Kepo Yuuukk Question and Answer [dr. ARYA PUTRA SYUHADA] [01 AGUSTUS 2019] [RS HERMINA GRAND WISATA] 1 Kepo Yuuukk Author: dr. Arya Putra Syuhada RS HERMINA GRAND WISATA JL. FESTIVAL BOULEVARD BLOK JAI NO.1, LAMBANG SARI, TAMBUN SELATAN dr. Arya Putra Syuhada 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat Nya lah alhamdulillah pada akhirnya saya bisa menyelesaikan buku Kepo Yuuukk Q&A. Buku ini saya buat dengan harapan dapat mempermudah teman – teman sekalian dalam memahami tentang seluk beluk JKN. Saya ucapkan terimakasih kepada: 1. dr. Lussy Messiana G, MPH selaku Direktur RS Hermina Grand Wisata 2. Bpk Imam Santoso, SE selaku Wakil Direktur Umum RS Hermina Grand Wisata 3. dr. Firdaus, selaku Wakil Direktur Medis RS Hermina Grand Wisata 4. Para Manajer RS Hermina Grand Wisata yang kece abis 5. Teman – teman Casemix yang saya cintai dan saya banggakan 6. Teman – teman dokter umum yang saya cintai dan saya banggakan 7. Dan seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu Tentunya dalam buku ini masih sangat banyak kekurangan, mohon dibukakan pintu maaf yang seluas – luasnya dan saya mohon kritik dan sarannya agar edisi buku selanjutnya bisa lebih baik kedepannya.. Aamin Bekasi, 01 Agustus 2019 Penulis dr. Arya Putra Syuhada 2 dr. Arya Putra Syuhada 3 BAB I Pendaftaran Ada berbagai macam pertanyaan tentang aturan JKN yang berhubungan dengan pendaftaran. Oke kita bahas satu – satu yaaa... 1. Boleh gak sih kalau pasien sudah mendaftar sebagai jaminan umum lalu mau berubah menjadi jaminan JKN? Status kepesertaan Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum (PERMENKES 28 tahun 2014) 2. Boleh gak sih kita pindah faskes? Terus caranya bagaimana? Peserta dapat mengganti FKTP tempat terdaftar setelah jangka waktu 3 bulan dengan kondisi sebagai berikut: a. Pindah domisili dalam jangka waktu <3 bulan setelah terdaftar di FKTP awal yang dibuktikan dengan surat keterangan domisili b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan dalam jangka waktu <3 bulan yang dibuktikan dengan surat keterangan penugasan atau pelatihan. Penggantian FKTP mulai berlaku pada tanggal 1 bulan selanjutnya (PERPRES 82 tahun 2018) 3. Bagaimana sih penjaminan bayi baru lahir? Bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib di daftarkankepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu kandung yang terdaftar sebagai peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 3 dr. Arya Putra Syuhada 4 4. Apa aja sih yang gak dijamin oleh BPJS Kesehatan? • Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan • Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat • Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh Program Jaminan Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja • Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh Program Jaminan Kecelakaan Lalu Lintas sesuai hak kelas rawat • Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri • Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik • Pelayanan untuk mengatasi infertilitas • Pelayanan kesehatan untuk meratakan gigi atau ortodonsi • Gangguan kesehatan / penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol • Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri • Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian tekhnologi kesehatan • Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen • Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik • Perbekalan kesehatan rumah tangga • Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah • Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah • Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial • Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan • Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dr. Arya Putra Syuhada 5 5. Kalau hak kelas perawatan masih penuh, harus gimana dong ya? Apabila kelas sesuai hak peserta penuh dan kelas satu tingkat diatasnya penuh,peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih rendah paling lama 3 (tiga) hari dan kemudian dikembalikan ke kelas perawatan sesuai dengan haknya. Apabila perawatan di kelas yang lebih rendah dari haknya lebih dari 3 (tiga) hari,maka BPJS Kesehatan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas dimana pasien dirawat. Bila semua kelas perawatan di rumah sakit tersebut penuh maka rumah sakit dapat menawarkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang setara dengan difasilitasi oleh FKRTL yang merujuk dan berkoordinasi dengan BPJSKesehatan (PERMENKES 28 tahun 2014) 6. Kalau ada perusahaan yang mau COB itu bagaimana ya? Terus yang bayar sisanya siapa? COB (Coordination of Benefit) bisa dengan AKT (Asuransi Kesehatan Tambahan) dengan ditandai oleh pada label kartu asuransi tersebut terdapat 2 logo, yakni logo AKT dan logo BPJS kesehatan. Ada 2 ketentuan penjaminan: • Jika pasien tidak naik kelas, maka FKRTL menjaminkan ke asuransi komersial tsb dan nantinya asuransi komersial tersebut akan mengklaimkan ke BPJS Kesehatan • Jika pasien naik kelas, maka berlaku perhitungan naik kelas sesuai dengan Peraturan yang berlaku dan yang melakukan lebih pembayarannya bisa perorangan, asuransi atau perusahaan 7. Kalau ada kasus kecelakaan lalu lintas, bisa gak pakai BPJS Kesehatan? Pada kasus kecelakaan lalu lintas, Jasa Raharja sebagai penjamin pertama sedangkan BPJS Kesehatan menjadi penjamin kedua. Dan syarat untuk mendapatkan Jasa Raharja ialah dengan mengurus LAPORAN KEPOLISIAN bukan SURAT KETERANGAN KEPOLISIAN. Setelah keluarga ke kantor polisi untuk mengurus laporan kepolisian maka keluarga pasien akan mendapatkan bukti pembuatan laporan kepolisian yang nantinya nomor tsb akan diinput ke dalam sistem INSIDEN. Setelah itu petugas FO akan menginput bahwa ini termasuk kasus kecelakaan lalu lintas dengan menuliskan kronologis dan nomor laporan polisi tsb di sistem. Nanti akan tersambung secara otomatis ke dr. Arya Putra Syuhada 6 Jasa Raharja, dan Jasa Raharja akan melakukan kroscek datang ke RS. Barulah nanti surat Jasa Raharja akan keluar. Oh ya jangan lupa ya harus dibedain mana BPJS Kesehatan dan mana yang BPJS Ketenagakerjaan yaaa... 8. Kalau misalkan ada pasien yang mau naik kelas, misalkan hak kelasnya kelas 2 boleh gak naik ke VIP? Kalau kelas 3 boleh naik kelas gak? Oke kita jawab satu – satu ya… Untuk pertanyaan pertama, kalau hak kelasnya itu kelas 2 dan pasien tersebut mau naik ke VIP jawabannya tidak bisa. Berdasarkan Permenkes 51 Tahun 2018 Pasal 10 butir ke 5 menyebutkan bahwa peningkatan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta. Untuk pertanyaan kedua, boleh gak kelas 3 naik kelas, jawabannya ialah boleh selama pasien tersebut tidak terkategori PBI. Dan ketentuannya tetap sama hanya boleh naik satu tingkat lebih tinggi dr. Arya Putra Syuhada 7 BAB II PENGKLAIMAN 1. Apa aja sih syarat pengklaiman ke BPJS? Pada prinsipnya syarat pengklaiman BPJS sama antara Rawat Jalan ataupun Rawat Inap. Dan dibagi 2 antara scan dan berkas Berkas Rawat Jalan dan Rawat inap: a. SEP b. Resume Rawat Jalan yang terisi lengkap c. Resume Medis Pasien Pulang yang terisi lengkap untuk Rawat Inap d. Koding Inacbgs Scan Rawat Jalan dan Rawat Inap: a. SEP b. Kartu Masuk c. Resume d. Penunjang e. Laporan Operasi (bila ada) f. Bendera Labu darah (bila ada) g. Hasil PA (bila ada) h. Billing 2. Bagaimana sih cara pengklaimannya? RS mengirimkan txt dan excel bulan pelayanan ke verifikator. Setelah cocok, maka berkas dan soft file akan dikirimkan ke kantor BPJS Kesehatan. Oh ya jangan lupa ya dengan melampirkan juga surat antifraud dan surat pertanggungjawaban mutlaknya. Setelah berkas dikirimkan, BPJS akan mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas paling lambat 10 hari sejak klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. Jika tidak mengeluarkan maka dianggap lengkap. Setelah itu akan dilakukan verifikasi selama 15 hari kerja setelah keluarnya berita acara kelengkapan berkas klaim. Jika nanti jatuh tempo pada hari libur, maka pembayaran akan dibayarkan di hari kerja berikutnya. Jika telat maka BPJS Kesehatan akan dikenakan denda sebesar 1% dari jumlah yang harusnya dibayarkan untuk setiap 1 bulan dr. Arya Putra Syuhada 7 8 keterlambatan 3. Ada batas umurnya gak sih berkas klaim tsb tiap bulannya? Jawabannya pasti ada dong.. Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 77 butir ke-1, Pengajuan klaim pembiayaan pelayanan kesehatan diberikan jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak pelayanan kesehatan diberikan. Kalau telat ya hangus lah yaa.. Hiksshiksss 4. Kalau sakit bisa langsung ke IGD kan yaa? Padahal cuma batuk pilek sih.. Abisnya kalau antri di Faskes lama dan belum tentu dapat rujukan.. Boleh kan yaaa? Eiiittss.. Tunggu dulu.. Sudah ada loh kriteria emergensinya.. a. Mengancam nyawa, membahayakan diri, dan orang lain/lingkungan b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi c. Adanya penurunan kesadaran d. Adanya gangguan hemodinamik, dan/atau e. Memerlukan tindakan segera 5. Cara pengklaiman alat kesehatan seperti kacamata gimana ya caranya? Pelayanan alat kesehatan dapat diberikan di rawat jalan dan atau di rawat inap baik di FKTP maupun di FKRTL atas rekomendasi DPJP. Adapun alat kesehatan yang bias diklaimkan terpisah ialah: a. Kacamata b. Alat bantu dengar (Hearing aid) c. Prothesa gigi/gigi palsu d. Penyangga leher (Collar neck) e. Jaket penyangga tulang (Corset) No Jenis Pelayanan Tarif Ketentuan 1 Kelas III: 150.000 1. Diberikan Kacamata Kelas II : 200.000 Kelas I : 300.000 paling cepat 2 tahun sekali 2. Indikasi medis minimal: a. Spheris 0.5 D b. Silindris 0.25 D 2 Alat Bantu Dengar Maksimal Rp 1.000.000 Diberikan paling cepat dr. Arya Putra Syuhada 9 5 tahun sekali atas indikasi medis 3 Prothesa anggota Maksimal Rp 2.500.000 1. Prothesa alat gerak gerak adalah: a. Kaki palsu b. Tangan palsu 2.Diberikan paling cepat 5 tahun sekali atas indikasi medis 4 Prothesa gigi Maksimal Rp 1.000.000 Diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis untuk gigi yang sama Full protesa gigi maksimal Rp. 1.000.000,00 Masing masing rahang maksimal Rp.500.000,00 Rincian per rahang adalah : •1-8 gigi: Rp 250.000 •9-16 gigi: Rp 500.000, 5 Korset tulang Maksimal Rp 350.000 belakang Diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis 6 Collar neck Maksimal Rp 150.000 Diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis 7 Kruk Maksimal Rp 350.000 Diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis 6. Apa aja sih yang termasuk penyakit kronis? Penyakit kronis itu ada 9: DM, PPOK, Asma, Stroke, Hipertensi, Jantung, dr. Arya Putra Syuhada 10 Epilepsi, SLE dan Skizofrenia 7. Cara klaim terpisah insulin itu bagaimana sih? Apa benar harus cek HbA1C semua dulu sebelum pemberian insulin? Emmmm… Tentu tidak dong.. Memang betul pengklaiman insulin itu syarat dan ketentuannya berlaku loh ya.. Mau tau kan? Yuk lihat dibawah ini: DM TIPE I Human Insulin dan atau Human Insulin dan atau Analog Human Insulin dan atau Analog Analog insulin pada DM insulin pada DM tipe II yang BELUM insulin tipe PERNAH mendapatkan insulin (rapid acting) pada pasien baru DM II yang SUDAH PERNAH mendapatkan tipe II dalam KONDISI KHUSUS insulin 1. Lembar SEP 1. Lembar SEP 1. Lembar SEP 1. Lembar SEP 2. Resep dokter 2. Resep dokter 2. Resep dokter 2. Resep dokter 3. TIDAK 3. TIDAK DIPERLUKAN 3. Bukti berupa: 3. Ringkasan medis peserta yang DIPERLUKAN HBA1C HBA1C a. Pernyataan bahwa pasien tidak 4. Pencatatan penggunaan terkendali insulin kombinasi dengan pemberian metformin dosis menunjukkan bahwa pasien dalamkondisi khusus, misalnya perioperatif atau koma terakhir berdasarkan optimal dan obat diabetes oral diabetikum atau hiperglikemia riwayat pengobatan lainnya yang dituangkan dalam atau kondisi lain sesuai dengan pernyataan DPJP (cukup sekali pertimbangan saja) Perioperatif adalah rangkaian b. Hasil pemeriksaan HBA1C >9% DPJP. kegiatan sebelum, selama dan sesudah proses pembedahan 8. Cara klaim obat kronis di rawat jalan bagaimana sih? Ada caranya loh teman.. dr. Arya Putra Syuhada 11 dr. Arya Putra Syuhada 12 9. Persyaratan untuk rujuk dengan ambulans apa aja sih? Persyaratannya itu: a. Tulis di memo internal yang lengkap ya kolom – kolomnya b. Jangan lupa setelah itu ditulis juga nama pasien, nomor CM, diagnosa, nomor ambulans dan drivernya siapa c. Terus yang paling penting ialah jangan lupa di tandatangan ya.. Baik dari petugas perujuk dan juga petugas penerima rujukan d. JANGAN LUPA CAP RS SETEMPAT YAA.. Bukan CAP IGD RS nya yaaa… dr. Arya Putra Syuhada 13 BAB III FRAUD 1. Siapa aja sih yang bisa melakukan fraud? Peserta, Petugas BPJS Kesehatan, Pemberi pelayanan kesehatan dan Penyedia obat dan alat kesehatan 2. Apa aja sih yang bisa termasuk Fraud di RS? a. penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding; b. penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning; c. klaim palsu/phantom billing; d. penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills; e. pemecahan episode pelayanan/services unbundling or fragmentation; f. rujukan semu/selfs-referals; g. tagihan berulang/repeat billing; h. memperpanjang lama perawatan/ prolonged length of stay; i. memanipulasi kelas perawatan/type of room charge; j. membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled services; k. melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value; l. penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of care; m. melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu/unnecessary treatment; n. menambah panjang waktu penggunaan ventilator; o. tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit; p. tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures; q. admisi yang berulang/readmisi; r. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu; s. meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan t. tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan huruf s. 13 dr. Arya Putra Syuhada 14 BAB IV DIAGNOSA dan PROSEDUR 1. Apa sih yang disebut dengan diagnosa primer? Diagnosa primer adalah diagnosa yang dibuat oleh DPJP dengan berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir perawatan 2. Severity level itu apa? Severity level itu tingkat suatu keparahan suatu penyakit di inacbgs. Temen – temen bisa lihat di grouper inacbgs. Severity level itu terdiri dari I-II-III. Semakin tinggi severity level maka semakin tinggi tingkat keparahan suatu penyakit tersebut. Dan juga klaim inacbgs akan semakin meningkat. 3. Kalau prosedur utama itu apa? Prosedur utama adalah prosedur yang dibuat oleh DPJP dengan berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir perawatan 4. Kalau mau nulis diagnosa yang bukan di bidangnya boleh gak? Misalkan apakah kalua diagnosa Pneumonia harus konsul ke Dokter Spesialis Paru? Atau dengan dokter penyakit dalam saja bisa? Sebenernya kalau diagnosa pneumonia secara RKK (Rincian Kewenangan Klinis) dokter penyakit dalam sih bisa. Akan tetapi jika dari verifikator bpjs seandainya di RS tersebut ada dokter Paru, maka diagnosa Pneumonia harus dikonsultasikan ke Paru. Beda hal nya kalau diagnosa tersebut tidak ada dokter Paru nya baru boleh. Begitu juga dengan penyakit yang lainnya 5. Oh gituu.. Oh ya jadi kepikiran nih.. Berarti setiap penyakit bisa kita tingkatin severity level nya dong ya,,?? Asiikk… Eiittss tunggu dulu.. Syarat dan ketentuan berlaku loh.. Kalau tidak hati – hati nanti jatuhnya Fraud.. Ini dya syarat dan ketentuannya berdasarkan HK 03.03/MENKES/518/2016 Tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan Klaim Inacbg Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional: 14 dr. Arya Putra Syuhada 15 A. PERMASALAHAN KODING Diagnosis / Prosedur No Utama 1 2 Hiperte nsi (I10I15) 3 Thalasemia (D56.1) 4 Sekunder Candidiasis (B37) Prosedur Perihal Kesepakatan Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode candidiasis (B.37) Pada kasus HIV tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah tetapi dikoding dengan kode kombinasi, jadi seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dikoding 1. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF 2. Koding Hipertensi disertai kode RF Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal ginjalnya ( Permenkes no. 27 Tahun 2014 ) Dampak: Peningkatan severity level Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron dan Deferoxsamin) dalam sebulan lebih dari 1x Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama seperti DM (E10-E14) Hiperglikemia (R73.9) Dampak : secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjadi diagnosis primer Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring Top up klaim obat kelasi (pada klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x sebulan (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014) Hiperglikemi (R73.9) tidak dapat menjadi diagnosa utama jika ada diagnosa lain yang lebih spesifik 5 Tonsilektomi dengan Kauter Faring (28.2 dan Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping 29.39) 6 Appendectomy dengan Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding laparotomi (47.0+54.1) dengan kode tindakan utama 7 Herniotomi dengan Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau laparotomi (53.9+54.1) bertambah 8 Insisi Peritoneum (54.95) Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah SC/appendectomy dengan insisi peritoneum Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding misalnya Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau bertambah 9 No Repair Perineum (75.69) Diagnosis / Prosedur Utama Sekunder Prosedur Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum dengan tindakan repair perineum (75.69) Perihal Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6 (bukan kode 75.69) Kesepakatan Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan menyebabkan perubahan grouper menjadi O-6-12-I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal dr. Arya Putra Syuhada 16 10 USG pada Kehamilan (88.76/88.79) Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 (bila terbukti melakukan tindakan USG) Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan kode 88.78 11 WSD dan puncture of lung Pada kasus-kasus degan pemasangan WSD (34.04) sering Koding tindakan WSD adalah 34.04 disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93) Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah hasil grouper menjadi lebih tinggi 12 Endotrakeal Tube (96.04) Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan endotracheal tube dikoding terpisah Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding 13 Collar Neck Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device (84.59) karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT Tidak perlu dikoding karena Collar neck termasuk alat kesehatan yang dibayar namun tidak menggunakan sistem INA-CBG. Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam (Contoh DHF). Bagaimana diagnosis sekundernya ? Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis utama: kode DHF (A91), sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O" 14 DHF pada pasien hamil 15 Gas Gangrene (A48.0) 16 Kejang 17 Soft Tissue Tumor 18 Penyulit Persalinan 19 20 Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis sekunder, biasanya didiagnosis gangrene dikoding gas gangrene Eksisi (83.39) Persalinan SC (O82) Pemasangan infus pump (99.18) Kemoterapi Oral 1. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan adanya gas dilokasi gangren Dampak: peningkatan severity level menjadi III 2. Sesuai kaidah ICD jika gangrene saja dapat dikode R02, Sedangkan pada kasus DM, Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14 (sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2 di kode E11.5). Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan Jika diagnosis Kejang disertai hasil pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi peningkatan biaya klaim yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat dikoding Dampak: peningkatan severity level menjadi II 1. Pasien dirawat inapkan 1 hari 1. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue tumor dapat dirawat inap : 2. Penentuan Eksisi massa soft tissue tumor, biasa a. sesuai dengan indikasi medis pasien disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (Ekxicion of Lession b. dengan narkose umum of other soft tissue) dibandingkan 86.3 (other local exicion 2. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT : or destruction of lession tissue of skin & subcutaneous a. kode 83.39 untuk STT yang lokasi nya dalam (deep ) tissue. Dampak : Biaya koding 83.39 lebih tinggi dari 86.3, b. kode 86.3 untuk STT yang superfisial RI>RJ Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika penyulit Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika ada penyulit dalam persalinan adalah kode O42.0 dan O42.1 persalinan, seperti contohnya O42.0 & O42.1 dengan tindakan seksio sesarea yang menghasilkan proses grouping persalinan vaginal Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 hanya untuk Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 untuk semua kasus kasus persalinan Kemoterapi oral dikoding sebagai kemoterapi Tindakan kemoterapi menggunakan kode Z51.1 B. PERMASALAHAN KLINIS dr. Arya Putra Syuhada 17 No 21 Utama Diagnosis / Prosedur Sekunder Prosedur Skingraft 22 23 Educational Therapy (93.82) Anemia Perihal Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dll Kesepakatan Pada kasus Skin graft, tidak dapat dijamin pada yang berhubungan dengan kosmetik Catatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika hanya luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu dikonfirmasi. Educational therapy pada konsultasi ke dokter misalnya dokter 1. Episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan gizi pada klaim rawat jalan untuk konsultasi gizi 2. Pelayanan poli gizi adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada Anemia pada persalinan: beberapa diagnosa utama seperti : persalinan, gagal Ginjal, dll. 1. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO Menyebabkan peningkatan biaya klaim. 2. jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dicoding Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh : 1.Komplikasi penyakit utamanya ( dimana terapi anemia berbeda dengan terapi utamanya, contoh : pasien kanker payudara yg diradioterapi, pada perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan eritropoetin harus dimasukkan 2. Anemia gravis (dibawah 8) pada penyakit kronik ( gagal ginjal kronik, kanker kedalam diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg berbeda dari penyakit dasarnya. Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium leukosit meningkat walaupn tidak mengikat dan tidak ada terapi spesifik. Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosis sekunder Dampak: peningkatan severity level menjadi II Leukositosis (D72.8) yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN) Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut (N17.9) : 1. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl 2. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam 24 Leukositosis 25 Malnutrisi Kaheksia (R64) 26 Gagal Ginjal Akut/AKI (N17) AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum kreatinin yang meningkat tidak bermakna Dampak: peningkatan severity level menjadi III 27 LeukopeniaAgranulositosis (D70) Kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, biasanya 1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab) disalahgunakan pada hasil laboratorium leukosit yang menurun 2. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien kanker adalah leukosit dibawah tetapi tidak bermakna (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak juga dikoding D70 karena leukopeni) pada pemberian GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama dengan 5000 Dampak: peningkatan severity level menjadi III Diagnosis menyertakan bukti klinis (penilaian status gizi, IMT,dll) Termasuk pada kanker stadium lanjut dimasukkan sebagai diagnosa sekunder karena memerlukan penatalaksanaan khusus dr. Arya Putra Syuhada 18 No Diagnosis / Prosedur Utama 28 29 Sekunder Efusi Pleura (J90J91) Respiratory Arrest (R09) Perihal Prosedur Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi III Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis sekunder terutama pada kasus yang meninggal Dampak: peningkatan severity level menjadi III Kesepakatan Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila hasil pemeriksaan imaging (foto thoraks, USG, CT scan) menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila dilakukan proof punksi keluar cairan Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis sekunder bila : (1). Terdapat usaha resusitasi dan atau pemakaian alat bantu nafas (2). Bila terkait dengan diagnosis primer (3).Merupakan perjalanan penyakit primer 30 Pneumonia/ Bronkopneumonia Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis Dampak: meningkat severity level II Pneumonia dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan imaging minimal foto thoraks dan atau berdasarkan anamnesis pasien mengeluh batuk produktif disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) atau dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial 31 TB Paru (A15) Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien dengan TB Paru yang sedang pengobatan OAT rutin TB Paru (A15-A19) tetap diltulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap di pantau selama perawatan 32 Disfagia (R13) Dampak: peningkatan severity level menjadi II Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dll Dampak: peningkatan severity level menjadi II 33 34 Vertigo Hemiparese/ Hemiplegia Diagnosis sekunder Disfagia (R13) dapat dikoding bersama dengan Prosedur Tonsilektomi (28.2) pada kondisi sebagai berikut : (1). Pasien Anak (2). Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang dibanding usia atau IMT menurut usia Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese sebagai Tidak ada masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang di rekam medis Diagnosa utama maupun sekunder menyebabkan peningkatan pada catatan perawatan dituliskan klinis hemiparesis (G81.9) biaya klaim Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke akan meningkatkan biaya dan severity level III Vertigo dirawat inapkan Indikasi vertigo yang dirawatinapkan: 1. Vertigo (R.42) sentral dengan etiologi nya : Stroke (iskemik, hemoragik), infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dengan peningkatan tekanan intra kranial 2. Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan terjadi hiponatremia / hipokalemia / hipoglikemia / insufisiensi renal dr. Arya Putra Syuhada 19 No Utama 35 Katarak Diagnosis / Prosedur Sekunder Prosedur Perihal penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium umumnya dilakukan rawat inap Kesepakatan Operasi Katarak dengan Teknik Phacoemulsification: Untuk operasi katarak dengan Phacoemulsification (insisi ±3 mm) maka pasien katarak tanpa penyulit dilakukan di rawat jalan Operasi Katarak dengan Teknik SICS (Small Incicion Cataract Surgery): (1). Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6 mm) maka dilakukan rawat jalan (2) Pasien dilakukan rawat inap dengan tindakan Phacoemulsification dan SICS apabila : a. Ada komplikasi selama operasi (during opreration) yang memerlukan pemantauan intensif setelah operasi b.Operasi pada salah satu mata pasien dimana mata yang lain visusnya sudah 0 (buta) atau one eyes. c. Jika ada underlying disease seperti : hipertensi, DM, HbsAG(+), dll Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction), ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) Indikasi rawat inap Jika: a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan operasi dengan teknik Phaco c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous) paska operasi Indikasi Secara Umum Rawat Inap pada Operasi katarak : a. Memakai Teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) b. Katarak Pediatrik (anak – anak: kongenital, juvenil) c. Katarak Hipermatur d. Katarak dengan gangguan pendengaran, kelainan jiwa/cacat mental dan dengan penyakit sistemik( HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes mellitus, HBsAg+) e. Kepatuhan pemakaian Obat f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata ( contoh: Uveitis, glaukoma ) g. Luksasi lentis/subluksasi lentis, katarak dengan iridodialisis, h. Katarak dengan sikatrik kornea i. Zonulysis j. Sinekia anterior/posterior lebih dari 180 derajat>2 quadran k. Katarak dengan komplikasi intra operatif l. Katarak Grade 5 (Brunescent) m. katarak + Glaukoma n. katarak Post Vitrektomi o. katarak Post Uveitis p. katarak Pada high Myopia q. katarakTraumatika r. Komplikasi Post operatif s. Katarak + Ablatio Retina t. katarak Polaris Posterior u. Pasien2 yang memerlukan pemeriksaan tambahan Khusus v. pasien tidak kooperatif , baik krn usia muda maupun keadaan psikologis pasien, cemas dll dr. Arya Putra Syuhada 20 No Utama 36 Pterigium (H11.0) Diagnosis / Prosedur Sekunder Perihal Prosedur penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium umumnya dilakukan rawat inap Kesepakatan Rawat Inap: 1. Pterigium (H11.0) Grade IV 2. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva, Flap conjungtiva, atau membran amnion baik dengan jahitan atau membran glue 3. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif yang memerlukan anestesi umum 4. Ada keperluan sistemik yang memerlukan evaluasi baik dibidang mata maupun dari departemen lain 5. Terdapat perdarahan masif atau komplikasi lain yang memerlukan evaluasi lebih lanjut 6. Transportasi sulit atau jauh dari tempat pelayanan Rawat jalan: Operasi Pterigium (H11.0) tanpa penyulit (Kondisi seperti yang diindikasikan pada Rawat Inap) dan dikerjakan dengan Bare Sklera 37 Chalazion (H001) Chalazion di rawat inapkan Dampak: peningkatan biaya akibat rawat inap Pasien Schizoprenia yang dalam pengobatan selalu ditambahkan koding Extrapiramidal Syndrom (G25) Dampak: peningkatan severity level menjadi II Tindakan ini dilakukan di Rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum (GA) 38 Extrapiramidal Syndrom 39 Hiponatremi Penambahan kode E871 (Hypo-osmolality and hyponatremia) sebagai diagnosa sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium menurun tidak bermakna Dampak: peningkatan severity level menjadi II 40 Hipokalemia Kondisi Hipokalemia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar K < 3,5 mEq/L 41 Hipovolemik Syok Penambahan kode E876 (Hypokalemia) sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang menurun tidak bermakna Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penggunaan Hipovolemik Syok sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi II 42 Epistaxis Kasus DHF dengan gejala pendarahan didiagnosis sekunder seperti epitaxis, melena Dampak: peningkatan severity level menjadi II Kondisi perdarahan yang terjadi pada kasus DHF harus dinyatakan sebagai diagnosis sekunder karena hal tersebut penting dalam menentukan penatalaksanaan selanjutnya, dan bukti pendukungnya adalah adanya penatalaksanaan perdarahan dalam rekam medis 1. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal syndrom (G25.9) yang ditetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada Lampiran II) digunakan sebagai panduan diagnosis Ekstrapiramidal Syndrom untuk dokter dan dapat dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator 2. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal syndrom yang di tetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada Lampiran II) dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator jika terjadi keraguan diagnosis Kondisi Hiponatremia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar Na < 135 mEq/L Kondisi Syok Hipovolemik dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan adanya manifestasi klinis dan penatalaksanaan syok hipovolemik yang tercatat dalam rekam medis dr. Arya Putra Syuhada No Utama 43 Dispepsia Diagnosis / Prosedur Sekunder 44 Volume Depletion (E86) 45 Gagal Ginjal dg HD Z49.1 Prosedur 46 Endoskopi (45.11) 47 Colonoscopy (45.23) 48 Asfiksia Perihal Penggunaan dispepsia sebagai diagnosis primer, sering disalahgunakan untuk menggantikan diagnosis saluran pencernaan yang lebih spesifik seperti gastritis, peptic ulcer Dampak: peningkatan biaya dengan kode dispepsia (lebih tinggi daripada dengan kode gastritis,dll) Penegakan diagnosis Dispepsia bisa dengan gejala klinis. Sebelum ada 21 pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, diagnosis yang tegak adalah Dispepsia (K30). Jika dilakukan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang. Indikasi untuk dilakukan endoskopi pada kasus Dispepsia dengan alarm symptom seperti : berat badan menurun, tidak bisa menelan, demam, perdarahan atau ketersediaan sarana dan prasarana. GE dirawat inap atas dasar volume depletion/dehidrasi Dampak: koding volume depletion pada diagnosis tidak mempengaruhi severity level klaim Renal failure yg HD selalu ditambahkan extracorporal dialysis dan dirawat inap GE dapat dirawatinap atas dasar volume depletion/dehidrasi, dan bukti pendukungnya adalah adanya penatalaksanaan terapi cairan Atrial Fibrilasi (I48 & I64) Pasien renal failure dengan HD dapat dirawat inap sesuai indikasi medis yang spesifik (cth. Anemia), bukan atas perbaikan keadaan umum (KU) Penggunaan tindakan Endoskopi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan endoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan umum pasien Tindakan Colonoscopy dirawat inapkan (alasan untuk persiapan Pasien dengan tindakan kolonoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan colonoscopi) umum pasien Kode Asfiksia yang dapat meningkatkan severity level adalah P210 (Asfiksia berat) Dampak: peningkatan severity level menjadi II 49 Kesepakatan Penggunaan Atrial Fibrilasi sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi II KRITERIA DIAGNOSIS ASFIKSIA NEONATORUM (UKK Neonatologi - IDAI) : 1. ASFIKSIA BERAT a. Apnea atau megap megap yang membaik setelah resusitasi minimal dengan 3 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis metabolik atau mixed yang berat dengan pH< 7 atau base deficit ≥ 12 mmol/L, ATAU c. Ada manifestasi gangguan neurologis (misal: kejang, koma, tonus otot jelek), ATAU d. Ada keterlibatan multi organ (misal: ginjal, jantung, paru, hati, usus), ATAU e. FJ <100 X/menit saat lahir dan cenderung menurun atau tetap, ATAU f. skor Apgar 0-3 sampai 1 menit ATAU <5 sampai 5 menit setelah lahir 2. ASFIKSIA RINGAN/SEDANG a. Bayi bernapas spontan setelah resusitasi maksimal dengan 2 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis metabolik atau mixed dengan pH 7,0 sampai kurang dari 7,35, ATAU c. Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah lahir Kondisi Atrial Fibrilasi memang harus dipisahkan sebagai diagnosis sekunder, dan bukti pendukungnya berupa hasil EKG dr. Arya Putra Syuhada 22 No 50 Diagnosis / Prosedur Utama Sekunder Syok Kardiogenik (R57) Prosedur Perihal Penggunaan Syok kardiogenik sebagai diagnosis sekunder terutama pada pasien jantung yang meninggal Dampak: peningkatan severity level menjadi III 51 Cardiac Arrest (I46.9) 52 53 Penggunaan Cardiac arrest sebagai diagnosis sekunder terutama pada kasus yang meninggal Dampak: peningkatan severity level menjadi III CAG Dan PCI dipisahpisah waktunya Syok saat Operasi (T811) Kesepakatan Kondisi Syok Kardiogenik dapat menjadi diagnosis sekunder terutama pada pasien penyakit jantung dengan bukti tertulisnya kriteria klinis dalam rekam medis berupa : 1. Penurunan Tekanan Darah a. TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau b. TD < 80 mmHg dengan inotropik 2. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%) 1. Cardiac arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak hanya penyakit jantung) & ada bukti penatalaksanaan Cardiac Arrest yaitu CPR 2. Cardiac Arrest tidak dapat digunakan pada pasien DOA 3. Koding INA-CBG adalah kode Morbiditas Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya, karena masalah prasarana dan sarana, instruksi manajemen. Tambahan modus : PCI dipisah berdasarkan jumlah stent yang akan dipasang. Dampak : Pembayaran klaim untuk satu pasien meningkat Panduan Praktek Klinis (PPK) Tatalaksana Kasus Penyakit Jantung Koroner PERKI 2015 : PCI atau CABG : - Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner. - Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal >50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA stenosis >70%. - Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi sebagai penyebab iskemik. - Indikasi CABG : Lesi multipl+F98e stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus. - Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama tindakan. - PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika kondisi klinis stabil. - PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna. Penggunaan koding T811 pada diagnosis sekunder , biasanya Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang dalam rekam medis pada pasien dengan tindakan atau terapi tertulis manifestasi klinis syok yang merupakan komplikasi operasi serta tertulis penatalaksaan syok tersebut Dampak: peningkatan severity level menjadi III dr. Arya Putra Syuhada 23 54 Scleroterapy pada Hemorhoid (49.42) Kasus Scleroterapi pada hemorhoid oleh Sp.PD dan dirawat inapkan hanya untuk injeksi obatnya karena obatnya mahal Pasien dengan tindakan Scleroterapi pada hemorhoid dapat dirawat inap berdasarkan keadaan umum pasien 55 Odontektomi (23.19) Tindakan Odontektomi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan odontektomi dapat dirawat inap sesuai dengan keadaan umum pasien, atau jumlah maupun letak gigi No Diagnosis / Prosedur Utama 56 Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) Sekunder Pulmonary oedema (J81) 57 Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) Ascites (R18) 58 Imbalance of constituents of food intake( E63.1) 59 Insufisiensi renal (N19) 60 Typhoid (A01.0) Urinary Tract Infection, site not specified (N390) Prosedur Perihal Kesepakatan Pasien dengan riwayat hemodialisa rutin mengalami efek samping sesak, kemudian pulmonary edema dikoding sebagai diagnosa sekunder dan menyebabkan severity level meningkat menjadi berat (III) Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, ronki Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan oksigen yang diberikan. Pada kasus HD rutin yang dirawat inap dengan kondisi pulmonary oedema, maka Dx Sekunder Pulmonary Odema dan Dx utama CKD (bukan kontrol HD atau kode Z) Pasien dirawat inapkan hanya untuk dilakukan fungsi ascites. Apa kriteria rawat inap untuk tindakan fungsi ascites atau dapat kah sebagai rawat jalan? Tepatkah pengkodingan pada kasus ini? Dampak : peningkatan biaya pada klaim Kecendrungan pasien yang tidak nafsu makan langsung dikode dengan E63.1 (imbalance of constituents food intake). Kapan imbalance of constituents of food intake ditegakkan ? Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II) Kriteria Rawat Inap untuk Ascites adalah Ascites masif, tujuan tindakan Pungsi untuk Terapeutik. Bila terjadi pada kasus CKD, maka diagnosis ascites dapat menjadi diagnosis sekunder dan diagnosis utamanya adalah CKD Kode R63.8 (other symptoms and signs concerning food and fluid intake) digunakan untuk intake sulit yakni kelainan yang membutuhkan tindakan khusus diet parenteral, enteral atau parsial baik cairan dan atau nutrisi Kode E63.1 (imbalance of constituents food intake) digunakan untuk Intake sulit yang disertai asesmen gizi oleh dokter yang merawat/dokter ahli gizi/ahli gizi. Bukti malnutrisi, IMT kurang dari 16 Kode sekunder N19 (insufisiensi renal) dikoding dengan Kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal: Nilai GFR kurang dari 60 atau penanganan yang kurang bermakna yaitu istirahat saja. Apakah nilai creatinin wanita diatas 1,1 dan pria diatas 1,3 kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal ? Dampak : peningkatan severity level Kode N390 sebagai ISK sering dijadikan dignosa sekunder Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu dari kriteria dibawah ini : sedangkan hasil pemeriksaan penunjang masih dalam batas 1. Gejala klinis yang khas (minimal satu): sakit kencing, nyeri perut bagian normal. Kapan diagnosa ISK ditegakkan ? bawah, nyeri tekan suprapubic, anyang-anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok Dampak : Menyebabkan kenaikan severity level costovertebral angle (CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah lekosit urin lebih dari 10/LPB 2. Kultur urin positif dr. Arya Putra Syuhada 24 61 Ventricular fibrillation and flutter (I49.3) 62 Non spesific reactive hepatitis (K75.2) 63 Gout arthritis (M10.9) 64 No Phlebitis EKG (8952) Penambahan kode K75.2 (non specific reactive hepatitis) sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang SGOT/PT meningkat tidak bermakna. Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II) Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non spesifik bila SGOT/SGPT diatas nilai normal Other local excision or Pasien dengan Gout arthritis yang dilakukan injeksi artikular Kriteria rawat inap untuk pasien Gout Arthritis adalah Gout dengan banyak sendi destruction of lession of tetapi dikoding 80.87 (Other local excision or destruction of ankle 3 atau lebih atau Gout Polyarticular atau Gout yang dirawat karena penyakit lain ankle joint (80.87) joint) dan dirawat inapkan atau gout dengan nyeri hebat VAS >=7 Kode Tindakan untuk injeksi artikular adalah 81.92 (injection of therapeutic substances into joint or ligaments) Penggunaan Phlebitis sebagai diagnosa sekunder sering Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder bila dilakukan disalahgunakan pada kondisi pasien rawat inap yang diinfus penatalaksanaan khusus, seperti diantaranya debridement atau pemberian Dampak: peningkatan severity level menjadi II antibiotik Diagnosis / Prosedur Utama Diagnosa sekunder ventrikular fibrilasi selalu dipasangkan VF harus disertai dengan diagnosis jantung yang potensial menyebabkan henti dengan diagnosa jantung lain seperti I10 (hypertensi essential), jantung dan dilakukan tata laksana sesuai dengan tatalaksana henti Jantung. I11, dan I50. Namun tidak ada penggunaan terapi yang spesifik penanganan VF pada pasien tersebut. Dampak : peningkatan severity level klaim menjadi sedang (III) Prosedur Perihal Kesepakatan 65 Sekunder Septikemia 66 Alergi Obat Penggunaan Alergi obat (T88.7) sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi II 67 Thypoid Fever (A01.0) DHF (A91) Thypoid ditambahkan Dengue Fever, sering disalahgunakan Diagnosis typhoid dan DHF dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk pada hasil widal yang meningkat tetapi tidak bermakna ataupun kedua penyakit tersebut. pada hasil trombosit yang menurun tapi tidak bermakna Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penggunaan Septikemia sebagai diagnosa menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi II sekunder Penggunaan kode Septicaemia (A41.9) adalah untuk kondisi yang sesuai dengan terminologi Sepsis dan terpenuhi kriteria sepsis dan tatalaksana sepsis yaitu hipertermi, hiportemi, tachichardi, tachypnoe dengan hasil laboratorium leukosistosis atau leukopenia Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau sistemik akibat pemberian obat oral atau parenteral, atau topikal, inhalasi atau metode pemberian obat lainnya untuk mengobati suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena hasil skin test. Alergi obat yang menjadi sebab perawatan saat itu atau yang terjadi pada saat perawatan berlangsung dapat dijadikan diagnosis sekunder. Informasi tersebut dicantumkan pada resume medis pasien saat pulang rawat. dr. Arya Putra Syuhada 25 68 GEA (A09) Thypoid Fever (A01.0) kombinasi GEA dengan Thypoid fever, sering disalahgunakan yaitu GEA sebagai diagnosis utama dan thypoid sebagai diagnosis sekunder Dampak: peningkatan severity level menjadi III 69 CKD Diagnosis GEA dan typhoid dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk kedua penyakit tersebut. Diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) on HD dalam 1 bulan CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat dirawat inap lebih dari satu kali masuk opname 3 kali hanya dapat diacc klaim 1 pelayanan oleh sesuai dengan indikasi medis BPS Kesehatan karena dianggap readmisi C. PERMASALAHAN ADMINISTRASI No Utama 70 Thalasemia (D56.1) Diagnosis / Prosedur Sekunder Hemosiderosis Prosedur Perihal Penggunaan kode Hemosiderosis (E83.1) menyebabkan peningkatan biaya klaim Kesepakatan Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan diagnosis sekunder Hemosiderosis (E83.1) yang mendapatkan top up obat kelasi besi diinput sebagai pasien rawat inap (sesuai PMK No. 59/2014) dengan tidak diinputkan semua kode diagnosis sekundernya ke dalam software INA-CBG. 71 Kelas rawat Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau ruang non kelas Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3 seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3) 72 Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam ke dalam software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun, dan tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur yang maka prosedur-prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput untuk semua kasus menurunkan tarif tidak diinput hanya untuk kasus persalinan dr. Arya Putra Syuhada 26 BAB V PEMBAYARAN 1. Kalau kita sudah melakukan pengiriman berkas terus kapan cairnya? Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 menyebutkan bahwa 1) FKRTL mengajukan klaim kolektif kepada BPJS Kesehatan secara periodik dan lengkap. 2) BPJS Kesehatan harus mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. 3) Dalam hal BPJS Kesehatan tidak mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim dalam waktu 10 (sepuluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka berkas klaim dinyatakan lengkap. 4) BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada FKRTL berdasarkan klaim yang diajukan dan telah: a. Diverifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 1 5 (lima belas) hari sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim; atau b. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 1 5 (lima belas) hari sejak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). c. Dalam hal pembayaran kepada FKRTL sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jatuh pada hari libur maka pembayaran pada FKRTL dilakukan pada hari kerja berikutnya. 2. Seandainya pembayarannya telat bagaimana? Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 butir ke-5 menyebutkan bahwa: “Dalam hal BPJS Kesehatan tidak melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPJS Kesehatan wajib membayar denda kepada FKRTL yaitu sebesar 1 % (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.” 26 dr. Arya Putra Syuhada 27 KATA PENUTUP Dengan selesai nya buku Kepo Yuuukk Q&A, maka berakhir pula masa bakti saya di RS yang kita cintai bersama ini.. Harapan saya, teman – teman semua lebih memahami ilmu tentang JKN, dan tidak takut dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang berhubungan dengan JKN. Selaku penulis saya memohon maaf sebesar – besarnya jikalau selama 5 tahun saya bergabung di RS Hermina Grand Wisata mempunyai banyak kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan pendidikan yang begitu berharga dan sangat bermanfaat kepada diri saya pribadi selama saya bekerja di RS Hermina Grand Wisata. Terimakasih saya sudah diberikan kesempatan untuk memimpin instalasi – instalasi seperti VKOK, IGD, Poli, ICU dan Casemix selama saya bekerja dan berkarya di RS Hermina Grand Wisata. Besar harapan saya untuk melihat RS Hermina Grand Wisata bisa menjadi RS yang tumbuh, sehat dan berumur panjang serta terkemuka di wilayah cakupannya. Semoga di masa yang akan datang, kita bisa berjumpa dan berkumpul lagi dengan kondisi yang lebih baik lagi. Aamiin Akhir kata saya mohon undur diri.. Ich liebe euch alle… Du bist unglaublich Billahi taufik wal hidayah.. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh… dr. Arya Putra Syuhada 27 28 LAMPIRAN DAFTAR TARIF TINDAKAN RAJAL NO TINDAKAN KODE TARIF KODE 1 BIOMETRI 95.05 Rp221,800 BIO 2 3 BNO-IVP 87.73 Rp735,800 BNP CT ABDOMEN 88.01 Rp1,133,500 CTA 4 5 CT THORAX 87.41 Rp1,133,500 CTR CT KIDNEY 87.71 Rp1,133,500 CTK 6 7 CT SCAN KEPALA 87.03 Rp939,600 CTB ECHOCARDIOGRAM 88.72 Rp330,800 ECHO 8 9 EEG 89.14 Rp296,900 EEG FUNDUSCOPY 16.21 Rp221,800 FUN 10 11 HEMODIALISA 39.95 Rp825,500 HD INHALASI/ NEBULIZER 93.94 Rp323,900 NEB 12 13 INJEKSI FLAMICORT 81.92 Rp425,500 FLAM INJEKSI UMARON 83.97 Rp425,500 UMAR 14 15 LARYNGOSCOPY 31.42 Rp400,600 LO OKSIGEN 93.96 Rp323,900 OX 16 17 REFRAKTOMETRI 95.02 Rp221,800 REF SPIROMETRI 89.37 Rp456,900 SP 18 19 TONOMETRI 89.11 Rp221,800 TON TREADMILL 89.41 Rp294,700 TR 20 21 USG GRAVIDA 88.78 Rp311,300 UGR USG LAIN-LAIN 87.71 Rp576,900 ULL 22 X-RAY CERVICAL 87.22 Rp735,800 XC dr. Arya Putra Syuhada NO 1 DIAGNOSA ABORTUS INCOMPLET KODE ICD 10 O06.9 TINDAKAN DNC (UTERUS) : Hyperplasia endometrium, non kehamilan DNC (TERMINASI) : BO,AB INKOMPLIT,Kematian Mudigah) KODE ICD 9 DNC: sisa konsepsi 1 2 3 69.09 3,220,800 2,760,700 2,300,600 69.01 3,081,500 2,641,300 2,201,100 69.02 3,220,800 2,760,700 2,300,600 2,327,000 1,994,600 1,662,200 2 ABORTUS IMINEN O20.0 3 ABSES L02.9 DEBRIDEMENT/EKSISI DEBRIDEMENT 86.28/86.22 2,453,800 2,103,200 1,752,700 4 ANEMIA D64.9 TRANSFUSI 99.04 4,181,800 3,584,400 2,987,000 5 APENDIK K35.8 APENDECTOMY 47.09 5,424,200 4,649,300 3,874,400 6 APENDIK K35.8 LAPARATOMY 54.11 10,909,500 9,351,000 7,792,500 7 ASMA J45.9 3,116,300 2,671,100 2,225,900 8 BACTERIAL INF A49.9 3,176,200 2,722,500 2,268,700 9 BPH N40 12,373,100 10,605,500 8,837,900 10 BRONCHIOLITIS J21.9 3,116,300 2,671,100 2,225,900 11 BRONCHITIS J40 3,917,900 3,358,200 2,798,500 12 BRONCHOPNEUMONIA J18.0 5,058,500 4,335,900 3,613,200 13 CALCULUS BLADDER N21.0 TURBT 57.49 11,257,400 9,649,200 8,041,000 14 CALCULUS BLADDER N21.0 LITOTRIPSI BLADDER 57.0 11,257,400 9,649,200 8,041,000 15 CALCULUS RENAL N20.0 4,784,600 4,101,100 3,417,600 16 CALCULUS URETER N20.1 URS 56.31 4,784,600 4,101,100 3,417,600 17 CALCULUS URETER N20.1 LITOTRIPSI 56.0 11,257,400 9,649,200 8,041,000 18 CATARACT 19 CEPHALGIA /TTH 20 21 H26.9 TURP PHACO (TOP UP) 60.29 29 7,938,000 13.41 R51/ G44.2 3,710,200 3,180,100 2,650,100 CHF I50.0 5,005,900 4,290,800 3,575,600 CHOLECYSTITIS K81.9 5,879,800 5,039,800 4,199,800 22 CHOLELITHIASIS K80.8 CHOLECYSTECTOMY 51.22 9,855,000 8,447,200 7,039,300 23 CKD N18. AV SHUNT 39.27 6,076,700 5,208,600 4,340,500 PASANG CDL 38.95 6,076,700 5,208,600 4,340,500 REMOVE CDL 39.43 6,076,700 5,208,600 4,340,500 N30.9 3,349,800 2,871,200 2,392,700 24 CYSTITIS 25 DHF A91 2,925,900 2,507,900 2,090,000 26 DM E14 4,903,800 4,203,300 3,502,700 27 DIARE A09 2,405,100 2,061,500 1,718,000 dr. Arya Putra Syuhada 30 28 DYSPEPSIA K30 2,033,900 1,743,400 1,452,800 29 EFUSI PLEURA J90 PUNKSI PLEURA 34.91 6,496,700 5,568,600 4,640,500 30 FAM D24 31 FAM D24 EKSISI FAM 85.21 9,150,100 7,842,900 6,535,800 MASTECTOMY 85.41 9,150,100 7,842,900 6,535,800 32 FEBRIS R50.9 3,695,000 3,167,100 2,639,300 33 HEMORRHOID I84.9 8,335,900 7,145,100 5,954,200 34 HEPATITIS K75.9 5,886,000 5,045,200 4,204,300 35 HERNIA INGUINAL K40.9 7,684,500 6,586,700 5,489,000 36 HNP M51.9 5,162,900 4,425,400 3,687,800 37 HNP M51.9 15,692,300 13,450,500 11,208,800 38 HYPERTENSI 39 ICH 40 HEMORRHOIDECTOMY HERNIORRHAPY 49.46 53.00 LAMINECTOMY 03.09 2,669,400 2,288,000 1,906,700 I61.9 CRANIOTOMY 01.24 24,351,000 20,872,300 17,393,600 IMPACTED GIGI K01.1 ODONTECTOMY 23.19 5,163,500 4,425,900 3,688,200 41 INFARK CEREBRI 7,018,400 6,015,800 5,013,100 42 INFARK CEREBRI, HEMIPLEGIA I63.9 I63.9, G80.9 9,673,300 8,291,400 6,909,500 43 ISCHIALGIA M54.3 5,162,900 4,425,400 3,687,800 44 ISK N39.0 3,349,800 2,871,200 2,392,700 45 ISPA J06.9 2,772,200 2,376,200 1,980,100 46 KEJANG DEMAM R56.0 3,718,200 3,187,000 2,655,900 47 KET O00.9 LAPARATOMY 54.19 10,909,500 9,351,000 7,792,500 48 KET O00.9 SALPHINGOPHORECTOMY 65.49 11,569,900 9,917,100 8,264,200 49 KISTA BARTHOLIN N75.0 MARSUPAILIZATION 71.23 6,531,400 5,598,300 4,665,300 50 KISTA OVARY N83.0 KISTEKTOMI 65.29 11,569,900 9,917,100 8,264,200 51 MCI I21.9 5,660,200 4,851,600 4,043,000 52 MELLENA K92.1 2,033,900 1,743,400 1,452,800 53 MYOMA UTERI D25.9 MYOMECTOMY 11,569,900 9,917,100 8,264,200 54 NCB SMK P03.4 >2500 5,118,000 4,386,800 3,655,700 2000-2500 7,677,000 6,580,300 5,483,600 1500-2000 13,541,500 11,607,000 9,672,500 I10 68.29 dr. Arya Putra Syuhada 31 1000-1500 <1000 14,333,700 12,286,000 10,238,400 17,200,400 14,743,200 12,286,000 55 NEPHROLITHIASIS N20.0 NEPHROSTOMY 55.02 13,696,900 11,740,200 9,783,500 56 PARTUS NORMAL O80.9 MANUAL DELIVERY 73.59 2,344,900 2,009,900 1,674,900 57 PHIMOSIS N47 CIRCUMSISI 64.0 2,054,300 1,760,800 1,467,400 58 PNEUMONIA (CAP) J18.9 5,058,500 4,335,900 3,613,200 59 PTERYGIUM GRADE IV (RANAP) H11.0 12,218,600 10,182,200 EKSISI 11.39 14,255,100 1,286,200 60 PTERYGIUM GRADE I-III (RAJAL) H11.0 EKSISI 11.39 61 SC SC 74.99 6,981,500 5,984,100 4,986,800 62 SC GEMELI O82.0 O82.0, O30.0 SC 74.99 7,567,300 6,486,300 5,405,200 63 SINUSITIS J32.0 CADWELL 22.39 9,207,300 7,892,000 6,576,600 64 SNH I64 5,734,600 4,915,400 4,096,200 65 SNH + HEMIPARESE I64 + G81 6,844,000 5,866,300 4,888,600 66 SNNT 9,019,700 7,516,400 67 SOFT TISSUE TUMOR 5,974,200 4,978,500 68 THALASEMIA 69 TB PARU 70 TONSILITIS 71 TYPOID 72 E04.9 D56.1 ISMULOBECTOMY/ THYROIDECTOMY 06.39/06.4 10,523,000 EKSISI LOKAL 86.3 6,969,900 KELASI BESI TOP UP OBAT 4,425,200 TRANSFUSI 99.04 1,015,300 A16.2 4,336,500 5,203,800 6,071,100 5,461,000 4,680,900 3,900,700 A01.0 3,176,200 2,722,500 2,268,700 VERTIGO R42 2,124,500 1,821,000 1,517,500 73 VIRAL INF B34.9 2,925,900 2,507,900 2,090,000 74 VOMITUS R11 2,405,100 2,061,500 1,718,000 J35.0/J03.9 TONSILEKTOMY 28.2 75 AV SHUNT 39.27 2,498,400 76 BNO-IVP 87.73 743,600 77 CDL 38.95 2,498,400 78 CT ABDOMEN 88.01 1,145,500 79 CT THORAX 87.41 1,145,500 80 CT KIDNEY 87.71 1,145,500 dr. Arya Putra Syuhada 32 81 CT SCAN KEPALA 87.03 999,500 82 ECHOCARDIOGRAM 88.72 351,900 83 EEG 89.14 360,900 EKSISI STT 83.49 450,800 FISIOTERAPI : 84 85 KTK/ SI/ GENERAL EXSERCISE/ MASSAGE 93.89/93.19 161,400 86 US/ ES/ MWD/ EXC/ TENS/ IRR 93.34/93.12/93.35 118,700 87 HEMODIALISA 39.95 923,100 88 INHALASI/ NEBULIZER 93.94 327,300 89 INJEKSI FLAMICORT 81.92 429,700 90 INJEKSI UMARON 83.97 429,700 INSISI ABSES BREAST/ MASTOTOMY 85.0 331,500 91 LARYNGOSCOPY 31.42 404,900 92 ODONTECTOMY 23.19 301,200 93 OKSIGEN 93.96 327,300 94 REFRAKTOMETRI/BIOMETRI/OPHTALMOSCOPY 95.02/95.05/16.21 224,100 95 SPIROMETRI 89.37 461,700 96 TREATMILL 89.41 297,800 97 UROFLOWMETRI (BPH) 89.24 541,700 98 USG DOPPLER 88.77 742,400 99 USG GRAVIDA 88.78 331,100 100 USG LAIN-LAIN 88.79 592,500 101 X-RAY CERVICAL 87.22 743,600 dr. Arya Putra Syuhada