Good Governance in Budgeting Process The Role of External Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 1. Pengantar Kondisi Makro di Indonesia Indonesia tengah melakukan reformasi sistem sosial sejak runtuhnya pemerintahan Orde Baru Sistem politik kita tengah beralih dari sistem otoriter masa pemerintahan Orde Baru menjadi sistem demokrasi Salah satu kinci sukses dari reformasi sosial tersebut adalah terciptanya tata kelola administrasi negara (good governance) 2 Perlunya good governance dalam proses penganggaran adalah karena: Elemen pokok dari good governance berupa Transparansi dan akuntabilitas fiskal atau keuangan negara Good governance meniadakan kecemburuan dan kecurigaan antar daerah sehingga merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia Good governance, menjamin Pemerintah, BUMN dan BUMD dapat bertahan dalam era globalisasi 3 2. Sistem Penganggaran di Indonesia (APBN) a. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, APBN harus diwujudkan dalam bentuk undang-undang, dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. APBN disusun sesuai tahapan-tahapan : pertama tahapan pendahuluan yang diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh Pemerintah. kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN. ketiga, pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. 4 b. Pengelolaan APBN Sebelum Reformasi Keuangan Negara Sistem keuangan masa Orde Baru tersebut adalah merupakan sistem kuno, warisan dari ICW warisan kolonial yang menggunakan single entry dimana tidak ada suatu standar pencatatan transaksi Pemerintah untuk keperluan anggaran. Didasarkan atas pengeluaran tunai (berbasis kas) selama tahun anggaran, kewajiban konjensi Pemerintah tidak tercermin dalam APBN Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan membuat Laporan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan. 5 Laporan disusun atas dasar realiasasi yang telah diaudit oleh BPK. Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan pertanggungjawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna mendapat pengesahan oleh DPR menjadi UU PAN tahun anggaran berkenaan. APBN dibagi dalam dua kelompok, yakni Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan. Anggaran rutin dikontrol oleh Depkeu sedangkan besarnya anggaran pembangunan struktur pembelanjaannya maupun alokasinya adalah dikuasasi oleh Bappenas. 6 Penerimaan pembangunan dalam APBN Orba terdiri dari dua sumber, yaitu Penerimaan Pembangunan yang terdiri dari hibah serta pinjaman luar negeri dan surplus penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan anggaran rutin. Hibah dan Pinjaman Luar Negeri bersumber dari pinjaman resmi dari Negara-negara donor yang tergabung dalam IGGI/CGI. Hibah dan pinjaman luar negeri disebut sebagai penerimaan pembangunan dalam APBN. 7 Kelemahan-kelemahan Pengelolaan APBN Sebelum Reformasi Keuangan Negara Diluar APBN resmi, berbagai instansi pemerintahan memiliki anggaran non-bujeter yang jumlahnya cukup besar yang bersumber dari penerimaan dalam anggaran non-bujeter. Sumber pertama adalah PNBP yang dipungut berdasarkan aturan yang dibuat sendiri oleh instasi pemungutnya, tanpa referensi pada UU maupun peraturan yang dibuat oleh Menteri Keuangan sebagai Berndaharawan Negara. Uang yang dipungut dari sumber PNBP illegal itu juga disimpan dan digunakan sendiri oleh instansi yang bersangkutan tanpa dilaporkan dalam APBN ataupun dilaporkan kepada DPR/DPRD sebagai pemegang hak bujet. 8 Sumber yang kedua adalah keuntungan dari usaha milik instansi yang bersangkutan. Pada masa lalu itu, berbagai instansi Pemerintah, termasuk TNI/POLRI, memiliki badan usaha, yayasan dan koperasi yang menggerogoti instansinya ataupun menggunakan wibawa serta kewenangan instansi yang bersangkutan untuk mendapatkan penghasilan. Perolehan dana oleh suatu instansi pemerintahan adalah berbanding lurus dengan kekuasaaan yang dimiliki oleh instansi tersebut. 9 Perhitungan Anggaran sebagai satu-satunya laporan keuangan yang disampaikan kepada DPR juga kurang informatif karena dihasilkan dari sistem akuntansi yang tidak memadai. Dengan metode pembukuan tunggal dan menggunakan basis kas sangat sulit bagi Pemerintah kala itu untuk menghasilkan Neraca Kekayaan Negara. Laporan Keuangan BUMN juga belum diintegrasikan ke dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sehingga gambaran kekayaan negara secara utuh (termasuk kekayaan negara yang dikelola secara terpisah oleh BUMN) tidak pernah terwujud. 10 Buruknya kualitas akuntabilitas sektor publik juga berimbas pada sektor privat. Praktek KKN tumbuh subur melalui simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara penguasa korup dengan konglomerat hitam pada saat itu. Perselingkuhan kronis tersebut akhirnya berakibat krisis ekonomi pada tahun 1998 yang berujung pada jatuhnya rezim Orde Baru. Rapuhnya fundamental ekonomi menyebabkan krisis seakan tak pernah berakhir hingga saat ini. Ditambah lagi dengan contingent liability yang terpaksa ditanggung pemerintah melalui progam penyehatan perbankan nasional. Pemberian BLBI kepada bankbank sakit tersebut berujung pada meningkatnya beban APBN dalam bentuk bunga obligasi rekapitalisasi. 11 Fungsi BPK termasuk salah satu fungsi check and balance yang dimandulkan. Pemerintah begitu membonsai BPK dengan mengendalikan operasional pemeriksaannya, membatasi alokasi anggaran dan infrastruktur lainnya, serta mengontrol sistem SDM-nya. Pada saat itu obyek pemeriksaan BPK dibatasi hanya pada aspek pengeluaran APBN saja. Bahkan laporan BPK pun harus dikonsultasikan kepada Pemerintah melalui Setneg sebelum disampaikan kepada DPR. Pembatasan wewenang BPK juga dikemas dalam bentuk berbagai peraturan perundang-undangan antara lain UU Pasar Modal, UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan, UU Perpajakan dan UU yayasan. Dengan berbagai pembatasan dan keterbatasan tersebut, BPK pada saat itu tidak lebih dari sekadar ”tukang stempel” bagi seluruh kebijakan Pemerintah. 12 c. Pengelolaan APBN Setelah Reformasi Keuangan Negara Sejak disahkannya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam proses penganggaran dari sejak perencanaan hingga ke pelaksanaan anggaran. Perubahan tersebut dilakukan karena dalam proses penganggaran yang selama ini berlaku mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain, kurang terkaitnya antara kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya serta penganggaran yang berdasarkan masukan (input) tanpa memperhatikan manfaat yang akan dihasil]an. 13 Paket UU dibidang Keuangan Negara mengharuskan pemerintah melakukan langkah-langkah penataan manajemen keuangan negara secara komprehensif, termasuk penataan ulang sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah. Penerepan reformasi dibidang penganggaran merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kebocoran keuangan negara 14 Penyimpanan keuangan negara dipadukan dalam suatu treasury single account dan tidak lagi disimpan dalam rekening pribadi pejabat negara. Diterbitkannya peraturan pelaksanaan seperti Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005), Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No, 24 Tahun 2005), dan Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintahan (PP No. 8 Tahun 2006). Mekanisme transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara mengalami perubahan besar dengan diperkenalkannya sistem pembukuan berpasangan (double entry) dan basis akrual dalam penyusunan Neraca. Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah yang telah diperiksa oleh BPK harus disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. 15 3. Peran BPK dalam mendorong tranparansi dan akuntabilitas KN Dalam siklus anggaran, peran BPK terletak pada tahap ketiga yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan APBN. Secara kelembagaan BPK mempunyai kedudukan yang independent, tidak terpengaruh oleh DPR sebagai lembaga legislatif dan juga tidak terpengaruh oleh Pemerintah 7 16 Peran BPK Membantu masyarakat dan pengambil keputusan untuk melakukan alternatif pilihan masa depan Mendalami kebijakan dan masalah publik Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kebijakan pemerintah serta ketaatan atas aturan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan Membantu Pemerintah melakukan perubahan struktural BUMN maupun badan pelayanan umum seperti sekolah, universitas dan rumah sakit Membantu Pemerintah untuk mengimplementasikan paket ketiga UU tentang keuangan negara tahun 2003-2004 melalui: a. Penyatuan anggaran non-bujeter dan kegiatan quasi fiskal kedalam APBN; b.Memperjelas peranan dan tanggung jawab lembaga negara pada semua tingkatan; c.Mendorong proses penyiapan, pelaksanaan dan pelaporan anggaran negara yang transparan dan akuntabel . d. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas transaksi keuangan antara instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah serta antara keduanya maupun antara Pemerintah dengan BUMN, BUMD serta perusahaan swasta yang mendapatkan subsidi dari negara. Upaya Pemberantasan Korupsi dengan melaporkan dugaan tindakan kriminal kepada penegak hukum; Kepolisian; Kejaksaan Agung/ Tim Tastipikor dan Komisi Pemberantasan Korupsi PERAN SAAT INI 17 Peran BPK Saat ini: Upaya Pemberantasan Korupsi dengan melaporkan dugaan tindakan kriminal kepada penegak hukum; Kepolisian; Kejaksaan Agung/ Tim Tastipikor dan KPK; Membantu Pemerintah mengimplementasikan paket UU tentang keuangan negara melalui: Penyatuan anggaran non-bujeter dan kegiatan quasi fiskal kedalam APBN; Memperjelas peranan dan tanggung jawab lembaga negara pada semua tingkatan; Mendorong proses penyiapan, pelaksanaan dan pelaporan anggaran negara yang transparan dan akuntabel; Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas transaksi keuangan antara instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah serta antara keduanya maupun antara Pemerintah dengan BUMN, BUMD serta perusahaan swasta yang mendapatkan subsidi dari negara. Membantu Pemerintah melakukan perubahan struktural BUMN maupun badan pelayanan umum seperti sekolah, universitas dan rumah sakit 18 Peran BPK Sedang diarahkan: Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kebijakan pemerintah serta ketaatan atas aturan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan; Mendalami kebijakan dan masalah publik; Membantu masyarakat dan pengambil keputusan untuk melakukan alternatif pilihan masa depan. 19 Langkah-langkah Mengutamakan perbaikan sistem pengendalian intern (SPI): Dalam audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2004, 2005 & 2006, temuan terkait SPI ada 85 dari 131 temuan (65%); Sesuai UU, berperan aktif dalam memberikan pertimbangan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SPI Pemerintah Bring people to the jail is not the main concern. 20 Langkah-langkah Meningkatkan pemeriksaan yang memberikan dampak luas terhadap masyarakat: Pemeriksaan Lingkungan: Bencana Aceh dan Yogya (2005-2006), Lumpur Lapindo (2007), Kebakaran Hutan (2007), dan Bencana Banjir (2008); Pemeriksaan pandemi flu burung (2007); Pemeriksaan serentak di seluruh Indonesia: Dana Perimbangan (2007), Manajemen Aset Tetap (2007), Manajemen Rekening Pemerintah Pusat dan Daerah (2008) 21 Langkah-langkah Meningkatkan pelaksanaan pemeriksaan kinerja: TA 2007: 565 pemeriksaan keuangan (37%), 24 pemeriksaan kinerja (2%) dan 827 pemeriksaan dengan tujuan tertentu (61%). TA 2008: pemeriksaan kinerja ditingkatkan menjadi 5% dari total pemeriksaan. Meningkatkan pemberian rekomendasi terkait kebijakan publik 22 Langkah-langkah Mengurangi pelaksanaan pemeriksaan keuangan: BPK akan menggunakan tenaga KAP yang bekerja untuk dan atas nama BPK dalam melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan yang menjadi tugas BPK BPK telah mengeluarkan Peraturan BPK-RI No. 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa Dan/Atau Tenaga Ahli Dari Luar Badan Pemeriksa Keuangan 23 Langkah-langkah Mengefektifkan peran aparat pengawasan intern pemerintah: Dalam pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi BPK; Reviu Laporan Keuangan kementerian/lembaga; Meningkatkan koordinasi dalam rangka kejelasan peran masing-masing 24 4. Sekilas Hasil Pemeriksaan BPK : Pemeriksaan Dana Perimbangan: BPK menemukan kelemahan terkait penetapan dan penyaluran Dana Perimbangan yang terjadi di Pusat; BPK menyarankan perbaikan ketentuan terkait penetapan dan penyaluran untuk mengurangi risiko penetapan DP yang merugikan bagi Daerah; risiko penetapan DP yang tidak adil; risiko keterlambatan penyaluran terutama DBH. BPK menyarankan perbaikan mekanisme penyaluran DAK dan DBH agar tidak terjadi lagi penyaluran DAK di akhir tahun yang akan meningkatkan risiko penyalahgunaan; mengurangi risiko keterlambatan penyaluran DBH yang akan merugikan Daerah. 25 4. Sekilas Hasil Pemeriksaan BPK : Opini atas LKPP Tahun 2004 sd 2006 adalah Disclaimer Opini atas 83 LKKL Tahun 2006 menunjukkan bahwa enam LKKL (7%) diberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 39 LKKL (48%) dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan 37 LKKL (45%) dinyatakan Disclaimer. Sedangkan opini Tidak Wajar (Adverse) sebagai opini terburuk diberikan pada Laporan Keuangan BP Migas. Kondisi yang sama juga terjadi di daerah dimana dari 362 LKPD Tahun 2006, BPK memberi opini WTP pada tiga LKPD (1%), opini WDP pada 282 LKPD (78%), opini Disclaimer pada 58 LKPD (16%), dan Tidak Wajar pada 19 LKPD (5%) 26 SEKIAN