTOMY
85.0
331,500
91
LARYNGOSCOPY
31.42
404,900
92
ODONTECTOMY
23.19
301,200
93
OKSIGEN
93.96
327,300
94
REFRAKTOMETRI/BIOMETRI/OPHTALMOSCOPY
95.02/95.05/16.21
224,100
95
SPIROMETRI
89.37
461,700
96
TREATMILL
89.41
297,800
97
UROFLOWMETRI (BPH)
89.24
541,700
98
USG DOPPLER
88.77
742,400
99
USG GRAVIDA
88.78
331,100
100
USG LAIN-LAIN
88.79
592,500
101
X-RAY CERVICAL
87.22
743,600
dr. Arya Putra Syuhada
Download